Disusun Oleh :
PITRIN EKO WAHYUNI
(P1337424820228)
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Pembimbing Institusi
A. Pengkajian
Tanggal : 14 Oktober 2021
Jam : 09.00 WIB
Tempat : PONED Puskesmas Todanan
B. Identitas Pasien
Identitas Pasien Penanggung Jawab: Suami
Nama : Ny. L Nama : Tn. R
Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Suku : Jawa Suku : Jawa
Alamat : Todanan 4/2 Alamat : Todanan 4/2
C. Data Subyektif
1. Alasan Datang
Ibu datang merasa mengeluarkan cairan dari jalan lahir
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan perutnya kenceng-kenceng sejak pukul 02.00 WIB.
Ketuban terasa rembes sejak pukul 06.00 WIB.
3. Riwayat Kesehatan
Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita :
- Ibu mengatakan tidak memiliki penyakit menurun seperti hipertensi
atau diabetes, tidak menderita penyakit menular (batuk, pilek,
demam, TBC), tidak sedang menderita penyakit kronis, dan penyakit
serius lainnya.
Riwayat penyakit dalam Keluarga (menular maupun keturunan) :
- Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menurun yaitu hipertensi atau diabetes, tidak ada yang menderita
penyakit menular (TBC, hepatitis, penyakit menular seksual),
maupun penyakit menahun (asma, jantung).
4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid
1) Menarche : 12 tahun
2) Siklus : 28 hari
3) Warna darah: Merah
4) Banyaknya : 2-3x per hari
5) Lama : 6-7 hari
6) Nyeri haid : Hari ke-1
7) Leukhorea : Kadang-kadang, berwarna putih, tidak bau, tidak
gatal
b. Riwayat kehamilan sekarang
1) Hamil ke 2, usia kehamilan 39+4 minggu
2) HPHT : 10-01-2021
3) HPL : 17-10-2021
4) Gerak janin : Aktif (10 kali/12jam)
5) Tanda bahaya : Tidak ada
6) Imunisasi TT : Ibu mengatakan sudah imunisasi TT 5x
7) ANC : Ibu memeriksakan kehamilan secara
teratur, ANC sebanyak 9 kali
c. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Tahun Kehamilan Persalinan Keadaan
Frek Keluhan UK Jenis Penolong JK/BB Penyulit IM Penyuli Asi anak
ANC / D t ekslusif sekarang
penyulit
2016 8x Tidak 38 Spontan Bidan ♀/2900 Tidak Ya Tidak Ya Baik
ada ada ada
5. Riwayat KB
Jenis KB Lama Penggunaan Keluhan Alasan Berhenti
KB suntik 3 bulan 3 tahun Tidak ada Ingin punya anak
F. Pelaksanaan
Tanggal : 14 Oktober 2021
Jam : 09.20 WIB
1. Menyampaikan kepada ibu hasil pemeriksaan, ibu dalam persalinan buka
4 cm dengan ketuban pecah dini
Hasil: Ibu mengetahui keadaan dirinya dan merasa cemas
2. Menyampaikan kepada ibu untuk tidak mengejan dulu karena
pembukaan belum lengkap, mengatur nafas jika ibu merasakan kontraksi
Hasil: Ibu dapat melakukan teknik relaksasi pernafasan
3. Menyampaikan kepada ibu bahwa ibu untuk tidak turun dari tempat tidur
dan berjalan-jalan agar air ketuban tidak terlalu banyak yang keluar.
Hasil: Ibu mengerti dan mengatakan akan berbaring di bed
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemantauan ibu 4 jam
kedepan.
Hasil: telah dilakukan kolaborasi dengan dokter.
5. Memasangkan infuse RL dan menganjurkan minum obat amoxicillin
500mg
Hasil : terpasang infus RL 20 tpm pada tangan kiri dan ibu sudah minum
obat
6. Meanjurkan ibu untuk makan dan minum ketika tidak ada kontraksi
Hasil : Ibu bersedia melakukan anjuran bidan
7. Menganjurkan suami dan keluarga untuk memberikan dukungan kepada
ibu
Hasil : Suami dan keluarga bersedia memberikan dukungan kepada ibu
8. Mendokumentasikan asuhan yang telah diberikan
Hasil : Telah didokumentasikan asuhan yang telah diberikan
Pengawasan 10
P:
1. Memberitahu ibu bahwa plasenta belum lahir
dan akan dilakukan pengeluaran plasenta.
Hasil : ibu mengetahui bahwa plasenta belum
keluar
2. Melakukan palpasi abdomen untuk memastikan
tidak ada janin kedua
Hasil : palpasi telah dilakukan dan tidak ada
janin kedua
3. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi,
menyuntikkan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha
kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
Hasil : oksitosin telah disuntikkan di 1/3 paha
kanan atas bagian luar
4. Memindahkan klem pada tali pusat hingga
berjarak 5 cm didepan vulva.
Hasil : klem telah dipindahkan 5 cm didepan
vulva
5. Meletakkan tangan kiri diatas sympisis dengan
posisi telapak tangan horizontal menghadap
abdomen. Tangan kanan menegangkan tali
pusat sejajar lantai dengan cara memegang klem
diantara jari telunjuk dan jari tengah dengan
posisi genggaman dan telapak tangan
menghadap keatas. Sambil mengamati tanda-
tanda pelepasan plasenta yaitu Uterus berbentuk
globuler, tali pusat bertambah panjang dan
terdapat semburan darah. Setelah uterus
berkontraksi, menegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang lain mendorong
uterus ke arah dorso kranial secara hati-hati
mencegah inversio uteri. Setelah plasenta
tampak di introitus vagina, pegang plasenta
dengan kedua tangan dan memutar plasenta
searah jarum jam sampai selaput ketuban
terpilin.
Hasil: tanda-tanda pelepasan plasenta telah
terlihat, plasenta lahir lengkap dengan selaput
dan kotiledon utuh, pukul 11.40 WIB, panjang
tali pusat ±50 cm.
6. Segera setelah plasenta lahir, melakukan
massage fundus uteri dengan gerakan sirkuler
secara lembut hingga uterus berkontraksi
Hasil : fundus uteri teraba keras
7. Mengobservasi perdarahan dan mengevaluasi
adanya laserasi pada vagina dan perineum.
Hasil : Tidak terdapat laserasi pada vagina.
CATATAN PERKEMBANGAN PERSALINAN
KALA IV
Pada bab ini akan menguraikan pembahasan tentang asuhan kebidanan pada Ny.
L dalam persalinan dengan KPD di UPTD Puskesmas Todanan.
A. Pengkajian
Ny. L memeriksakan dirinya ke UPTD Puskesmas Todanan 2021 pada
tanggal 14 Oktober 2021 pukul 09.00 WIB, mengeluh perutnya mulas tidak
teratur sejak pukul 01.00, ketuban rembes sejak tanggal 14-10-2021. Dari
hasil anamnesa didapatkan hasil ini merupakan kehamilan kedua, selama
kehamilan ibu rutin melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 9 kali, HPL ibu
17 Oktober 2021, saat ini usia kehamilan ibu 39 +4 minggu, saat datang ibu
merasa cemas akan kehamilannya karna cairan ketuban sudah rembes.
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD: 120/80 mmHg, S:
36,5oC N: 76x/mnt S: 20x/mnt. Pemeriksaan leopold didapatkan hasil janin
tunggal, punggung kiri, presentasi kepala, kepala sudah masuk panggul TFU
31 cm, DJJ 136x/mnt kontraksi 3x10’35”. Ektremitas tidak ada oedem pada
tangan dan kaki, tidak anemis, hasil periksa dalam, ada pengeluaran ketuban
dari jalan lahir, portio tipis, pembukaan 4 cm, kulit ketuban negatif, kepala
turun di hodge I-.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
bersalin (Prawirohardjo, 2020). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan/ sebelum infartu, pada pembukaan < 4 cm
(Walyani, 2015). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum jadi
inpartu (Manuaba, 2015). Dalam kasus Ny. L ibu merasa kencang-kencang
pada tanggal 14 Oktober 2021 pukul 01.00, sedang ketuban ibu mulai rembes,
yang berarti ketuban ibu sudah mulai rembes sejak sebelum adanya tanda-
tanda persalinan.
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang
menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu
fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan
letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun, faktor
golongan darah, faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial
ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm
sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau
asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul,
kelelahan dalam ibu bekerja, serta trauma yang didapat misalnya dalam
hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis (Prawirohardjo,
2020). Pada kasus Ny. L sehari sebelum ketuban rembes ibu dan suami
melakukan aktivitas seksual sehingga menurut penulis hal tersebut
merupakan salah satu faktor penyebab ibu mengalami KPD. Ibu hamil yang
memasuki usia kehamilan trimester III tentunya perut semakin membesar
yang akan mempengaruhi posisi kenyamanan untuk melakukan hubungan
intim. Posisi yang baik dalam berhubungan pada saat kehamilan trimester III
yaitu tidak menekan perut. Jika hubungan tidak tepat posisi akan
menyebabkan ibu hamil merasa tidak nyaman dan tidak rileks terlebih
melakukan gerakan dengan terlalu kencang yang menyebabkan ketuban
pecah sebelum waktunya. Menurut penelitian (L. Handayani et al., 2017) pola
seksual yang tidak tepat akan berisiko 10 kali lebih besar mengalami ketuban
pecah dini (KPD) dibandingkan dengan pola seksual yang tepat.
B. Analisa
Dalam menegakkan suatu diagnosa kebidanan, didukung dan ditunjang
oleh beberapa data, dan dilakukan identifikasi yang benar tehadap diagnosis
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan,
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang
spesifik. Masalah dan diagnosis keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaikan, seperti diagnosis, tetapi sungguh
membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam sebuah rencana asuhan
terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan pengarahan (S. R. Handayani &
Mulyati, 2017).
Pada kasus Ny. L berdasarkan data subyektif ibu mengatakan air
ketuban rembes sejak tanggal 14-10-2021 pukul 06.00 WIB di dapatkan
vulva dan vagina normal, portio lunak, pembukaan 4 cm, ketuban pecah,
presentasi uuk kiri lintang penurunan hodge I-II molase tidak ada,
penumbungan tali pusat tidak ada, kesan panggul normal, pelepasan lendir,
darah dan air ketuban. Dilakukan pemeriksaan menggunakan kertas lakmus
dengan hasil kertas lakmus berubah warna menjadi biru.
Diagnosa penunjang dari penegakan diagnosa ibu KPD yang dapat
dilakukan dengan menggunakan Tes lakmus (Tes Nitrazin) yaitu lihat apakah
kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru. Jika berubah warna itu
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5 (Marmi,
2012).
Diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya.
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan diagnosa potensial berdasarkan
diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasikan (S. R. Handayani &
Mulyati, 2017).
Pada tinjauan pustaka, masalah potensial yang dapat terjadi yaitu
infeksi intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry
labour/ partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif
obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal. Sedangkan
pada janin yaitu prematuritas (respiratory distress syndrome, hypothermia,
neonatal feeding problem, retinopathy of premturit, intraventricular
hemorrhage, necroticing enterecolitis, brain disorder (and risk of cerebral
palsy, hyperbilirubinemia, anemia, sepsis), prolaps funiculli/ penurunan tali
pusat, hipoksia dan asfiksia sekunder (kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry
labour/partus lama, APGAR score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy,
perdarahan intracranial, renal failure, respiratory distress), dan
oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan mortalitas
perinatal (Marmi, 2012).
Pada kasus ini, penulis tidak menemukan tanda-tanda infeksi atau
komplikasi yang mungkin akan terjadi pada ibu maupun janin.
C. Penatalaksanaan
Beberapa data yang memberikan indikasi adanya tindakan segera yang
harus dilakukan guna untuk menyelamatkan klien. Tindakan tersebut berupa
kolaborasi dengan tenaga kesehatan yaitu dokter. Pada tinjauan pustaka,
tindakan segera/kolaborasi pada KPD adalah mengkolaborasikan dengan
dokter. Penatalaksanaan yang diambil yaitu dengan menunggu adanya
pertambahan pembukaan 5 jam lagi sampai batas waktu rujuk.
Pada penatalaksanaan kasus, ibu dijelaskan mengenai hasil
pemeriksaan, menganjurkan ibu untuk BAK jika kandung kemih ibu penuh
ini menurut penelitian (rianti, 2020) yang berjudul Asuhan Kebidanan
Terintegrasi Pada Ibu Hamil Yang Sering Buang Air Kecil Dengan
Melakukan Senam Kegel, Bersalin, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di
Puskesmas Nagreg.Berdasarkan hasil penelitian senam kegel efektif untuk
mengurangi sering buang air kecil pada kehamilan trimester III. Diharapkan
senam kegel ini dapat dijadikan salah satu protap dalam penatalaksanaan
asuhan kebidanan pada ketidaknyamanan kehamilan trimester III dengan
sering buang air kecil. Sehingga efektif digunakan pada saat mengontrol BAK
pada saat persalinan.
Mengajari ibu teknik pernapasan ketika muncul kontraksi menurut
(Biswan et al., 2017), adaptasi pola pernafasan dapat mengurangi ketegangan
dan kelelahan yang mengintensifkan nyeri yang ibu rasakan selama
persalinan dan kelahiran. Juga memungkinkan ketersediaan oksigen dalam
jumlah maksimal untuk rahim, yang juga mengurangi nyeri, karena otot kerja
(yang membuat rahim berkontraksi) menjadi sakit jika kekurangan oksigen.
Selain itu, konsentrasi mental yang terjadi saat ibu secara sadar merelakskan
otot membantu mengalihkan perhatian ibu dari rasa sakit waktu kontraksi dan
karena itu, akan mengurangi kesadaran ibu akan rasa sakit.
Mengajarkan ibu cara mengejan yang benar jika pembukaan sudah
lengkap, yaitu meneran seperti ingin BAB, tidak bersuara, tidak mengangkat
pantat, mata melihat ke arah pusat. Ini sesuai teori (Prawirohardjo, 2020)
pada kala II his terkoordinasi, kuat, dan lama. Kepala janin telah turun masuk
ruang panggul sehingga terjadi tekanan otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris timbul rasa mengedan, karena tekanan pada rectum, ibu seperti
ingin buang air besar dengan tanda anus membuka. Sehingga jika dipimpin
untuk mengedan akan lahirlah janin mulai dari kepala hingga seluruh tubuh
janin.
Memberitahu ibu untuk makan dan minum saat kontraksi tidak ada,
guna untuk tenaga saat mengejan. Persalinan kala I berlangsung selama ± 1
jam 40 menit,kala II berlangsung selama 40 menit, kala III berlangsung
selama 10 menit dan kala IV dilakukan pengawasan selama 2 jam. Ibu dapat
melahirkan secara normal (Seftia et al., 2020).
Melakukan counter pressure yaitu pijatan yang dilakukan dengan
memberikan tekanan yang terus-menerus pada tulang sakrum pasien dengan
pangkal atau kepalan salah satu telapak tangan. Hasil analisis data diperoleh
nilai mean intesitas nyeri sebelum dan sesudah perlakuan, responden
mengalami penurunan menjadi (1.45). Hasil uji one sample T-test
menunjukkan bahwa keknik Effleurage dan Counter Pressure Vertebra
Sacralis efektif menurunkan nyeri pada kala I persalinan dengan nilai sig
0.001 (t-hitung 11.22). Simpulan teknik effleurage dan counter pressure
vertebra sacralis terbukti berdampak terhadap pengurangan nyeri persalinan
Kala I (Puspitasari, 2020).
Menganjurkan suami untuk memberi dukungan pada ibu sambil masase
daerah punggung atau usap secara lembut pundak ibu untuk merangsang dan
mengurangi rasa nyeri persalinan. Dukungan suami saat persalinan adalah
kesediaan suami untuk meluangkan waktu yang dimiliki untuk sekedar
mendampingi saat istri akan melakukan persalinan, berada di satu ruangan
persalinan sebagai pendamping persalinan dan memberikan dukungan
kepada istri dalam menghdapi persalinan (Hidayati & Ulfah, 2019).
Menurut penelitian (Zayinah, 2015) dengan judul perbedaan kemajuan
persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin yang diberikan posisi miring kiri.
Berdasarkan hasil penelitiannya sebagian besar ibu dengan posisi miring kiri
mengalami kemajuan persalinan normal dengan rata-rata waktu 6-7 jam
(56,25%), sedangkan hampir setengahnya mengalami kemajuan secara cepat
dengan rata-rata 4-5 jam (43,75%). Dengan posisi miring kiri kemajuan
persalinan dapat berlangsung normal dan miring kiri membantu pergerakan
kepala bayi ke posisi optimal selama kala I hingga ibu merasa lebih nyaman
karena proses pembukaan terjadi secara perlahan.
Pada pukul 10.50 WIB dilakukan pemeriksaan dalam dengan indikasi
terdapat tanda gejala kala II yaitu ibu ingin BAB, terlihat tekanan pada anus,
perinium menonjol, vulva dan vagina membuka, hasil VT menunjukkan
pembukaan 10 (lengkap), efficement 100% dan kulit ketuban negatif (warna
jernih). Setelah pembukaan lengkap ibu dipimpin untuk mengejan, selama
proses persalinan suami dan keluarga mendampingi proses persalinan dan
memberikan dukungan kepada Ny. L. Setelah melakukan pimpinan
persalinan, pada pukul 11.30 bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki, BB:
3200 gram, dan PB: 50 cm dan segera melakukan penilaian awal dan
menghangatkan bayi dengan balutan kain.
Penatalaksanaan yang dilakukan penulis pada kala II sesuai dengan 60
langkah APN. Terdapat perbedaan antara teori dengan praktik dilapangan,
menurut (Saifuddin, 2014) fase laten dimulai dari pembukaan 1 cm sampai
pembukaan 3 cm (8 jam). Fase aktif dimulai dari pembukaan 4 cm sampai
pembukaan lengkap (1 cm per jam). Pada fase aktif dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu periode akselerasi (pembukaan 3-4 cm, lama 2 jam, periode dilatasi
maksimal (pembukaan 4-9 cm, lama 2 jam), periode deselerasi (pembukaan
9-10 cm, lama 2 jam). Sementara pada Ny. L proses fase aktif dari
pembukaan 4 hingga pembukaan lengkap berlangsung hanya 1 jam 50 menit.
Cepatnya pembukaan dan penurunan kepala pada kasus Ny. L terjadi karena
di Puskesmas Todanan menerapkan asuhan kebidanan komplementer berupa
ibu disarankan miring ke kiri dengan kedua kaki disangga menggunakan
peanut ball atau birth ball. Hal ini sejalan dengan penelitian (Mutoharoh &
Indrayani, 2020) yang berjudul Pengaruh Latihan Birth Ball Terhadap Proses
Persalinan yang menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil antara kelompok
yang diberi perlakuan latihan birthball dengan kelompok kontrol, dimana ibu
yang menerima latihan birth ball mengalami percepatan pembukaan serviks
yang ditunjukkan dengan nilai p value 0,002 dan RR 2,09.
Menurut (Saifuddin, 2014) kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10
cm) sampai bayi lahir. Proses ini bisanya berlangsung 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida. Kala II yang terjadi pada Ny. L
selama 40 menit jadi kala II yang dialami oleh Ny. L berlangsung secara
fisiologis.
Setelah bayi lahir segera melakukan penyuntikan oksitosin 10 IU
setelah dilakukan pengecekan janin kedua dan dilanjutkan dengan proses
IMD (inisiasi menyusu dini) dengan cara meletakkan bayi di dada ibu, bayi
diberi topi dan selimut. Penatalaksanaan yang dilakukan di kala III yaitu
memindahkan klem pada tali pusat yang berjarak 5-10 cm dari vulva,
peregangan tali pusat, dan melakukan pengeluaran plasenta. Penatalaksaan
yang dilakukan penulis telah sesuai dengan apa yang ada diteori
(Prawirohardjo, 2020).
Plasenta lahir pada pukul 11.40 WIB. Hal ini sesuai dengan teori
(Prawirohardjo, 2020) mengatakan bahwa pelepasan plasenta biasanya
berlangsung 10 menit untuk primipara karena plasenta akan sulit lepas pada
uterus yang kendur karena ukuran permukaan plasenta tidak akan berkurang
kala III tergantung dari kontraksi uterus yang terjadi. Maka yang dialami Ny.
L terjadi secara fisiologis.
Perdarahan yang dialami ibu sebanyak ±150 cc. sesuai dengan teori
bahwa perdarahan dengan jumlah kurang dari 500 cc setelah 24 jam
persalinan termasuk perdarahan normal. Menurut (Kurniarum, 2016)
perdarahan ibu lebih dari 500 cc setelah persalinan disebut perdarahan post
partum, hal ini berarti tidak ada kesenjangan teori dengan praktik karena ibu
tidak mengalami perdarahan post partum atau perdarahan ibu masih dalam
tahap normal.
Mengecek adanya laserasi dengan cara melakukan eksplorasi ke bagian
dalam vagina, perineum ruptur grade II. Penatalaksanaan yang dilakukan
penulis pada kala III sesuai dengan langkah APN, pada saat melakukan
heacting ibunya kooperatif, oleh karena itu hecting dilakukan dengan teknik
continuous (jelujur). Berdasarkan jurnal penelitian milik (Andarwulan, 2019)
dengan judul Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum antara
Penjahitan Jelujur dan Terputus pada Ibu nifas di BPM Maya Waru-Sisoarjo.
Berdasarkan pada hasil uji Mann-Whtney nilai p value = 1 lebih besar dari
nilai α= 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada tingkat nyeri ibu nifas antara jahitan jelujur dan terputus. Sehingga
tidak ada hubungan yang berarti antara tingkat nyeri denga perbedaan
jahitan baik itu jelujur maupun terputus.
Pada masa nifas terdiri dari 3 tahapan, yaitu puerperium dini,
intermedial, dan remote puerperium. Pada puerperium dini kepulihannya
yaitu ibu diperbolehkan berdiri dan jalan-jalan, sedangkan puerperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu dan remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna setelah bersalin. Dari ketiga tahapan tersebut pada tahpan
pertamalah dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini ini sangat penting
karena ibu belajar bergerak ringan seperti miring kanan, kiri, duduk, berdiri,
dan berjalan. Hal ini bertujuan untuk ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan
early ambulation yaitu melakukan pergerakan yang mana otot-otot perut dan
panggul kembali normal, dan dapat mengurangi rasa sakit pada ibu, sehingga
faal usus dan kandung kemih lebih baik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Susanti, 2019) dengan judul
pengaruh mobilisasi dini terhadap penurunan TFU terlihat hasil penelitian
diketahui bahwa hampir setengah ibu nifas melakukan mobilisasi dengan
cukup sebanyak 11 orang (36,7%). Berdasarkan hasil observasi diperoleh
bahwa seluruh ibu post partum setelah melahirkan sudah melakukan miring
kiri dan kanan sebanyak 30 orang (100%) dan setelah 2 jam melahirkan, dan
tidak merasa pusing mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri sebanyak 20
orang (67%). Dalam waktu 12 jam TFU mencapai kurang lebih 1 jari diatas
pusat dan berubah menurun 1-2 jari setiap 24 jam. Jika dilihat dari data
tersebut maka responden mengalami penurunan TFU setelah melakukan
mobilisasi dini, karena mobilisasi dapat memperlancar darah ke dalam uterus
sehingga kontraksi uterus akan baik dan fundus uteri menjadi keras.
Kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka dan
perdarahan tidak terjadi sehingga penurunan TFU berlangsung dengan cepat.
Pada inpartu kala IV dilakukan pengawasan selama 2 jam, dengan hasil
kesadaran baik, tanda-tanda vital normal, kontraksi uterus keras, dan
perdarahan normal serta menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini yaitu dengan
miring kanan dan kiri, duduk, berdiri, dan jalan-jalan. Hasil pemantauan yang
telah dilakukan dicatat di partograf. Penatalaksanaan yang telah dilakukan
dengan menerapkan asuhan sayang ibu seperti membersihkan ibu dari sisa air
ketuban, lendir dan darah serta membantu ibu memakai pakaian kering dan
bersih, pencegahan infeksi dengan melakukan dekontaminasi semua peralatan
dalam larutan klorin, membersihkan tempat persalinan, mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir, menganjurkan kepada ibu untuk makan dan
minum. Penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis sesuai dengan 60
langkah APN.
Pada kala ini pasien di anjurkan untuk banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung protein seperti putih telur ayam, lele agar luka jahita ibu
segera sembuh. Berdasarkan penelitian (Sebayang & Ritonga, 2021) bahwa
ditemukan 6 jenis nutrisi efektif yang baik dikonsumsi untuk mempercepat
proses penyembuhan luka perineum akibat persalinan. Jenis nutrisi tersebut
yaitu kapsul ekstrak ikan gabus, suplemen zinc, telur, jus jambu biji merah,
ikan lele, jus nanas dan madu. Dengan kandungan yang terkandung dalam
telur, khususnya kandungan protein yang di dalamnya terdapat kandungan
asam aminonya yang lengkap, telur menjadi makanan yang sangat baik untuk
luka jahitan (Dharmayanti, 2019). Fungsi protein yaitu membantu tubuh
membuat jaringan baru pada luka. Tentu saja, jika asupan protein seseorang
tercukupi dengan baik, maka proses penyembuhan luka pun akan semakin
cepat. Sebaliknya, kekurangan protein dalam tubuh akan menyebabkan luka
yang diderita membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses
penyembuhan luka, termasuk luka- jahitan (Ajrina, 2020).
Upaya dalam mencegah meningkatnya masalah ini yang utama adalah
dengan memberikan nasehat pada ibu nifas dalam pemenuhan asupan protein
yang baik guna membantu proses penyembuhan luka jahitan post sectio
caesarea. Pentingnya peran protein untuk penyembuhan luka jahitan sendiri
disebabkan oleh adanya beberapa kandungan asam amino yang ada di dalam
telur yang berguna untuk mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat
penyembuhan luka jahitan.
Berdasarkan penelitian (Munizah, 2020) bahwa perawatan
vulvahygiene secara benar setelah setelah postpartum dengan melakukan
vulva hygiene setiap pagi dan sore sebelum mandi, sesudah buang air kecil
atau buang air besar, mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air
bersih, sebaiknya cebok dilakukan dengan menggunakan air hangat atau air
mengalir, merawat luka jahitan dengan kapas dan betadin, mengganti
pembalut setidaknya 4 kali dalam sehari dan sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kemaluan, dan pada waktu mencuci luka episiotomi, di
lakukan mencuci luka dari arah depan ke belakang dan mencuci daerah anus
untuk yang terakhir. Vulva hygiene yang dilaksanakan dengan benar akan
menghindarkan ibu dari infeksi. Ini bertujuan untuk peningkatan kesehatan
selama masa nifas hingga masa selanjutnya sehingga dapat meningkatkan
kesehatan dan kenyamanan ibu (Sulistyawati, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Biswan, M., Novita, H., & Masita. (2017). Efek Metode Non Farmakologik
terhadap Intensitas Nyeri. Jurnal Kesehatan, VIII(2), 282–288.
Handayani, L., Amelia, R., & Sumarni, E. (2017). Hubungan Pola Seksual Ibu
Hamil dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KDP) di RSUD dr. h. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, 8(1), 33–44.
https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/227
Hidayati, T., & Ulfah, M. (2019). Pengaruh Dukungan Keluarga Dengan Lama
Persalinan Kala II. Jurmal Keperawatan Dan Kebidanan, 2018.
Mutoharoh, S., & Indrayani, E. (2020). The Effect of Birthball Exercises on the
Labor Process. XIII(I).
rianti, dian. (2020). Asuhan Kebidanan Terintegrasi Pada Ibu Hamil Yang Sering
Buang Air Kecil Dengan Melakukan Senam Kegel, Bersalin, Nifas, Dan
Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Nagreg. In Laporan Tugas Akhir.
Sulistyawati, A. (2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Andi
Offset.