Anda di halaman 1dari 7

1a.

Hukum Humaniter menurut pandangan saya diberlakukan sebagai suatu upaya


penyeimbang antara kebutuhan-kebutuhan militer dan keperluan akan penghormatan
akan hakikat manusia.Hukum Humaniter diadakan bukan hanya untuk melarang
perang, atau untuk mengadakan undangundang yang “menentukanperang”akan tetapi
lebih dititik beratkan pada alasan perikemanusiaan untuk mengurangi atau membatasi
penderitaan individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kebuasan konflik
bersenjata diperbolehkan.
Selanjutnya perkembangan hukum perang menjadi hukum sengketa bersenjata dan
kemudian menjadi hukum humaniter sebenarnya tidak terlepas dari tujuan yang hendak
dicapai oleh hukum humaniter tersebut, yaitu :
1). Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari
penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering).
2). Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke
tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan dirawat
serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang.
3). Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Disini yang
terpenting adalah asas kemanusiaan.

1b.
Argumentasi saya adalah sebagai berikut , dimana Hukum Perang yang terdiri
atasseluruh aturan yang membatasi pengunaan kekuatan senjata, mengatur tentang
prinsip bagimana kekuatan yang diperlukan untuk mengalahkan musuh boleh
digunakan serta perlakuan apa yang harus dilakukan terhadap individu-individu pada
saat berlangsungnya konflik-konflik bersenjata. Karena pada umumnya dalam suatu
konflik atau sengketa yang demikian nilai-nilai kemanusiaan sering terabaikan.
Sehingga penghormatan terhadap nilai-nilai hakiki HAM seorang anak manusia itu
sering terbaikan dalam suatu konflik yang terjadi tersebut. Namun pelanggaran-
pelanggaran masih sering terjadi dalam setiap konflik bersenjata baik internasional
maupun non internasional.
Mekanisme penegakan hokum humaniter menurut saya adalah melalui impelmentasi
penerapan yurisdiksi ICC pada suatu Negara, dimana terdapat prinsip yang paling
fundamental, yakni ICC harus merupakan komplementer (pelengkap) dari yurisdiksi
pidana nasional suatu negara (complementarity principle). Fungsi ICC bukanlah untuk
menggantikan fungsi sistem hukum nasional suatu negara, namun ICC merupakan
mekanisme pelengkap bagi Negara ketika negara menunjukkan ketidakmauan atau
ketidakmampuan untuk menghukum pelaku kejahatan yang merupakan yurisdiksi ICC.
Statuta Roma menegaskan bahwa pengadilan nasional yang merupakan kedaulatan
suatu negara tidak dapat dikontrol oleh ICC. Prinsip komplementer berlaku juga
terhadap negara yang bukan merupakan negara pihak akan tetapi memberikan
pernyataan pengakuannya atas yurisdiksi ICC. Dengan demikian, ICC merupakan the
last resort dan hal ini merupakan jaminan bahwa ICC bertujuan untuk mengefektifkan
sistem pengadilan pidana nasional suatu Negara

2a.
Menurut pendapat saya bahwa euthanasia dalam perspektif HAM merupakan suatu pelanggaran
HAM berat terhadap hak nanusia untuk hidup karena menyangkut hak hidup dari pasien yang harus
dilindungi. Hak hidup harus dilindungi oleh seluruh negara di dunia ini. Itulah sebabnya negara wajib
yang menjunjung tinggi hak asas manusia. Hak asasi manusia dengan negara hukum tidak dapat
dipisahkan. Pengakuan dan pengukuhan negara hukum salah satu tujuannya yaitu melindungi hak asasi
manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan diakui, dihormati dan dijunjung tinggi.
Dalam Pasal 25 Universal Declaration Of Human Rights tercantum ketentuanketentuan yang
rnenyangkut hak-hak atas pemeliharaan kesehatan, yang secara tidak langsung berkaitan dengan hak
atas pelayanan kesehatan, sebagai berikut: Pertama, Setiap orang berhak atas suatu taraf hidup, yang
layak bagi kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk didalamnya pangan, pakaian,
dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang diperlukan. Hak-hak ini mencakup hak atas
tunjangan dalam hal terjadi pengangguran, sakit, cacat, usia lanjut atau kehilangan mata pencaharian,
yang disebabkan oleh situasi dan kondisi diluar kehendak yang bersangkutan. Kedua, Ibu dan anak
mempunyai hak atas pemeliharaan dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang sah maupun diluar
kawin, menikmati perlindungan sosial yang sama.
Perlindungan terhadap kesehatan dirumuskan dalam Pasal 12 persetujuan definitif Perserikatan Bangsa-
bangsa sebagai berikut: Pertama, Negara-negara yang merupakan pihak dalam persetujuan ini mengakui
hak setiap orang atas kesehatan tubuh dan jiwa, yang diupayakan sebaik mungkin. Kedua, Langkah-
langkah yang diambil negara-negara yang merupakan pihak pada persetujuan ini, guna merealisasikan
hak ini selengkap mungkin.

2b
Menurut pendapat saya Euthanasia adalah tindakan yang ilegal dan melanggar
hokum serta norna di Indonesia karena tidak sesuai dengna apa yang tercantum dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia, khususnya pasal-
pasal yang membicarakan masalah kejahatan yang menyangkut jiwa manusia. Pasal
yang paling mendekati dengan masalah tersebut peraturan hukum yang terdapat dalam
buku ke-2, Bab IX Pasal 344 KUHP. Menyangkut jiwa manusia dalam KUHP terdapat
pada Pasal 338, 339, 340, 341. Selain dapat membaca bunyi pasal-pasal itu sendiri,
kita pun dapat mengetahui bagaimana pembentuk Undang-undang memandang jiwa
manusia. Sementara dari sisi medis, keterlibatan dokter dalam euthanasia diatur dalam
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 11 tentang pelindung
kehidupan.Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa seorang dokter dilarang terlibat,
dilarang melibatkan diri, atau tidak diperbolehkan mengakhiri kehidupan seseorang
yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh, yang dengan kata
lain adalah melakukan euthanasia.

3a.
Menurut saya terjadi pelanggaran HAM dlam konteks internasional (Deklarasi Untuk
HAM/Declarations of Human Rights) Dalam Skala Internasional larangan terhadap
perdagangan orang termasuk perdagangan terutama anak perempuan dibawah umur
telah diatur dalam, The International Convention on The elimination of All Form of
Discrimination Agains Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dalam Undang undang
No 5 Tahun 2009. begitu juga konvensi internasional perlindungan anak The
International Convention om Right of The Child yang diratifikasi Melalui Undang undang
No 7 Tahun 1984 hal ini berkaitan dengan upaya pemberantasan perdagangan orang
yang sasaran utamanya perempuan dan anak. Dimasa lalu perdagangan orang hanya
dipandang sebagai pemindahan orang keluar negeri yang terorganisir dilakukanoleh
kelompok atau orgamisasi tertentu. Modus perdagangan orang dilakukan dengan bujuk
rayu para (perekrut tenaga kerja di tingkat desa) sampai cara-cara modern, misalnya
melalui iklan-iklan di media cetak dan elektronik. Pelaku mengorganisir kejahatan
dengan membangun jaringan dari daerah/negara asal korban sampai ke daerah/negara
tujuan; Jaringan pelaku memanfaatkan kondisi dan praktek sosial di daerah negara asal
korban dengan janji-janji muluk dan kemudian memeras korban baik secara fisik
maupun seksual. Dalam Protokol Palermo perdagangan orang didefinisikan sebagai :
perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan.
Perdagangan orang baik budak, anak, maupun perempuan terjadi karena Kondisi
semacam ini bukan hanya terjadi antara desa dan kota (urbanisasi), namun juga sudah
terjadi secara lintas negara (trans-nasional).
Sedangkan terutama dalam  aspek perlindungan pekerja anak dari perbudakan, seperti
yang telah ditetapkan oleh Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau Internasional
Labour Organization (ILO), dimana Indonesia juga meratifikasi Konvensi ILO No. 182
Tahun 1999 yang disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke-87
tanggal 17 Juni 1999 di Jenewa melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000
tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning the Prohibition and
Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO
No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (“UU 1/2000”). Negara anggota ILO yang
mengesahkan konvensi ini wajib mengambil tindakan segera dan efektifuntuk menjamin
pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, yakni
salah satunya adalah segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan.

3b.
Perdagangan anak di bawah umur merupakan pelangaran Hak Asasi Manusia karena
akibat dari tindakan tersebut bertangan dengan hak asasi manusia. Seorang anak yang
diperdagankan akan kehilangan hak untuk meninikmati kebebasan dan kemerdekaan
apalagi dalam perdagangan tersebut ada tindakan ekploitasi seksual.Perdagangan
orang, khususunya perempuan dan anak untuk kepentingan eksploitasi seksual secara
komersial sudah menjadi isu penting dan menjadi perhatian dunia. Khusus
perdagangan perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan, dengan
jumlah terbesar dari keseluruhan perdagangan orang. Manusia dijadikan komoditas,
memindahkannya dengan semena-mena, sarat dengan berbagai pelanggaran dan
tindak kejahatan dan kesewenang-wenangan dengan tujuan eksploitasi tenaga kerja
untuk berbagai kepentingan yang merugikan korban dan menguntungkan pihak lain.
Jual beli perempuan dan anak pada umumnya untuk kepentingan eksploitasi seksual, di
mana mereka telah disalahgunakan sebagai objek seks yang menghancurkan
kehidupan mereka.
Di Indonesia eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau lainnya biasanya berbentuk
eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek
serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. 9 Telah ada
instrumen hukum dan perundangan yang secara khusus mengatur tentang Hak Asasi
Manusia di Indonesia yakni Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang juga merumuskan pengertian Hak Asasi Manusia yakni : “Hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hokum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” (Pasal 1
Angka 1).
Sebelum Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
merumuskan pengertian Hak Asasi adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrat, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan pengertian Hak Asasi Manusia di dalam Undang-undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, (Pasal 1 Angka 1) adalah sama seperti
yang dirumuskan dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 (Pasal 1 Angka 1).
Perdagangan orang berarti orang itu dipandang, sebagai objek dalam perdagangan,
seperti halnya dalam suatu jual beli. Kenyataan seperti ini sangat tragis dan merupakan
bentuk perbudakan orang di zaman modern sekarang ini yang digambarkan oleh
Romany Sihite sebagai berikut : “Jual beli perempuan dan anak pada umumnya adalah
untuk tujuan eksploitasi seksual; mereka yang dilacurkan (eksploitasi tenaga kerja dan
secara seksual) untuk kepentingan industri pornografi dan untuk berbagai kepentingan
industri seks lainnya dengan mengabaikan kepentingan korban dan memperlakukan
mereka bukan lagi sebagai manusia seutuhnya tetapi cenderung sebagai komoditas.
Sistem hokum di Indonesi dengan tegas melarang dan mengancam perdagangan
orang sebagai suatu tindak pidana, seperti halnya dalam praktik eksploitasi seksual,
menurut Hak Asasi Manusia. Praktik seperti ini bertentangan dan merupakan
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, di mana dalam praktiknya yang banyak
menjadi korban yaitu perempuan dan anak sebagai korban perdagangan manusia,
khususnya sebagai korban eksploitasi seksual.

4a.
Merariq, merupakan tradisi masyarakat suku Sasak di Pulau Lombok, NTB, yang sudah
dilakukan sejak zaman dahulu. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi yang mirip
kawin lari sebagaimana dipahami masyarakat urban ini banyak yang menyimpang dari
adat merariq sesungguhnya. Adanya syarat-syarat tertentu yang harus dilakukan oleh
seorang laki-laki atau perempuan, sebelum melangkah ke jenjang pernikahan banyak
yang disalahartikan ataubahkan sengaja disimpangi atahu dihilangkan.
Setelah dikompilasi ke perundangan yang berlaku di Indonesia, ternyata sudah sesuai,.
Sehingga adat merariq ini bukanlah yang menjadi penyebab pernikahan anak di
NTB sehingga menyebabkan terjedinya pelanggaran hak anak. Tetapi, ada
penyimpangan di dalam pelaksanaan adat Merariq sehingga menjadi keliru. 
Selain batasan usia yang sudah diatur, melarikan si gadis sebelum melakukan ritual
pernikahan dalam tradisi merariq juga ada aturannya.
Dalam adat Sasak itu ada aturannya, siapa yang harus membawa lari, jam berapa
harus dibawa lari, kemudian sudah ada kesepakatan. Yang sebenarnya itu sudah ada
kesepakatan antara orangtua dengan orang yang akan membawa lari sebenarnya,. 
Namun, yang terjadi saat ini justru banyak yang tidak sesuai dengan aturan adat yang
sesungguhnya. Yang terjadi saat inikan justru lari dari pulang sekolah, lari dari mal,
kadang dilarikannya siang hari. Seharusnya tokoh masyarakat semisal kepala dusun,
tokoh adat dan sebagainya mengembalikan tradisi merariq ke nilai-nilai luhurnya
4b.
Menurut say yang harus dilakukan agar Adat Merariq tetap lestari tetapi tidak melanggar hokum
Negara adalah dengan jalan Pemerintah Lombok Barat wajib menegakkan memiliki peraturan
daerah terkait pendewasaan perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2019
tentang Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perbup Nomor 30 tahun 2018 tentang pencegahan
perkawinan usia anak. Dalam Perda tersebut telah diatur peranan masing-masing mulai dari
pemerintah kabupaten hingga pemerintah Desa. Salah satu peranan pemerintah desa yaitu untuk
membuat Perdes dan lembaga perlindungan anak di tingkat desa.   Sehingga apabila terjadi kasus
perkawinan anak, lembaga inilah yang mengawal di tingkat desa, Sehingga dengan penegakkan
perdes ini, jumlah kasus perkawinan anak diharapkan akan menurun cukup signifikan. Pemkab
Lombok Barat juga perlu kerap bertemu dengan tokoh adat, kepala dusun, kepala desa maupun
camat untuk melakukan koordinasi dan evaluasi. Perda juga perlu mengatur soal sanksi, baik itu
sanksi administratif maupun sanksi hukum jika terbukti melanggar UU Perlindungan Anak.
Termasuk Perdes di masing-masing desa perlu diterapkan sanksinya. Seperti sanksi sosial juga
sanksi administrasi. Sesuai dengan kearifan lokal masing-masing desa \. Di beberapa desa yang
sudah memiliki perdes, jika ada anak di bawah umur yang menikah maka pernikahannya itu tidak
akan dihadiri oleh tokoh agama maupun tokoh adat. Mereka juga tidak akan diberikan bantuan dari
pemerintah. Dalam undang-undang perkawinan, batasan usia seseorang untuk bisa menikah adalah
usia 19 tahun.   Jika anak menikah pada usia muda, akan ada dampak-dampak negatif dari
perkawinan anak itu baik dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi termasuk dari administrasi
kependudukan. Perlunya sanksi seperti tidak mendapatkan kartu KK, perlu BPJS saat melahirkan,
akan mnjadi sanksi admisistratif yang akan menyulitkan mereka dan akan menyebabkan pasangan
usia dini tersebut berpikir ulang.

Anda mungkin juga menyukai