BAB I PENDAHULUAN
Impian mendapatkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi tetapi tetap mudah dikerjakan (workable) merupakan salah satu topik yang selalu menarik dalam campuran beton. Secara teoritis, parameter utama dalam menentukan kuat tekan beton dalam beton normal adalah perbandingan air-semen (w/c ratio) dalam campuran. Semakin tinggi kandungan semen dalam campuran, semakin tinggi kuat tekannya. Permasalahannya adalah apabila kandungan semen terus dinaikkan, sampai batas tertentu akan timbul masalah seperti campuran menjadi terlalu kental sehingga sulit dalam pelaksanaan pengecoran, serta seringkali timbul retak dan susut berlebihan pada beton setelah mengeras. Dalam beberapa kasus di lapangan, seringkali pula diperlukan beton dengan mutu dan slump sangat tinggi, dua hal yang pada dasarnya saling bertolak belakang pada beton campuran normal. Beton dengan spesifikasi slump sangat tinggi (encer) lebih dikenal dengan sebutan beton dengan pemadatan mandiri (self compacting concrete SCC) atau sering juga disebut beton alir (flowing concrete). Beton jenis ini semakin banyak dipakai karena selain dapat memiliki kekuatan yang sangat tinggi, tetapi tetap lecak dalam pelaksanaan. Sedemikian lecaknya sehingga dalam pengetesannya dikenal juga istilah slump flow test untuk mengetahui daya sebar dari campuran beton segar. Kinerja kelecakan ini tercapai berkat bahan tambah super plasticizer yang dimasukkan ke dalam beton seperti jenis polymer. Aditif ini seolah-olah akan menyelimuti partikel-partikel semen sehingga dalam interval waktu tertentu, antar partikel semen tidak terjadi reaksi tarik-menarik seperti yang terjadi dalam campuran tanpa aditif. Dalam campuran beton mutu tinggi seringkali juga digunakan bahan tambah lain dari jenis aditif mineral seperti silica fume, copper slag, dan abu terbang serta aditif-aditif lain yang lebih khusus. Aditif mineral ini umumnya mempunyai ukuran partikel yang lebih halus dari pada semen sehingga menghasilkan beton dengan kelebihan tambahan seperti lebih kedap air.
Tambahan super platicizer, aditif mineral dan aditif lain ini selain membuat beton tetap lecak/encer, tetapi juga akan menghasilkan beton dengan kuat tekan tinggi bahkan berkinerja tinggi (high performance concrete). 1.1. PENGERTIAN SECARA UMUM Self Compacting Concrete atau yang umum disingkat dengan istilah SCC adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan. Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding. Self-compacting concrete (SCC), pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1986. Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan beton SCC, struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat. 1.2. KELEBIHAN SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) Kelebihan dari SCC diantaranya : Sangat encer, bahkan dengan bahan aditif tertentu bisa menahan slump tinggi dalam jangka waktu lama (slump keeping admixture). Tidak memerlukan pemadatan manual. Lebih homogen dan stabil. Kuat tekan beton bisa dibuat untuk mutu tinggi atau sangat tinggi.
Lebih kedap, porositas lebih kecil. Susut lebih rendah. Dalam jangka panjang struktur lebih awet (durable). Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya biasanya berukuran kecil sehingga nilai estetis bangunan menjadi lebih tinggi.
Karena tidak menggunakan penggetaran manual, lebih rendah polusi suara saat pelaksanaan pengecoran. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih sedikit karena beton dapat mengalir dengan sendirinya sehingga dapat menghemat biaya sekitar 50 % dari upah buruh.
SCC cocok untuk struktur-struktur yang sangat sulit untuk dilakukan pemadatan manual misalnya karena tulangan yang sangat rapat ataupun karena bentuk bekisting tidak memungkinkan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi keropos apabila dipadatkan secara manual. Selain itu bisa juga diaplikasikan untuk lantai, dinding, tunel, beton precast dan lain-lain. Di Indonesia sendiri, saat ini relatif tidak menemukan kesulitan untuk membuat SCC, namun untuk beton dengan tujuan pencapaian kekuatan awal tinggi, SCC masih memerlukan bahan tambahan lain sehingga menghasilkan SCC dengan kekuatan awal tinggi yang biasa disebut High Early Strength Self Compacting Concrete (HESSCC). Penggunaan Silica Fume sebesar 2 % dan Glenium Ace-80 sebesar 2.5 % sudah mampu mencapai kriteria self compactible sekaligus kuat tekan awal (High Early Strength) yang baik pula, karena nilai water-binder ratio tetap dijaga pada nilai yang rendah. Untuk mendapatkan campuran beton SCC dengan tingkat workability yang tinggi perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Aggregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 50% dari volume padatnya. Pembatasan jumlah aggregat halus kurang lebih 40% dari volume mortar.
Water Binder Ratio dijaga pada level kurang lebih 0.3 Saat ini terdapat beberapa produsen yang menyediakan aditif super plasticizer dan aditif lain untuk keperluan SCC. Aditif mineral tertentu juga relatif mudah didapat dengan harga yang ekonomis. Meskipun demikian, pemahaman memadai mengenai material, perilaku dan metode pelaksanaannya tetap harus diperhatikan sebelum menggunakan SCC. Beberapa pakar meramalkan SCC akan merupakan salah satu beton masa depan karena keunggulannya, tentunya dengan kinerja yang lebih baik lagi.
G a b m ar 2.
2. Mix Design yang mampu memenuhi kriteria filling ability, passing ability dan ketahanan terhadap segregasi. Tabel 2. Karakteristik SCC secara umum
Self Compacting Concrete (SCC) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan beton biasa. Berikut adalah karakteristik yang harus dipenuhi oleh Self Compacting Concrete (SCC) untuk House Building dan Civil Engineering
Mix desain untuk Self Compacting Concrete (SCC) dipengaruhi oleh pemilihan material yang sesuai agar karakteristiknya dapat terpenuhi. Adapun tahap-tahap pembuatan mix design adalah sebagai berikut : 1. Menentukan berat aggregat kasar dan aggregat halus.
.(1)
.(2)
Dimana ;
Wg Ws WgL WsL PF
: : : : :
Kandungan Kandungan
aggregat aggregat
kasar halus
(kg/m3) (kg/m3)
Volume agregat kasar pada kondisi SSD Volume agregat kasar pada kondisi SSD Packing factor, yaitu Antara biasanya perbandingan padat dan 1.12 s/d 1.18
agregat pada kondisi tidak dipadatkan, S/a : Ratio aggregate halus terhadap total aggregate, biasanya antara 50% s/d 57%. 2. Menentukan berat semen.
.(3)
3. Menentukan faktor air semen. .(4) Dimana ; Wwc : Berat air yang dibutuhkan untuk fas
(5)
Berat pasta FA (VPf) dan pasta GGBS (VPB) dapat dihitung dengan rumus di atas, dimana ; tGg Gs Gc Gw Va : : : : : Berat Jenis Agregat Kasar Berat Jenis Agregat Halus Berat Jenis Semen Berat Jenis Air Berat Udara dalam SCC (%).
(6)
Dimana ; Gf, GB, Gc, W/F and W/S dapat diperoleh dari percobaan-percobaan, A% dan B% ditentukan, dan VPf+VPB dapat diperoleh dari Persamaan (5). Sementara Wpm dapat dihitung dengan Persamaan (6). Juga, Wf (Berat FA dalam SCC, Kg/m3) dan WB (Berat GGBS dalam SCC, Kg/m3) dapat dihitung (Persamaan(7) dan Persamaan(8)),
Wf = A% Wpm .....(7) 9
WB = B% Wpm
.....(8)
Berat air yang dibutuhkan untuk membuat FA pasta, Persamaan (9) ..(9)
Berat air yang dibutuhkan untuk membuat FA pasta, Persamaan (10) (10)
Menurut Japanese Architecture Society, Ww=160185 kg/m3 Berikut ini beberapa contoh mix desain untuk Self Compacting Concrete (SCC)
10
11
Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi keseluruh bagian cetakan melalui berat sendirinya.
12
Passing ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celahcelah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi adanya segregasi atau blocking. Segregation resistance, adalah kemampuan beton SCC untuk menjaga tetap dalam keadaan komposisi yang homogen selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran. 2.2. METODE TEST Metoda test pengukuran workability telah dikembangkan untuk menentukan karakteristik beton SCC dan sampai saat ini belum ada satu jenis metoda test yang bisa mewakili ketiga syarat karakteristik beton SCC seperti tersebut di atas. Dari beberapa metoda test yang telah dikembangkan akan dibahas hanya tiga macam metoda yang dianggap dapat mewakili ketiga kriteria workability tersebut di atas. 2.2.1. SLUMP-FLOW Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan filling ability baik di laboratorium maupun di lapangan; dan dengan memakai alat ini dapat diperoleh kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm 75 cm. Kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertikal berbeda dengan bidang horisontal. Kriteria yang umum dipakai untuk penentuan awal workabilitas beton SCC berdasarkan tipe konstruksi adalah sebagai berikut : Untuk konstruksi vertikal, disarankan menggunakan slump-flow antara 65 cm sampai 70 cm. Untuk konstruksi horisontal disarankan menggunakan slump-flow antara 60 cm sampai 65 cm.
13
14
15
Gambar 6. Pengukuran Slump-Flow Test 2.2.2. L-SHAPE-BOX Dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC. Dengan menggunakan L-Shape Box, dapat diketahui kemungkinan adanya blocking beton segar saat mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan. Selanjutnya dengan L-Shape-Box test akan didapat nilai blocking ratio yaitu nilai yang didapat dari perbandingan antara H2 / H1. Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik beton segar mengalir dengan viskositas tertentu. Untuk test ini kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0.8 sampai 1.0
16
Gambar 9. L-Shape-Box Test Selain L-Shape Box Shape, passing ability juga dapat diukur dengan U-flow Test.
17
2.2.3. V - FUNNEL Dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus mengetahui segregation resistance . Kemampuan beton segar untuk segera mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur V-funnel diukur dengan besaran waktu antara 6 detik sampai maksimal 12 detik.
18
Gambar 12. V - FUNNEL Test 2.3 POURING DAN FORMWORK Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengecoran dengan beton SCC adalah sebagai berikut: Durasi waktu pengecoran disesuaikan dengan waktu ikat awal beton untuk Cara terbaik untuk pengecoran beton SCC adalah dari bawah menghindari terjadinya cold joint. cetakan/formwork untuk menghindari udara terjebak (dengan eksternal hose adalah sangat efektif). Beton SCC dapat mengalir sampai jarak 10 meter tanpa hambatan. Elemen tipis 5 7 cm dapat diisi oleh beton SCC tanpa hambatan. Tidak memerlukan keahlian yang spesifik saat pelaksanaan pengecoran.
19
20
21
22
23
24
25
Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.
4.2. SARAN Agar campuran beton dapat dikatagorikan sebagai Self Compacting Concrete perlu diperhatikan pemilihan material yang sesuai yang disyaratkan dan Water Binder Ratio dijaga pada level kurang lebih 0.3 serta mix design yang mampu memenuhi kriteria filling ability, passing ability dan ketahanan terhadap segregasi. Penggunaan Silica Fume sebesar 2 % dan Glenium Ace80 sebesar 2,5 % mampu memenuhi SCC dengan kekuatan awal yang tinggi yang biasa disebut High Early Strength Self Compacting Concrete (HESSCC).
26