Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fredrik Hayon

Nim : 18110055
Mapel : Hukum Kel. & Waris Islam
Dosen : Sri Hendarto Kunto, SH., MH

UJIAN AKHIR SEMESTER

1. (A) Agama Islam mengatur ketentuan pembagian warisan secara rinci dalam al-Qur’an
agar tidak terjadi Perselisihan antara sesama ahli waris. agama Islam menghendaki dan
meletakkan prinsip adil dan keadilan sebagai salah satu sendi pembentukan dan
pembinaan masyarakat dapat ditegakkan.

(B) Harta peninggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang meninggal
dunia apakah harta tersebut menjadi miliknya maupun milik orang lain. Harta
peninggalan yang menjadi miliknya adalah harta yang termasuk haknya dan
penguasaannya dan berhak untuk diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak.
Sedangkan harta milik orang lain adalah harta milik orang lain yang berada di dalam
pengawasannya dan tidak menjadi hak miliknya untuk diwariskan kepada ahli warisnya.
Setelah seseorang meninggal dunia, maka harta peninggalan yang menjadi miliknya dan
harta orang lain, harus dilakukan pemisahan, mana harta peninggalan yang menjadi
miliknya atau haknya, dan mana harta peninggalan yang menjadi hak orang lain.
Pemisahan harta peninggalan dalam hal ini, termasuk harta yang diperoleh setelah
terjadinya perkawinan dengan istri yang dikenal dengan istilah harta bersama. Kemudian
bagian dari pemisahan tersebut adalah menjadi hak-hak masing-masing suami-istri,
kemudian ditambahkan dengan harta bawaan itulah yang menjadi harta peninggalan
sebagai hak untuk diwariskan kepada seluruh ahli waris yang berhak, setelah dikeluarkan
hak-hak yang bersangkut paut dengan harta peninggalan tersebut sebagai hak orang yang
meninggal dunia. Setelah melakukan pemisahan harta orang yang meninggal dunia
dengan harta orang lain, apakah itu harta bersama dengan istri atau harta perolehan
bersama dengan orang lain dalam bentuk perserikatan, dan setelah dikeluarkan hak-hak
yang bersangkut paut dengan harta peninggalan maka sisanya itulah yang menjadi harta
warisan untuk diwariskan kepada ahli waris berhak.

2. (A) dalam pembagian warisan terdapat 3 golongan ahli waris menurut ajaran bilateral:
- Dzul faraa-idh ialah ahli waris yang telah mendapat bagian pasti, yang bagian-bagian
tersebut telah ditentukan dalam Alquran surat An-Nisa, atau sebagaimana pula telah
disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam bab ketiga.
- Dzul qarabat ialah ahli waris yang mendapat bagian sisa atau tidak ditentukan.
- Mawali adalah ahli waris pengganti yang menggantikan seseorang untuk memeroleh
bagian warisan yang tadinya akan diperoleh orang yang digantikan itu. Mawali ialah
keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris, atau keturunan orang yang
mengadakan semacam perjanjian mewaris (misalnya wasiat) dengan pewaris.
Pembagian:
- Setengah Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudari seayah Ibu,
Saudari seayah dan Suami jika tanpa anak.
- Seperempat Suami bersama anak atau cucu, Istri tanpa anak atau cucu dari anak laki-
laki.
- Seperdelapan Istri bersama Anak atau cucu dari anak laki-laki
- Sepertiga Ibu tanpa ada anak, Saudari seibu 2 orang atau lebih.
- Duapertiga Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudari seayah
ibu, Saudari seayah.
- Seperenam Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Nenek, Saudari seayah
bersama Saudari seayah ibu, Ayah bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Kakek.
Berdasarkan hal ini maka, setiap ahli waris memiliki hak yang berbeda-beda.

(B) Karena kedudukan anak angkat sudah jelas, anak angkat tetap sebagai anak angkat,
tidak bisa menjadi ahli waris dari orangtua angkatnya, Akan tetapi Dalam hukum
kewarisan, sesuai dengan ketentuan pasal 209 KHI kalau orang tua angkat meninggal
dunia, maka anak angkat akan mendapat wasiat wajibat. Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh KHI dalam pasal 209 ayat (a) :”Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orangtua angkatnya”.

3. (A) Pengadilan agama memiliki kewenangan menyelsaikan perkara sengketa


waris sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang- orang
yang beragama Islam.

(B) Pada dasarnya dalam menyelesaian perkara seperti waris hakim dalam
pengadilan akan selalu menganjurkan untuk damai ataupun mediasi,agar
penyelesaian dapat dilakukan secara kekeluargaan.Adapun dasar hukum bagi
hakim dalam mediasi :
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 tahun 2003 jo Peraturan Mahkamah
AgungNomor 01 Tahun 2008tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pada
Pasal 2 ayat (3): “Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa
melalui mediasi. Bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur
mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum. Dalam hukum acara
Peradilan Agama sengketa waris diatur penyelesaiannya oleh Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 pada Pasal 56 angka 2 yakni: “Ketentuan sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan usaha
penyelesaian perkara secara damai.” Intinya pada Pasal ini Pengadilan Agama
dalam menyelesaikan suatu perkara harus melalui upaya damai (mediasi)”.

4. (A) Dalam pembagian warisan asal masalah adalah satu hal yang mesti ada
untuk bisa menentukan bagian (sihâm) masing-masing ahli waris dalam bentuk
bilangan bulat, bukan dalam bentuk pecahan. Dalam ilmu Aritmatika Asal
Masalah bisa disamakan dengan Kelipatan Persekutuan Terkicil atau KPK yang
dihasilkan dari semua bilangan penyebut dari masing-masing bagian pasti ahli
waris yang ada. Asal Masalah atau KPK ini harus bisa dibagi habis oleh semua
bilangan bulat penyebut yang membentuknya.Para ulama faraidl menyepakati
bahwa dalam pembagian warisan ada 7 (tujuh) macam asal masalah yang
dihasilkan dari 6 (enam) bagian pasti yang telah ditentukan. Ketujuh asal
masalah tersebut adalah bilangan 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24.   Ketujuh asal
masalah ini digunakan apabila dalam kasus pembagian warisan ahli warisnya
terdapat orang yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Bila dalam kasus
pembagian warisan ahli warisnya terdiri dari orang-orang laki-laki semua yang
mendapat bagian ashabah maka harta waris tinggal dibagi rata kepada mereka
dengan asal masalah menggunakan ‘adadur ru’ûs atau jumlah ahli warisnya.
Namun bila ahli waris terdiri dari para penerima ashabah laki-laki dan
perempuan, seperti satu orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan
misalnya, maka setiap ahli waris laki-laki dianggap sebagai 2 orang. Berikutnya
jumlah keseluruhan ‘adadur ruûs dijadikan sebagai asal masalah untuk
membagi harta waris di antara mereka dengan batasan “laki-laki mendapat dua
bagian perempuan.”

(B) Istilah 'aul dalam defenisinya dikenal dengan bertambahnya jumlah harta


waris dari yang telah ditentukan (furudhul muqoddaroh) dan berkurangnya
bagian para ahli waris (ashabulfurud). Sebagaimana dituturkan di atas bahwa
asal masalah yang sering terjadi ‘aul ada tiga yakni 6, 12, dan 24. Masing-
masing asal masalah ini bisa terjadi ‘aul sampai beberapa kali dengan nominal
yang berbeda-beda. Rincian ‘aul ini dijabarkan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam
kitabnya Al-Mu'tamad fil Fiqhis Syâfi’i sebagai berikut:   Asal masalah 6 bisa
terjadi ‘aul 4 kali, yakni 7, 8, 9,dan10.

5. Pembagian Warisan menurut KHI:


Dasar Hukum:
1) Pasangan Pewaris:
Menurut KHI Pasal 179
Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.
2) Anak Pewaris:
Menurut KHI Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang
atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila Anak
perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki
adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.
3) Cucu dari Anak Perempuan:
Dalam hukum Islam cucu dari anak perempuan tidak termasuk ke dalam ahli
waris, karena mereka akan menerima harta warisan dari kedua orang tuanya atau
dari pewaris yang berasal dari garis keturunan ayah.
4) Orangtua Pewaris:
Menurut KHI Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada
anak, ayah mendapat seperenam bagian.

Menurut KHI Pasal 178


(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga
bagian.
(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda
bila bersama-sama dengan ayah.
Total Warisan: Rp9.000.000 (Sembilan juta rupiah).
Berdasarkan perhitungan menurut Hukum Islam Harta Pewaris akan dibagikan kepada
Ahli Waris dengan masing-masing bagian:
1) Suami Pewaris:
Sebanyak 3/13 : Rp2.076.923 (Dua juta tujuh puluh enam ribu sembilan ratus dua
puluh tiga rupiah).
2) Anak Perempuan (1):
Sebanyak 6/13 : Rp4.153.846 (Empat juta seratus lima puluh tiga ribu delapan ratus
empat puluh enam rupiah).
3) Bapak:
Sebanyak 2/13 : Rp1.384.615 (Satu juta tiga ratus delapan puluh empat ribu enam
ratus lima belas rupah).
4) Ibu:
Sebanyak 2/13 : Rp1.384.615 (Satu juta tiga ratus delapan puluh empat ribu enam
ratus lima belas rupah).

Anda mungkin juga menyukai