Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat. Faktor penyebab
timbulnya masalah gizi adalah multifaktorial, untuk itu pendekatan dan penanggulangannya
harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Dilihat dari etiologinya, status gizi penduduk
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, seperti: sosial, ekonomi, budaya, kesehatan,
lingkungan alam, maupun penduduk yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Terjadinya
krisis ekonomi, telah terjadi peningkatan kasus gizi kurang, dan bahkan kasus gizi buruk di
Indonesia yang sebenarnya dapat ditanggulangi sejak dini dengan pemantauan secara rutin
setiap bulannya.
Kasus gizi merupakan kasus kesehatan masyarakat yang penanganannya tidak hanya
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi erat
kaitannya dengan status kemiskinan yang dapat merubah kondisi ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga serta ilmu pengetahuan dan perilaku yang sangat minim, sehingga dapat
merubah pola hidup sehat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan masalah gizi yaitu
kurangnya konsumsi makanan sehat dan penyakit infeksi, serta daya beli masyarakat atau
keluarga yang kurang karna faktor penghasilan, harga bahan pokok, dan pengeluaran
keluarga untuk kebutuhan yang lain, kepercayaan dan kebiasaan makan, pendidikan atau
pengetahuan, perilaku, dan fenomena sosial serta keadaan lingkungan.
Permasalahan gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan
(janin), bayi, anak, dewasa, dan usia lanjut. 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau golden
age yang dimulai sejak di dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Periode dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa kritis dan pada masa ini terjadi pertumbuhan serta
perkembangan yang sangat pesat. Masa ini adalah masa terpenting untuk memenuhi
kecukupan gizi anak, jika kecukupan gizi tidak terpenuhi, dapat menyebabkan terjadinya
stunting. Hal ini mengakibatkan gangguan kecerdasan, dapat berdampak pada sumber
daya manusia yang akan datang serta meningkatnya risiko penyakit tidak menular saat
dewasa.
Kehamilan adalah suatu masa yang di tunggu oleh setiap wanita, terutama pada
wanita yang sudah menikah. Masa kehamilan adalah suatu proses yang dimulai dari
ovulasi, tumbuh kembang hingga melahirkan. Pada masa kehamilan juga terjadinya
perubahan fisiologi membuat ibu merasa kurang nyaman dan menyebabkan kebutuhan gizi
ibu juga berubah. Ibu hamil memerlukan gizi yang cukup untuk kesehatan ibu dan janinnya.
Jika kebutuhan gizi ibu tidak tercukupimaka dapatberpotensi menyebabkan masalah gizi.
Namun demikian, ibu hamil seringkali tidak mengetahui adanya peningkatan kebutuhan gizi
selama kehamilan. Dalam pemenuhan gizi saat hamil, sikap dan perilaku ibu hamil juga
dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki ibu. Kesehatan, kesuksesan dan kecerdasan
balita dapat dipersiapkan sejak berada di dalam kandungan. Maka dari itu perlu
adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam memenuhi
kebutuhan gizi untuk ibu dan janin.
Kurang Energi Protein (KEP) sampai saat ini juga masih merupakan salah satu
masalah gizi utama di Indonesia. Kurang Energi Protein (KEP) sendiri dikelompokkan
menjadi dua yaitu gizi kurang (bila berat badan menurut umur di bawah 2 SD), dan gizi
buruk (bila berat badan menurut umur di bawah 3 SD). Gizi kurang pada balita tidak terjadi
secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan kenaikan berat badan anak yang tidak cukup.
Perubahan berat badan anak dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal tentang
perubahan status gizi anak. Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada
balita di Indonesia. Data Riskesdas (2018) prevalensi status gizi balita menurut indeks BB/U,
PB/U dan BB/PB, prevalensi gizi buruk 3,9% dan 13,8 gizi kurang berdasarkan indeks BB/U.
Prevalensi yang pendek berjumlah 19,3%, sangat pendek 11,5%, menurut indeks PB/U,
prevalensi sangat kurus berjumlah 3,5%, kurus 6,7% indeks BB/PB. Hasil Riskesdas 2018
menunjukan bahwa 30,8% balita Indonesia mengalami stunting dan sekitar 10,2% balita
mengalami gizi kurang (wasting).
Masalah gizi pada balita di Indonesia belum mencapai target rencana pembangunan
jangka menengah nasional (RPJMN tahun 2020 yaitu 7% gizi buruk dan 19% stunting. Status
gizi balita dapat berakibat fatal terhadap beberapa aspek. Gizi kurang pada balita akan
berdampak tidak baik terhadap pertumbuhan badan maupun otak. Berdasarkan hasil
penelitian Sowwam (2018) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelengkapan imunisasi
dengan status gizi anak balita. Penelitian Jamil (2020) sejalan dengan penlitian Sowwam
yang menunjukan bahwa ada hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan status gizi anak
balita. Namun berbeda dengan penelitian yang di lakukan oleh Hayyudini (2017)
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dasar
dengan status gizi anak.
Masalah gizi balita dapat menyebabkan beberapa efek yang serius. Akibat masalah
gizi tersebut seperti kegagalan dalam pertumbuhan fisik serta kurangnya optimal
pertumbuhan dan kecerdasan, bahkan mengakibatkan kematian pada balita. Balita merupakan
kelompok umur yang rentan dengan masalah kesehatan dan gizi. Agar balita tidak mengalami
masalah gizi maka harus dipantau status gizi secara terus menerus. Status gizi balita
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya asupan gizi dan penyakit infeksi. Imunisasi
berperan penting dalam pembentukan kekebalan tubuh balita, karena anak yang mendapatkan
imunisasi lengkap jika daya imun kuat maka akan terhindar dari penyakit infeksi. Secara
umum cakupan imunisasi lengkap di Indonesia pada anak umur 12-23 bulan sebanyak 57.9%
mendapatkan imunisasi lengkap, 32.9% yang imunisasi tidak lengkap dan 9.2% yang tidak
mendapatkan imunisasi berdasarkan data riset kesehatan dasar. Angka tersebut belum
mencapai target renstra tahun 2019 yaitu sebesar 93%.
Balita yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki dampak yang tidak baik untuk
kesehatan salah satunya yaitu mengalami penyakit infeksi. Pemberian ASI kurang dari 6
bulan lebih berisiko dari pada balita yang diberikan asi 6 bulan infeksi dan kekurangan gizi,
kehilangan mineral tubuh, serta penghambatan pertumbuhan yang mengakibatkan gizi buruk
dan kejadian stunting pada anak. Di Indonesia hanya 52% anak berumur di bawah 6 bulan
mendapat ASI eksklusif. Angka tersebut belum mencapai target nasional cakupan ASI
eksklusif di Indonesia 80% dan tentunya sudah menjadi salah satu penyebab masalah gizi.
Indonesia termasuk dalam 17 negara yang memiliki tiga masalah gizi pada anak balita yaitu
stunting, wasting, dan kelebihan berat badan. Masalah stunting adalah salah satu masalah gizi
yang banyak dialami oleh balita di dunia saat ini. Dari data World Health Organization
(WHO) 2018 menunjukan pada tahun 2017 sebesar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di
dunia mengalami stunting. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal
dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di AsiaTengah (0,9%). Indonesia juga
termasuk negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara Rata-rata
prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui status gizi ibu hamil dan balita
b) Tujuan Khusus
Mengidentifikasi kejadian masalah gizi pada bumil
Mengidentifikasi kejadian masalah gizi pada balita
Meningkatkan pengetahuan gizi pada Ibu hamil
Meningkatkan pengetahuan gizi balita
Rumusan Masalah