Anda di halaman 1dari 17

Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.

M Dengan Gadar Syok


kardiogenik Di Ruang Rawat Inap Kebidanan RSUD Bukit
Tinggi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Patofisiologi
Dosen Pengampu : Agustina Br.Gultom,S.Kep,Ns,M.Kep.

Nama : Alivia Dwi Putri Nurhidayah Purba


Nim : P07520120043

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju
nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi
darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat
terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh karena itu
penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini
yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan
suatu penatalaksanaan yang sesuai.
Syok kardiogenik adalah sindroma klinis akibat dari tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan fungsi otot-otot vital akibat disfungsi otot jantung sehingga jantung tidak
dapat mempertahankan perfusi yang cukup untuk permintaan metabolis dari jaringan. Syok
kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat seperti
pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung. manifestasinya meliputi hipovolemia,
hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan
dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan
yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok
kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena
tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat
disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan
penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka
kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita
syokkardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien
guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan
kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang
paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini
angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan
penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.
Mirip dengan shock lain menyatakan, cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa klinis
dicirikan oleh penurunan output urine, diubah pemikiran, dan hypotension. Karakteristik klinis
lainnya termasuk pembuluh darah di leher distension dengan urat darah halus, jantung cepat,
dan busung berkenaan dengan paru-paru. Terbaru calon studi cardiogenic shock
mendefinisikan cardiogenic shock dipertahankan sebagai hypotension (tekanan darah systolic
[BP] kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari 30 menit) dengan bukti yang memadai dengan
jaringan hypoperfusion ventrikular kiri (LV) mengisi pressure. 1 tisu hypoperfusion
didefinisikan sebagai pinggir-pinggir dingin (sejuk kaki dari inti), oliguria (<30 mL / h), atau
keduanya. Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung,
metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka
akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997).
Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara 5%-10% dari pasien dengan infark
miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien yang meninggal sebelum mendapat
perawatan di rumah sakit tidak mendapat diagnosa. Dalam membandingkan monitoring awal
dan agresif dapat meningkatkan dengan jelas insiden syok kardiogenik. Studi dari Worcester
Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian kardiogenik syok
7,5%. Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum penggunaan streptokinase dan
jaringan aktivator plasminogen untuk menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang
diteliti.
Insiden kardiogenik syok 7,2% yakni sebuah rata-rata yang ditemukan pada percobaan
trombolitik multisenter yang lain . Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark
miokard akut, walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi
ventrikel kiri yang membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat
dapat menjadi infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi
miokardial dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting untuk
mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium viable dapat juga menjadi
penyebab atau memberikan kontribusi untuk terjadinya perkembangan kardiogenik syok pada
pasien setelah mengalami infark miokard (Hollenberg,S.,2003).
B. Rumusan masalah
Apa dan bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi,
pemeriksaan medis, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit hernia.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung
kepada klien dengan penyakit syok kardiogenik
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit syok kardiogenik penulis
dapat:
a) Melakukan pengkajian kepada klien dengan penyakit syok kardiogenik secara komprehensif.
b) Melakukan rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan.
c) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
d) Melaksanakan evaluasi hasil asuhan yang telah di laksanakan.
e) Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah diberikan dalam bentuk makalah.

D. Manfaat Penulisan
1. Rumah Sakit
Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
di Rumah sakit
2. Akademik
Diharapkan dapat menjadi wahana pembelajaran dalam institusi pendidikan khususnya di
program study Diploma III keperawatan Al Hikmah 2 Brebes.
3. Penulis
Memberikan pengalaman baru tentang bagaimana cara penanganan pada pasien yang
mengalami syok kardiogenik
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan
dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jaringan
yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia
jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik
hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan
bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15
mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).
B. Anatomi Fisisiologi
Suplai arteri pada Jantung
Arteri koronaria adalah yang bertanggungjawab untuk mensuplai jantung itu sendiri
dengan darah yang kaya oksigen. Arteri koronaria adalah end-arteries yang diujung dan bila
terjadi penyumbatan, maka suplai darah ke otot miokardium akan terhambat (infark miokard).
Bila lumen pembuluh darah menyempit karena perubahan atheromatous pada dinding
pembuluh darah, pasien akan mengeluh nyeri dada yang meningkat secara bertahap pada
aktivitas berat (angina). Kondisi ini tidak memungkinkan otot miokardium meningkatkan
kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplai darah, akibat berkurangnya suplai darah arteri.
Terdapat variasi ukuran dan letak dari arteri koronaria. Sebagai contoh, pada sebagian
orang, cabang posterior interventikular dari arteri koronaria kanannya lebih besar dan
menyuplai darah ke sebagian besar bagian ventrikel kiri sedangkan pada kebanyakan orang
tempat ini disuplai oleh cabang anterior interventrikular dari arteri koronaria kiri. Contoh lain,
nodus sino-atrial umumnya disuplai oleh cabang nodus dari arteri koronaria kanan, akan tetapi
pada 30-40% populasi menerima suplai dari arteri koronaria kiri.
Saluran darah vena jantung Sistem aliran darah vena pada jantung sebagai berikut: Vena-
vena dan arteri-arteri koronaria mengalir ke dalam atrium kanan melalui sinus koronaria. Sinus
koronaria mengalir ke dalam atrium kanan ke arah kiri dari dan superior ke pembukaan dari
vena cava inferior. Great Cardiac Vein mengikuti cabang anterior interventrikular dari
koronaria kiri dan kemudian menjalar ke arah belakang kiri pada cabang-cabang
atrioventrikular. Pembuluh darah vena sedang mengikuti arteri interventrikular posterior dan
bersamaan dengan pembuluh darah vena kecil yang mengikuti arteri marginalis, mengalir ke
dalam sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke pembuluh darah vena pada jantung.
Sistem konduksi jantungekg Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses
impuls normal di dalam jantung, yaitu:
1. Sel perintis (pacemaker cells) listrik jantung. Nodus sino- atrial (SA) adalah pacemaker
jantung. Ia terletak di atas krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam
atrium kanan.
2. Sel konduksi listrik jantung. Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot
atrial untuk menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular
(AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari sini impuls
diantar ke ventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum
interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri. Cabang-cabang ini akan
berakhir pada serabut-serabut Purkinje dalam subendokardium dari ventrikel.
3. Sel miokardium kontraksi jantung. Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel
jantung, kalsium akan dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung
memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.

C. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi
perikardium.
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi jantung
atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok kardiogenik timbul
karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan elektrik primer. Etiologi syok
kardiogenik adalah
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi
iskemik.
3. Infark miokard akut ( AMI),
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark
ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada
pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
5. Valvular stenosis.
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya
).
8. Acute mitral regurgitation.
9. Valvular heart disease.
10. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak
pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2. Hipoperfusi jaringan.
3. Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4. Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi berat (severe
bradycardia) karena terdapat high-grade heart block.
8. Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9. Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10. Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11. Poor capillary refill.
12. Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15. Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings) dari edem
paru akut (acute pulmonary edema).
16. S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal heart
sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi
mitral akut, atau septal rupture.
17. Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk cardiogenic
shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal jantung kanan (right-
sided heart failure).
Keluhan Utama Syok Kardiogenik :
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
Tanda Penting Syok Kardiogenik :
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
Kriteria:
1. Adanya disfungsi miokard disertai:
2. Tekanan darah sistolis arteri <80 mmHg
3. Produksi urin <20 ml/jam
4. Tekanan v ena sentral > 10 mmH2O
5. Ada tanda-tanda gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi.

E. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner
berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan
iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah
lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin,
serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke
jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur
tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure)
menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
LV = left ventricle
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan
darah, serta kontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi
kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan.
Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac
Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata
(Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan
semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial,
serta peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2)
tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen
debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan
VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler
pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya
edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta
penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah
vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan
meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997). Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi
sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
I. Pengkajian
• Identitas Klien
Nama Lengkap : Ny.A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 59th
Ttl : 27 Febuari 1959
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : lebaksiu
• Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn.S
Usia : 40th
Alamat : lebaksiu
Hubungan dengan klien : Anak
Pekerjaan : Petani

a. Keluhan Utama
Klien mengatakan dadanya terasa nyeri sangat tajam, terus menerus
Pengkajian Primer
− Initial Assesment
A= Airways : Terdapat sekret dan ada suara napas tambahan snoring.
B= Breathing : Klien terlihat sesak nafas, RR: 28x/menit, terdapat suara tambahan whezzing,
tidak ada trauma dada, SPO2: 120%, menggunakan otot bantu nafas retraksi intercostalis,
menggunakan alat bantu nafas spontan breathing 10 L/menit
C= Circulation: tidak ada perdarahan, kulit kuning pucat, nadi cepat N: 120x/menit, akral
dingin, diaforesis (mandi keringat), CRT < 3 detik, irama reguler, HR: 159x/menit, TD: 60/40
mmHg, MAP: 43 mmHg, konjungtiva anemis
D= Disability: kesadaran coma, GCS: E=1 M=1 V=1, ROM terbatas
− Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri dirumah, lalu keluarga klien
membawa klien ke RS dengan menggunakan mobil, klien tiba di RS pukul 17.22 WIB langsung
dibawa ke IGD. Saat pengkajian di IGD didapatkan hasil TTV sebagai berikut: TD: 170/100
mmHg, N: 75x/menit, RR: 19x/menit, S: 36,70C, keluarga klien mengatakan klien sempat tidak
sadarkan diri dirumah, kaki tidak bisa digerakan, lemas, mual, muntah, lalu perawat IGD
memasangkan infus ditangan kanan klien dengan cairan RL 20 Tpm, dan memasangkan O2
Masker, memasangkan DC dan mendapatkan terapi obat omeprazol, ondansentron, citicolin,
mecobalamin dan ceftriaxone. Pukul 17.30 WIB klien sempat kejang 2x lama kejang 30 detik
kemudian apneu didapatkan TTV TD: 60/40 mmHg, N: 120x/menit, RR: 28x/Menit, S: 34,70C,
klien dipindahkan ke ruang resusitasi lalu dilakukan tindakan RJP dan Bagging selama 3 siklus
didaptkan RR: 18x/Menit, N: 70x/Menit, TD: 109/70 mmHg, klien kembali sadar. Karena
kondisi ini klien tidak dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri, klien memerlukan bantuan
dari oranglain. Sedangkan hal yang meringankan klien adalah saat klien tirah baring dan tidak
beraktifitas.
b. Pengkajian Sekunder
− Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan sebelumnya klien memang sudah sering keluar masuk RS,
tetapi sebelumnya belum pernah sampai kejang dan sampai seperti ini (apneu). Klien juga
mempunyai riwayat tekanan darah tinggi atau Hipertensi, dan juga penyakit ginjal (CVD).
Klien tidak ada alergi apapun, tidak ada ketergantungan obat-obatan maupun minum-minuman
keras, klien juga tidak merokok.
c. Keadaan umum : lemah, pasien nampak pucat, diaforesis, sulit bernapas, oliguri
Kesadaran : coma
GCS : E: 1 M:1 V: 1
TTV: TD= 60/40 mmHg, N= 120x/menit, S= 34,70C, RR= 28x/menit
2. Kepala
✓ Wajah dan kulit kepala :
Simetris, ekspresi nampak lemah, warna kuning pucat
✓ Mata:
Sclera ikhterik, konjungtiva anemis, tidak ada benjolan pada mata
✓ Hidung:
Tidak ada polip, kotor, tidak ada radang, tidak ada benjolan.
✓ Telinga:
Terdapat serumen, tidak menggunakan alat bantu
✓ Mulut:
Gigi berwarna kuning, berkaries, tidak memakai gigi palsu, lidah berwarna putih, bibir kering
3. Leher
Kelenjar thyroid tidak membesar, simetris, tidak ada kelainan kelenjar getah bening, tidak
ada kelainan vena jugularis, tidak teraba tekanan vena jugularis.
4. Thorax dan Paru
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, payudara simetris, jenis pernafasan
whezzing, frekuensi 28x/menit, irama reguler.
5. Jantung
Adanya bunyi jantung S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan
split paradoksikal bunyi jantung kedua, ditemukan murmur mid sistolik atau late siistolik apikal
bersifat sementara, bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar, HR=
159x/menit

6. Abdomen
Perut buncit, tidak ada luka
7. Muskuluskeletal
Tangan dan kaki simetris, tidak ada oedema, tidak ada luka, tangan dan kaki berkeringat
8. Integumen
Warna kulit sawo matang, elastis, tidak ada pengerasan kulit.

II. Analisa Data


No Tanggal/jam Data Etiologi Masalah
1 20 maret Ds: klien perubahan Penurunan
2018/ 17.24 mengatakan kontraktilitas curah
WIB dingin, dan was- miokardial/ jantung
was perubahan
Do: Keadaan inotropik
umum cukup,
klien nampak
gelisah, diaforesis
2 20 maret Ds: klien Agen cidera Nyeri akut
2018/ 17.27 mengatakan biologis
dadanya sangat
nyeri,terasa sesak
sekali, was was
Do: skala nyeri 8.
Nyeri tajam, terus
menerus, N:
120x/menit, RR:
28x/menit

3 20 maret Ds: keluarga klien Gangguan aliran Ketidakefek


2018/ 17.30 mengatakan klien darah sekunder tifan perfusi
WIB tidak sadar akibat gangguan jaringan
Do: klien kejang vaskuler perifer
2x lama kejang ditandai dengan
<30 detik, S: nyeri, cardiac
39,80C, sianosis, out put
nadi tidak teraba, menurun,
edema sianosis,
edema(vena)
III. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d Gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri,
cardiac out put menurun, sianosis, edema(vena)
2 Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
miokardial/ perubahan inotropik
3 Nyeri akut b.d trauma jaringan dan spasme reflek otot sekunder
akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis
IV. Intervensi Keperawatan

No Tanggal Diagnosa Kriteria hasil intervensi


Keperawatan
1 20/3/18 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. kaji KU klien
perfusi jaringan tindakan 2. Monitor TTV
perifer b.d keperawatan 3. kolaborasi
Gangguan aliran selama 1x8 jam dengan advis
darah sekunder diharapkan perfusi 4. lakukan RJP
akibat gangguan jaringan perifer dan Bagging
vaskuler klien efektif
ditandai dengan dengan kriteria
nyeri, cardiac hasil :
out put 1. tekanan sistol
menurun, dan diastol dalam
sianosis, rentang yang
edema(vena), diharapkan
nadi tidak teraba 2.tidak sianosis
3.tidak edema
4.nadi kembali
teraba
2 20/3/18 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. kaji KU klien
jantung b.d tindakan 2. Monitor TTV
perubahan keperawtan selama 3. Catat bunyi
kontraktilitas 1x8 jam diharapkan jantung
miokardial/ penurunan curah 4. Palpasi nadi
perubahan jantung dapat perifer
inotropik teratasi dengan 5. pantau adanya
kriteria hasil : output urine
1. TTV normal 6. berikan oksigen
tambahan
3 20/3/18 Nyeri akut b. d Setelah dilakukan 1. kaji KU klien
trauma jaringan tindakan 2. monitor TTV
dan spasme keperawatan 3. lakukan RJP
reflek otot selama 1x8 jam dan bagging
sekunder akibat diharapkan klien 4. kolaborasi
gangguan nyeri berkurang, dengan advis
viseral jantung kembali sadar
ditandai dengan dengan kriteria
nyeri dada, hasil :
dispnea, gelisah, 1.klien kembali
meringis sadar
2.nyeri berkurang

V. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Tanggal/ implementasi evaluasi


jam
20/3/18 1. Melakukan RJP dan S: keluarga klien
17.30 Bagging mengatakan klien tidak
WIB sadarkan diri

O: klien sempat kejang


2x <30 detik, kemudian
apneu, kemudian ROSC
GCS= E:1 M:1 V:2
RR: 8x/menit
N: 29x/menit

A: masalah belum
teratasi
P: pertahankan jalan
nafas
20/3/18 Memberikan obat sesuai advis S:-
18.00 Dobutamin O: TD 109/70 mmHg
WIB N: 74x/menit, RR:
18x/menit
A: masalah belum
teratasi
P: pertahankan
intervensi
20/3/18 Mengkaji KU klien S:-
18.15 O: TD = 80/60 mmHg,
WIB N= 78x/menit, RR=
20x/menit
A: masalah belum
teratasi
P: pertahankan
intervensi: awasi KU,
monitor TTV
20/3/18 Melakukan RJP dan Bagging S: keluarga klien
19.00 mengatakan klien tidak
WIB sadarkan diri lagi
O: TD : -, N:
15x/menit, RR:
5x/menit
GCS= E: 1 M: 1, V: 1

A: masalah belum
teratasi
P: pertahankan jalan
nafas
20/3/18 Melakukan EKG S:-
19.40 O: pasien meninggal
A: masalah belum
teratasi
P: hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai