1
PENGENALAN METODA NON DESTRUCTIVE TEST (NDT)
Tujuan
Tujuan memperkenalkan beberapa teknik atau metoda pengujian secara tidak
merusak atau Non Destructive Testing (NDT) yang digunakan untuk melakukan
inspeksi terhadap kondisi fisik dari suatu komponen.
Pendahuluan
Metoda Non Destructive Testing (NDT), atau juga dikenal dengan Non
Destructive Evaluation (NDE) serta Non Destructive Inspection (NDI) adalah suatu
metoda atau teknik pengujian untuk mengetahui kondisi fisik dari suatu benda uji
(test object) tanpa menimbulkan kerusakan padanya. Selain itu dengan metoda NDT
memungkinkan dilakukan pengujian di lokasi di mana komponen yang sedang diuji
berada (in-situ).
Dengan metoda NDT maka memungkinkan untuk mengetahui kondisi fisik
seperti cacat, retak atau korosi dari bagian komponen yang tidak tampak dari bagian
luar (terletak dibawah permukaan) atau lokasinya sangat sulit dijangkau karena
terhalang oleh komponen lain di sekitanya, atau terletak di daerah dengan tingkat
radiasi yang tinggi, dan sebagainya. Dari beberapa keunggulan tersebut, maka
metoda NDT telah digunakan secara luas dan menjadi bagian dari program perawatan
komponen vital terutama pada sektor industri, untuk menjamin tingkat keandalan
yang tinggi dari setiap komponen.
Informasi yang diperoleh dari hasil inspeksi tersebut sangat penting dalam
perencanaan program perawatan, seperti penyusunan jadwal perbaikan ataupun
penggantian komponen, secara sistematis. Dengan adanya perencanaan program
perawatan yang baik, maka diharapkan dapat diperoleh tingkat produktivitas yang
optimum, serta dapat dicegah sedini mungkin agar tidak terjadi kecelakaan akibat
kerusakan komponen yang disebabkan kurangnya pemantauan secara baik.
2
Beberapa Jenis Peralatan NDT
Berdasarkan jenis atau kegunaanya, metoda NDT dapat dibedakan menjadi 2
katagori, yaitu secara visual, (visual inspection test) dan inspeksi secara non visual.
Inspeksi secara visual dimaksudkan untuk mengetahui kondisi suatu komponen
melalui pengamatan secara visual misal pada bagian permukaan luar dari suatu
kompunen, atau permukaan bagian dalam dari suatu pipa atau tabung. Sedangkan
inspeksi secara non visual dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fisik dari
komponen secara non visual, yang antara lain untuk mengetahui adanya cacat yang
tidak dapat diamati secara langsung karena lokasinya berada dibawah permukaan,
atau proses korosi di bagian belakang permukaan tangki reaktor, adanya kebocoran
dari suatu pipa, tabung atau bejana yang berisi cairan atau gas, dan sebagainya. Tabel
1 dan Tabel 2 memuat beberapa jenis peralatan inspeksi visual dan non visual yang
telah banyak digunakan.
3
Tabel 2. Beberapa jenis peralatan NDT Non Visual yang telah banyak digunakan.
Alat Inspeksi Non
Fungsi
Visual
Untuk mengetahui kondisi bagian dalam komponen, menggunakan
Radiography teknik photography, dengan sumber cahaya digantikan dengann
berkas X-ray, Gamma, atau Neutron
Dye Penetrant Test Untuk mengetahui retak, lubang kecil (pin hole)
Helium Leak Test Uji kebocoran bejana. Tabung, pipa yang tertutup kedua ujungnya
Vacum Test Uji kebocoran bejana. Tabung, pipa yang tertutup kedua ujungnya
Mengingat luasnya lingkup bahasan dari seluruh metoda NDT yang ada
(seperti yang digunakan pada Tabel 1) dan sempitnya waktu yang tersedia pada diklat
ini, maka tidak mungkin untuk menyajikan secara detail dan menyeluruh mengenai
dasar teori yang digunakan pada setiap metoda NDT tersebut. Untuk itu, pada diktat
ini hanya diberikan uraian secara ringkas dasar teori untuk tiga metoda NDT yang
cukup penting yaitu teknik pengujian Visual, Ultrasonik dan Eddy Current serta
pengujian kekerasan (hardness test). Sekalipun demikian diharapkan para peserta
diklat dapat mempelajari secara lebih detail dari text book atau sumber informasi
yang banyak tersedia di Web Site internet.
Selain itu akan dijelaskan secara ringkas dua peralatan NDT yang ada di
Bidang Reaktor BATAN – Yogyakarta, yaitu alat inspeksi visual (Video Inspection
System) dan alat inspeksi ultrasonik (Ultrasonic Inspection And Analysis System)
4
Inspeksi Visual
Inspeksi secara visual pada umumnya dimaksudkan sebagai langkah awal
sebelum dilakukan inspeksi dengan cara NDT yang lain, yaitu dengan cara
mengamati secara visual pada bagian luar komponen. Pengamatan secara visual
adalah cara yang paling cepat untuk mengetahui kondisi pada permukaan komponen
melalui pengamatan secara visual.
Dalam kegiatan pengamatan visual, kondisi yang perlu diamati antara lain,
perubahan warna dari permukaan komponen (misal warna kecoklatan) atau kotoran
(debris) atau deposit yang bisa mengindikasikan adanya karat / proses korosi yang
terjadi dibagian bawah permukaan, atau adanya kebocoran cairan Juga adanya
perubahan bentuk atau ukuran dari bagian komponen seperti benjolan yang juga bisa
menjadi indikasi adanya tumpukan deposit di bagian bawah permukaan akibat proses
korosi, atau tanda-tanda ketidak normalan yang lain seperti getaran yang berlebihan
dari bagian koponen yang berputar yang juga dapat mengindikasikan terjadinya
penurunan kinerja komponen tersebut akibat kelelahan (fatigue) dan sebab lainnya.
Hasil pengamatan visual sering dapat membantu dalam mengidentifikasi adanya
cacat yang terletak dibawah permukaan, untuk kemudian dilakukan inspeksi lebih
seksama menggunakan teknik pengujian ultrasonik atau Eddy Current. Tabel 1
memuat beberapa jenis peralatan inspeksi visual yang telah banyak digunakan.
5
Gambar 2. Contoh Alat Inspeksi Visual Videoscope
(Longsteer Videoprobe XL PRO EverestVIT)
Inspeksi Ultrasonik
Dasar Teori
Seperti telah disebutkan pada halaman sebelumnya, bahwa metoda ultrasonic
digunakan untuk mengidentifikasi adanya cacat di bawah permukaan komponen yang
diuji, yang tidak tampak dari bagian luar permukaan. Adanya cacat di bawah
permukaan suatu bidang / komponen dapat diindikasikan melalui penurunan angka
ketebalan dari pada bagian yang sedang diuji, terhadap nilai normal rerata pada
bagian disekitarnya, atau terhadap tebal sesuai data spesifikasinya. Teknik pengujian
ini, didasarkan pada teori perambatan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang yang
memiliki frekuensi di atas 20 kHz. Secara ringkas prinsip kerjanya dijelaskan
sebagai berikut (Gambar 3):
6
Gelombang Ultrasonik masuk Gelombang Ultrasonik terpantul kembali
Bila suatu gelombang ultrasonic dilewatkan secara tegak lurus pada suatu permukaan
bidang datar dengan ketebalan D (mm), maka setelah sampai pada permukaan bidang
bagian belakang, akan dipantulkan kembali ke arah permukaan bidang depan. Bila
kecepatan gelombang di dalam bahan tersebut sebesar C (km/s), maka waktu tempuh
yang diperlukan dari saat masuk permukaan bidang depan hingga kembali t adalah :
t = 2 D / C (ms) (1)
Dengan kata lain bila waktu tempuh pergi-pulang gelombang (t) dan kecepatan
perambatan gelombang di dalam bahan diketahui, maka dapat ditentukan tebal dari
bidang datar tersebut yaitu:
C •t
D= (2)
2
7
amplifier
screen
IP horizontal
BE sweep
clock
pulser
probe
work piece
8
Gambar 5. Skema Perjalanan Gelombang di Dalam Bidang Datar
9
Gambar 7. Probe Miring (Angle-beam probe)
Pada probe jenis lurus maka permukaan bidang kristal piezoelectric dibuat
sejajar dengan permukaan bidang yang diuji, sedang pada probe miring, permukaan
bidang kristal piezoelectric dibuat miring terhadap permukaan bidang yang diuji.
Dengan perbedaan konstruksi tersebut, maka bentuk gelombang yang ditransmisikan
juga berbeda, yaitu untuk probe jenis lurus, gelombang yang ditransmisikan adalah
gelombang longitudinal, di mana arah getaran searah dengan arah rambatan, seperti
ditunjukkan pada Gambar 8.
10
Gambar 9. Gelomnabg Transversal Yang ditransmisikan Probe Miring.
Panjang gelombang ultrasonik yang ditransmisikan di dalam bahan yang diuji adalah
λ=c/f (3)
Selain itu terdapat jenis probe yang berisi dua kristal piezoelectric yang dipisahkan
oleh bahan sekat akustik dan salah satu mempunyai fungsi sebagai transmitter dan
yang lain sebagai receiver. Dalam hal ini permukaan bidang kristal piezoelectric
11
dibuat sedikit miring terhadap permukaan bidang uji. Probe jenis ini dikenal dengan
jenis TR (Transmitter – Receiver), seperti ditunjukkan pada Gambar 11
Pengidentifikasian Cacat
Cacat atau flaw yang terletak diantara permukaan bidang depan dan
belakang dapat diidentifikasi berdasarkan prinsip sebagaimana telah diuraikan di atas,
yaitu dengan mengamati adanya pulsa yang berasal dari gelombang yang dipantulkan
dari permukaan bagian yang cacat. Gambar 12 memperlihatkan contoh deteksi
bagian cacat tersebut menggunakan probe lurus. Dalam hal ini permukaan bidang
yang cacat paralel dengan permukaan bidang uji.
IP
BE
F
plate flaw
0 2 4 6 8 10
IP = Initial pulse
F = Flaw
BE = Backwall echo
12
Lokasi cacat dapat diidentifikasi dengan adanya pulsa F (flaw) yang terletak di antara
pulsa awal IP (initial pulse) dan pulsa pantulan dari bidang belakang BE (backwall
echo). Letak pulsa F pada layar mencerminkan kedalaman lokasi bagian yang cacat
dari permukaan bidang, seperti ditunjukkan pada Gambar 13.
Ukuran tinggi pulsa pantulan dari bagian yang cacat selain tergantung pada luas
permukaan bagian yang cacat juga tergantung pada kedalaman letak bagian yang
cacat (flaw) juga. Semakin besar luas permukaan bagian yang cacat semakin tinggi
pulsa yang tampak pada layar tampilan. Gambar 14 memperlihatkan tinggi pulsa
pantulan untuk 3 ukuran cacat yang berbeda, dan terletak pada kedalaman yang sama,
sedang Gambar 15 memperlihatkan tiggi pulsa untuk 3 ukuran cacat yang sama dan
terletak pada kedalaman yang berbeda.
13
Gambar 14. Tinggi Pulsa Pantulan Untuk 3 Ukuran Cacat Yang Berbeda
Cacat
Cacat
Cacat
Gambar 15. Tinggi Pulsa Pantulan Untuk 3 Kedalaman Cacat Yang Berbeda
Contoh di atas adalah untuk permukaan bidang cacat yang mendatar sejajar dengan
permukaan bidang uji. Untuk bidang cacat yang tidak paralel dengan permukaan
bidang uji, maka adakalanya tidak dapat diditeksi menggunakan probe tunggal lurus,
karena sinyal yang terpantul menyebar diluar bagian probe. Untuk mengatasi hal
tersebut, perlu digunakan probe miring (angle beam probe), seperti ditunjukkan pada
Gambar 16.
14
Gambar 16. Penggunaan Probe Miring Untuk Bidang Cacat Yang Miring
Sekalipun demikian penggunaan probe jenis miringpun adakalanya tidak selalu dapat
mendeteksi adanya cacat dibawah permukaan. Hal ini terjadi terutama bila bidang
yang diuji relatif tebal sehingga seluruh sinyal yang terpantul dari bagian yang cacat
menyebar ke luar bagian probe. Untuk mengatasi kasus tersebut, dapat digunakan
teknik pengujian secara tandem menggunakan 2 buah probe (transmitter dan
receiver) yang terpisah. Lokasi bidang cacat di bawah permukaan bidang uji dapat
dideteksi dengan cara mengatur jarak antara kedua probe tersebut, seperti ditunjukkan
pada Gambar 15 a, 15 b dan 15 c; di mana terlihat bahwa jarak antara kedua probe
semakin dekat bila lokasi cacat semakin dalam.
a1
T R
15
a2
T R
a3
T R
Apabila ukuran cacat lebih besar dari luas medan suara (sound field) maka ukuran
luas dari bagian yang cacat dapat diidentifikasi dengan cara nen scan daerah cacat
dan sekitarnya. Indikasi yang dapat digunakan adalah adanya penurunan tinggi
(amplitude) dari pulsa pantulan dari permukaan bidang belakang (back wall) sebesar
50 %, yang mengindikasikan lokasi pada perbatasan antara daerah yang normal dan
yang cacat. Gambar 18 memperlihatkan contoh untuk keadaan tersebut. Dengan cara
men scan secara manual titik demi titik maka dapat diperkirakan bentuk dan luas
daerah yang cacat. Perkembangan teknologi memungkinkan proses scanning
dilakukan secara otomatis menggunakan unit scanner yang dikendalikan
menggunakan computer, dan hasilnya dapat dilihat pada monitor dan disimpan dalam
bentuk file elektronik.
16
Posisi probe dengan
tinggi pulsa berkurang Daerah cacat
50 %
Posisi 50 %
17
1 2
water delay
surface =
sound entry
flaw
backwall
1 IP 2
IP IE IE
BE BE
F
0 2 4 6 8 10 0 2 4 6 8 10
Prosedur Pengujian
Sebelum memulai pengujian pada komponen yang akan diuji, terlebih
dahulu perlu dilakukan kalibrasi terhadap sistem peralatan yang akan digunakan,
sehingga dapat diperoleh hasil pengukuran yang baik/akurat. Berikut ini adalah tahap
yang perlu dilakukan:
1. Meyakinkan linearitas skala penunjukan pada layar tampilan, dengan cara
melakukan kalibrasi menggunakan standard calibration block untuk beberapa
ketebalan. Gambar 19 memperlihatkan contoh bentuk standard calibration block.
2. Setelah diperoleh linearitas sistem yang baik, dilakukan kalibrasi menggunakan
bahan standard yang sama atau paling tidak mendekati sama dengan bahan
komponen yang akan diuji untuk menentukan kecepatan suara (sound velocity)
untuk bahan tersebut.
3. Untuk inspeksi pada kondisi kering, maka sebelum dimulai pengukuran maka
permukaan yang akan diuji dibersihkan dari kotoran, kemudian diolesi dengan
cairan couplant agar diperoleh kontak yang baik antara probe dengan permukaan.
18
Gambar 19. Beberapa Jenis Standard Calibration Block
Ada beberapa bentuk Standard Calibration Block (SCB) yang tersedia untuk
kalibrasi sesuai dengan jenis probe dan material yang akan diuji. Untuk kalibrsi
menggunakan probe lurus dan TR, maka digunakan SCB dengan ketebalan yang
bervariasi (Stepped Calibration Block), sedang untuk probe jenis miring, maka
digunakan SCB dengan variasi jari-jari kelengkungan.
Prosedur Kalibrasi
Secara umum prosedur kalibrasi sistem dilakukan sebagai berikut:
1. Sedapat mungkin digunakan jenis material yang sama atau mendekati jenis bahan
dari komponen yang akan diinspeksi.
2. Kalibrasi skala perlu dilakukan minimal dengan 2 variasi ketebalan SCB
disesuaikan dengan jangkau (range) ketebalan dari kompunen yang akan diuji.
Misal untuk pengukuran ketebalan antara 0 – 8 mm, maka digunakan SCB
dengan ketebalan 3 mm dan 6 mm.
19
3. Atur puncak pulsa pada layar tampilan yang berasal dari SCB tebal 3 dan 6 mm
sehingga masing-masing berada pada skala 3 dan 6.
4. Untuk probe jenis miring (angle beam probe), gunakan SCB dengan variasi
kelengkunan radius. Gambar 20 memperlihatkan SCB yang dapat digunakan
untuk kalibrasi dengan probe miring.
5 1 15
1
70° 0
0
60°
45°
20