Pendidikan merupakan masalah semua orang, dan pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses
mema nusiakan manusia. Hal tersebut dapat berlangsung secara formal maupun nonformal.
Pendidikan merupa kan suatu sistem. Anak didik yang merupakan hasil proses pendidikan
dipengaruhi oleh semua komponen sistem pendidikan berkaitan satu dengan lainnya.
Kemajuan masyarakat akan berpengaruh pada pelaksanaan pendidikan. Pada masyarakat yang be
lum maju pendidikan dilaksanakan secara nonformal yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat
itu sendiri, sedangkan pada masyarakat yang telah dilaksanakan secara nonformal maupun secara
formal. Un tuk mendapatkan pendidikan secara formal ini dibentuk institusi pendidikan berupa
sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi dengan berbagai spesialisasi.
Generasi muda tidak hanya berperan sebagai penerima nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan, teta
pi juga sebagai penemu dan pengembang kebudayaan. Dengan demikian kehidupan manusia akan
menjadi semakin lebih baik.
Masyarakat dan sekolah tidak dapat dipisahkan dan bahkan sekolah merupakan bagian yang integral
dalam kehidupan masyarakat. Kebutuhan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perubahan
sosial dan budaya. Meskipun sekolah berusaha memenuhi kebutuhan ini akan tetapi sekolah selalu
tertinggal. Dengan demikian akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan
kemampuan sekolah un tuk memenuhinya.
Kemajemukan budaya yang dimiliki masyarakat melatar belakangi kehidupan peserta didik. Un tuk
dapat melaksanakan proses pendidikan dengan baik guru diharapkan memiliki wawasan yang luas
tentang kemajemukan budaya ini. Kemajemukan budaya bukan merupakan hambatan tetapi
merupakan modal dasar yang dimiliki bangsa dan sekaligus merupakan tantangan dalam proses
pendidikan. Perubahan merupakan ciri dan kehidupan manusia. Perubahan yang terjadi begitu cepat
merupakan tantangan bagi ma syarakat, khususnya bagi sekolah. Sekolah hendaknya dapat
mengantisipasi perubahan yang terjadi secara terus menerus ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini terjadi dengan sangat pesat. Hal itu sekaligus akan
mempengaruhi perkembangan masyarakat. Oleh karena itu anggota masyarakat berusaha
melakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah, pola
perilaku, nilai-nilai dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat.
Usaha untuk menuju nilai-nilai dan norma-norma baru itu disebut dengan istilah transformasi kebu
dayaan. Sekolah sebagai suatu lembaga yang ada di masyarakat dapat melaksanakan tugas
mentransforma sikan kebudayaan. Dengan demikian kebudayaan yang sudah ada pada masyarakat
menjadi semakin kaya dengan dikembangkannya cipta, rasa, karsa, dan karya manusia. Pendidikan
sekolah mempunyai andil yang besar dalam usaha mengembangkan individu sehingga menjadi
anggota masyarakat yang diharapkan.
Dalam sejarahnya pada masyarakat primitif sosialisasi terjadi secara alami. Generasi muda dituntut
untuk mempelajari perilaku yang diharapkan oleh kelompok masyarakatnya melalui kekehidupan
sehari hari. Pada saat itu tidak ada murid atau guru yang harus bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya so sialisasi ini. Dalam tahap selanjutnya dengan semakin banyaknya hal-hal yang
harus dipelajari oleh anggota masyarakat, diperlukan lembaga khusus untuk menangani peranan itu.
Lembaga ini kemudian kita kenal dengan nama sekolah. Sekolah merupakan lembaga sosial yang
secara sengaja didirikan untuk memberikan bekal kepada generasi muda untuk dapat melanjutkan
kehidupan masyarakat kelompoknya. Demikian juga melalui pendidikan di sekolah, generasi muda
diharapkan dapat mengembangkan, dan memperbaharui ke hidupan masyarakat kelompoknya.
Pada masyarakat yang telah maju dimana perkembangan ilmu dan teknologi berlangsung dengan
cepat, sekolah dituntut untuk selalu berusaha menyesuaikan diri dengan kemajuan itu. Dengan
munculnya pekerjaan dengan berbagai spesialisasi yang tajam, sekolah diharapkan dapat
mengemban tugas sejumlah fungsi pendidikan. Sekolah digunakan oleh masyarakat untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang mung kin dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Dengan
demikian hubungan antara sekolah dengan
masyarakat menjadi sangat penting sebab apa yang diharapkan oleh masyarakat akan menentukan
sistem pendidikan.
Antara kemampuan sekolah dengan kebutuhan masyarakat selalu terjadi kesenjangan karena
sekolah belum dapat memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat. Sebagai rangkaian
pengalaman belajar sudah semestinya kurikulum selalu diusahakan mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi. Berbagai usaha se perti penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas profesional
guru, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah telah dilakukan namun sekolah tetap
ketinggalan oleh tuntutan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu sekolah harus selalu berusaha
untuk memberikan bekal kepada para siswanya untuk dapat mengembangkan kreativitas dan belajar
secara mandiri.
Dalam proses pembelajaran perlu dikembangkan keseimbangan antara kedaulatan murid dengan
otoritas pendidik, antara pembentukan kemampuan mempertanyakan dan kesediaan melestarikan.
Dengan terbentuknya kemampuan mempertanyakan dan kesediaan melestarikan dalam jalinan yang
selaras itu akan terbentuk masyarakat belajar, terwujudlah masyarakat yang dapat menghadapi
segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan mempunyai pendekatan yang kreatif
tanpa kehilangan sifat-sifat dasarnya, dan juga tanpa kehilangan dirinya (Raka Joni, dalam Conny R.
Semiawan (ed), 1991:117). De ngan demikian, sekolah disamping harus tanggap dalam
mengantisipasi perubahan-perubahan yang cepat dengan menyediakan latihan-latihan baru serta
mempersiapkan anak didik untuk dapat beradaptasi dengan lapangan kerja yang terus berubah, juga
hendaknya dapat menumbuhkan sikap dan harapan yang lebih realistis yang didukung oleh
kemampuan dan kemandirian serta kewiraswastaan.
Pendidikan merupakan upaya sadar yang diarahkan untuk mencapai perbaikan disegala aspek
kehidupan. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi menjadi baik dan juga kecenderungan untuk
berbuat kurang baik, sehingga diperlukan upaya dasar untuk mewujudkan harkat dan martabat
kemanusiaan yang ter tinggi pada masing-masing individu, bantuan manusia lain dalam proses
transaksi sosial budaya, mulai dari sistem pemenuhan kebutuhan yang paling dasar sampai dengan
pernyataan diri dalam interaksi personal yang paling dalam. Dalam interaksi personal yang ditandai
oleh rasa aman dan kepedulian, manusia akan
dapat menyatakan diri, menemukan diri, dan menjadi dirinya sendiri (Raka Joni, dalam Conny R.
Semi awan (ed), 1991:116-117).
Pengertian budaya secara luas, merupakan semua perwujudan dan aktivitas daya cipta, rasa, dan
karsa manusia. Dalam proses pendidikan, pada hakikatnya manusia merupakan pelaku dan sekaligus
sa sarannya. Hal ini menuntut kepada setiap pendidik untuk menyadari betapa kompleksnya
permasalahan yang dihadapi dalam bidang pendidikan karena aktivitas pendidikan tidak dapat
dilepaskan keterkaitannya dengan latar budaya masing-masing individu.
Keragaman budaya yang melatarbelakangi masing-masing anak didik menuntut guru agar memiliki
wawasan yang luas terhadap keadaan sosial budaya yang ada pada lingkungan dimana guru
mengajar. Pengetahuan guru tentang keragaman budaya yang dimiliki anak didik, akan sangat
membantu untuk ke berhasilan pelaksanaan pendidikan. Keragaman budaya akan berpengaruh
terhadap pola-pola sikap dan perilaku setiap individu.
Adat istiadat, norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat satu dengan yang
lainnya berbeda-beda. Hal ini juga merupakan unsur-unsur budaya yang mewarnai corak dari setiap
pen ganutnya. Sudah tentunya pendidikan dalam hal ini memikul beban tugas dan tanggung jawab
yang sangat besar. Terutama pendidikan dalam arti sempit yaitu pendidikan yang berlangsung di
sekolah.
Guru sebagai motor penyelenggaraan pendidikan, sangat dituntut memiliki wawasan tentang hal ini,
sehingga guru dapat bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku, dengan kata lain, guru
tidak bisa bertindak sembarangan dalam menghadapi anak didik yang berlatar belakang satu dengan
lainnya berbeda.
Terkait dengan itu, seperti guru di Indonesia yang merupakan suatu negara yang memiliki
keragaman budaya sudah tentu membutuhkan wawasan lintas budaya secara maksimal dalam
rangka mempersiapkan anak didik sebagai landasan untuk mengembangkan persatuan dan kesatuan
bangsa. Semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" mengakui kemajemukan masyarakat dan kebudayaan
sebagai suatu kenyataan dan kekuatan, namun menegaskan pula adanya titik temu dan saling
ketergantungan. Selain sebagai pendidik guru juga mempunyai tugas untuk turut serta
mengembangkan kebudayaan menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan dan kebudayaan asing yang dapat mengembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia Di samping
itu, Pancasila sebagai ideologi, sebagai nilai kebudayaan bangsa, serta sebagai dasar negara,
memberikan landasan bagi tumbuh dan bangunnya kehidupan bangsa, masyarakat, dan negara
sesuai de ngan kemajemukan bangsa Indonesia.
Guru sebagai pembimbing proses pembelajaran di sekolah harus mampu memahami siswa sebagai
individu yang memiliki ciri yang unik, memperhitungkan peranan lingkungan baik fisik maupun sosial
yang dapat mempengaruhi proses belajar anak, serta berusaha memahami dan menganalisis
perkembangan hubungan sosial para siswa. Selain itu, guru juga hendaknya menyadari perbedaan-
perbedaan sistem nilai dan latarbelakang lingkungan siswa.
Bangsa Indonesia di bidang penguasaan peradaban baik dalam bidang ekonomi, ilmu dan teknologi
masih tertinggal. Ketinggalan inilah yang harus dikejar tanpa menanggalkan nilai-nilai dasar yang
melan dasi kehidupan kebangsaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bagi bangsa
Indonesia kemaje mukan kebudayaan telah diterima dan diolah secara kreatif dan konstektual.
Kemajemukan kebudayaan Nusantara diterima sebagai suatu kenyataan, sebagai masalah, tetapi
sekaligus sebagai módal. Berdasarkan kemajemukan kebudayaan ini akan ditumbuhkan suatu
budaya baru yaitu kebudayaan nasional.
Perubahan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Perubahan yang sedang terjadi di
masyarakat dunia maupun di masyarakat kita sendiri adalah pesatnya perubahan dalam bidang
sosial dan budaya. Pe rubahan yang terjadi demikian pesatnya sehingga semua lembaga di dunia
baik di bidang pemerintahan maupun di bidang kemasyarakatan seolah-olah kewalahan mencoba
menyesuaikan diri pada perubahan itu. Bahkan sudah kelihatan munculnya tipe-tipe lembaga dan
organisasi baru. Kemampuan kita untuk mengan tisipasi perubahan-perubahan itu akan dapat
menentukan kualitas usaha kependidikan kita dan relevansinya untuk kemajuan dan keselamatan
bangsa dan negara kita di masa depan. Manusia harus selalu berusaha un tuk belajar hidup dengan-
perubahan yang terus menerus dengan ketidakmampuan untuk memperhitungkan apa yang akan
terjadi. Tiga faktor utama yang dianggap sebagai penyebab dan perubahan-perubahan itu an tara
lain: (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) kependudukan, dan (3) lingkungan
hidup.
Dampak kemajuan yang sangat pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada dewasa ini
telah menimbulkan berbagai tantangan baru bagi lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang
berakar pada tradisi, pada hakikatnya akan mengalami perubahan terutama perubahan dalam isi.
Dengan bertum puknya informasi sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
mengakibatkan banyak mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkan di sekolah menjadi
kadaluwarsa. Penambahan materi pe lajaran akan mengakibatkan terjadinya sarat muatan untuk
jangka waktu studi tertentu. Hal ini terutama tampak pada pendidikan dasar dan menengah.
Selain ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu dipertimbangkan untuk menyempurnakan isi pen
didikan di sekolah, timbul banyak perhatian terhadap nilai-nilai masyarakat untuk dimasukkan dalam
kuri kulum. Hal ini sesuai dengan tuntutan di negara-negara sedang berkembang yang menganggap
pendidikan moral menjadi bagian dan tanggung jawab pendidikan formal. Pendidikan moral selain
bersumber dari moral positif yang berakar pada ajaran agama juga dilakukan penalaran akhlak
dalam menghadapi dilema moral yang muncul di dalam perubahan sosial dan yang belum tercermin
di dalam pota nilai yang ada
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan di sekolah hendaknya dapat menjaga keseimbangan
antara materi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan materi humaniora. Tidaklah berlebihan
apabila di katakan bahwa: "science, technology, matematika, dan humaniora merupakan ilmu
pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh semua anak didik dalam proses pengembangan
kecerdasannya" (Emil Salim, dalam Conny R. Semiawan (ed), 1991:33).
Perubahan isi kurikulum serta pembaharuan dalam proses pembelajaran juga menuntut perubahan
pada peran guru dan penempatan tanggung jawab pada murid. Pendekatan yang semula lebih
didasarkan kepada mengingat, berubah menjadi pendekatan yang bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan murid di dalam pengamatan, menganalisis, dan penalaran. Pendekatan yang tadinya
menitik beratkan kepada akti vitas guru berubah menjadi pendekatan yang menitik beratkan kepada
aktivitas murid. Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila telah terjadi proses belajar pada
murid.
Untuk dapat melaksanakan peran ini, maka guru harus selalu berusaha untuk menyegarkan infor
masi tentang perubahan-perubahan dalam disiplin ilmunya. Dalam hal-hal tertentu guru harus
memahami bidang-bidang ilmu baru seperti teknologi umum, ilmu informasi dan ilmu tentang
lingkungan. Guru juga harus berusaha mempelajari dan mengaplikasikan bentuk-bentuk
pembelajaran baru yang berdasarkan inter dan antar disiplin (metode pembelajaran terpadu). Guru
dituntut untuk akrab dengan siaran-siaran me dia yang aktual (media cetak maupun media pandang
dengar), sehingga mampu untuk membicarakannya dengan murid, dan yang lebih mendesak lagi
adalah guru dapat menunjukkan kepada murid bagaimana menyeleksi informasi dan dokumen yang
perlu dibaca serta menggunakannya dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sosial.
Guru hendaknya dapat memahami masalah lapangan kerja dan kehidup an ekonomi, mempelajari
teknik-teknik pendidikan orang dewasa dan turut serta dalam tugas pendidikan sepanjang hayat.
Selain perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perubahan-perubahan di dalam lembaga pendidikan juga disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam bi dang kependudukan.
Selain perpindahan penduduk dari desa ke kota terjadi juga perpindahan penduduk dari pulau ke
pulau lain, dan dari wilayah satu ke wilayah lainnya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan potensi
pem
bangunan. Dengan demikian akan terjadi kecenderungan penumpukan penduduk pada pulau atau
wilayah
yang memiliki potensi pembangunan yang besar. Urbanisasi yang sangat cepat menimbulkan daerah
hunian
yang kumuh, menimbulkan polusi lingkungan, merusak pola pasaran kerja, serta menimbulkan
dislokasi
sosial dan budaya. Padatnya penduduk di kota-kota mengakibatkan kurangnya sarana pelayanan
sosial, termasuk sekolah.
Dalam usaha pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh masyarakat berbagai
cara perlu dilakukan. Pendidikan sekolah masih tetap mahal. Oleh karena itu diperlukan sistem
pembela jaran tambahan yang lebih murah dengan menggunakan media seperti radio, televisi,
modul yang dikenal dengan sebutan sistem belajar jarak jauh (SBJJ). Sistem belajar jarak jauh
bertujuan memperluas kesempa tan memperoleh pendidikan di luar kelas. Sistem pendidikan ini
memberi kemungkinan bagi siswa untuk belajar tanpa harus meninggalkan tempat tinggal atau
pekerjaannya. Sistem pendidikan ini juga memberi kan kesempatan belajar bagi siswa tanpa terikat
umur, keadaan kesehatan, keadaan sosial ekonomi, jam kerja, maupun jarak tempat tinggal mereka
dan pusat penyelenggaraan pendidikan.
Untuk memberikan kesempatan belajar bagi penduduk daerah terpencil yang berpenduduk sedikit
dapat diselenggarakan Sekolah Dasar Kecil. Sekolah Dasar kecil tiga orang guru termasuk kepala
sekolah, dan 3 (tiga) ruang kelas. Proses belajar-mengajar dilaksanakan secara rangkap dan
menggabungkan kelas. Kelas IV, V, untuk beberapa bidang studi ditunjang dengan modul. Guru
dibantu oleh tutor yang ditunjuk oleh guru. Yang menjadi tutor dapat temannya sendiri (tutor
sebaya), kakak kelasnya (tutor kakak) atau warga masyarakat yang secara sukarela menyediakan
(tutor rumah). Keberhasilan Sekolah Dasar Kecil benyak ditunjang oleh partisipasi masyarakat
sekitar. Masyarakat dapat menyumbangkan keahlian yang menyangkut mata pelajaran tertentu,
dapat menyediakan Kios Belajar (berupa bangunan sederhana), dan sumbangan prasarana dan saran
belajar lainnya.
Faktor kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kependudukan, bersama dengan industrialisasi
juga akan mempunyai dampak besar atas lingkungan hidup. Eksploitasi sumber-sumber daya alam
yang tidak rasional mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan lingkungan. Semakin disadari
bahwa ma salah lingkungan dapat menjadi sebab terganggunya pembangunan. Kerusakan
lingkungan di tepi pantai menyebabkan ikan menjauhi pantai sehingga nelayan memerlukan biaya
dan teknologi yang lebih mahal untuk dapat mempertahankan hasil tangkapannya.
Penebangan hutan yang tidak dapat dibendung sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan
kayu, mengakibatkan terjadinya erosi, lumpur yang hanyut ke sungai mengakibatkan terjadinya
penglum puran sehingga sungai dan waduk menjadi dangkal yang mengakibatkan terjadinya banjir
dan kurang ber fungsinya waduk untuk mengairi sawah dan pembangkit tenaga listrik. Pengerukan
lumpur membutuhkan biaya yang tidak kecil.
Penggunaan bahan-bahan kimia serta obat-obatan untuk meningkatkan produksi, demikian juga
pem
buangan limbah industri dan limbah rumah tangga yang tidak terkontrol menyebabkan pencemaran
pada air
permukaan. Pencemaran ini dapat mengancam usaha perikanan serta berkurangnya kuantitas dan
kualitas
air yang dapat dikonsumsi. Memburuknya kuantitas dan kualitas air merupakan ancaman lingkungan
yang
utama.
Kita menyadari bahwa kerusakan lingkungan diakibatkan oleh ulah manusia dalam memenuhi kebu
tuhan hidupnya. Oleh karena itu pembangunan yang berwawasan lingkungan sangat penting dan
mendesak untuk dikembangkan. Untuk keperluan ini pendidikan memegang peranan penting.
Faktor lingkungan harus mendapatkan perhatian yang lebih besar dan harus diberikan peranan sen
tral di dalam proses pendidikan, sehingga setiap orang dapat memahami kerumitan lapisan udara di
bumi dan bersedia untuk rnembantu usaha-usaha di dalam melindunginya dan untuk mengelolanya
secara rasio nal dan bijaksana. Pendidikan diharapkan dapat memberikan pengetahuan ilmiah
tentang masalah-masalah lingkungan serta merangsang sikap yang menghargai lingkungan alam.
Utamanya kepada anggota ma syarakat yang tidak sadar lingkungan, serta calon-calon pengambil
keputusan yang kegiatan dalam tugas nya mungkin memberikan dampak terhadap lingkungan.
Berdasarkan peribahasa di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan sosial budaya
dalam. kehidupan masyarakat. Dalam pendidikan perubahan sosial budaya ini harus dicermati
dengan sungguh sungguh dan diantisipasi agar perubahan-perubahan itu tidak merusak tatanan
sosial budaya Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar guru hendaknya selalu: (1) mendorong para siswa
untuk selalu belajar agar dapat mengejar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan
pesat, (2) menanamkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat bangsa Indonesia dengan
tidak meng abaikan kemungkinan masuknya nilai-nilai yang berasal dan negara asing, (3)
mengembangkan persepsi dan wawasan yang luas akan pentingnya pelestarian lingkungan melalui
pemeliharaan lingkungan rumah, lingkungan sekolah, darmawisata ke hutan lindung, cagar alam dan
juga perubahan-perubahan kritis.
Sekolah yang merupakan salah satu institusi sosial sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan
kaitannya dengan institusi sosial lainnya karena semua institusi yang ada merupakan komponen dan
sistem sosial secara keseluruhan. Sekolah pada hakikatnya merupakan bagian yang integral dari
masyarakat karena sekolah tidak merupakan institusi yang terpisah dan masyarakat. Bahkan dapat
dikatakan hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat. Sekolah dan
masyarakat saling membutuhkan.
Sebagai suatu sistem, dalam masyarakat terdapat beraneka ragam komponen dan sosial secara ke
seluruhan. Subsistem yang ada seperti: golongan agama, kelompok pedagang, petani, suku bangsa,
pejabat pemerintah, industriawan, angkatan bersenjata, pegawai negeri dan usahawan memiliki
hubungan secara timbal balik dengan pendidikan atau sekolah. Hubungan sekolah dengan
masyarakat merupakan mata ran tai, sehingga perubahan yang terjadi di luar sekolah selalu
merupakan sebab dan perubahan /penyesuaian di sekolah atau sebaliknya. Hubungan seperti ini
disebut dengan hubungan asosiasi.
Perubahan lingkungan fisik, sosial, politik, ekonomi dan bidang-bidang lain, perubahan konsepsi
manusia tentang kehidupan akan menentukan atau mempengaruhi konsepsi manusia tentang
pendidikan. Perubahan konsepsi tentang pendidikan merupakan akibat yang disebabkan oleh suatu
usaha penyesuaian
lingkungan masyarakat dan tujuan hidup masyarakat. Hubungan sekolah dengan masyarakat dapat
di katakan sebagai hubungan transmitif karena melalui pendidikan dapat disosialisasikan nilai norma
dan budaya suatu masyarakat dan satu generasi ke generasi berikutnya.
Kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang berupa nilai-nilai, norma-norma, ke
percayaan dan tingkah laku yang telah dimiliki oleh masyarakat tertentu akan diturunkan kepada
generasi berikutnya. Pemindahan kebudayaan tersebut tidak dapat terjadi secara otomatis
melainkan melalui proses pendidikan. Dalam masyarakat primitif, pemindahan kebudayaan lebih
banyak dilakukan melalui proses informal, pada masyarakat modern pemindahan itu lebih banyak
melalui saluran pendidikan persekolahan (proses formal). Fungsi sekolah dalam hal ini adalah
mentransformasikan (hubungan transformatif) nilai budaya dan satu generasi ke generasi lainnya.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan hubungan transformatif artinya sekolah memiliki
kewajiban untuk mensosialisasikan nilai-nilai ataupun norma-norma yang ada di masyarakat kepada
anak didik dengan berbagai perubahan sebagai hasil perbaikan-perbaikan dan kekurangan-
kekurangan yang ada. Dalam arti yang positif pendidikan dapat dipandang sebagai kegiatan subversif
Sehubungan dengan hal ini, sangat dibutuhkan pandangan filosofis yang dimiliki oleh guru, sehingga
guru dapat mengadakan kajian tentang tujuan, kedalaman, maupun materi yang tepat untuk
disampaikan kepada anak didik. Dengan demikian kestabilan masyarakat akan tetap dapat
dipelihara.
Hubungan sekolah dengan masyarakat juga dapat berbentuk hubungan transaksional, artinya antara
sekolah dan masyarakat saling memberi dan saling menerima. Kondisi saling memberi dan saling
meneri
ma ini bisa terjadi secara baik jika antara sekolah dan masyarakat merupakan tata jalinan yang
harmonis.
Bagi sekolah, hubungan yang harmonis ini akan sangat bermanfaat untuk memperoleh dukungan
dan bantuan dalam usaha mengembangkan dan melaksanakan program sekolah yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dukungan dan bantuan masyarakat sangat diperlukan untuk kelangsungan
hidup sekolah. Bagi masyarakat, hubungan yang harmonis ini akan sangat bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan hidup masyarakat karena masyarakat akan menerima kembali anggota-anggota
masyarakat yang makin mening kat kemampuan dan keterampilan mereka.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat tidak akan terjadi dengan sendiri nya
meskipun masing-masing lembaga saling membutuhkan. Oleh karena itu sekolah (para guru, kepala
sekolah serta para pegawai administrasi) hendaknya melakukan berbagai usaha untuk dapat
menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat.
Bila dikaji lebih jauh, dalam hubungan yang transaksional antara sekolah dengan masyarakat, dapat
dikemukakan pendapat Jones (dalam Pidarta, 1988:205-207) yang mengungkapkan lima cara
lembaga pendidikan dalam usaha mengadakan hubungan dengan masyarakat, yaitu: (1) melalui
aktivitas kurikuler para siswa, (2) aktivitas para guru, (3) kegiatan ekstra kurikuler, (4) kunjungan
para orang tua atau ang gota masyarakat ke lembaga pendidikan, dan (5) melalui media masa.
Kegiatan belajar-mengajar dapat digunakan sebagai alat untuk menghubungakan lembaga
pendidikan dengan masyarakat melalui kegiatan
Bila ditinjau dari kegiatan para guru yang dapat dikaitkan dengan usaha memajukan hubungan lem
baga pendidikan dengan masyarakat dapat dikemukakan antara lain: (1) melakukan kunjungan ke
rumah rumah siswa dalam rangka memecahkan masalah pendidikan pada umumnya dan masalah
belajar dan so sial siswa pada atau untuk membina persahabatan, (2) menunjukkan sikap positif
terhadap kemajuan para siswa baik secara tertulis maupun melalui telpon, mengadakan kerjasama
dengan orang tua dan masyarakat dalam usaha mengembangkan kebijakan pemberian tugas-tugas
dan pekerjaan rumah bagi putra dan putri mereka, (4) berusaha mencari jalan dan mengembangkan
serta memperbaiki komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat, dan (5) menghargai
warga masyarakat yang memiliki keterampilan tertentu dengan cara memanfaatkannya.
Selain kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler dapat dimanfaatkan untuk membina hubungan
lembaga pendidikan dengan masyarakat. Kegiatan-kegiatan ekstra hanya terbatas dilakukan di
halaman sekolah, melainkan sering kali dilakukan di masyarakat. Jenis kegiatan ini misalnya olah
raga, pendidikan pramuka, remaja, kesenian, keagamaan, serta kegiatan sosial lainnya. Dalam
membina kegiatan ini dapat dilibatkan warga masyarakat yang memiliki keterampilan serta menaruh
perhatian yang besar.
Merupakan kenyataan bahwa warga masyarakat sangat kurang melakukan kunjungan ke lembaga
pendidikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang sadarnya masyarakat akan tanggung jawab
bersama dalam bidang pendidikan di samping keterbatasan waktu yang dimiliki, karena kesibukan
mereka melaku kan pekerjaan sehari-hari. Sudah sepatutnyalah lembaga pendidikan melakukan
usaha untuk mengundang warga masyarakat untuk berkunjung ke sekolah setiap ada kesempatan
yang sesuai, seperti kenaikan kelas, hari ulang tahun sekolah, pameran hasil karya para siswa.
Kunjungan orang tua ke sekolah yang dilakukan pada saat penerimaan rapor dapat dimanfaatkan
oleh lembaga untuk mengadakan pertemuan khusus yang berisikan laporan secara umum tentang
kegiatan-kegiatan sekolah serta kemajuan putra dan putri mereka dan mengajak mereka untuk turut
serta menyampaikan sumbang saran yang menyangkut pemecahan ber bagai permasalahan yang
dihadapi lembaga pendidikan.
Dengan majunya teknologi dalam bidang media masa, penyampaian informasi pendidikan melalui
media tidaklah mengalami kesulitan. Publikasi lembaga yang berisikan berbagai kegiatan lembaga
dapat berupa majalah, bulletin, atau surat kabar sekolah. Sebaliknya, media masa di luar sekolah
cukup jarang yang mengandung masalah-masalah pendidikan. Hal ini dapat dimaklumi karena
masalah ini bukanlah bidangnya. Untuk itu warga lembaga pendidikan hendaknya dapat berdiri
paling depan dalam rangka penu lisan atau siaran-siaran yang mengandung masalah pendidikan.
Secara lebih khusus, masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan di sekolah dalam
bentuk antara lain: (1) menyediakan dana pendi dikan baik melalui pengumpulan dana secara
sukarela maupun melalui dana pembinaan pendidikan (DPP), (2) menyediakan fasilitas belajar bagi
anak-anaknya di rumah serta mengikuti dan mengawasi perkembang an mereka dan apabila perlu
memberi laporan kepada lembaga pendidikan, (3) menerima para siswa dengan
senang hati dan membantu memberikan informasi yang diperlukan apabila mereka belajar di
masyarakat, (4) ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh lembaga
pendidikan, (5) ikut serta mengontrol pelaksanaan pendidikan di sekolah, (6) memberikan umpan
balik kepada lembaga pendidikan baik diminta maupun tidak, (7) meminjamkan fasilitas yang dimiliki
masyarakat apabila diperlukan oleh sekolah seperti perlengkapan pertukangan, perlengkapan
kesenian, (8) bersedia menjadi, nara sumber atau tenaga pelatih apabila diperlukan sekolah.
Dengan kerjasama yang baik antara masyarakat dengan lembaga pendidikan serta partisipasi aktif
dan para orang tua dan warga masyarakat secara luas, lembaga pendidikan diharapkan dapat
berbuat lebih optimal sebagaimana diharapkan masyarakat.
1) Pengantar
Pendidikan adalah proses pemanusiaan manusia, dalam artian optimalisasi perkembangan harkat
dan mar tabat manusia (Dantes, 2010). Itu berarti pendidikan pada hakikatnya harus berlangsung di
lingkungan masyarakat manusia, dan dalam proses itulah transpormasi budaya manusia akan terjadi
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Perkembangan masyarakat manusia makin maju dengan ditemukannya sains dan teknologi oleh ma
nusia demi menjawab permasalahan kehidupan yang dihadapinya, di samping demi pengembangan
ilmu itu sendiri. Dalam konteks itu, ilmu memiliki tiga dimensi yaitu dimensi ontology, epistimologi
dan aksiologi. Ontologi keilmuan berbicara mengenai obyek ilmu tersebut, yang dalam
perkembangannya didasarkan pada prosedur ilmiah yang menganut verifikasi terbuka, obyektif dan
jujur dalam satu bingkai epistimologi keilmuan, yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan
pada kehidupan manusia sebagai dimensi ak siologi. Itulah yang menjadi dasar bahwa
pengembangan ilmu berbasis pada nilai kemanusiaan (Jujun Suryasumantri, 2000)
Makin majunya perkembangan masyarakat manusia, kebutuhan dan tuntutan kehidupan makin ter
diferensiasi dan terspesifikasi, sehingga sangat memungkinkan memunculkan kehidupan yang
cenderung individual yang berbasis pada kebutuhan material, yang secara pelan tapi pasti
menyebabkan terjadinya kehidupan masyarakat yang cenderung menonjolkan egoisme ekstrim
kelompok dan atau pribadi.
Kehidupan masyarakat dunia dewasa ini makin terobsesi dengan kehidupan-kehidupan material
yang makin mendesak untuk dipenuhi, sehingga pengembangan sains teknologi pun semakin
mengarah kepemenuhan aspek-aspek kehidupan material dan cenderung mengarah pada
memudarnya nilai-nilai kemanusiaan sebagai dasar pengembangan. Dominasi pemenuhan
kebutuhan material oleh masyarakat diberbagai belahan dunia memunculkan berbagai perilaku yang
tidak normatif, seperti perilaku kekerasan, pelanggaran HAM, pembunuhan dan sebagainya.
Peristiwa seperti itu terjadi di eropa, arab, amerika, dan secara menggejala juga terjadi di Indonesia.
Bentuk perilaku seperti bentrokan antar etnik, ras, agama, dan kelompok, terlihat dalam peristiwa
Sambas (2000) yaitu perang antara etnik Madura dengan etnik Dayak,
peristiwa Sampang Madura (2012) bentrokan antara aliran, peristiwa lampung (2012) pertikaian
dengan et nik Bali, peristiwa Jakarta (2012) tawuran pelajar SMAN 6 dengan SMAN 70, dan juga tidak
luput tawuran mahasiswa Universitas Negeri Makasar antara Fakultas Seni dengan mahasiswa
Fakultas Teknik (2012). dan banyak peristiwa lainnya lagi yang semuanya memakan korban jiwa. Hal
tersebut ditengarai karena adanya kecenderungan pengutamaan pada penguasaan sains dan
teknologi saja demi memenuhi kebutuhan material dengan mengabaikan transformasi nilai-nilai
kemanusiaan kepada generasi muda, baik pada pen didikan formal, informal maupun nonformal.
Terkait dengan itu, (Dantes, 2010) dalam penelitiannya mendeskripsikan bahwa aktivitas manusia
untuk mengejar penguasai ilmu dan teknologi menjadi semakin gencar, lebih-lebih dalam kehidupan
pen didikan formal. Hampir-hampir semua aktivitas kehidupan dalam dunia pendidikan (baca
persekolahan) menuju pengembangan sains dan teknologi semata, sehingga semua aktivitas
pembelajaran diwarnai de ngan dominasi aktivitas pikir saja. Hal ini berlangsung begitu cepat dan
seragam, sehingga dengan cepat pula terasa keringnya kehidupan yang didasarkan pada dasar-dasar
nilai kebersamaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, telah
menghadirkan tantangan dan sekaligus peluang baru bagi umat manusia dalam segala dimensi
kehidupannya. Kondisi ini semakin diperkuat oleh sema kin menggejalanya warna kehidupan global,
sehingga setiap manusia dan bangsa harus selalu siap untuk melakoni kehidupan global yang tanpa
batas. Globalisasi merupakan implikasi logis dari kemajuan sainss dan teknologi. Terkait dengan hal
itu, maka untuk mampu melakoni kehidupan masyarakat global, setiap masyarakat bangsa dituntut
untuk selalu siap berkompetisi agar bisa eksis dalam konstelasi kehidupan yang serba dinamis.
Revolusi informasi dan komunikasi sebagai dampak langsung dari kemajuan sains dan teknologi telah
menghilangkan batasan-batasan regon dan kewilayahan, sehingga bagi masyarakat ter tentu, kondisi
ini harus disikapi dengan cepat dan komprehensif sehingga mereka tidak kehilangan jati diri.
(Schement, 2002; Jannes, 2001). Bagi dunia pendidikan, kondisi tersebut tentu merupakan realitas
yang harus disikapi, lebih-lebih makin kuat kecenderungan pendidikan dilakukan semata-mata untuk
pengua saan sainss dan teknologi.
Dalam kenyataan kehidupan yang semakin kompleks dan mengglobal ini, makin banyak bukti ter
tunjukkan merosotnya pemahaman, pemilikan dan penerapan nilai-nilai kehidupan dalam pergaulan
ke hidupan di masyarakat. Penguasaan sainss teknologi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan, justru digunakan sebagai senjata untuk menguasai dan melanggar harkat
kemanusiaan lain. Penguasaan yang sangat redah pada nilai-nilai kemanusiaan mengakibatkan
terjadinya berbagai konflik kemanusiaan. Maka dari itu pendidikan kita tidak boleh hanya didasarkan
pada penguasaan sainss dan teknologi saja, teta pi mutlak harus didasarkan pula pada nilai-nilai
kemanusiaan. Kombinasi kedua dimensi itu harus diorkes tra secara terpadu pada pendidikan
generasi kita. Terkait dengan itulah, pendidikan mesti dapat menjawab tantangan tersebut,
pendidikan harus menyediakan kesempatan bagi setiap peserta didik untuk memperoleh bekal
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sebagai bekal mereka memasuki persainsgan dunia yang
kian hari semakin ketat itu. Di samping penyediaan kesempatan yang seluas-luasnya disediakan,
namun yang penting juga adalah memberikan pendidikan yang bermakna (meaningful learning).
Karena, hanya
dengan pendidikan yang bermakna peserta didik dapat dibekali keterampilan hidup, sedangkan
pendidikan yang tidak bermakna (meaningless learning) hanya akan menjadi beban hidup.
Sejak tahun 1920an Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara telah mengumandangkan
pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia, untuk itu suasana yang
dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya, tidak ada pendidikan
tanpa dasar cinta kasih. Dengan demikian pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk
berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari
segala aspek kemanusiannya dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang;
untuk itu, indonesia dengan budaya yang multikultur, metode pendidikan dengan sistem among
tepat dilakukan, karena metode pembelajaran tersebut pelaksanaannya berbasis pada prinsip asih,
asah dan asuh. Sementara itu prinsip penyelenggaraan pendidikan perlu didasar kan pada "Ing
ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani".
Indonesia sebagai masyarakat yang sebagian besar cenderung berada dalam tipologi tradisional, un
tuk bisa hidup harmonis dan bahagia dalam lingkungan dunia baru (global), diperlukan hadirnya
Neotradis ional Norm yaitu nilai-nilai baru yang berakar pada nilai-nilai tradisional (asli) dan dalam
perkembangan dan perubahan nilai dapat berubah secara dynamic integrated norm dalam arti
perubahan nilai yang dianut selalu bersumber dan terintegrasi dengan nilai aslinya yang bisa berupa
nilai-nilai luhur bangsa, maupun berupa nilai yang bersumber dari kearifan lokal (local geneus).
Bila kita kaji beberapa referensi dalam kaitan dengan hal di atas, tampak jelas penggambaran adanya
perubahan zaman yang sangat pesat. Seperti Nisbet (1997) telah menyodorkan sepuluh megatrent
global yang akan terjadi ke depan yang terkenal dengan megatrent global melenium. Sedangkan
Rowan Gibson (1997) menyatakan tiga hal sehubungan dengan kehidupan ke depan yaitu pertama,
the road stop here: yang esensinya menyatakan bahwa masa depan nanti akan sangat berbeda dari
masa lalu, dan karenanya di perlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu. Kedua, new
time call for new organizations, yang pada esensinya menyatakan bahwa dengan tantangan yang
berbeda diperlukan bentuk organisasi/institusi yang berbeda dengan ciri efisiensi yang tinggi, dan
kecepatan bergerak. Ketiga, where do we go next: yang esensinya menyatakan bahwa, dengan
berbagai perubahan yang terjadi, setiap organisasi, institusi, perlu merumuskan arah yang tepat
yang ingin dituju. Peter Senge (1994) juga mengemukakan bahwa akan terjadi ke depan ini
perubahan dari detail comlplexety ke dinamic complexity yang nantinya akan membuat inter polasi
menjadi sulit. Perubahan terjadi akan sangat mendadak dan tidak menentu. Sedangkan Rossabeth
Moss Kanter (1994) menyatakan masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran
cosmopolitan dan setiap pelakunya disetiap bidang termasuk bidang pendidikan dituntut memiliki
4C yaitu: Concept, Competence, Conection, dan Confidance. Maka dari itu ke depan diperlukan
pendidikan (yang), di sam ping menguasai sains dan teknologi yang tinggi, harus didasarkan pada
dasar pemahaman dan penguasaan nilai dan moral yang kokoh, yang saya sebut dengan pendidikan
teknohumanistik.
Kesejahteraan material yang didapatkan oleh manusia dalam kehidupan, yang merupakan hasil oleh
pikirnya dalam sains dan teknologi berdampak langsung pada kesejahteraan hidup manusia.
Berbagai temuan sains dan teknologi didapatkan, seperti; jarak waktu dapat diperpendek, berbagai
macam penya kit bisa ditanggulangi, teknologi informasi berkembang pesat dan lain sebagainya,
menyebabkan kualitas hidup manusia makin meningkat. Kemudahan yang didapatkan tersebut tidak
akan berarti apa-apa, apabila tidak didasari oleh nilai, etika dan moral yang kokoh dalam
penggunaannya. Hal tersebut bisa akan menjadi bumerang pada manusia itu sendiri. Temuan dalam
sains teknologi bisa jadi memakan manusia itu bahkan bisa mengancurkan jagat raya ini, makanya
diperlukan dasar pemahaman yang kuat atas nilai-nilai kema nusiaan. Sentuhan pendidikan mutlak
perlu adanya, karena pendidikan adalah merupakan suatu proses pemanusiaan manusia, sehingga
pendidikan merupakan wahana transpormasi budaya, dan pendidikan itu sendiri adalah budaya
intingeble,merupakan social culture, dan juga merupakan dan mendukung culture system, sehingga
kemajuan peradaban suatu masyarakat dapat diukur dari tinggi rendahnya kualitas lemba ga-
lembaga pendidikannya. Dalam kaitannya dengan itu dunia pendidikan dituntut berperan sebagai
agen pembentuk peradaban bangsa, ia dituntut untuk dapat membentuk nilai-nilai modern yang
tetap bercirikan Indonesia dengan berbagai kearifan lokalnya, dan di banyak Negara termasuk
Negara maju, pendidikan formal merupakan proses penting untuk nation and character building.
Martin Luther King Jr, mengatakan "Intelligence plus character, that is the true goal of education".
Pendidikan berwawasan masa depan diartikan sebagai pendidikan yang dapat menjawab tantangan
masa depan, yaitu suatu proses yang dapat melahirkan individu-individu yang berbekal
pengetahuan, keterampi lan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era
global.
Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk oleh UNESCO melaporkan bahwa di
era global ini pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996), dan Dantes
(2010) menambahkan satu pilar lagi yaitu, learning to live sustanabilies, yang memaknai bahwa
peserta didik harus memahami arti kehidupan ini, dan kelangsungan hidup di jagad raya ini, sehingga
kelangsungan hidup umat manusia dan dukungan alam yang harmonis dan berkesinambungan dapat
diwujudkan. Dengan demikian, melalui pilar pendidikan ini diharapkan peserta didik tumbuh
menjadi individu yang utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan
teknologi untuk bekal dan kelangsungan hidupnya serta kelestarian lingkungan alam tempat
kehidupannya.
Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran pendidik
dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Seperti telah disebutkan pada pendahuluan,
dewasa ini paradigma tersebut telah bergeser menuju paradigma pembelajaran yang memberikan
peran lebih ba nyak kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan
bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Maka dari itu diperlukan suatu model pendidikan yang
mampu mentransformasikan bekal keintelekan dengan dasar keadaban yang kokoh, yang telah
disebut di atas dengan Model Pendidikan
Sebagai implikasi dari globalisasi dan reformasi tersebut, terjadi perubahan pada paradigma pen
didikan. Perubahan tersebut menyangkut, pertama: paradigma proses pendidikan yang berorientasi
pada pengajaran dimana guru lebih menjadi pusat informasi, bergeser pada proses pendidikan yang
berorientasi pada pembelajaran dimana peserta didik menjadi sumber (student center). Dengan
banyaknya sumber bela jar alternatif yang bisa menggantikan fungsi dan peran guru, maka peran
guru berubah menjadi fasilitator. Kedua, paradigma proses pendidikan tradisional yang berorientasi
pada pendekatan klasikal dan format di dalam kelas, bergeser ke model pembelajaran yang lebih
fleksibel, seperti pendidikan dengan sistem jarak jauh. Ketiga, mutu pendidikan menjadi prioritas
(berarti kualitas menjadi internasional). Keempat, semakin populernya pendidikan seumur hidup dan
makin mencairnya batas antara pendidikan di sekolah dan di luar sekolah. Kelima, dengan makin
berkembangnya pendidikan sains dan teknologi, dan demi kesejahtraan manusia dan lingkungan,
maka pengembangan sains dan teknologi tersebut harus didasarkan pada nilai nilai kemanusiaan.
a. Pendidikan teknohumanistik hendaknya mengembangkan "Core Ethical Values" sebagai basis dari
karakter kemanusiaan yang baik. Dasar pelaksanaan pendidikan teknohumanistik berawal dari
prinsip prinsip filosofi, yang secara obyektif menganggap bahwa nilai-nilai etika yang murni atau inti,
seperti kepedulian, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, dan rasa hormat pada diri sendiri dan
orang lain adalah sebagai basis daripada karakter yang baik, yang mendasari penguasaan sains dan
teknologi yang makin kompleks.
C. Dalam kaitan dengan pendidikan formal, pendidikan teknohumanistik yang efektif menuntut niat
yang sungguh-sungguh, proaktif dan melakukan pendekatan komprehensif yang dapat memacu
nilai-nilai inti pada semua tahap kehidupan sekolah. Sekolah-sekolah dalam melaksanakan
pendidikan teknohu manistik, seyogyanya disorot melalui lensa moral dan lihat bagaimana
sebenarnya segala sesuatu yang
berpengaruh terhadap nilai-nilai di sekolah dan karakter para peserta didik. d. Sekolah harus
menjadi "a caring community". Sekolah itu sendiri harus menampakkan dirinya sebagai lembaga
pendidikan yang memiliki karakter yang baik.
Ada tiga dimensi tujuan yang tercakup dalam pendidikan teknohumanistik, yaitu penguasaan sains-
teknolo gi, kebijakan dan kebaikan. Pendidikan untuk penguasaan sains-teknologi harus berdasar
pada aksiologi keilmuan yaitu demi kemaslahatan dan kesejahtraan umat manusia. Pendidikan
persekolahan (formal) yang terkait (matching) dengan aplikasi pada berbagai lapangan/sektor
merupakan usaha yang strategis untuk pencapaian tujuan. Pendidikan tentang kebaikan merupakan
dasar demokrasi. Pendidikan tentang nilai dalam rangka pembentukan karakter peserta didik perlu
diefektifkan karena adanya berbagai pengaruh negatif yang dapat mempengaruhi perilaku peserta
didik seperti kecenderungan perilaku menyimpang dari peserta didik. Memperhatikan adanya gejala-
gejala negatif tersebut, nilai-nilai apakah yang perlu dibelajar kan? Dua buah nilai moral utama
adalah "respect and responsibility" (rasa hormat dan tanggung jawab). Di samping itu ada sejumlah
nilai yang dibelajarkan, antara lain: "honesty (kejujuran), fairness (keterbukaan). tolerance
(toleransi), prudence (kehati-hatian), self-discipline (disiplin diri), helpfulness (membantu de ngan
tulus), compassion (rasa terharu), cooperation (bekerjasama), courage (keteguhan hati), and host of
democratic values" (Lickona, 1991:43-45), yang pada akhirnya secara simultan akan membentuk
karakter peserta didik
Karakter, berkaitan dengan pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang
baik terdiri atas pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan berbuat
kebaikan, atau kebiasaan pikiran, kebiasaan perasaan dalam hati, dan kebiasaan berperilaku yang
baik. Dalam komponen
"moral knowing" (pengetahuan moral) terdapat enam aspek, yaitu (1) kesadaran moral (kesadaran
hati nurani). (2) Knowing moral values (pengetahuan nilai-nilai moral), terdiri atas rasa hormat
tentang ke hidupan dan kebebasan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keterbukaan,
toleransi, kesopanan, disiplin diri, integritas, kebaikan, perasaan kasihan, dan keteguhan hati. (3)
Perspective-taking (kemam puan untuk memberi pandangan kepada orang lain, melihat situasi
seperti apa adanya; membayangkan bagaimana dia seharusnya berpikir, bereaksi, dan merasakan).
(4) Moral reasoning (pertimbangan moral) adalah pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan
bermoral dan mengapa kita harus bermoral. (5) Decision-making (pengambilan keputusan) adalah
kemampuan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah moral. (6) Self-knowledge
(kemampuan untuk mengenal atau memahami diri sendiri). dan hal ini paling sulit untuk dicapai,
tetapi hal ini perlu untuk pengembangan moral.
Dalam komponen "moral feeling" (perasaan moral), terdapat enam aspek penting, yaitu (1) con
science (kata hati atau hati nurani), yang memiliki dua sisi, yakni sisi kognitif (pengetahuan tentang
apa yang benar) dan sisi emosi (perasaan wajib berbuat kebenaran). (2) Self-esteem (harga diri), dan
jika kita mengukur harga diri sendiri berarti menilai diri sendiri; jika menilai diri sendiri berarti
merasa hormat ter hadap diri sendiri. (3) Empathy (kemampuan untuk mengidentifikasi diri dengan
orang lain, atau seolah olah mengalami sendiri apa yang dialami oleh orang lain dan dilakukan orang
lain). (4) Loving the good (cinta pada kebaikan); ini merupakan bentuk tertinggi dari karakter,
termasuk menjadi tertarik dengan ke baikan yang sejati. Jika orang cinta pada kebaikan, maka
mereka akan berbuat baik dan memiliki moralitas. (5) Self-control (kemampuan untuk
mengendalikan diri sendiri), dan berfungsi untuk mengekang kesenan gan diri sendiri. (6) Humility
(kerendahan hati), yaitu kebaikan moral yang kadang-kadang dilupakan atau diabaikan, pada hal ini
merupakan bagian penting dari karakter yang baik.
Dalam komponen "moral action" (tindakan moral), terdapat tiga aspek penting, (1) competence
(kompetensi moral), yaitu kemampuan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral
dalam ber perilaku moral yang efektif; (2) will (kemauan), yakni pilihan yang benar dalam situasi
moral tertentu, biasanya merupakan hal yang sulit; (3) habit (kebiasaan), yakni suatu kebiasaan
untuk bertindak secara baik dan benar.
6) Konsep
Berdasarkan kajian teori di atas pendidikan dan pengembangan karakter, diklasifikasikan menjadi
dua di mensi karakter yaitu moral dan wisdom, yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Penguasaan dan pengembangan ilmu dan teknologi yang dari waktu ke waktu memang makin me
ningkat, membawa dampak positif terhadap kesejahteraan manusia, seperti semakin pendeknya
ruang dan waktu yang diperlukan untuk kegiatan yang sama, semakin praktisnya cara-cara yang
digunakan untuk me nyelesaikan suatu tugas yang kompleks. Di samping banyak hal-hal positif
seperti tersebut, kekhawatiran terjadi pada dampak-dampak negatif dengan pengembangan sains
dan teknologi (yang bila tidak terken dali) akan dapat menghancurkan kehidupan ini. Dantes (2009)
telah mengembangkan suatu perspektif ten tang integrasi nilai-nilai karakter dengan pengembangan
sains dan teknologi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, yang disebut dengan pendidikan
karakter dalam perspektif teknohumanistik.
Konsep di atas ditindaklanjuti dengan penelitian oleh Dantes (2010) dengan fokus; pendidikan kara
puti, kesadaran moral, pengetahuan nilai-nilai moral. kemampuan memberi pandangan dan
pertimbangan
moral, mengenal/memahami diri sendiri, work (pandangan terhadap pekerjaan), kata hati/hati
nurani,
harga diri, empati, cinta pada kebaikan, pengendalian diri, rendah hati, compassion (rasa terharu),
hones
Maka dari itu sangat diperlukan pengembangan sains dan teknologi didasarkan pada aspek-aspek ni
lai karakter yang sesuai dengan adab kemanusiaan, karena kehidupan ke depan sangat berat dan
kompetitif. Kajian-kajian referensi tentang perubahan jaman itu, telah dilakukan oleh berbagai ahli
seperti: Rossabeth Moss Kanter (1994), Niesbet (1997), Rowan Gibson (1997), Peter Senge (2004)
dan lainnya yang memberi gambaran bahwa ke depan diperlukan pendidikan yang, di samping
menguasai sainss dan teknologi yang tinggi, harus didasarkan pada dasar pemahaman dan
penguasaan pada nilai-nilai karakter yang mulia. Se lanjutnya berdasarkan perspektif pendidikan
karakter berbasis teknohumanistik dan hasil need assessment di atas, perlu dikembangkan prototipe
awal mengenai pendidikan karakter berbasis teknohumanistik pada pendidikan formal di indonesia
yang terdiri dari tiga dimensi yang tercakup dalam pendidikan karakter berbasis teknohumanistik,
yaitu: (1) penguasaan sains dan teknologi, (2) penguasaan nilai-moral (pengeta huan, perasaan dan
perilaku moral), serta (3) penerapan nilai kebijaksanaan (wisdom). Dimensi penguasaan sains-
teknologi, penguasaan nilai-moral (pengetahuan, perasaan dan perilaku moral) dapat ditransforma
sikan melalui pilar pembelajaran learning to know, learning to do, dan learning to be; sedangkan
nilai nilai kebijaksanaan ditransformasikan melalui learning to live togather dan learning to live
sustainability. Transformasi dimensi satu dan dua adalah dalam tahap pembentukan dan
pengembangan nilai karakter itu sampai dikuasai oleh peserta didik (yang menyangkut aspek-aspek
yang ditemukan oleh penelitian Dantes (2010), sedangkan dimensi tiga merupakan implementasi
nilai tersebut dalam kehidupan.
Berdasarkan kajian tersebut, dimensi dan indikator pendidikan karakter dapat dikemukakan terdiri
dari; (1) dimensi moral, yang melingkupi indikator-indikator; Moral Awareness, Knowledge of moral
val ues. Ability to give moral perspective and moral development, Understanding of self. Perspective
about work, Self-esteem, Empathy, Love to goodness, Self-control, Modesty, Compassion, Honesty,
Loyalty, Faith; (2) dimensi wisdom, melingkupi indicator; Moral competency, Willingness, Habit, Self
discipline, Responsibility, Friendship, Courage, Perseverance, Decision making.