PENDAHULUAN
1
Studi pendahuluan yang dilakukan di ruangan VIP B dan C RSUD Dumai pada
tanggal 1 - 10 februari 2022, didapatkan data mengenai reaksi kecemasan pasien anak.
Studi pendahuluan ini dilakukan dengan mewawancarai 5 orang tua yang anaknya sedang
dirawat. ditemukan bahwa terdapat 4 dari 5 orang tua anak mengatakan anaknya menangis
ketika berada diruangannya, gugup saat melihat orang lain yang ada diruangannya, gelisah
berada diruangannya, menangis bila keluarga tidak disampingnya, menghindar berbicara
dengan perawat, berusaha lari atau keluar dari ruangannya, menangis, berteriak,
marah/mengamuk saat didekati oleh perawat.
Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien anak yang dirawat diruang VIP B
dan C mengalami ketakutan dan kecemasan dengan petugas kesehatan. Terdapat banyak
teknik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan yang dialami pasien anak yaitu
dengan mendengarkan musik kesukaan anak, bercerita, menggambar dan bermain (Helena,
2014). Semua teknik ini merupakan metode distraksi agar perhatian anak teralihkan.
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan stres dan kecemasan dengan cara
mengalihkan perhatian pada hal-hal lain yang menyenangkan bagi anak (Pillitteri, 2010).
2
skor berkarakter kartun yang dapat dijadikan metode distraksi agar pasien anak tidak fokus
kepada tindakan yang akan dilakukan kepada mereka namun lebih memperhatikan kepada
karakter kartun pada skor perawat. Penggunaan skor motif kartun diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi perilaku kecemasan pasien anak
yang dirawat di ruang VIP B dan C.
3
d. Bagi Perawat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan, pengalaman dan
wawasan perawat dalam penerapan penggunaan Skor berkarakter kartun untuk
mengurangi kecemasan pasien anak.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stress hospitalisasi, dimana anak
perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki. Anak perempuan lebih cenderung emosional dalam mengekspresikan
kecemasan dan anak laki-laki cenderung menunjukkan perilaku yang agresif (Small,
Melnyk & Arcoleo, dalam Ilmiasih, 2012). Anak perempuan juga mempunyai tingkat
kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki ketika dilakukan perawatan
di rumah sakit (Roohafza et al., 2009). Anak perempuan mempunyai resiko kecemasan
dua kali lipat dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak
perempuan dipengaruhi oleh faktor biologis yaitu perubahan hormon androgen. Anak
laki-laki dan perempuan secara psikososial mempunyai peran dan pengalaman
sosialisasi berbeda sehingga menghasilkan peran gender maskulin dan feminim. Pada
anak feminim didapatkan kecemasan yang lebih sering dibandingkan anak maskulin,
hal ini sesuai dengan peran gender pada anak laki-laki dan anak perempuan (Palapattu,
Kingery & Ginsburg, 2006).
d. Pengalaman terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit
Menurut Tsai (2009), respon anak menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap
lingkungan dan mengingat dengan detail kejadian yang dialami dengan lingkungan
sekitar. Anak yang memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat di
rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila
pengalaman anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenangkan maka akan lebih kooperatif.
e. Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggoptya keluarga dalam satu rumah dikaitkan dengan dukungan
keluarga. Semakin tinggio dukunagn ekluarga pada anak prasekolah yang mejalani
hospitalisasi, maka semakin rendah tingkat kecemasan anak. Keterlibatan orangtua
selama anak dirawat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa disayang dan
diperhatikan.
6
f. Persepsi anak terhadap sakit
Keluarga dengan jumlah yang cukup besar mempengaruhi persepsi dan perilaku
anak dalam mengatasi masalah mengahdapi hospitalisasi. Jumlah anggota keluiarga
dalam satu rumah semakin besar memungkinkan dukungan keluarga yang baik dalam
perawatan anak.
7
anoreksia dan diare), perubahan kardiovaskuler dan ketidak mampuan untuk
berkonsentrasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan ketakutan dan tremor karena kehilangan kendali. Orang
yang panic tidak mampu melakukan suatu walaupund engan pengarahan, panic
mengakibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panic terjadi epningkatan motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Adapun gangguan
kecemasan yang dialami pada anak yang sering dijumpai dirumah sakit adalah pani,
fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan umum dan lainnya.
Cara pengukuran kecemasan pada anak usia prasekolah menggunakan alat ukur
(instrumen) Face Anxiety Scale (FAS). Face Anxiety Scale (FAS) yang dikembangkan oleh
(McMurty, Noel, Chambers, & McGrath,2010) berfungsi untuk mengukur kecemasan pada
pasien anak yang sedang dirawat dirumah sakit. Skala penilaian nilai terendah 0 dan nilai
tertinggi 4. Skor 0 memberikan gambaran tidak ada kecemasan sama sekali, skor 1
menunjukkan lebih sedikit cemas, skor 2 menggambarkan sedikit kecemasan, skor 3
menggambarkan adanya kecemasan, skor 4 menggambarkan kecemasan yang ekstrim pada
anak.
8
2.2 Konsep Anak Usia Prasekolah
2.2.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah
Usia prasekolah adalah usia perkembangan anak antara 3 sampai 5 tahun. Pada
usia ini, terjadi perubahan yang signifikan untuk mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk
sekolah dengan mengkombinasikan antara perkembangan biologi, psikososial, kognitif,
spiritual, dan prestasi sosial (Wong et al., 2009). Pengertian yang sama juga dikemukakan
oleh Potter & Perry (2009) bahwa anak usia prasekolah berada pada usia 3 sampai 5 tahun.
9
1) Fase Pra Konseptual (usia 2 – 4 tahun) Pada fase ini anak telah membentuk suatu
konsep yang belum matang dan tidak logis dibandingkan dengan orang dewasa,
menghubungkan suatu kejadian dengan kejadian lain, mempunyai pemikiran yang
berorientasi pada diri sendiri, dan membuat klasifikasi yang masih relatif
sederhana.
2) Fase Intuitif (usia 4 – 7 tahun) Pada fase ini anak sudah mampu menjumlahkan,
mengklasifikasikan, dan menghubungkan objek-objek. Anak juga sudah
mempunyai cara berpikir yang intuitif yaitu menyadari sesuatu yang benar tetapi
tidak tahu alasannya, kata-kata yang digunakan banyak yang ssuai tetapi tidak
bisa memahami artinya.
c. Perkembangan Psikososial Anak usia prasekolah sudah siap menghadapi dan berusaha
keras dalam mencapai tugas perkembangan. Tugas utama pada perkembangan
psikosoial adalah menguasai rasa inisiatif yaitu bermain, bekerja, dan dapat merasakan
kepuasan dalam kegiatannya, serta merasakan hidup spenuhnya. Tetapi konflik akan
timbul ketika aktivitasnya melampaui batas kemampuan mereka, sehingga anak akan
mengalami rasa bersalah karena berperilaku atau tidak melakukan dengan benar.
Perasaan bersalah, cemas, dan rasa takut diakibatkan oleh pikiran yang berbeda
dengan perilaku yang diharapkan (Wong et al., 2009). Tinjauan perkembangan
psikososial menurut teori Erikson bahwa krisis yang dihadapi anak usia prasekolah
(usia 3 – 5 tahun) adalah inisiatif versus rasa bersalah. Erikson menyatakan bahwa
pada usia prasekolah anak sudah menguasai perasaan otonomi, apabila orang tua tidak
dapat menerima imaginasi dan aktivitasnya maka anak akan mengembangkan rasa
bersalah, keluarga merupakan orang terdekat bagi anak usia prasekolah, serta anak
pada usia prasekolah merupakan pelajar yang energik, serta mempunyai imaginasi
yang aktif (Muscari, 2005).
d. Perkembangan Moral Perbedaan yang mendasar pada perkembangan moral anak usia
pra sekolah dengan usia toddler adalah adanya kemampuan untuk mengidentifikasi
tingkah laku sehinga akan menghasilkan hukuman apabila tindakannya salah dan
mendapatkan hadiah apabila tindakannya benar, serta dapat membedakan antara benar
dan salah (Potter & Perry, 2009). Menurut teori Kohlberg dalam perkembngan moral
10
anak usia prasekolah berada pada tahap pra konvensional, yaitu anak akan muncul
perasaan bersalah serta menekankan pada pengendalian eksternal (Muscari, 2005).
11
BAB III
PEMBAHASAN
Apabila hal ini terus berlanjut maka akan menghambat proses perawatan anak.
Oleh sebah itu, kami membuat sebuah inovasi berupa modifikasi lingkungan fisik yaitu
penampilan petugas kesehatan dengan cara penggunaan skor yang didesain dengan motif
kartun.
Kegiatan ini dimulai dari menyampaikan salam,menjelaskan tujuan,kontrak waktu
dengan kelurga pasien kemudian sebelum perawat melakukan asuhan keperawatan,terlebih
dahulu menggunakan skor berkarakter kartun,lalu menanyakan perasaan kelurga pasien
setelah interaksi dengan perawat, diakhiri dengan mengukur tingkat kecemasan anak
menggunakan FAS (Face Anciety Scale ) oleh perawat.
12
3.4 Alat dan bahan
1. Skor berkarakter Kartun
2. Alat Ukur Kecemasan FAS (Face Anciety Scale)
3.5 Proses Kegiatan
3.6 Evaluasi
A. Respon anak tampak tidak cemas saat dilakukan tindakan
B. Respon anak tampak tidak tegang saat dilakukan tindakan
C. Respon anak tampak tidak rewel saat dilakukan tindakan
BAB 4
13
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan inovasi yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
dengan menggunakan skor berkarakter kartun dapat menurunkan tingkat kecemasan anak
selama perawatan di ruang vip B/C RSUD Dumai.
4.2 Saran
Berdasarkan inovasi yang telah dilakukan diharapkan dapat dikembangkan lebih
lanjut dari jumlah responden,durasi penelitian,kelompok perbandingan serta skor
berkarakter diperbanyak variasinya.
14