Anda di halaman 1dari 43

PERATURAN DIREKTUR CHARITAS HOSPITAL PALEMBANG

NOMOR. /CHP-DIR/PTRN-L/III-22

TENTANG

PANDUAN BENCANA PESAWAT JATUH


DI CHARITAS HOSPITAL PALEMBANG

DIREKTUR CHARITAS HOSPITAL PALEMBANG

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada


masyarakat dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi
khususnya Bencana Pesawat Jatuh, diperlukan satu panduan
pelayanan sebagai dasar drn acuan dalam pelaksanaan kegiatan;
b. bahwa sehubungan dengan butir a tersebut diatas perlu
ditetapkan pemberlakuannya dengan Peraturan Direktur.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No: PM 115
tahun 2015 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian
176 (Civil Aviattion Safety Regulation PART 176) Tentang Pencarian
Dan Pertolongan Pada Kecelakaan Pesawat Udara (Search And
Rescue)
4. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.KP 14
Tahun 2015 Tentang Standar Teknis Dan Operasi Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (ManuaL of
Standard CASR Part 139) VOLUME IV Pelayanan Pertolongan
kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran)
5. Peraturan Direktur Charitas Hospital Palembang No. /CHP-
DIR/PTRN-L/II-22 tanggal tentang Panduan Bencana Pesawat
Jatuh di Charitas Hospital Palembang.
Menetapkan : PANDUAN PERTOLONGAN KECELAKAAN PESAWAT
JATUH

Pasal 1
Dalam peraturan Direktur Charitas Hospital Palembang ini yang
dimaksud dengan :

1
1. Panduan adalah naskah yang digunakan sebagai acuan
penerapan suatu kegiatan.
2. Pengertian dalam Panduan Pertolongan Kecelakaan Pesawat
Jatuh
Pasal 2
Ruang lingkup Panduan Pertolongan Kecelakaan Pesawat Jatuh
meliputi :
a. Definisi
b. Ruang Lingkup
c. Tata Laksana
d. Dokumentasi
Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai Panduan Pedoman Bencana
Pesawat Jatuh. sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 sampai
dengan 2 tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur ini.
Pasal 4
Pada saat Peraturan Direktur ini mulai berlaku , maka Peraturan
Direktur tentang Panduan Bencana Pesawat Jatuh yang berlaku
sebelumnya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Direktur ini dilakukan oleh Direktur untuk selanjutkan dapat
diampukan kepada Wakil Direktur sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing.
Pasal 6
Ketentuan mengenai Panduan Pedoman Bencana Pesawat Jatuh
berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Palembang
Pada tanggal : 1 Maret 2022
Direktur

dr. Sutomo, MARS

2
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
CHARITAS HOSPITAL PALEMBANG
NOMOR /CHP-DIR/PTRN-L/III-22
TENTANG PANDUAN PERTOLONGAN
PESAWAT JATUH

PANDUAN PERTOLONGAN KECELAKAAN PESAWAT JATUH

BAB I
DEFINISI

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

Kecelakaan Pesawat Udara adalah peristiwa pengoperasian pesawat udara yang


mengakibatkan kerusakan berat pada peralatan atau fasilitas yang digunakan dan/atau
mengakibatkan korban jiwa atau luka serius

Pertolongan Kecelakaan Penerbangan (untuk selanjutnya disebut PKP) adalah unit bagian
dari penanggulangan keadaan darurat.

Alerting post adalah setiap unit/organisasi/instansi yang berperan dan berfungsi sebagai
perantara antara pelapor keadaan darurat dengan BASARNAS/Kantor Pencarian dan
Pertolongan.

Alert phase adalah situasi di mana muncul kekhawatiran mengenai keselamatan pesawat
dan penumpangnya.

BASARNAS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan.

Distress phase adalah situasi di mana diketahui dengan pasti bahwa pesawat dan
penumpangnya berada dalam keadaan darurat dan memerlukan bantuan pertolongan dan
penyelamatan segera.

Emergency phase adalah istilah umum yang merujuk kepada tingkat keadaan darurat yaitu
tingkat meragukan, mengkhawatirkan, dan memerlukan bantuan.
Probability adalah kemungkinan suatu keadaan atau kejadian tidak aman dapat terjadi.
Risk adalah penilaian, yang dinyatakan istilah kemungkinan yang telah diperkirakan
keparahannya, dari akibat ancaman yang diambil dari rujukan dari suatu paling buruk yang
dapat diramalkan.

Risk Management adalah identifikasi, analisis dan eliminasi dan/atau pencegahan pada
suatu tingkat resiko yang dapat diterima yang mengancam kemampuan dari suatu
organisasi.

Severity adalah akibat yang mungkin dari kejadian atau kondisi tidak aman, dengan merujuk
pada situasi paling buruk yang dapat di ramalkan.

Joint Rescue Coordination Centre (JRCC) adalah pusat koordinasi pencarian dan
pertolongan yang bertanggung jawab dalam penanganan kecelakaan pesawat udara.

Temuan Pengawasan adalah temuan yang mengacu pada peraturan pemenuhan perundang-
undangan.

Pengawasan keselamatan (safety oversight) adalah kegiatan otoritas penerbangan sipil


nasional sebagai bagian dari program keselamatan yang dilaksanakan dengan
memperhatikan penerapan sistem manajemen keselamatan dalam rangka memastikan
kebijakan, tujuan, sasaran dan standar keselamatan secara berkelanjutan.

Pilot-in-command adalah pilot yang ditunjuk oleh Badan Usaha Angkutan Udara, yang
bertanggungjawab atas pesawat beserta isinya selama penerbangan. Praktek kerja lapangan
(On

The Job Training (OJT)) adalah pelatihan yang dilakukan di lapangan oleh instruktur yang
berwenang yang bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung dalam lingkungan
kerja pada bidang tugasnya.

Mobil ambulance adalah kendaraan yang dirancang khusus untuk mengangkut dan
memindahkan korban kecelakaan penerbangan.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pengawasan penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada


kecelakaan pesawat udara:
a) Organisasi;
b) Fasilitas;
c) Komunikasi;
d) Pertolongan medis;
e) Dokumentasi.

BAB III
TATA LAKSANA
Alur pengawasan penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan
pesawat udara, yaitu:
a) kegiatan pra pengawasan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) penjadwal program pengawasan;
2) penetapan tim;
3) pemberitahuan kepada BASARNAS;
4) penyiapan dokumen acuan pengawasan / protokol (checklist) mengacu
kepada Peraturan Perundang-undangan;
5) pengarahan ketua tim

b) kegiatan on site pengawasan meliputi kegiatan sebagai berikut:


1) rapat pembukaan
2) pelaksanaan pengawasan
3) penyampaian draft laporan sementara sebagaimana tercantum dalam
lampiran IIA peraturan ini;
4) penyusunan draft rencana tindak lanjut oleh BASARNAS pada kecelakaan
pesawat udara sebagaimana tercantum dalam lampiran II. B peraturan ini;
5) rapat penutupan.

kegiatan pasca pengawasan meliputi kegiatan sebagai berikut:


1) penyampaian laporan akhir pengawasansebagaimana tercantum dalam lampiran II.C
peraturan ini;
2) penyampaian rencana tindak lanjut oleh BASARNAS pada kecelakaan pesawat udara;
3) evaluasi terhadap rencana tindak lanjut
i jika hasil evaluasi dinyatakan perlu untuk menyempurnakan rencana tindak lanjut,
maka Menteri Perhubungan c.q Direktur Jenderal akan menyampaikan rekomendasi
untuk penyempurnaan rencana tindak lanjut tersebut;
ii. BASARNAS pada kecelakaan pesawat udara menyampaikan revisi tindak lanjut
4) dokumentasi dan update pemenuhan rencana tindak lanjut

Sistem Pengklasifikasian Temuan Hasil Pengawasan


a) personel inspektur pencarian dan pertolongan mengklasifikasikan temuan
berdasarkan laporan pengawasan menggunakan metode Safety Risk
Management.
b) metode Safety Risk Management sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
menggunakan safety risk assesment matrixe sebagaimana tercantum dalam
lampiran IIIA peraturan ini.
c) pengisian safety risk assesment matrbc mengacu pada risk severity dan risk
probability.
d) Risk severity dan Risk probability diperoleh berdasarkan tabel 1 dan tabel 2
sebagaimana tercantum dalam lampiran IIIB peraturan ini,

Komponen dan Elemen Sistem Manajemen Keselamatan


Sistem Manajemen Keselamatan terdiri dari 4 (empat) komponen dan 12 (dua belas) elemen
yang merupakan persyaratan minimum dalam implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan.

Kebijakan dan sasaran keselamatan (Safety policy and objectives) yang merupakan
kerangka acuan pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan, yang terdiri dari 5 (lima)
elemen, yaitu:
1. Komitmen dan tanggung jawab manajemen (Management commitment and
responsibility).
a) kebijakan keselamatan harus menggambarkan komitmen organisasi
mengenai keselamatan;
b) mencakup pernyatan yang jelas tentang ketersediaan sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan;
c) mencakup prosedur pelaporan keselamatan;
d) mencakup penjelasan jenis perilaku yang tidak dapat diterima terkait
dengan penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada
kecelakaan pesawat udara serta kondisi dimana tidak akan dilakukan
tindakan pendisiplinan;
e) disahkan oleh penanggung jawab organisasi dalam hal ini Charitas
Palembang;
f) dikomunikasikan pada keseluruhan tim Charitas Hospital;
g) ditinjau secara berkala untuk memastikan relevansi dan kesesuaian
kebijakan keselamatan dengan penyelenggaraan operasi pencarian dan
pertolongan pada kecelakaan pesawat udara

2. Penanggung jawab keselamatan.


Pihak BASARNAS atau Kantor Pencarian Pertolongan harus:
a) menentukan penanggung jawab (the accountable executive) yang memiliki
tanggung jawab dan akuntabilitas atas implementasi dan pemeliharaan
Sistem Manajemen Keselamatan;
b) menjelaskan struktur organisasi keselamatan pada organisasi BASARNAS
atau Kantor pencarian dan pertolongan, termasuk pertanggungjawaban
pejabat atau personel terkait atas keselamatan penyelenggaraan operasi
pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara;
c) menjelaskan tugas, kewenangan dan tanggung jawab seluruh anggota
manajemen sehubungan dengan kinerja keselamatan (safety performance);
d) mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tugas,kewenangan dan
tanggung jawab keselamatan di seluruh organisasi;
e) menetapka npejabat atau personel yang berwenang untuk membuat
keputusan terkait toleransi resiko keselamatan (safety risk tolerability)

3. Penunjukan Personel Inti Keselamatan


BASARNAS atau Kantor Pencarian Pertolongan harus menunjuk pejabat atau
personel yang bertanggung jawab terhadap penerapan dan pelaksanaan Sistem
Manajemen Keselamatan.

4. Koordinasi rencana tanggap darurat (emergency response planning).


BASARNAS atau Kantor Pencarian Pertolongan harus menjamin bahwa
rencana tanggap darurat telah dikoordinasikan dengan baik.

Dokumentasi Sistem Manajemen Keselamatan.


a) BASARNAS atau Kantor pencarian dan pertolongan harus membuat rencana
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan yang menjelaskan langkah-langkah
pendekatan untuk memenuhi sasaran keselamatan organisasi dan rencana penerapan
tersebut harus disahkan oleh pimpinan terkait;
b) b) BASARNAS atau Kantor Pencarian Pertolomgan harus membuat dan
memelihara dokumentasi Sistem Manajemen Keselamatan yang menjelaskan:
i. kebijakan dan sasaran keselamatan;
ii. persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan;
iii. proses dan prosedur Sistem Manajemen Keselamatan;
iv. tugas, kewenangan dan tanggung jawab dalam proses dan prosedur
Sistem Manajemen Keselamatan;
v. keluaran (output) Sistem Manajemen Keselamatan.
c) BASARNAS atau Kantor Pencarian Pertolongan harus membuat dan memelihara
Manual Sistem Manajemen Keselamatan.

Manajemen Resiko Keselamatan (Safety Risk Management)


Manajemen Resiko Keselamatan bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya (hazards),
menilai risiko dan membuat mitigasi yang tepat yang terdiri dari 2 (dua) elemen yaitu :
1. Identifikasi bahaya (Hazard identification)
a. BASARNAS atau Kantor Pencarian Pertolongan harus menyusun dan
mendokumentasikan prosedur serta alur proses identifikasi bahaya (hazards)
yang terkait dengan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat
udara;
b. Identifikasi bahaya (hazard identification) harus dilakukan berdasarkan data
keselamatan yang diperoleh dengan menggunakan metode reaktif, proaktif dan
prediktif.
2. Safety Risk Assesment and Migitation
BASARNAS atau Kantor pencarian dan pertolongan harus menyusun dan
mendokumentasikan prosedur serta alur proses untuk menjamin bahwa dilakukan
analisis penilaian dan pengendalian resiko keselamatan (safety risks) terhadap bahaya
(hazards) yang teridentifikasi.

Jaminan keselamatan (Safety Assurance)


Jaminan keselamatan dicapai melalui pemantauan pemenuhan kesesuaian terhadap
ketentuan / standar internasional dan peraturan perundang-undangan. Jaminan keselamatan
terdiri dari 3 (tiga) elemen yaitu :

1. Pemantauan dan Pengukuran Tingkat Keselamatan (Safety performance monitoring and


measurement)
a) BASARNAS atau Kantor Pencarian dan Pertolongan harus membuat dan
memelihara sarana (tools) untuk memverifikasi kinerja keselamatan dan
memvalidasi tingkat efektifitas pengendalian resiko keselamatan;
b) kinerja keselamatan penyelenggara harus diverifikasi dengan mengacu pada
indikator kinerja keselamatan (safety performance indicators) dan target kinerja
keselamatan (safety performance targets).

2. Manajemen Perubahan (Management of change)


BASARNAS atau Kantor Pencarian dan Pertolongan harus menyusun dan
mendokumentasikan proses sebagai berikut:
a) identifikasi terhadap perubahan yang dapat mempengaruhitingkat risiko
keselamatan di bidang penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan
pada kecelakaan pesawat udara;
b) identifikasi dan pengelolaanresiko keselamatan yang mungkin timbul dar
iperubahan tersebut.
3. Peningkatan yang berkelanjutan (Continuous improvement)
BASARNAS atau Kantor Pencarian dan Pertolongan harus memantau dan menilai
tingkat efektivitas proses SMS guna perbaikan kinerja keseluruhan SMS secara terus
menerus.

4. Promosi keselamatan (Safety Promotion)


Promosi keselamatan mendorong budaya keselamatan yang positif dan menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk pencapaian tujuan keselamatan penyelenggaraan
operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara, dengan
meningkatkan kepedulian dan pelatihan yang diperlukan.
Promosi keselamatan terdiri dari 2 (dua) elemen, yaitu :
1. Pendidikan dan pelatihan
a) BASARNAS atau Kantor Pencarian dan Pertolongan harus menyusun dan
mendokumentasikan program pelatihan keselamatan guna menjamin personel
terlatih dan berkompeten dalam melakukan tugas Sistem Manajemen
Keselamatan;
b) ruang lingkup programpelatihankeselamatan harus sesuai dengan tugas,
wewenang dan tanggung jawabmasingmasing pejabat atau personel terkait
dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan.

2. Forum Komunikasi keselamatan (safety communication)


BASARNAS atau Kantor Pencarian dan Pertolongan harus membuat dan memelihara
sarana untuk mengkomunikasikan keselamatan, guna :
a) memastikan personel memiliki kesadaran (awareness) tentang Sistem
Manajemen Keselamatan sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab
masing- masing dalam BASARNAS pada kecelakaan pesawat udara;
b) menyampaikan informasi keselamatan yang bersifat kritis (safety-critical
information)
c) menjelaskan alasan dilakukannya tindakan keselamatan tertentu;
d) menjelaskan alasan implementasi atau perubahan prosedur keselamatan.

Penyelenggaraan operasi Pencarian dan Pertolongan pada kecelakaan pesawat udara


1. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara membuat perjanjian kesepakatan
dengan Badan SAR Nasional dalam penyelenggaraan operasi pencarian
dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udar asesuai dengan ketentuan
dalam regulasi serta ICAO Annex 12 di dalam Search and Rescue Region
(SRR) Indonesia.
2. Badan SAR Nasional secara sendiri atau bekerjasama dengan potensi
pencarian dan pertolongan di dalam negeri maupun bekerjasama dengan
Negara lain, membentuk dan menyediakan jasa pencarian dan
pertolongan di dalam wilayah tanggung jawab SAR Indonesia untuk
menjamin ketersediaan bantuan yang diberikan kepada orang-orang yang
berada dalam keadaan darurat. Layanan tersebut diberikan 24 jam secara
terus menerus.
3. Untuk memberikan pelayanan pada wilayah laut lepas atau wilayah yang
tidak termasuk dalam teri tori Negara manapun, maka tim pencarian dan
pertolongan akan dibentuk berdasarkan perjanjian regional.
4. Unsur-unsur dasar pelayanan pencarian dan pertolongan harus mencakup
kerangka hukum, penanggung jawab, sumber daya yang terorganisasi,
fasilitas komunikasi dan personel yang terampil dalam fungsi koordinasi
dan operasional di bidang pencarian dan pertolongan.
5. Badan SAR Nasional meningkatkan penyediaan layanan, termasuk aspek
perencanaan dan pelatihan, baik di dalam negeri maupun luar negeri
dengan perjanjian kerjasama internasional,
6. Dalam memberikan bantuan kepada pesawat yang berada dalam keadaan
darurat, Badan SAR Nasional tidak membedakan kebangsaan,
kewarganegaraan maupun status korban.
7. Badan SAR Nasionalbertanggung jawab menyediakan pelayanan jasa
pencarian dan pertolongan, unit pencarian dan pertolongan, dan fasilitas
lain yang tersedia untuk membantu setiap pesawat udara atau penumpang
yang berada dalam keadaan darurat.
8. Badan SAR Nasionalharus mengkoordinasikan pemberdayaan setiap
potensi pencarian dan pertolongan untuk keperluan pencarian dan
pertolongan.
9. Badan SAR Nasional merupakan Indonesian Rescue Coordination Centre
dan Kantor Pencarian dan Pertolongan yang merupakan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) sebagai Rescue Sub Centre.

Wilayah Tanggung Jawab SAR


1. Penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat
udara dilaksanakan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat
udara dapat dilaksanakan diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
batas wilayah tanggung jawab pencarian dan pertolongan di laut (Maritime SAR
Region) yang termasuk didalamnya wilayah laut lepas (over high
seas)berdasarkan perjanjian hukum internasional yaitu Regional Air Navigation
agreement dan/atau perjanjian antar negara.

Kantor Pencarian dan Pertolongan (Rescue Sub Centre).


1. Kantor Pencarian dan Pertolongan (Rescue Sub Centre)wajib menugaskan
personel yang terlatih denganmenggunakan bahasa komunikasi
radiotelephom/dalam bahasa Inggris.
2. Kantor Pencarian dan Pertolongan (Rescue Sub Centre) memperoleh informasi
pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara dari unit pelayanan
lalu lintas penerbangan

Komunikasi SAR
Badan SAR Nasional harus mempunyai sarana komunikasi dua arah yang cepat dan
handal yang dapat digunakan untuk berkomunikasi sekurang-kurangnya dengan:
a. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan;
b. Kantor Otoritas Bandar Udara;
c. Unit Penyelenggara Bandar Udara;
d. Penyelenggara Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika;
e. Penyelenggara rumah sakit;
f. RCC negara lain;
g. Cospas Sarsat Mission Control Center negara lain yang melayani wilayah
tanggung jawab SAR-nya.

Unit pencarian dan pertolongan (SAR Unit (SRU))


1. Operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara harus
dilakukan oleh SDM yang mempunyai keahlian dan/ atau standar kompetensi
dibidang pencarian dan pertolongan.
2. Unit pencarian dan pertolongan terdiri atas petugas pencarian dan pertolongan
yang dilengkapi dengan sarana yang sesuai untukmelaksanakan pencarian dan
pertolongan.
3. Badan SAR Nasional berwenang untuk mengerahkan dan mengendalikan potensi
pencarian dan pertolongan yang tergabung dalam unit pencarian dan
pertolongan dalam pelaksanaan pencarian dan pertolongan pada kecelakaan
pesawat udara.
4. Setiap orang yang memiliki kompetensi pencarian dan pertolongan wajib
memenuhi dan membantu dalam pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan
pada kecelakaan pesawat udara atas permintaan Badan SAR Nasional.

Sarana Pencarian Dan Pertolongan


1. Unit pencarian dan pertolongan harus dilengkapi dengan sarana berupa peralatan
yang dipergunakan dalam penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan
pada kecelakaan pesawat udara.
2. Sarana yang dipergunakan dalam penyelenggaraan operasi pencarian dan
pertolongan pada kecelakaan pesawat udara meliputi:
a. Sarana komunikasi dua arah yang cepat dan handal untuk berkomunikasi
dengan fasilitas pencarian dan pertolongan yang lain yang terlibat dalam
operasi pencarian dan pertolongan yang sama.
b. Perangkat deteksi dini dengan sistem Cospas-Sarsat untuk mendeteksi
sinyal Emergency Locator Transmitter (ELT) melalui Local User
Terminal yang terletak di kantor pusat Badan SAR Nasional.
c. Setiap pesawat udara (search and rescue aircraft) ysng akan digunakan
untuk pencarian dan pertolongan harus dilengkapi dengan perangkat
"homing" untuk mendeteksi Emergency Locator Transmitter (ELT).
d. Setiap pesawat udara (search and rescue aircraft)yang digunakan untuk
pencarian dan pertolonganharus dilengkapi dengan sarana komunikasi
yang dapat digunakan berkomunikasi pada frekuensi-frekuensi darurat
penerbangan dan serta pada frekuensi-frekuensi yang lain di lokasi
kecelakaan
e. Setiap pesawat udara {search and rescue aircraft) yang digunakan untuk
pencarian dan pertolongandi wilayah lautan harus dilengkapi dengan alat
komunikasi yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan kapal
(vessel)
f. Setiap pesawat udara (search and rescue aircraft) yang digunakan untuk
pencarian dan pertolonganyang digunakan di wilayah tanggung jawab
pencarian dan pertolongan di laut (Maritime SAR Region) harus
membawa salinan Kode Sinyal Internasional.
g. Setiap pesawat udara (search and rescue aircraft) yang digunakan untuk
pencarian dan pertolongan wajib membawa peralatan untuk
menerjunkan bantuan bagi korban kecuali diketahui bahwa persediaan
perbekalan bagi korban melalui udara tidak diperlukan.
h. Badan SAR Nasional harus menyediakan perlengkapan untuk dapat
bertahan hidup yang dikemas dan dapat diterjunkan dari pesawat udara
(search and rescue aircraft) di lokasi atau tempat kecelakaan pesawat
udara berada.

KERJASAMA
Kerjasama Antar Negara
1. Badan SAR Nasional harus melaksanakan kerja sama dengan potensi SAR
baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
2. Badan SAR Nasionalberkoordinasidengan RCC Negara lain dalam rangka
penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan yang meliputi:
a. permintaan bantuan antar RCC;
b. kemudahan akses termasuk keimigrasian, kepabeanan, ke
karantinaan, persetujuan keamanan, persetujuan diplomatik,
persetujuan terbang dan/atau persetujuan berlayar;
c. Prosedur koordinasi bersama.
3. Badan SAR Nasionalmengembangkan rencana dan prosedur pencarian dan
pertolongan untuk memudahkan koordinasi operasi SAR dengan Negara
tetangga.
4. Badan SAR Nasional dapat mengizinkan SAR unit Negara lain untuk
memasuki wilayah kedaulatan RI dengan tujuan mencari lokasi kecelakaan
pesawat udara guna mencari, menolong, mengevakuasi dan menyelamatkan
korban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
5. Badan SAR Nasional akan menugaskan unit pencarian dan pertolongan
memasuki wilayah kedaulatan Negara lain untuk tujuan operasi pencarian dan
pertolongan, maka Badan SAR Nasionalmengirimkan permohonan, kepada
RCC Negara bersangkutan.
6. Dalam hal Badan SAR Nasional menerima permohonan operasi pencarian dan
pertolongan unit negara lain untuk melakukan kegiatan pencarian dan
pertolongan, Badan SAR Nasionalsegera menjelaskan persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan kegiatan operasi pencarian dan
pertolongan di wilayah Indonesia dan secepatnya memberitahukan
permohonan telah diterima kepada Negara pemohon.
7. Badan SAR Nasional memberikan kemudahan akses kepada unit pencarian
dan pertolongan negara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Badan SAR Nasional dapat membuat perjanjian dengan Negara-negara
tetangga untuk memperkuat kerjasama, koordinasi operasi pencarian dan
pertolongan, dan untuk kemudahan akses masuk ke wilayah kedaulatan negara
lainnya.
9. Badan SAR Nasional dapat memberi kewenangan kepada Kantor Pencarian
dan Pertolongan untuk meminta dan/atau memberikan bantuan dari Kantor
Pencarian dan Pertolonganlain jika dibutuhkan, seperti pesawat udara, kapal,
personel atau peralatan yang mungkin diperlukan;
10. Badan SAR Nasional harus membuat pengaturan untuk latihan (SAR exercise)
operasi pencarian dan pertolongan bersama yang melibatkan unit pencarian
dan pertolongandan Badan usaha Angkutan Udara negara lain, untuk
meningkatkan efisiensi di bidang pencarian dan pertolongan.
11. Badan SAR Nasional harus membuat pengaturan untuk kunjungan personel
Badan SAR Nasional secara periodik ke RCC negara tetangga dalam rangka
meningkatkan kerjasama operasi pencarian dan pertolongan.

Kerjasama dengan instansi/ organisasi lainnya


1. Badan SAR Nasional mengkoordinir semua pesawat udara, kapal, instansi/
organisasi dalam negeri dan fasilitas yang bukan bagian dari organisasi pencarian
dan pertolongan untuk bekerja sama dalam upaya-upaya pencarian dan pertolongan
kecelakaan pesawat udara.
2. Badan SAR Nasional harus melakukan koordinasi dengan otoritas penerbangan dan
otoritas pelayaran untuk menjamin pemberian pelayanan operasi pencarian dan
pertolongan secara efektif dan efisien,
3. Badan SAR Nasional dapat berkoordinasi dan bekerjasama dengan komite nasional
yang membidangi investigasi kecelakaan pesawat udara. 4. Badan SAR Nasional
berkoordinasi dengan otoritas yang berwenang dalam penanganan lebih lanjut
korban kecelakaan.
4. Badan SAR Nasional harus membentuk Mission Control Centre untuk penerimaan
data kecelakaan dari Cospas Sarsat

Penyebarluasan Informasi
1. Badan SAR Nasionalharus menyampaikan informasi yang terkait kecelakaan
pesawat udara kepada tim pencarian dan pertolongan negara lain yang akan
memasuki wilayah teritorial Indonesia dalam rangka operasi pencarian dan
pertolongan.
2. Badan SAR Nasionaldapatmeny ampaikan informasi kepada masyarakat umum
terkaitdengan tindakan yang harus diambil apabilaterdapat pesawat udara
mengalami keadaan darurat.
TINDAKAN-TINDAKAN PERSIAPAN
Persiapan informasi
1. Setiap kantor Pencarian dan Pertolongan harus memiliki informasi yang
terkini mengenai hal-hal terkait dengan wilayah tanggung jawabnya sebagai
berikut :
a. unit pencarian dan pertolongan, pos SAR dan alerting post;
b. unit pelayanan lalu lintas penerbangan
c. alat komunikasi yang dapat digunakan dalam operasi pencarian dan
pertolongan;
d. alamat dan nomor telepon dari semua Badan Usaha Angkutan Udara,
atau perwakilan yang ditunjuk;
e. potensi pencarian dan pertolongan termasuk fasilitas kesehatan dan
transportasi yang digunakan dalam operasi pencarian dan
pertolongan.
2. Setiap kantor Pencarian dan Pertolongan harus memiliki informasi untuk
operasi pencarian dan pertolongan sebagai berikut:
a. lokasi, nama panggilan, jam siaga, dan frekuensi semua stasiun radio
yang dibutuhkan dalam mendukung operasi pencarian dan
pertolongan;
b. lokasi dan jam siaga stasiun radio dan frekuensi yang digunakan;
c. lokasi dimana pasokan peralatan dan perbekalan darurat untuk
bertahan hidup disimpan;
d. objek yang tampak sebagai reruntuhan pesawat udara, jika dilihat dari
udara.
3. Setiap kantor Pencarian dan Pertolongan yang wilayah tanggung jawabnya
meliputi daerah lautan wajib memiliki akses informasi tentang posisi, arah
dan kecepatan kapal yang berada dalam wilayah tanggung jawabnya yang
mungkin dapat memberikan bantuan kepada pesawat udara yang mengalami
keadaan darurat dan informasi tentang bagaimana cara menghubungi kapal
dimaksud.

Rencana Operasi
1. Setiap kantor Pencarian dan Pertolongan harus mempersiapkan rencana
operasi untuk melaksanakan operasi pencarian dan pertolongan di dalam
wilayah tanggung jawabnya.
2. Rencana operasi pencarian dan pertolongan dapat dikembangkan bersama-
sama potensi pencarian dan pertolongan yang dapat membantu dalam
memberikan operasi pencarian dan pertolongan,
3. Rencana operasi pencarian dan pertolongan harus memuat prosedur dan
ketentuan dalam hal pemberian bantuan dan pengisian bahan bakar, pesawat
udara, kapal dan kendaraan yang digunakan dalam operasi pencarian dan
pertolongan, termasuk yang disediakan oleh negara lain.
4. Rencana operasi pencarian dan pertolongan harus memuat tindakan sebagai
berikut:
a. tata cara operasi pencarian dan pertolongan yang dilaksanakan;
b. penggunaan sistem dan fasilitas komunikasi yang tersedia;
c. tindakan yang harus diambil bersama-sama dengan kantor pencarian
dan pertolongan lain;
d. metode menyiagakan pesawat dan kapal-kapal yang sedang melintas
di wilayah tersebut;
e. hak dan kewajiban personel yang ditugaskan dalam operasi pencarian
dan pertolongan;
f. kemungkinan penarikan kembali peralatan yang dipergunakan karena
faktor cuaca atau faktor lainnya;
g. metode untuk memperoleh informasi penting yang terkait operasi
pencarian dan pertolongan, seperti laporan dan prakiraan cuaca,
NOTAM dan informasi terkait lainnya;
h. metode untuk mendapatkan bantuan dari kantor pencarian dan
pertolonganlain, seperti bantuan pesawat udara(search and rescue
aircraft), kapal, personel atau peralatan;
i. metode untuk membantu pesawat yang mengalami keadaan darurat
yang akan mendarat di laut agar menuju lokasi kapal terdekat;
j. metode untuk membantu tim pencarian dan pertolongan atau pesawat
udara (search and rescue aircraft) agarmenuju pesawat yang
mengalami keadaan darurat.
k. bekerjasama dengan unit pelayanan lalu lintas penerbangan dan
otoritas lain terkait untuk membantu pesawat udara yang diketahui
atau diyakini mengalami tindakan pelanggaran hukum.
5. Rencana operasi pencarian dan pertolongan harus diintegrasikan dengan
rencana tanggap darurat bandar udara untuk menyediakan layanan pencarian
dan pertolongan di wilayah sekitar bandar udara.

Unit Pencarian dan Pertolongan (SAR Unit (SRU))


1. Setiap unit pencarian dan pertolongan wajib:
a. mengetahui secara pasti semua bagian dari rencana operasi yang
ditetapkan dalam.
b. menginformasikan kesiap-siagaannya kepada kantor pencarian dan
pertolongan.
2. Badan SAR Nasional wajib:
a. mempertahankan kesiapan jumlah fasilitas pencarian dan pertolongan
yang diperlukan
b. mempertahankan ketersediaan perbekalan makanan, perlengkapan
medis, perangkat signal dan perlengkapan pencarian dan pertolongan
lain.

Pendidikan dan Pelatihan


Badan SAR Nasional memberikan pelatihan pencarian dan pertolongan rutin kepada para
personel dan melaksanakan latihan pencarian dan pertolongan (SAR exercise).

PROSEDUR OPERASI
Informasi mengenai keadaan darurat
1. Organisasi atau masyarakat yang mengetahui adanya pesawat udara yang
mengalami keadaan darurat harus segera melapor dan menyampaikan
informasi yang dimiliki kepada Badan SAR Nasional atau Kantor
pencarian dan pertolongan untuk tindakan penyelamatan.
2. Setelah menerima informasi tentang pesawat udara yang berada dalam
keadaan darurat, Badan SAR Nasionalatau Kantor pencarian dan
pertolonganakan segera mengevaluasi seluruh informasi yang diterima
dan menilai sejauh mana operasi pencarian dan pertolongan perlu
dilakukan.
3. Jika informasi mengenai pesawat udara yang berada dalam keadaan
darurat diterima dari sumber lain selain unit pelayanan lalu lintas
penerbangan, maka Badan SAR Nasional atau Kantor pencarian dan
pertolonganharus menetapkan jenis tingkat keadaan daruratnya dan
menjalankan prosedur yang tepat sesuai dengan jenis tingkat keadaan
darurat tersebut.

Prosedur yang Dilakukan oleh Badan SAR Nasional atau Kantor Pencarian dan Pertolongan
dalam Tingkat Keadaan Darurat
a) Uncertainty phase (INSERFA) Dalam tahap ini, Badan SAR Nasional
atau Kantor pencarian dan pertolongan harus bekerja sama penuh
dengan unit pelayanan lalu lintas penerbangan dan instansi-instansi
lain lain yang terkait agar laporan-laporan yang masuk dapat segera
dievaluasi.
b) Alert Phase (ALERFA) Dalam tahap ini, Badan SAR Nasionalatau
Kantor pencarian dan pertolonganharus segera menyiagakan unit
pencarian dan pertolongan dan melakukan tindak awal yang
diperlukan.
c) Distress Phase (DETRESFA) Dalam tahap ini, Badan SAR Nasional
atau Kantor pencarian dan pertolongan harus :
a. secepatnyamelaksanakan tindak awal dengan mengerahkan
unit pencarian dan pertolongansesuai dengan rencana
operasi yang telah disusun;
b. memastikan posisipesawat udara, memperkirakan tingkat
ketepatan posisi pesawat dan, atas dasar informasi tersebut,
menentukan sejauh mana area pencarian yang akan dicari;
c. jika perlu memberitahu Badan Usaha Angkutan Udara, dan
memberitahukan perkembangan informasi operasi
pencarian dan pertolongan kepada Badan Usaha Angkutan
Udara;
d. memberitahukan kepada Kantor pencarian dan
pertolonganlain, bantuan yang mungkin diperlukan, atau
yang mungkin akan terlibat dalam operasi pencarian dan
pertolongan;
e. memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas
penerbangan terkait, jika informasi keadaan darurat
diterima dari sumber lain;
f. menyampaikan permintaan kepada pesawat udara, kapal,
stasiun radio pantai dan unit layanan lainnya yang dapat
membantu pelaksanaan operasi pencarian dan
pertolonganpada kesempatan pertama,namun tidak secara
khusus termasuk dalam rencana operasi;
g. Secara terus-menerus memantau kondisi pesawat udara
yang mengalami keadaan darurat melaluiperangkat radio
darurat atau emergency locator transmitter (ELT);
h. memberikan bantuan kepada pesawat udara yang
mengalami keadaan darurat dan memberitahukan kantor
pencarian dan pertolongan lain mengenai perkembangan
operasi pencarian dan pertolongan yang dilakukan;
i. menyusun secara rinci rencana operasi dan
mengkoordinasikan rencana operasi tersebut kepada
pihakpihak lain yang membantu pelaksanaan operasi
pencarian dan pertolongan;
j. bila perlu mengubah rencana operasi sesuai dengan
keadaan yang berkembang;
k. memberitahukan kepada instansi yang berwenang dalam
penyelidikan kecelakaan pesawat
l. memberitahukan kepada negara tempat pesawat udara
terdaftar.

Tindakan awal operasi pencarian dan pertolongan terkait dengan pesawat udara yang
posisinya tidak diketahui.
Dalam hal telah dinyatakan tingkat keadaan darurat terhadap pesawat udara yang posisinya
tidak diketahui dan mungkin berada di dalam salah satu dari dua atau lebih wilayah
tanggung jawab SAR, maka harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) apabila Badan SAR Nasional atau Kantor pencarian dan pertolongan
mendapat informasi tentang adanya keadaan darurat dan belum ada informasi
mengenai tindakan yang dilakukan RCC Negara lain, maka Badan SAR
Nasional atau Kantor pencarian dan pertolongan harus melakukan tindakan-
tindakan berkoordinasi dengan RCC Negara lain untuk segera menunjuk
salah satu RCC yang akan bertanggung jawab.
b) apabila belum ada kesepakatan bersama antar RCC yang bersangkutan, maka
Badan SAR Nasional harus mengkoordinasikan pelaksanaan operasi
pencarian dan pertolongan terkait dengan:
(i) posisi terakhir pesawat udara dilaporkan, atau
(ii) lokasi tujuan pesawat udara yang berada di garis yang
memisahkan dua wilayah tanggung jawab SAR; atau
(iii) wilayah yang akan dituju oleh pesawat udara jika pesawat itu
tidak dilengkapi dengan perangkat radio yangmemadai atau
secara hukum tidak wajib melakukankomunikasi radio; atau
(iv) wilayah dimana lokasi kecelakaan telah dideteksi oleh sistem
satelit Cospas Sarsat
c). Setelah dinyatakan tingkat keadaan darurat, maka Badan SAR Nasional atau
kantor pencarian dan pertolongan berkoordinasi dengan potensi pencarian dan
pertolongan.
5. Badan SAR Nasional atau Kantor pencarian dan pertolongan harus memberitahukan
kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan terkait dengan tindak awal operasi pencarian
dan pertolongan yang sedang atau telah dilakukan kepada pilot in command pesawat udara
lainyang melintas di sekitar wilayah tersebut.

Prosedur Pencarian dan Pertolongan Yang Mencakup Lebih dari Satu Negara
Dalam hal operasi pencarian dan pertolongan mencakup lebih dari satu Negara maka
prosedur untuk melaksanakan operasi pencarian dan pertolongan dilaksanakan sesuai
dengan rencana operasi yang ditentukan oleh RCC diwilayah tersebut.

Komandan Lapangan (On Scene Commander)


Komandan lapangan harus melaksanakan operasi pencarian dan pertolongan dengan:
a) memberikan instruksi dan arahan kepada unit di bawahnya dan
menginformasikan instruksi tersebut kepada Badan SAR Nasional atau kantor
pencarian dan pertolongan; dan
b) secara terus-menerus menyampaikan perkembangan operasi pencarian dan
pertolongan kepada Badan SAR Nasional atau kantor pencarian dan
pertolongan.

Pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara


1. Pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan dilaksanakan dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
2. Jangka waktu pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan dapat
diperpanjang dan/atau di buka kembali apabila:
a. terdapat informasi baru dan/atau tanda tanda mengenai indikasi
ditemukan lokasi atau korban kecelakaan pesawat udara;
b. terdapat permintaan dari perusahaan atau pemilik pesawat udara;
c. terdapat perkembangan baru berdasarkan evaluasi koordinator misi
pencarian dan pertolongan terhadap pelaksanaan operasi pencarian dan
pertolongan.

Prosedur di Lokasi Kecelakaan Pesawat Udara


1. Jika terdapat banyak sarana pencarian dan pertolongan yang terlibat dalam operasi
di lokasi kecelakaan pesawat udara, maka Badan SAR Nasional atau kantor
pencarian dan pertolongan harus mengkoordinasikan seluruh tindakan untuk
menjamin keamanan dan efektivitas operasi pencarian dan pertolongan, dengan
memperhatikan kemampuan dan persyaratan operasional sarana pencarian dan
pertolongan.
2. Jika pilot in command mengetahui adanya pesawat udara lainberada dalamkeadaan
darurat, maka wajib melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. mengawasipesawat udara yang berada dalam keadaan darurat;
b. melaporkan kepada personel pemandu lalu lintas penerbangan (Air Traffic
Controller) atau Badan SAR Nasional atau kantor Badan SAR Nasional atau
kantor pencarian dan pertolongan melalui peralatan komunikasi dengan
menyampaikan informasi sebagai berikut :
i. jenis pesawat udara yang mengalami kecelakaan
besertaidentifikasi dan kondisinya;
ii. posisi pesawat udara, dinyatakan dalam koordinat geografisatau
grid atau dalam jarak yang sesuai, atau dari bantuanradio navigasi;
iii. waktukejadian dinyatakan dalam jam dan menitdalam Coordinated
Universal Time (UTC);
iv. jumlah korban yang dilihat;
v. kondisi cuaca lokasi kecelakaan;
vi. kondisi fisik korban yang selamat;
vii. rute akses ke lokasi kecelakaan.
c. Melakukan tindakan seperti yang diinstruksikan oleh unit pelayanan lalu lintas
penerbangan atau Badan SAR Nasional atau kantor pencarian dan pertolongan.
3. Jika pesawat udara pertama yang tiba di lokasi kecelakaan bukan pesawat udara
(search and rescue aircraft) yang akan digunakan untuk pencarian dan pertolongan,
maka pesawat udara tersebut harus mengambil alih kendali dilokasi kecelakaan
sampai pesawat udara (search and rescue aircraft) tiba di lokasi. Jika pesawat udara
tersebut tidak mampu berkomunikasi dengan Badan SAR Nasional atau kantor
pencarian dan pertolongan atau dengan pusat atau unit pelayanan lalu lintas
penerbangan maka kendali akan diserahkan kepada pesawat udara lain yang mampu
sampai tibanya pesawat yang udara (search and rescue aircraft) berdasarkan
kesepakatan bersama.
4. Bila pesawat udara perlu menyampaikan informasi kepada korban atau unit
pertolongan di darat, sedangkan komunikasi dua arah tidak dapat dilakukan, maka
dapat dilaksanakan dropping peralatan komunikasi yang akan digunakan untuk
kontak langsung atau menyampaikan informasi dengan pesan tertulis.
5. Jika sinyal darat telah diberikan, maka pesawat udara harus menunjukkan sinyal
tersebut sudah dipahami atau belum sebagaimana diatur dalam butir 4 atau dapat
dilakukan dengan membuat sinyal visual.
6. Jika pesawat udara perlu menuju langsung ke pesawat udara yang berada di lokasi
kecelakaan maka pesawat udara tersebut harus melakukannya dengan
memberitahukan kedatangannya dengan cara apapun.Jika tidak ada radio
komunikasi yang dapat digunakan, pesawat udara harus membuat sinyal visual.

Prosedure untuk pilot in command yang menerima berita kecelakaan


Pilot in Command pada saat menerima berita kecelakaan melaksanakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a) melaporkan transmisi berita kecelakaan itu;
b) mencatat posisi transmisi berita kecelakaan jika diberikan;
c) mencari asal arah transmisi;
d) menginformasikan kepada Badan SAR Nasional atau Kantor Pencarian dan
pertolongan atau unit pelayanan lalu lintas penerbangan mengenai transmisi berita
kecelakaan dan menyampaikan semua informasi yang tersedia, dan
e) Pilot bertindak sebagai pengambil keputusan sambil menunggu instruksi dan menuju
ke posisi lokasi kecelakaan yang diberikan dalam transmisi.

Sinyal Pencarian dan Pertolongan


1. Sinyal visual Udara ke darat dan darat ke udara sebagaimana terlampir pada lampiran VI
peraturan ini. Sinyal tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan dan
tidak boleh menggunakan sinyal visual lain.
2. Pesawat udara lain yang melihat sinyal sebagaimana tercantum dalam lampiran VI
peraturan ini harus mengambil tindakan yang diperlukan.

Evakuasi Korban Kecelakaan Pesawat Udara

Penjelasan umum tentang pertolongan korban


Personel PKP ( Pertolongan Kecelakaan Pesawat) harus memiliki ketrampilan teknik
pertolongan
Sebagaimana diketahui bahwa tugas utama PKP-PK adalah menyelamatkan jiwa
manusia sebagai korban kecelakaan pesawat udara dan gedung fasilitas bandar udara.
Oleh sebab itu sudah semestinya personel PKP-PK harus dibekali ketrampilan teknik
pertolongan korban;
Korban kecelakaan pesawat udara
Penumpang pesawat udara dan orang- orang yang bukan penumpang pesawat udara tetapi
turut serta mengalami luka dan cedera ataupun meninggal dunia akibat kecelakaan peswat
udara merupakan korban kecelakaan pesawat udara. Oleh sebab itu personel PKP dalam
pelaksanaan tugas pertolongan tidak memilih antara penumpang dengan bukan
penumpang dan yang paling penting to save lives ( menyelamatkan jiwa manusia) sesuai
PKPS bagian 139 sebagai dasar hukum tentang pelayanan PK.

Evakuasi Korban Kecelakaan Pesawat Udara

Penjelasan umum tentang pertolongan korban


Personel PKP harus memiliki ketrampilan teknik pertolongan
Sebagaimana diketahui bahwa tugas utama PKP-PK adalah menyelamatkan jiwa
manusia sebagai korban kecelakaan pesawat udara dan gedung fasilitas bandar
udara. Oleh sebab itu sudah semestinya personel PKP-PK harus dibekali
ketrampilan teknik pertolongan korban;
Korban kecelakaan pesawat udara
Penumpang pesawat udara dan orang-orang yang bukan penumpang pesawat udara
tetapi turut serta mengalami luka dan cedera ataupun meninggal dunia akibat
kecelakaan pesawat udara merupakan korban kecelakaan pesawat udara. Oleh
sebab itu, personel PKP-PK dalam pelaksanaan tugas pertolongan tidak memilih
antara penumpang dengan bukan penumpang dan yang paling penting to save lives
(menyelamatkan jiwa manusia) sesuai PKPS bagian 139 sebagai dasar hukum
tentang pelayanan PKP- PK;

Kriteria pengetahuan tentang ketrampilan pertolongan


Jenis angkutan korban (type of fireman carry)
a. Angkutan perorangan adalah jenis angkutan yang dapat dilaksanakan
oleh satu orang penolong;
b. Jenis angkutan perorangan
1) Assist to walk (bantu untuk berjalan)
a) Cara ini digunakan apabila korban tidak luka yang serius dan masih
sadar, ataupun korban hanya luka ringan pada kaki atau paha dan tidak
perlu diangkat dan dibawa;
b) Caranya dengan meletakkan tangan dilingkarkan pada bahu dan
tahan korban dengan memegang di sekita badannyadan tangan
penolong yang satu lagi memegang tangan korban pada leher dan
bahu penolong. Biarkan tumpuan beratnya diatas penolong dan
dapat dilakukan oleh satu orang dan dua orang penolong;
Biarkan tumpuan beratnya diatas penolong dan dapat dilakukan
oleh satu orang dan dua orang penolong;
2) Craddle in arms (arm carry) seperti membuat ayunan;
a) Cara angkuban ini sangat efektif untuk anak-anak dan orang dewasa
yang bertubuh kecil dan tidak praktis untuk orang dewasa yang
pingsan;
b) Caranya dengan menempatkan satu tangan penolong di bawah tangan
korban dan menyilang ke belakang Tahan punggung korban dan
tangan penolong yang satu lagi memegang kaki korban di bawah lutut
dan korban diangkat/digendong;
3) Pack strap carry (tahan dan ambil)
a) Sangat berguna untukmembawa korban pingsan ;
b) Ada dua cara dalam angkutan ini :
- Dengan menggunakan tangan baringkan korban dan penolong
berlutut di sebelah korban. Pegang dan genggam tangan kedua
tangan korban melingkar mengelilingi leher penolong dan posisi
korban di atas punggung penolong dan berjalanlah dengan
merangkak/menjongkok;
- Dengan menggunakan tali letakkan tali di sekitar bawah leher dan
tangan, setelah itu penolong berlutut di sebelah korbandan genggam
kedua tangan korban dan lingkarkan di atas leher dan bawa korban
dengan posisi merangkak/jongkok;
4) Fireman carry/fireman lift
a) Angkutan ini boleh dilakukan terhadap korban dalam keadaan sadar
ataupun pingsan;
b) Caranya baringkan dahulu korban, terus diangkat dengan cara
menahan punggungnya, setelah korban dalam keadaan berdiri, pegang
tangannya (salah satu tangannya) serta ditahan, lalu penolong
memasukkan pundaknya diselangkangan korban dan setelah itu posisi
penolong mantap untuk mengangkat korban; Setelah itu baru korban
diangkat dengan tumpuan angkutan pada kedua kaki penolong bukan
pada punggung;
5) One man drag (incline drag)
a) Korban ditahan dari belakang dan diseret;
b) Cara ini sangat berguna untuk menggerakkan korban pingsan dan
sangat cepat untuk membawa korban turun atau mendaki;
c) Caranya dengan membaringkan korban, penolong jongkok di atas
kepala korban dan memasukkan tangannya di bawah tangan korban
dan menyilangkan ke dada korban serta genggam pergelangan tangan
korban dan angkat ke posisi berdiri lalu korban diseret;
6) Fireman drag / Crowling step (rangkak buaya)
a) Sangat efektif dilaksanakan pada lokasi yang sempit, dimana kita
tidak memungkinkan berdiri ataupun sangat efektif di ruangan berasap
dan dapat digunakan untuk mengangkut orang sadar atau pingsan
b) Caranya penolong mengikat kedua tangan korban dengan tali, sapu
tangan atau alat pengikat lainnya. Letakkan korban pada posisi
berbaring atau terlentang. Setelah itu masukkan kedua tangan korban
yang sudah diikat ke atas leher penolong (kalungkan melingkar) dan
lalu korban diseret dengan merangkak dengan posisi penolong di atas
korban;
7) Blanket drag (menyeret korban dengan menggunakan selimut)
a) Sangat efektif untuk mengangkut korban baik sadar atau pingsan;
b) Caranya dengan meletakkan korban terlentang di atas selimut dan
sejenisnya. Lalu korban diseret dan cara ini sangat mudah dan dapat
dilakukan dengan seorang penolong
8) Clothes drag (menyeret korban dengan menggunakan bajunya)
a) Dapat dilakukan untuk mengangkut korban baik sadar atau pingsan
dan ruangan berasap;
b) Caranya dengan korban ditelentangkan, lalu penolong jongkok di atas
kepala korban dan penolong memegang baju korban pada bagian
pundak, lalu korban diseret;
9) Carrying astride back (piggy back)
a) Digunakan untuk mengangkut korban sadar atau lemas;
b) Caranya dengan menggendong korban dan tangan korban disilang di
dada penolong. Tangan penolong juga memegang tangan korban dan
menahan paha korban;
c. Angkutan beregu adalah suatu jenis angkutan yang dilakukan lebih dari satu
orang penolong dan meliputi :
1) Two man seat carry / two handed chair
a) Dua tangan membuat seperti kursi;
b) Dilakukan untuk mengangkat korban sadar atau lemas;
c) Dengan cara 2 orang penolong berlutut membuat kedua tangan
masing-masing penolong berpegang untuk membuat kursi, yang satu
membuat sandaran dan satu lagi membuat tempat duduk. Setelah itu
korban didudukkan dan diangkut dengan posisi kedua tangan korban
merangkul leher penolong;
2) Three handed chair
a) Tiga tangan membuat seperti kursi;
Dengan cara kedua penolong membentuk tangan seperti kursi, satu
orang penolong menggunakan kedua tangannya untuk tumpuan tempat
duduk korban dan penolong yang lsatu lagi meletakkan salah satu
tangannya untuk menunjang kedua tangan penolong yang lain untuk
membuat tempat duduk korban dan tangan penolong yang satu lagi
digunakan untuk memegang kaki korban. Setelah itu dua orang
penolong tersebut jongkok untuk mendudukkan korban pada
tangannya, lalu korban diangkat bersama sama;
3) Four handed chair
a) Empat tangan membuat seperti kursi;
b) Dengan cara kedua penolong membentuk tangan seperti kursi, dengan
melipat salah satu tangannya, dan tumpangkan pada siku tangan yang
lain, setelah itu dihubungkan sehingga membentuk seperti kursi , lalu
kedua penolong tersebut jongkok untuk mengangkat korbannya;
4) Chair carry
a) Mengangkat korban dengan menggunakan kursi;
b) Digunakan untuk korban sadar atau pingsan dan sangat efektif untuk
mengangkut korban patah tulang paha jika tidak ada tandu;
c) Dengan cara seorang penolong meletakkan kursi di samping korban,
setelah itu bersama-sama mengangkat korban dan diletakkan di kursi
yang tersedia;
d) Cara mengangkatnya penolong yang berada di depan mengangkat kaki
kursi depan ke atas pinggulnya dan penolong yang belakang
mengangkat sandaran kursi dengan posisi korban lebih kurang 45%
sudutnya;
5) Extremities carry (angkutan cina becak)
a) Digunakan mengangkut korban sadar atau pingsan dan tidak
dibenarkan cara ini untuk mengangkut korban patah tulang;
Dengan cara salah satu penolong mengangkat kedua tangan korban
dan yang satu lagi memasukkan kedua tangannya melingkar di atas
dada korban dengan menggengam kedua pergelangan tangan korban.
Penolong yang satu lagi memasukkan kedua tangannya pada posisi
kaki / paha korban dan secara bersama-sama mengangkat korban;

Entry and evacuation (masuk dan mengevakuasi korban)


a. Pertimbangan operasional PKP-
1) Kecelakaan pesawat udara di dalam kawasan bandar udara ada yang
terbakar dan mungkin juga tidak terbakar. Demikian juga halnya dengan
kondisi penumpang dan awak pesawat , ada yang mengalami luka ringan,
luka sedang, luka berat , meningal, dan mungkin ada yang tidak luka dan
selamat;
2) Terlepas dari dampak sebagaimana dimaksud di atas, personel PKP-PK
tetap akan masuk kedalam pesawat yang mengalami kecelakaan dan segera
mengevakuasi para korban;
3) Untuk melancarkan operasi pertolongan, para tim penolong (rescue team)
harus mengetahui prosedur operasi pertolongan;
b. Prosedur masuk ke dalam pesawat udara yang mengalami kecelakaan
1) Usahakan masuk melalui normal door;
2) Beralih ke emergency exits (emergency door dan emergency window jika
normal door tidak dapat dibuka);
3) Bila emergency exits tidak dapat dibuka, tidak ada cara lain kecuali
membobok / memotong badan pesawat udara agar tim penolong (rescue
team) masuk secara paksa (forced entry);
4) Jangan sampai melukai korban yang masih di dalam pesawat udara , karena
belum dapat keluar disebabkan exit belum bisa dibuka;
c. Cara membuka pintu utama, pintu darurat, dan jendela darurat
1) Tergantung jenis pesawat udara dan pada umumnya dapat dibuka dari dalam
dan dari luar dengan mudah;
Diingatkan kepada seluruh personel PKP-PK harus mengetahui cara
membuka pintu utama, pintu dan jendela darurat terutama untuk
pesawat udara yang reguler beroperasi di bandar udara masing-masing

13 Cara membuat forced entry


Forced entry adalah jalan masuk secara paksa yang dibuat oleh rescue team dan
dapat dibuat hanya pada daerah yang bertanda cutting point / breaking point
atau chops point ataupun sepanjang fuselage antara lantai dan hat rack dan
biasanya diberikan tanda garis membentuk siku-siku warna merah atau kuning;
Cara membuat forced entry :
13.6 Sekurang kurangnya menggunakan kampak untuk memotong / membobok kulit
badan pesawat udara;
13.7 Menggunakan gergaji listrik dan pahat listrik;
13.8 Potong sebelah kiri , kanan dan atas serta potongannya ditarik ke luar dan dilipat ke
bawah agar bagian bawah tidak tajam;
13.9 Waktu yang diperlukan tergantung jenis pesawat udara yang mengalami
kecelakaan, tetapi pertimbangan operasi PKP-PK dan ketahanan korban di dalam
pesawat udara yang penuh dengan asap , tidak boleh lebih dari 4 menit;
14 Kewaspadaan selama membuat forced entry
14.6 Hati hati menggunakan tangga saat membuat forced entry pada pesawat udara
berbadan besar dan tinggi;
14.7 Percikan bunga api ketika pemotongan badan pesawat;
14.8 Jangan sampai mengenai penumpang yang berada di dalam pesawat udara;
14.9 Hindari hal-hal yang menyebabkan bahaya kebakaran;

Kecelakaan pesawat udara


Tidak terbakar
15 a. Karena pesawat udara tidak terbakar, penumpang dan cabin crew memiliki resiko
luka dan kematian lebih kecil sehingga dapat diantisipasi oleh cabin crew agar
seluruh penumpang tetap tenang dan bersabar untuk keluar; Personel PKP-PK
menyiapkan tangga untuk turun penumpang bila escape chutes tidak dapat
berfungsi;
16 Escape chutes pada pesawat modern didesain dapat mengembang dengan
sendirinya dalam waktu 10 detiksetelah dioperasikan;
17 Utamakan penumpang yang tidak luka dan dapat evakuasi diri sendiri , kemudian
korban luka ringan dan setelah itu korban luka berat dan kemudian korban yang
meninggal;
18 Bila ada korban yang terjepit , segera gunakan peralatan pertolongan yang ada dan
hindari benturan terhadap penumpang yang sedang evakuasi sendiri;
Kebakaran pesawat udara
a. Pelaksanaan operasi PKP
1) Seluruh personel PKP harus menggunakan pakaian pelindung (tahan panas
atau tahan api dan disesuaikan dengan fungsi tugas masing-masing);
2) Personel PKP segera memadamkan kebakaran terlebih dahulu dan
kemudian dilanjutkan dengan operasi pertolongan;
3) Rescue tim dapat masuk kedalam pesawat bila :
• Kebakaran sudah dapat dikuasai sekitar 90%;
• Di back up oleh nozzleman;
• Sudah berpakaian pelindung lengkap dan
menggunakan BA Set;
4) Gunakan jalan masuk searah dengan angin;
5) Kecepatan dan ketepatan operasi pertolongan sangat penting, karena asap
dari kobaran api dapat masuk ke dalam cabin melalui pintu dan jendela
sehingga gas dari kebakaran dapat mengancam keselamatan penumpang di
dalam cabin pesawat udara;
6) Kondisi panas di dalam cabin pesawat akan meningkat sehingga dapat
membahayakan keselamatan penumpang;
19 Ledakan tangki bahan bakar akan berdampak terhadap kondisi cabin pesawat,
karena akan menimbulkan kebakaran di dalam cabin (terjadi aircraft internal fire);
20 Kewaspadaan terhadap limpahan bahan bakar yang terjadi di sekitar pesawat udara
dengan standby menggunakan handline, karena dapat membahayakan petugas dan
korban;

Working in smoke (operasi di ruang berasap)


Dampak kebakaran gedung
a. Terjadi kepulan asap pada setiap ruangan yang cukup membahayakan
bagi orang yang terperangkap di dalam ruangan dan juga bagi petugas
pertolongan dan pemadaman;
b. Menimbulkan korban meninggal disebabkan sesak napas karena menghirup
gas beracun;
c. Berkurangnya jarak pandang disebabkan tebalnya asap;
d. Sulit menentukan letak sumber api, karena terhalang asap tebal;
e. Kemungkinan terjadi penjalaran api karena temperatur meningkat;
f. Berkurangnya gas oxygen sehingga membahayakan bagi petugas dan korban
yang terperangkap;
Prosedur operasi di ruang berasap
21 Gunakan Breathing Apparatus Set ;
22 .Harus berpasangan dan gunakan alat pembantu seperti tambang;
23 Bergerak dengan merangkak karena lebih kurang 30 cm masih ada udara bersih,
karena asap pada daerah ini sedikit;
24 Jika harus berjalan dengan menyeret, maka tumpuan kaki / berat badan harus pada
kaki yang belakang, boleh tumpuan berat badan pada kaki bagian depan apabila
sudah merasa cukup aman untuk maju;
25 Gunakan kaki dan tangan untuk mencari korban
26 Ikutilah tembok dan harus diingat perubahan arah, pintu dan jendela serta ciri
lain di sekeliling ruangan;
27 Gunakan tali / tambang sebagai alat komunikasi jika resiko dianggap besar;

Operasi pertolongan di atas gedung


Mencari korban
a. Menyiapkan tangga
1) Tangga jenis straight ladder;
2) Menyandarkan tangga pada gedung;
3) Fungsikan tangga sesuai ketinggian gedung;
b. Pembagian regu penolong , ada yang menahan tangga dan ada yang naik
tangga;
c. Menyiapkan tambang
1) Tambang ukuran besar;
2) Tambang ukuran kecil;
3) Tambang dibawa oleh regu naik tangga;
d. Regu naik tangga mencari korban sesuai prosedur;

1) Prosedur berjalan / merangkak;


2) Prosedur angkutan (perorangan atau beregu ketika menemukan korban di
atas gedung);
Menemukan korban
e. Diangkut dekat pinggir atap gedung;
f. Persiapan penurunan korban dengan menyiapkan tali yang sudah disimpul;
Penurunan korban
g. Turunkan korban dengan tali besar yang sudah disimpul chair knot;
h. Perlu kehati hatian dalam penurunan korban dan jangan sampai kepala korban
membentur tembok bangunan;
i. Jika korban patah tulang, gunakan tambang dan tandu untuk menurunkan
korban dengan simpul tambang bowline on the bight;
j. Jika korban sudah sampai di bawah, petugas penolong yang menahan tangga
harus mengangkat korban ke tempat yang sudah ditentukan;

Praktek Lapangan

Dalam hal ini peserta praktek dibagi dalam 3 group (group 1, group 2 dan group 3) dan
masing-masing group dipandu oleh 1 orang instruktur dengan kegiatan praktek sebagai
berikut :
1.Pertolongan kecelakaan pesawat udara tidak terbakar;
k. Cara masuk ke dalam pesawat udara melalui normal door, emergency exit dan
forced entry;
1) Diasumsikan di dalam cabin pesawat terdapat sejumlah penumpang sebagai
korban (jumlah korban ditentukan oleh instruktur) dengan kondisi secara
keseluruhan selamat tetapi ada yang tidak luka dan dapat menyelamatkan
diri dan ada juga yang harus dievakuasi oleh tim penolong karena pingsan,
patah tulang tangan dan kaki dll;
2) Sebelum praktek evakuasi korban dilakukan, seluruh peserta mengikuti
praktek mengangkut korban dengan berbagai jenis angkutan sesuai kondisi
korban seperti angkutan perorangan dan angkutan beregu serta cara
meletakkan korban pada tandu dan juga cara mengangkutnya,
3) Sebagai tim penolong dilakukan oleh group 1 dengan berpakaian lengkap
(protective clothing dan BA set) walaupun pesawat tidak terbakar. Peserta
perlu dijelaskan tentang kesiapan tim penolong masuk ke dalam cabin
pesawat udara;
4) Sebagai korban diperankan oleh group 2 dengan tidak menggunakan
protective clothing dan BA set (berpakaian bebas);
5) Sudah ditentukan bahwa setiap rescueman masuk ke dalam cabin pesawat
harus di back up oleh nozzleman. Untuk itu group 3 standby dengan 1 unit
foam tender dengan menyiapkan 2 handlines, 1 handline di depan pintu
utama bagian depan dan 1 handline lainnya di depan pintu utama bagian
belakang;
6) Praktek berikutnya masuk kedalam cabin pesawat udara secara paksa
karena normal door tidak dapat dibuka. Untuk itu group 1 sebagai tim
penolong, melakukan pemotongan pada bagian pesawat udara dan dalam
hal ini diasumsikan pada mock up yang tersedia dan dipandu oleh
instruktur tentang pelaksanaan forced entry sebagaimana dimaksud;
7) Selanjutnya praktek menggunakan escape chutes dan mensimulasikan
bagaimana korban menyelamatkan diri menggunakan peralatan tersebut
dan dibantu oleh tim rescue (group 1);
8) Posisi group 2 masih tetap sebagai peran korban dan group 3 sebagai
nozzleman;
9) Praktek ini dilakukan secara bergantian antar group dengan alokasi waktu
ditentukan sesuai jam pelajaran yang tersedia;

Pertolongan dalam kebakaran pesawat udara;


Praktek ini sama halnya dengan praktek pertolongan kecelakaan pesawat udara tidak
terbakar pesebagaimana dijelaskan di atas , dan yang membedakan adalah di dalam
cabin pesawat udara penuh dengan asap dan bau yang menyengat, karena beberapa
komponen interior pesawat sudah terbakar.
Dalam hal ini setelah diberi penjelasan oleh instruktur, peserta praktek melaksanakan
kegiatan sebagai berikut :
a. Teknik masuk ke dalam pesawat udara;
1) Group 2 sebagai nozzleman melaksanakan pemadaman dalam cabin pesawat dengan
pancaran water spray (berpakaian lengkap protective clothing dan BA Set);
2) Group 3 sebagai tim penolong masuk ke dalam pesawat dan di back up oleh nozzle
man dan langsung membuat ventilasi sebanyak banyaknya untuk mengeluarkan asap
di dalam cabin pesawat udara. Dan setelah itu menolong korban (diperankan oleh
group 1) dengan kondisi korban ada yang luka berat, luka ringan dan tidak luka serta
beberap korban yang meninggal;

b. Teknik evakuasi korban


1) Korban yang tidak luka dan selamat harus dievakuasi terlebih dahulu agar
tidak mengganggu pelaksanaan evakuasi di dalam cabin pesawat udara yang
sedang berlangsung;
2) Kemudian korban yang luka ringan dan seterusnya korban luka berat yang
harus diangkut oleh tim penolong;
3) Korban yang sudah dievakuasi dan sudah berada di luar cabin pesawat udara
segera dilakukan hal-hal sebgai berikut :
a) Korban tidak luka dan luka ringan diarahkan ke tempat aman yang sudah
ditentukan ;
b) Korban luka berat diangkut ke collection area (instruktur menentukan
lokasi tersebut); Pengangkutan korban dilaksanakan dengan
menggunakan tandu;
c) Begitu juga untuk evakuasi korban kebakaran gedung sama halnya
dengan evakuasi korban dalam kebakaran pesawat udara dan yang
membedakan ruangan gedung lebih luas sehingga tim penolong
mengalami kesulitan dalam pencarian korban. Peran instrukur dalam
penjelasan kepada peserta harus lebih luas lagi yaitu tentang pemadaman,
cara masuk ke ruangan, pencarian korban serta penyelamatan manusia
dan harta benda di dalam gedung; Mekanisme praktek sama seperti di
atas yaitu pembagian group seperti Group 1 sebagai tim pemadaman,
group 2 pertolongan dan group 3 pensuply air)
d) Pergantian tugas dalam group dilakukan sesuai jam praktek yang
disediakan dan instruktur dapat mengalokasikan waktu untuk evaluasi
praktek yang telah dilaksanakan;
BAB IV

DOKUMENTASI

Pencatatan Badan SAR Nasional atau kantor pencarian dan pertolongan harus memiliki
dokumentasi atau catatan terkait efisiensi kegiatan operasional pencarian dan pertolongan
diwilayah tanggung jawabnya.
Charitas Hospital Palembang
Direktur

dr. Sutomo, MARS


DAFTAR PUSTAKA

1.Jonan , Ignasius. 2015 .” Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No: PM 115
tahun 2015 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 176 (Civil Aviattion Safety
Regulation PART 176) Tentang Pencarian Dan Pertolongan Pada Kecelakaan Pesawat Udara
(Search And Rescue)”,
http://hubud.dephub.go.id/hubud/assets/file/regulasi/permen/PM_115_TAHUN_2015_$_15
05289788_1162158869_$_.pdf diakses pada 1 Juli 2022 pukul 01.20 WIB

2.pkppk.pamungkas.info.air.http://pkppk.pamungkas.info/diklat_basic/12-AIRPORT
%20RESCUE.pdf diakses pada 1 Juli 2022 pukul 01.20 WIB

3. Suprasetyo.2015.”Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.KP 14 Tahun


2015 Tentang Standar Teknis Dan Operasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
Bagian 139 (ManuaL of Standard CASR Part 139) VOLUME IV Pelayanan Pertolongan
kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran)” .
http://www.pamungkas.info/sites/default/files/regulasi/2015-
KP_14_Tahun_2015_Tentang_Standar_Teknis_Dan_Operasi_PKPPK.pdf diakases pada 8
Juli 2022 pukul 22.55 WIB

Anda mungkin juga menyukai