Anda di halaman 1dari 6

DUNIA YANG DAMAI DI MULAI DARI RUMAH YANG DAMAI

Teks Alkitab: Mazmur 55: 13-15, 20-21

PENDAHULUAN

Isu perdamaian menjadi sangat penting untuk disuarakan di tengah situasi dunia

yang penuh dengan konflik, mulai dari konflik etnik, konflik agama, sampai konflik politik.

Semua konflik ini seringkali bermuara pada tindak kekerasan yang menimbulkan

penderitaan bagi banyak orang, terutama perempuan, anak dan lansia yang menjadi

kelompok rentan dalam masyarakat. Urgensi untuk terus mengusung isu perdamaian pun

dirasakan oleh gereja-gereja di seluruh dunia, sehingga dalam memilih tema Sidang Raya

Gereja-gereja Sedunia di Busan, Oktober 2013, Dewan Gereja Sedunia mengusung tema “

God of Life, lead us to justice and peace.”

Ketika berbicara tentang perdamaian seringkali kita mengkaitkannya dengan konflik

dan kekerasan dalam skala besar dan masif sifatnya. Oleh sebab itu, kita seringkali luput

memberi perhatian pada konflik dan kekerasan dalam skala kecil yang bersifat personal

dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, padahal bisa saja tindak kekerasan itu

sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Tindak kekerasan berskala kecil yang

dimaksud adalah tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Maka, ketika mendalami tema Sidang Raya PGI ke-16 2014 “Dari Samudera Raya

Tuhan Mengangkat Kita Kembali,” saya merasa kita perlu untuk memberi perhatian pada

persoalan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Mengapa saya memberi perhatian pada

persoalan kekerasan dalam rumah tangga? Karena, menurut saya, ketika kita ingin

membangun dunia yang lebih damai, maka hal itu harus dimulai dari rumah tangga

keluarga sebagai perwujudan masyarakat (baca: dunia) terkecil. Korban kekerasan perlu

dikuatkan dan dibela sehingga dapat mengamini seruan ini, bahwa dari keadaan tanpa

harapan mereka dapat memiliki harapan. Dari keadaan yang dekat dengan kematian,

mereka dapat memiliki kehidupan.


KAJIAN TEKS

Mazmur 55: 1-24 merupakan ratapan pemazmur yang dikhianati oleh orang yang

dulunya adalah sahabatnya. Ia berdoa agar Allah menghukum orang yang melanggar

sumpah. Dengan demikian, Allah pun diakui sebagai pelindung orang tak bersalah.

Susunan yang lazim dari sebuah ratapan (A) terdapat disini: seruan kepada Allah (ay. 2);

doa untuk pembebasan diri dan penghukuman musuh (ay. 3,10,16); dramatisasi hidup dari

situasi menekan sehingga menantang rasa kehormatan Allah (ay. 4—9,11-15, 21,-22).

Kejahatan manusia dilihat oleh pemazmur sebagai contoh dari kejahatan misterius di dunia,

seperti kejahatan di jalan-jalan kota (ay. 11-12). Kenyataan itu menakutkan dan

mencemaskan mereka yang percaya kepada Allah. Seperti ratapan lain, pemazmur begitu

percaya kepada keselamatan Allah, sehingga ia dapat mengajak orang lain (ay. 23) dan

hidup secara tenang dalam pengharapan keselamatan (ay. 24).i

Ayat 13-15, 21-22 adalah bagian dari ratapan pemazmur yang menyuarakan suara

seorang yang dikhianati oleh orang terdekatnya, yakni orang yang sangat dia percayai.

Pengkhianatnya itu bahkan bersama-sama pergi dengan pemazmur untuk beribadah di

rumah Allah. Dalam ayat 13, kita bisa meresapi perasaan pemazmur tentang betapa

menderitanya dia dikhianati oleh orang yang sangat dekat. Penderitaan itu tak

tertanggungkan dan ia tidak mempunyai tempat untuk menyembunyikan diri.

Muriel Orevillo-Montenegro menulis bahwa, dalam ratapan pemazmur ini, bergema

juga suara serta pengalaman para perempuan korban kekerasan dalam rumahtangga. ii

Ratapan pemazmur ini menggemakan suara para isteri yang mengalami tindak kekerasan

dari suami mereka; suara anak-anak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dari

ayah, paman dan kakak lelaki mereka; suara perempuan korban perkosaan yang diperkosa

oleh orang-orang yang mereka kenal, seperti: guru, teman laki-laki, atau saudara laki-laki

yang dekat dengan mereka. Dalam ratapan pemazmur ini, bergema penderitaan yang tidak

tertanggungkan yang juga dialami oleh perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Ratapan pemazmur adalah juga ratapan para perempuan korban kekerasan dalam

rumahtangga.

2
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Kekerasan, pada dasarnya, adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-

verbal, yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau

sekelompok orang lainnya sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional dan

psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya.iii Tindak kekerasan terjadi ketika

seseorang menggunakan kekuasaan untuk menindas orang lain. Kekerasan adalah

manifestasi dari rasa takut terhadap yang berbeda, “sang lain.”

Sedangkan yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah segala

bentuk tindak kekerasan yang terjadi atas dasar perbedaan jenis kelamin yang

mengakibatkan atau akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan.

Bentuk kekerasan ini termasuk ancaman, paksaan, pembatasan kebebasan yang terjadi, baik

di area publik maupun di area domestik. iv Budaya patriarkhi yang melihat perempuan

sebagai obyek dan lebih rendah dari laki-laki mewujud dalam perilaku tindak kekerasan.

Anggapan bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadi hanya pada

perempuan dari kelompok ekonomi dan pendidikan yang rendah adalah mitos belaka.

Fakta mengatakan bahwa semua perempuan dari segala lapisan umur, status sosial dan

tingkatan ekonomi dapat menjadi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga karena

mereka adalah perempuan. Kisah-kisah berikut adalah contohnya:

BR adalah seorang dokter di sebuah rumah sakit swasta di Cimahi, Jawa Barat. Ia memiliki

seorang suami yang juga bekerja sebagai dokter di dua rumah sakit, yaitu di Bogor dan di Cimahi.

Sejak awal menikah sikap buruk suaminya sudah mulai muncul, tetapi BR merasa ia masih dapat

toleran terhadap suaminya. Namun, pada tahun 2012, BR sudah tidak tahan lagi. Ia kemudian

melaporkan suaminya kepada Polisi dan melakukan gugatan cerai. Selama masa pernikahan itu, BR

mendapatkan tindak kekerasan fisikv dan psikis.vi

Kisah lainnya saya dengar dari seorang psikiater yang bertugas di sebuah rumah

sakit swasta di Bandung. Dalam sebuah seminar tentang dampak psikilogis tindak

kekerasan terhadap perempuan, psikiater ini membagikan kisah salah seorang

dampingannya, kita sebut saja Ibu A. Ia bekerja sebagai seorang polisi dengan pangkat yang

cukup tinggi. Ibu A ini memiliki seorang suami yang bekerja sebagai polisi juga. Ibu A

mulai berobat ke rumah sakit itu karena keluhan pencernaan. Ia sering sekali terserang

maag. Namun, setelah dilakukan full medical checkup, tidak ditemukan masalah apapun

3
pada pencernaannya. Ternyata dia mengalami depresi akibat tindakan kekerasan yang

diterima dari suaminya selama ini.

DUNIA TANPA KEKERASAN DIMULAI DARI

RUMAH (BACA: KELUARGA) TANPA KEKERASAN

Allah yang dipercaya oleh pemazmur sebagai sumber keselamatan dan yang akan

mendengar serta memberi perhatian terhadap ratapannya juga adalah Allah yang dipercaya

dan diimani oleh gereja. Allah, yang di dalam Yesus Kristus, menyatakan bela rasa-Nya bagi

setiap korban kekerasan, termasuk di dalamnya perempuan korban kekerasan dalam rumah

tangga. Oleh karena itu, panggilan untuk setiap orang yang percaya kepada Allah di dalam

Yesus Kristus adalah menyatakan bela rasa serta pembelaan mereka bagi setiap perempuan

korban kekerasan dalam rumah tangga.

Dunia yang damai dan tanpa kekerasan tidak mungkin dicapai jika tidak dimulai

dari keluarga yang damai dan tanpa kekerasan. Visi tentang dunia yang damai bagi semua

orang tidak akan tercapai jika pengalaman (baca: ratapan) perempuan korban kekerasan

dalam rumah tangga diabaikan. Oleh sebab itu, mau tidak mau, suka tidak suka, ketika

gereja berkomitmen untuk mengusahakan perdamaian sejati, gereja harus memberi

perhatian lebih serius pada fakta tindak kekerasan terhadap perempuan dan melakukan

usaha-usaha untuk mendatangkan harapan baru bagi perempuan korban kekerasan. Gereja

harus mendengarkan ratapan para perempuan korban kekerasan dalam rumahtangga.

Tidak hanya bagi korban yang sudah ada, gereja pun perlu memikirkan dan melakukan

langkah-langkah serius untuk menolong umat mencegah terjadinya tindak kekerasan

terhadap perempuan dalam rumah tangga.

Ketika mendengar ratapan pemazmur yang menggemakan ratapan setiap

perempuan korban kekerasan dalam rumahtangga ini setiap orang Kristen dipanggil

sekaligus ditantang untuk mewujudkan perdamaian sejati, mulai dari dalam rumahnya

sendiri dan meluas kepada dunia.

4
PERTANYAAN DISKUSI

1. Adakah hambatan-hambatan yang membuat gereja sulit menyatakan pembelaan

atau keberpihakan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga?

2. Adakah nilai-nilai lokal yang dapat menolong gereja untuk mengembangkan usaha-

usaha menghapuskan tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga?

3. Bagikan pengalaman saudara (atau gereja saudara) berkaitan dengan usaha-usaha

yang telah dilakukan untuk menjawab ratapan peremuan korban kekerasan dalam

rumah tangga?

Obertina M. Johanis

5
i
Richhard J. Clifford, SJ. “Mazmur” dalam Dianne Bergant & Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Jakarta,
Lembaga Biblika Indonesia, 2002.hlm. 442.
ii
Muriel Orevillo-Montenegro. “The Task of Peacebuilding” dalam Christian Conference of Asia, Building Communities of
Peace for All: Biblical and Tehological Reflections, Chiang Mai, 2005.hlm.41.
iii
Elli Nur Hayati, Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan: Konseling Berwawasan Gender. Yogyakarta,
Rifka Annisa, 2002.hlm.25.
iv
Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, PBB, pasal 1.
v
Kekerasan fisik yang didapatnya antara lain; ditampar, tangan diremas dengan keras, dilempar handphone, badan BR
dibanting dan kepala dibenturkan ke tembok hingga bibirnya pecah).
vi
Sumber: http://news.detik.com/read/2012/12/13/151736/2117726/486/2/kisah-pasutri-dokter-yang-jadi-korban-dan-
pelaku-kdrt.

Anda mungkin juga menyukai