Anda di halaman 1dari 15

BAB III

PENALAKSANAAN ANESTESI

Pemilihan teknik anestesi harus berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia


(bayi, anak, dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli bedah,
ketrampilan ahli anestesi, dan pendidikan. Pada pasien dengan kehamilan ektropik
terganggu dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi laparatomi
eksplorasi. Selain itu pada pasien KET, sering mengalami gangguan hemodinamik
berupa perdarahan atau fluid loss, hal ini menjadi salah satu pertimbangan penting,
karna dengan anestesi umum terapi cairan dapat terkejar untuk mengatasi masalah
hemodinamik dari pada anestesi regional yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah yang berakibat pada penurunan tekanan darah dan kemungkinan
terjadinya syok hipovolemik akan semakin tinggi.

3.1 Persiapan Pra Anestesi

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat)


harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif
dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin.
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan
tindakan tersebut. Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah:
1) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
3) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan
faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka
mortalitas 16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,
tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam
tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil
(didonorkan)
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri
dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

1. Anamnesis
1) Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.
2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3) Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi
penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis
(asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi,
dan penyakit ginjal.
4) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan
obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan
obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik,
antibiotik, golongan aminoglikosid, dan lain lain.
5) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,
jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif
pasca bedah.
a) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik
b) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi
maligna.
c) Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,
pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi,
neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan dermatologi
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan
2) Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas
3) Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan
yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
4) Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta
suhu tubuh.
5) Jalan napas (airway). Jalan napas diperiksa untuk mengetahui adanya
trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi
leher, deviasi ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan
mallampati, yang dinilai dari visualisasi pembukaan mulut maksimal
dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk
menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi.
Penilaiannya yaitu:
a) Mallampati I : Palatum molle, uvula, dinding posterior oropharyng,
tonsilla palatina dan tonsilla pharingeal
b) Mallampati II : Palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior
uvula
c) Mallampati III : Palatum molle, dasar uvula
d) Mallampati IV : Palatum durum saja
6) Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
7) Auskultasi paru-paru untuk mengetahui adanya ronki dan wheezing
8) Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau
tanda regurgitasi.
9) Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis,
adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi
vena atau daerah blok saraf regional

3. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain


Lab rutin :
a. Pemeriksaan lab. Darah
b. Urine : protein, sedimen, reduksi
c. Foto rongten ( thoraks )
d. EKG

4. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain :
Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam
a) Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
b) Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
c) Memberikan analgetika, misal : fentanyl, pethidin
d) Mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron
e) Memperlancar induksi, misal : pethidin
f) Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
g) Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
h) Mengurangi sekresi kelenjar saluran napas, misal : sulfas atropin dan
hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan
fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah.
Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan
digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat
badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi
sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat
tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan
lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan
digunakan.

2. Intra Anestesi

1) Induksi Anestesi Umum


Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari
sadar ke setadium pembedahan (stadium III skala guedel ).
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar menjadi tidak sadar sehungga memungkunkan
dimulainya anestesi dan pembedahan ko-induksi adalah setiap
tindakan untuk mempermudah kegiatan indukksi
anestesi.pemberian obat premedikasi di kamar bedah beberapa
menit sebelum induksi anestesi dapat di katagorikan sebagai ko-
induksi.
Untuk persiapan induksi anestesia sebaiknya kita inget kata
STATICS:

S : Scope Stetoskop, untuk mendengar suara paru dan jantung.


laringo-scope. Pilih bilah atau daun yang sesuai dengan usia pasien.
lampu harus cukup terang.
T : Tubes Pipa trakea. pilih sesuai usia, usia <> 5 tahun dengan
balon.

A : Airway Pipa mulut-faring ( Guedel, orotracheal airway ) atau


pipa hidung-faring ( naso-tracheal airway ). pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.

T : Tape Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau


tercabut.

I : Introduser Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik


(kabel) yang mudah dibengkokan untuk memandu supaya pipa
trachea mudah dimasukan.

C : Conector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.

S : Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainya.

2. Obat induksi
Pada kasus ini diberikan obat induksi :
1. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam
air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan
2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa
premedikasi.
Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat
intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat
diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif,
pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena propofol mengurangi
mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik sebagai induksi
maupun mempertahankan anestesi dan merupakan agen pilihan untuk
operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam menghasilkan
sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan
propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat
memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan
dan kemungkinan adanya skuele neurologik.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara
cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang
disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik
inhalasi lain.
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup
berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer
dan venodilatasi. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80%
tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol cepat dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat daripada
thiopenthal pada tikus. Propofol diekskresikan ke dalam urin sebagai
glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang dari 1% diekskresi dalam
bentuk aslinya. Propofol dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan
kemampuan dalam memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi
yang minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini
didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai
akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler
sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgetik. Dibandingkan dengan
tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah.
Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek antiemetik.
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi
pernapasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat
pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).
2. Fentanyl
Fentanyl merupakan salah satu preparat golongan analgetik opioid
dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB,
termasuk sufentanyl (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah
ditemukan remifentanyl, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya,
telah digunakan untuk meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid
dosis tinggi yang deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan
dinding dada dan larynx, dengan demikian dapat mengganggu ventilasi
secara akut, sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi
berhubungan dengan perkembangan toleransi akut. Maka dari itu, dosis
fentanyl dan sufentanyl yang lebih rendah telah digunakan sebagai
premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi
maupun intravena untuk memberikan efek analgetik perioperatif.
Sebagai analgetik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya
efek depresi napasfentanyl lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria
dan analgetik fentanyl diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak
bermakna diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu
neuroleptik yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis
tinggi fentanyl menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang
mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi dopaminergik di
striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson.Fentanyl biasanya digunakan
hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca
operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia
pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol. Fentanyl dan
droperidol (suatu butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan
bersama-sama untuk menimbulkan analgetika dan amnesia dan
dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu efek yang disebut
sebagai neurolepanestesia.
2. Obat Pelumpuh Otot
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya,
obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara
depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat
kompetitif atau nondepolarisasi, misal kurarin.
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang
dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

3. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif,
tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak
bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat
anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan
cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat
merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu
tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgetik
yang berarti. Depresi napas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi
karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai
perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi
umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% :
40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
b. Sevoflurane

Baunya tidak menyengat dan peningkatan di alveolar yang cepat


membuatnya sebagai pilihan yang baik untuk induksi inhalasi pada pasien
pediatrik atau orang dewasa. Termasuk golongan halogen ether. MAC 2,05
vol%.

3. Tanda-tanda induksi berhasil

Adalah hilangnya reflex bulu mata. Ika bulu mata disentuh, tidak ada
gerakan pada kelopak mata. Induksi, pemeliharaan dan pulih dari anesthesia
yang disusun oleh Guedel pasien napas spontan dapat terlihat jelas

a) Stadium I Analgesia
Mulai induksi sampai mulai tidak sadar
b) Stadium II Eksitasi, Delirium
Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis. Pada stadium ini
pasien batuk, mual muntah, henti napas dan lain-lainnya.
b) Stadium III Anestesia Bedah
Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.
- Plana 1 Mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti.
- Plana 2 Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal berhenti.
- Plana 3 Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal berhenti.
- Plana 4 Mulai napas torakal berhenti sampai nafas diafragma
berhenti.
c) Stadium VI Intoksikasi
Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau meninggal.
Tanda Refleks Pada Mata
- Refleks Pupil
Pada keadaa teranastesi maka reflex pupil akan miosis apabila anestesinya
dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/
stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis
maksimal menandakan pasien mati.
- Refleks Bulu Mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi dibagian stadium anestesi.
Apabila saat dicek reflex bulun mata (-) maka paien tersebut sudah pada
staium 1.
- Refleks kelopak mata
Pengecekan reflex kelopak mata jarang dilalukan tetapi bisa digunakan
untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah
kita tarik palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan
pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2.
- Refleks cahaya
Untuk refl;eks cahaya yang kita liat adalah pupilnya, ada / tidak respon
saat kita beri rangsangan cahaya.
1) Teknik Anestesi Umum\
a) Sungkup muka (face mask) dengan napas spontan
indikasi :
- Tindakan singkat (1/2-jam)
- keadaan umum baik (ASA I-II)
- Lambung harus kosong
b) Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan
Intubasi endotrakea adalah memasukan pipa (tube) endotrakea (ETT =
endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi: operasi
lama, sulit mempertahankan air way (operasi dibagian leher dan
kepala)
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS
Teknik intubasi
- Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
- Induksi sampai tidur, berikan suksinikolin fasikulasi (+)
- Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan 02 100% selama kira-kikra 1
menit
- Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan
mendorong kepala seikit ekstens sampai mulut membuka
- Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan lidah,
menggesere lidah kekiri
- Cari epiglotis sampai tempat bilah didepan epiglotis (pada bilah
bengkok) ataun angkat epiglotis ( pada bilah lurus)
- Cari rima glotis (ndapat dengan bantuan asisten menekan trakea dari
luar)
- Temukan pita suara sampai warnanya putih dan sekitarnya merah
- Masukan ETT melalui rima glottis
- Hubungkan pangkal ETT dengan mesin anestesi dan atau alat bantu
napas( alat resusitasi)
c) Intubasi Endotrakeal dengan napas kemdali (kontrol)
Pasien sengaja dilumpuhkan/ benar2 tidak bisa bernafas dan pasien
dikontrol pernafasannya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x
permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa
nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.
- Teknik sama dengan di atas
- Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)
- Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.
4. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk.
a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra Operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam
Sedang = 6 ml/kgBB/jam
Berat = 8 ml/kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid. Apabila
perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian
plasma / koloid / dekstran.
3. Setelah Operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
3. Post anestesi

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar
merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.

Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan


perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan
pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum
yaitu cara Aldrete dan Steward, dimana cara Steward mula-mula diterapkan
untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang sangat luas pemakaiannya, termasuk
untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional anestesi digunakan skor
Bromage
Aldrete Scoring System

No Kriteria Skor
.
1 Aktivitas  Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas 2
motorik atas perintah atau secara sadar.
 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas 1
perintah atau secara sadar.
 Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0
atas perintah atau secara sadar.
2 Respirasi  Napas adekuat dan dapat batuk 2
 Napas kurang 1
adekuat/distress/hipoventilasi
 Apneu/tidak bernapas 0
3 Sirkulasi  Tekanan darah berbeda ± 20% dari 2
semula 1
 Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari 0
semula
 Tekanan darah berbeda >50% dari
semula
4 Kesadaran  Sadar penuh 2
 Bangun jika dipanggil 1
 Tidak ada respon atau belum sadar 0
5 Warna kulit  Kemerahan atau seperti semula 2
 Pucat 1
 Sianosis 0
Aldrete score ≥ 9, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan

Anda mungkin juga menyukai