Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah yang membutuhkan penanganan serius mengingat besarnya
kerugian yang diakibatkannya. Untuk itu kajian yang perlu dilakukan adalah melakukan analisis terhadap
data kecelakaaan lalu lintas yang ada.
1. Prasana Jalan (Road) ; Jalan adalah faktor yang pertama karena kejadian kecelakaan adalah di jalan
raya.
2. Sarana kendaraan (Vehicle) ; Kendaraan adalah faktor yang kedua, karena merupakan penyebab
kecelakaan yang utama. Misalnya, kendaraan yang tidak layak operasi bisa membahayakan. Oleh sebab
itu, untuk kendaraan pribadi dan umum, harus dilakukan pengujian kendaraan apa layak atau tidak
beroperasi.
3. Manusia pengendara dan pejalan kaki (Men) ; Manusia sebagai pengemudi dan pejalan kaki
adalah faktor ketiga, karena merupakan subyek kecelakaan. Faktor manusia juga sangat menentukan,
misalnya dalam keadaan mabuk, kelelahan setelah lebih dari empat jam mengemudi, cacat fisik, rabun
malam pada waktu berkendara malam, minum obat influenza hingga menyebabkan kantuk, tidak
memiliki SIM, menyeberang jalan tidak pada tempatnya, dsb.
4. Faktor sekeliling atau cuaca (Physical Environment and Weather) ; Berkendara di jalan raya
dipengaruhi faktor sekelilingnya, antara lain adalah komdisi sekeliling dan faktor cuaca. Sehingga apapun
jalan yang baik dan kendaraan yang sempurna akan sangat dipengaruhi kondiri sekeliling, misalnya
pohon yang rindang atau panas tanpa ada pohon, musim hujan yang menyebabkan jalan menjadi basah
dan licin.
5. Rambu dan Peraturan (Sign – Marking and Regulation) ; Telah diupayakan agar rambu-rambu
dipasang unutk dapay memperingati pengendara agar hati-hati, misalnya jalan menikung tajam,
pendangan terhalang, jangan mendahului pada tikungan tajam, dlsb. Semua ini, rambu dan marka jalan,
dapat membantu para pengendara agar hati-hati.
2. Kriteria Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu-lintas merupakan suatu peristiwa yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia
(mengalami luka ringan, luka berat, dan meninggal) dan kerugian harta benda.
1. Luka ringan adalah keadaan korban mengalami luka-luka yang tidak membahayakan jiwa dan atau
tidak memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Misalnya luka kecil dengan
pendarahan sedikit dan korban sadar, luka bakar, keseleo dari anggota badan yang ringan tanpa
komplikasi, penderita tersebut dalam keadaan sadar tidak pingsan atau muntah-muntah.
2. Luka berat adalah keadaan korban mengalami luka-luka yang dapat membahayakan jiwa dan
memerlukan pertolongan/perawatan lebih lanjut dengan segera di rumah sakit. Misalnya luka yang
menyebabkan keadaan penderita menurun, biasanya luka yang mengenai kepala dan batang kepala,
patah tulang anggota badan dengan komplikasi disertai rasa nyeri yang hebat dan pendarahan hebat,
benturan atau luka yang mengenai badan penderita menyebabkan kerusakan alat-alat dalam.
3. Meninggal adalah keadaan dimana penderita terdapat tanda-tanda kematian secara fisik. Korban
meninggal adalah korban kecelakaan yang meninggal di lokasi kejadian, meninggal selama perjalanan ke
rumah sakit, atau meninggal ketika dirawat di rumah sakit.
Kejadian kecelakaan lalu-lintas sangat beragam baik dari proses kejadian maupun faktor penyebab.
Menurut proses kejadiannya, kecelakaan lalu-lintas dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kecelakaan tunggal yaitu peristiwa kecelakaan yang hanya melibatkan satu kendaraan.
c. Kecelakaan beruntun atau karambol yaitu peristiwa kecelakaan yang melibatkan tiga kendaraan
atau lebih.
3. Rambu Lalu-Lintas
Informasi merupakan hal yang diperlukan dalam tugas-tugas mengemudi, dan rambu lalu-lintas penting
sebagai alat untuk menganjurkan, memperingatkan dan mengontrol pengemudi dan pemakai jalan
lainnya. Rambu-rambu tersebut harus efektif dalam lingkungannya, baik di atas maupun di luar jalan,
siang dan malam, secara menerus pada berbagai kondisi cuaca. Informasi yang ditampilkan pada rambu
harus harus tepat dalam pengertian sesuai pesan yang ditampilkan melalui kata-kata, simbol-simbol
atau bentuk gabungan kata dan simbol. Frekuensinya harus seperti membuat perhatian langsung setiap
saat dibutuhkan tetapi tidak boleh secara sembarangan yang dapat menjadikan tidak diperhatikan (F.D.
Hobbs, 1995).
Kategori utama dari rambu dapat diperhatikan sebagai berikut :
a. Rambu peringatan
Rambu peringatan diperlukan untuk mengidentifikasi gangguan nyata dan potensial yang bersifat
permanen atau temporer seperti persimpangan jalan, belokan, bukit, anak-anak, pekerjaan jalan.
Ramburambu ini biasanya berbentuk segitiga sama kaki dengan puncaknya berada di atas.
b. Rambu peraturan
Rambu peraturan menunjukkan peraturan perundangan yang mengatur pengontrolan jalan raya dan
pengoperasian dengan memberikan perhatian pada persyaratan, larangan atau pembatasan. Terdapat
dua kelompok utama, yaitu rambu perintah dan rambu larangan.
1) Rambu perintah
Rambu perintah digunakan untuk menyatakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemakai
jalan, misalnya stop (berhenti), pelan-pelan tetap pada jalur kiri dan sebagainya. Rambu perintah wajib
ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban dimulai dan dapat dilengkapi dengan papan
tambahan. Untuk memberikan informasi pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu
lain pada jarak yang layak sebelum titik kewajiban.
2) Rambu larangan
Rambu larangan digunakan untuk menyatakan batasan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pemakai
jalan. Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin dengan titik larangan dimulai dan dapat dilengkapi
dengan papan tambahan. Untuk memberikan informasi pendahuluan pada pemakai jalan dapat
ditempatkan rambu lain pada jarak yang layak sebelum titik larangan mulai berlaku.
c. Rambu informasi
Rambu informasi disediakan untuk kenyamanan pemakai jalan dan meningkatkan baik efisiensi maupun
keamanan operasi jalan raya. Rambu informasi adalah rambu yang memberikan petunjuk pada pemakai
jalan mengenai arah, tempat dan informasi yang meliputi rambu pendahuluan, rambu jurusan (arah),
rambu penegasan, rambu petunjuk batas wilayah dan rambu lain yang memberikan keterangan serta
fasilitasyang bermanfaat bagi pemakai jalan. Rambu informasi digunakan untuk memberikan informasi
mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan.
Rambu informasi ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai daya guna sebesar-besarnya
dengan memperhatikan keadaan jalan dan lalu-lintas. Untuk menyatakan jarak dapat digunakan papan
tambahan atau dicantumkan pada rambu itu sendiri.
d. Rambu tambahan
Rambu tambahan adalah papan yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu yang berisi
ketentuan waktu, jarak, jenis kendaraan dan ketentuan lainnya yang dipasang untuk melengkapi rambu
lalu-lintas jalan. Papan tambahan tidak boleh menyatakan suatu identitas yang tidak berkaitan dengan
informasi yang diberikan oleh rambu itu sendiri.
e. Rambu sementara
Rambu sementara adalah rambu lalu-lintas jalan yang digunakan untuk pengaturan lalu-lintas dalam
keadaan darurat, atau kegiatan tertentu antara lain kecelakaan lalu-lintas, kebakaran, banjir, penelitian
lalu-lintas, uji coba pengaturan lalu-lintas pekerjaan jalan.
a. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu-lintas di luar jarak tertentu dari tepi paling
luar bahu jalan atau jalur lalu-lintas kendaraan.
b. Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dengan jelas bagi
pemakai jalan dan tidak merintangi lalu-lintas kendaraan atau pejalan kaki.
c. Dengan pertimbangan teknis tertentu sesuatu rambu dapat ditempatkan di sebelah kanan atau
di atas daerah manfaat.
4. Jarak Pandangan
Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat dengan jelas dan menyadari
pada saat mengemudi, sangat tergantung pada jarak yang dapat dilihat dari tempat kedudukannya.
Panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan
pengemudi, disebut jarak pandangan.
a. Menghindarkan terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat
adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki, atau hewan-
hewan pada lajur jalannya.
b. Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan lebih
rendah dengan mempergunakan lajur disebelahnya.
c. Menambah efisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai semaksimal
mungkin.Sebagai pedoman bagi pengatur lalu-lintas dalam menempatkan rambu-rambu lalu-lintas yang
diperlukan pada setiap segmen jalan.
v Jarak pandangan menyiap yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat menyiap kendaraan
lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur untuk yang berlawanan arah.
5. Alinemen Jalan
Alinemen jalan adalah faktor utama untuk menentukan tingkat aman dan efisien di dalam memenuhi
kebutuhan lalu-lintas. Alinemen dipengaruhi oleh topografi, karakteristik lalu-lintas dan fungsi jalan.
Alinemen horisontal dan vertikal harus diperhatikan secara bersama-sama melalui pendekatan tiga
dimensi sehingga menghasilkan alinemen jalan dengan tingkat keselamatan dan apresiasi visual yang
baik.
6 Penerangan Jalan
Penerangan jalan biasanya didisain untuk menerangi jalan dan dengan demikian menimbulkan
penglihatan sebagai bayangan. Pada jalan keluar dari jalan bebas hambatan biasanya diterangi secara
menerus untuk memberi kesempatan kepada mata untuk menyesuaikan dengan penerangan lampu
depan kendaraan.
7 Volume Lalu-Lintas
Volume lalu-lintas digunakan sebagai pengukur jumlah dari arus lalu-lintas dengan menunjukkan jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan (hari, jam, menit).
Volume lalu-lintas harian rata-rata (LHRT) adalah jumlah lalu-lintas kendaraan rata-rata yang melewati
satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
365
LHRT dinyatakan dalam kendaraan / hari / 1 arah untuk jalur berlajur banyak dengan median.
7.2. Volume Lalu-Lintas Harian Rata-rata (LHR)
Mengingat akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tidak
semua tempat mempunyai data volume lalu-lintas selama satu tahun maka untuk kondisi tersebut dapat
pula dipergunakan satuan lalu-lintas harian rata-rata (LHR). LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang
diperoleh selama pengamatan dan lamanya pengamatan.
Lamanya pengamatan
a. Pengamatan dilakukan pada interval-interval waktu yang cukup menggambarkan fluktuasi arus
lalu-lintas selama satu tahun.
b. Hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari perhitungan LHR beberapa kali. LHR atau
LHRT untuk perencanaan jalan baru diperoleh dari analisa data yang diperoleh dari survai asal dan
tujuan serta volume lalu-lintas di sekitar jalan tersebut.
Mengingat kompleksnya permasalahan kecelakaan lalu-lintas maka jika ingin menanggulangi kecelakaan
lalu-lintas secara komperhensif sehingga dapat mengantisipasi faktor-faktor kontributif terhadap
masalah kecelakaan lalu-lintas secara tuntas, diperlukan suatu metode penanggulangan yang mencakup
perekayasaan prasarana dan sarana lalulintas (engineering), pembinaan unsur pemakai jalan
(education), serta rekayasa dalam bidang hukum atau pengaturannya termasuk penegakan hukumnya
(enforcement).
Metode penanggulangan kecelakaan pada dasarnya merupakan bagian dari sub sistem Manajemen
Transportasi. Metode penanggulangan keselamatan tersebut secara garis besar meliputi :
c. Metode represif (penanggulangan), berupa penindakan terhadap setiap bentuk pelanggaran kasus
kecelakaan lalu-lintas.
a. Metode preemptif
Metode preemptif sebagai upaya penangkal di dalam menanggulangi kecelakaan lalu-lintas, pada
dasarnya meliputi perekayasaan berbagai bidang yang berkaitan dengan masalah transportasi, sehingga
dapat mengeliminir secara dini dampak-dampak
yang mungkin akan timbul. Metode preemptif dalam menanggulangi kecelakaan lalu-lintas dapat
diterapkan melalui tindakan terpadu di dalam :
2. Perencanaan tata guna lahan, contoh : tata guna lahan yang meminimumkan konfliks antara
lalu-lintas dengan pejalan kaki dan mengurangi kebutuhan melakukan perjalanan.
a) Perencanaan jenis, ukuran, kapasitas kendaraan bermotor yang sesuai dan serasi dengan tingkat
kebutuhan masyarakat, kondisi daerah-daerah yang akan dilayani, jaringan jalan serta perencanaan
proyeksi kebutuhan transportasi di masa mendatang.
b) Perencanaan pengembangan angkutan umum yang berorientasi pada pemakaian ruas jalan dengan
mempertimbangkan dampak social, dampak lingkungan dan tingkat keselamatannya.
c) Perencanaan pengembangan industri kendaraan bermotor yang baik untuk menunjang perencanaan
angkutan umum secara lebih efektif.
b. Metode preventif
Metode preventif adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu-lintas,
yang dalam bentuk konkritnya berupa kegiatan-kegiatan pengaturan lalu-lintas, penjagaan tempat-
tempat rawan, patroli dan pengawalan. Mengingat bahwa kecelakaan lalu-lintas terjadi karena faktor
manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan secara simultan maka upaya-upaya pencegahannya pun dapat
ditujukan kepada pengaturan komponen-komponen lalu-lintas serta sistem lalu-lintasnya. Secara garis
besar upaya-upaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Karakteristik prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas kecelakaan lalu-lintas,
maka dalam pembangunan setiap jaringan jalan harus disesuaikan dengan pola tingkah laku dan
kebiasaan pemakai jalannya. Dalam pengertian, jalan harus dirancang, dilengkapi, dipelihara serta
dioperasionalkan secara terencana dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan informasi pemakai jalan
dalam rangka mengantisipasi dan pengambilan keputusan. Dengan demikian jalan harus dibangun
sesuai dengan standar desain dan geometriknya.
b. Lebar jalan yang cukup, permukaan yang aman dan nyaman, rancangan yang tepat untuk
persimpangan dengan jarak pandang yang cukup aman, dilengkapi dengan rambu-rambu, marka jalan,
dan tanda jalan yang cukup banyak dan cukup jelas dapat dilihat, lampu penerangan jalan yang baik
serta koefisien gesek permukaan jalan yang sesuai dengan standar geometri.
a) Faktor karakteristik kendaraan juga sering membawa dampak tingginya intensitas dan kualitas
tingginya tingkat kecelakaan. Untuk menanggulangi kecelakaan lalu-lintas, kendaraan harus dirancang,
dilengkapi, dan dirawat sebaik-baiknya. Kecelakaan lalu-lintas dapat terhindar bila kondisi kendaraan
prima, stabil, berfungsi dengan baik. Bodi tidak keropos serta cukup kuat melindungi penumpangnya.
a) Faktor pemakai jalan merupakan elemen yang paling kritis dalam sistem lalu-lintas karena
keterampilan mereka sulit ditingkatkan dalam waktu yang singkat. Karakter dasar mereka yang sulit
untuk dirubah, keterampilan mereka dalam mengantisipasi jarak, mengerem serta kebiasaan-kebiasaan
lainnya dalam mengemudikan kendaraannya hanya dapat ditingkatkan melalui latihan secara konsisten.
b) Metode yang harus diterapkan dalam meningkatan unjuk kerja pengemudi adalah dengan tes
kesehatan fisik dan psikis, dengan pendidikan dan latihan serta ujian yang ketat, kampanye umum dan
pengawasan terhadap setiap pelanggaran melalui hukum yang ketat pula. Tes kesehatan dan psikis
harus diterapkan untuk meyakinkan calon pengemudi tersebut benar-benar telah memenuhi
persyaratan dasar yang menyangkut penglihatan, pendengaran serta kondisi psikis.
c) Pendidikan dan latihan harus mencakup pula pelajaran tentang sopan santun berlalu-lintas.
Pendidikan dan latihan perlu dilaksanakan sedini mungkin dari TK diteruskan secara konsisten pada
tingkat SD, SMP, SMA serta melalui kelompok-kelompok ekstrakulikuler.
d) Informasi tentang situasi lalu-lintas serta kampanye keselamatan lalu-lintas melalui bentuk-
bentuk kegiatan olah raga, penerbitan brosur-brosur secara berkala maupun melalui media massa.
e) Pengawasan, penegakaan hukum dan pemberian sanksi hukuman harus terus diterapkan
seefektif mungkin agar para pemakai jalan selalu menaati peraturan.
b) Kecelakaan lalu-lintas dapat ditekan bila tata guna tanah dikontrol dan dikendalikan dengan
memperpendek jarak perjalanan serta mempromosikan sarana transportasi umum yang aman dan
mengurangi titik konflik pada persimpangan sebidang.
c) Pembangunan daerah pemukiman yang dilengkapi dengan segala sarana dan prasarana akan
dapat mengurangi perjalanan perorangan sehingga akan mengurangi kecelakaan lalu-lintas.
Sistem lalu-lintas yang diatur di dalam peraturan perundangundangan lalu-lintas yang disertai dengan
penegakan hukum jelas dapat menekan intensitas dan kualitas kecelakaan lalu-lintas. Tujuan dibuatnya
peraturan lalu-lintas adalah untuk kepentingan pengendalian umum kepada pemakai jalan, kendaraan
dan prasarana jalan serta interaksinya di dalam sistem lalu-lintas sebagaimana yang
diatur di dalam UU Nomor 14 / 1992 antara lain adalah masalah prasarana kendaraan, pengemudi dan
pejalan kaki serta tata cara berlalu-lintas. Keseluruhan peraturan tersebut harus rasional, dalam arti
harus dilengkapi dengan fasilitasnya terlebih dahulu, dikondisikan masyarakat pemakai jalan baru
diawasi dan ditegakkan melalui penegakkan hukum bagi pelanggarnya.
Masalah pelayanan gawat darurat, misal : keterlambatan datang ke tempat kejadian kecelakaan lalu-
lintas ataupun jeleknya pelayanan, seringkali membawa dampak tingginya angka fatalitas. Peningkatan
pelayanan gawat darurat melalui penataan organisasi, penyediaan fasilitas, kemudahan kontak serta
tersedianya tenaga para medis sebagai awak ambulance akan sangat berperan dalam upaya
penanggulangan kecelakaan lalu-lintas.
c. Metode represif
Metode represif pada hakekatnya dalam rangka melindungi kecelakaan lalu-lintas merupakan upaya
akhir yang biasanya disertai dengan upaya penerapan paksa. Tindakan represif dilakukan terhadap
setiap jenis pelanggaran lalu-lintas atau dalam bentuk pelanggaran kasus kecelakaan lalu-lintas.
Penegakan hukum lalu-lintas sebagai bentuk kegiatan metode represif dilakukan terhadap setiap
pemakai jalan yang melanggar hukum lalu-lintas dan angkutan jalan, apabila dengan tindakan edukatif
yang dilakukan dengan metode preempetif dan preventif tidak dapat menangulangi masalahnya.
Penegakan hukum yang dilakukan secara efektif dan intensif, pada hakeketnya bukan sematamata
ditujukan untuk memberikan pelajaran secara paksa atau untuk menghukum kepada setiap pelanggar
yang tertindak, namun juga dimaksudkan untuk menimbulkan kejeraan bagi yang bersangkutan agar
tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dengan demikian setiap penindakan represif juga mengandung
unsur preventif. Sehubungan dengan metode represif ini, perlu disadari bersama bahwa keberhasilan
upaya penanggulangan keselamatan lalu-lintas melalui penindakan tidak dapat bertumpu hanya pada
keaktifan aparat penegak hukum saja, melainkan harus diperhatikan pula faktor-faktor lainnya seperti
pemakai jalan yang disiplin dan mentaati semua peraturan yang berlaku yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan penegak hukum. Karena disamping faktor kualitas para aparatnya, penegakan
hukum hanya akan efektif bila didukung oleh faktor-faktor lainnya, seperti perlengkapan sarana untuk
menegakkan hukum, efektifitas hukumnya sendiri serta tingkat kesadaran masyarakat (Soemarsono,
1994).
Tidak ada perjanjian global yang merumuskan panduan tentang keselamatan jalan raya, namun berbagai
patokan umum telah dirumuskan untuk mendapatkan kanpanye pendidikan berlalu-lintas di jalan raya
yang baik. Kalau hal ini dihubungkan dengan kampanye melalui penindakan kepolisian, maka akan
diperoleh kelakuan berkendara dengan baik.
ORD dan IOF melakukan Kampanye Keselamatan Jalan Raya misalnya membagikan stiker dan selebaran
serta pemasangan baligo di tempat-tempat yang strategis cara pemakaian helm yang benar, di mana
dijelaskan bentuk helm standar yang aman dalam melindungi kepala kita dan pemakaian helm yang
benar, serta santun berkendara sepeda motor. Kampanye ini disiarkan melalui media TV dan radio
khususnya bagi para pengendara sepeda motor.
Dalam perkembangan selanjutnya diharapkan agar Kampanye ini diperluas untuk para pejalan kaki,
khusus bagi anak-anak muda usia perlu dijelaskan berjalan yang santun guna menghindari kecelakaan,
misalnya para anak didik di sekolah taman anak-anak dijelaskan dan dibagikan video kepada sekolah
untuk memberi penjelasan tentang berjalan di jalan raya yang aman dan santun agar terhindar dari
berbagai kecelakaan yang sewaktu-waktu dapat terjadi pada mereka.
Berikut ini adalah kempanye keselamtan jalan raya yang sering dipakai.
1. Kampanye keselamatan jalan raya selalu mengikuti konteks strategic: Pemasangan iklan
kampanye harus dilakukan dengan koordinasi program keselamtan jalan raya. Kampanye melalui iklan
atau publikasi yang tidak saling berhubungan akan memboroskan keuangan dan tidak menegnai target
perbaikan yang akan dicapai.
2. Analisa keadaan keselamatan jalan raya yang ada sekarang: keputusan bagaimana iklan
menghasilkan yang tepat berdasarkan analisa ilmiah atas keadaan lalu-lintas dan transport jalan yang
dapat diperoleh sekarang, misalnya: statistik kecelakaan, surve pengamatan, riset terhadap kelakuan
berlalu-lintas, sumber riset tentang keselamatan jalan raya.
3. Identifikasi peranan iklan media massa: peranan media massa secara strategis harus
diidentifikasi, kemungkinan peranan informasi seperti hukum yang baru atau penindakan kepolisian
melalui kegiatan engineering/IT, agenda pelaksanaan, perubahan kelakuan masyar
4. Menunjang kampanye penindakan kepolisian: Pemasangan iklan yang telah dievaluasi dan
memperlihatkan perubahan berlalu-lintas dari masyarakat dalam mendukung penindakan kepoliasian.
Target pertama dari kepolisian, termasuk kelakuan yang tidak aman merupakan hal penting dari
kampanya. Iklan juga harus menuturkan pesan khusus tentang target dari pihak kepolisian. Pemakai
jalan harus melihat apa yang dilakukan dengan penindakan kepolisian. Sebagai contoh inisiatif ‘three in
one’ merupakan dari bagian penindakan kepolisian.
5. Dasar peneiltian: pengembangan materi iklan harus berdasarkan penelitian ilmiah, termasuk
terhadap kelompok target dari pada pemikiran yang baik. Meskipun demikianm penilitan haruslah
berorientasi pada: bagaimana kempanye dilakukan, pesan khusus dari kampanye, pilihan media yang
tepat, monitoring kampanye, dan evaluasi kanpanye.
6. Mempromosikan kelakuan khusus: Promosi yang baik adalah antara lain pada kecepatam yang
tepat, pemakaian sabuk pengaman, pemakaian helm yang benar. Iklan umum tentang berkendara yang
baik adalah tidak tepat karena semua pengemdara merasa sudah baik berkendara.
7. Mempromosikan kelakuan yang positif: Iklan kampanye harus yakin tarhet kelakuan adalah
benar dan kampanye itu memberikan pesan yang jelas tentang berkendara yang baik.
8. Memakai azas marketing yang profesional: kampanya yang efektif adalah azas marketing yang
profedional dan penggunaan organisasi yang tepat.
9. Evaluasi diperlukan untuk menilai apakah iklan tersebut sudah tepay sasarannya. Perlu
dilakukan mengujian hasil yang tepat, dan harus diketahui secara luas oleh masyarakat dari program
keselamatan berlalu-lintas dan hal lain yang berkaitan.
Selain itu berbagai kecelakaan yang terjadi telah dicatat tahun demi tahun untuk melihat
pertumbuhannya apakah meningkat terus dan dipantau serta masyarakat perlu mendapat informasi
keadaannya agar waspada akan malapetaka ini. hal ini perlu dipublikasi secara terbuka dan
disebarluaskan agar masyarakat dapat mengetahui keparahan kecelakaan selama ini, termasuk pesan
khusus tentang inisiatif penanggulangan kecelakaan jalan raya,
1. Pemasangan Rambu khusus pada lokasi yang sering terjadi kecelakaan. Pemasangan rambu ini
dimaksudkan agar para pengemudi lebih berhati-hati, selain juga merubah desain jala yang
bersangkutan.
2. Pemakaian helm yang benar dengan helm standar. Hal ini telah diterapkan ke beberapa daerah
dengan penegakanan hukum yang berlaku, dengan hasil beberapa daerah ada kemajuan tentang
penggunaan helm.
3. Pemakaian sabuk pengaman untuk semua kendaraan bermotor 4 roda atau lebih, di sini juga
diberlakukan di beberapa daerah, dan diambil tindakan hukum.
4. Menyalakan lampu sepeda motor pada waktu siang hari, ternyata menyalakan lampu pada
siang hari cukup efektif, di mana kendaraan menjadi terlihat menyolok pada siang hari.
1. Yang bertanggung Jawab dalam penyelenggaraan Jalan adalah Pekerjaan Umum yaitu sub Bina
Marga. Sebagaimana yang termaktub dalam BAB V PENYELENGGARAAN Pasal 7
(2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
2 . Penyelenggaran negara tersebut diatas wajib melakukan evaluasi terhadap jalan yang telah
dibuatnya. Sebagaimana termaktub di pasal 22 ayat 3 hingga 5, isinya adalah:
(3) Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi
secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan;
(4) Uji kelaikan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim uji
laik fungsi Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan;
(5) Tim uji laik fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsur penyelenggara
Jalan, instansi
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
3. Penyelenggara Prasarana jalan wajib memperbaiki jalan yang rusak dan meberi peringatan bila
terjadi kerusakan; sebagaiman pada Pasal 24 ayat 1 dan 2;
(1) Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.
(2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.
1. Kepolisian dan pemerintah harus bertanggung jawab terhadap keamanan orang dijalan,
sebagaimana dalam; BAB XI, KEAMANAN DAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Bagian kesatu keamanan lalu lintas dan anglutan jalan. Pasal 200 ayat
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam
mewujudkan dan memelihara Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Untuk mewujudkan dan memelihara Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan kegiatan:
b. penyediaan dan pemeliharaan fasilitas danperlengkapan Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Bagian Kedua, Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 203;
(1) Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan rencana umum nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, meliputi:
a. penyusunan program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
5. Polisi wajib membuatkan berita acara, walaupun kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan tungal,
sebagaimana yan termaktub dalam BAB XIV KECELAKAAN LALU LINTAS Bagian Ke satu Pasal 27;
Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melakukan
penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:
b. menolong korban;
6. Kecelakaan tunggal di jalan sudah dapat dikategorikan kecelakaan lalu lintas, sebagaimana
dalam pasal 229 ayat (5)Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan
oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.
7. Bila terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh kerusakan jalan negara –dalam hal ini Bina Marga–
harus bertanggung jawab, sebagaimana dalam pasal 236 ayat (1) Pihak yang menyebabkan terjadinya
Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang
besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
8. Masyarakat yang dirugikan oleh adanya kerusakan jalan yang membuat dirinya celaka dapat
mempidanakan penyelenggara Jalan yaitu Departemen/Dinas Pekerjaan Umum, cq. Bina Marga,
sebagaimana yang telah dicantumkan dalam BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 273 ;
(6) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak
yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga
menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan
penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(7) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00
(dua puluh empat juta rupiah).
(8) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal
dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(9) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum
diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Masalah kemacetan dan polusi (pencemaran) dari sistem transportasi darat memang merupakan
problema yang sulit dicari solusinya. Untuk itu, perencanaan sistem transportasi haruslah menjadi
prioritas dalam upaya menanggulangi hal tersebut, terutama dalam menekan dampak negatif bagi
lingkungan. Memang, dampak sektor transportasi terhadap lingkungan perlu dikendalikan dengan
melihat semua aspek yang ada di dalam sistem transportasi, mulai dari perencanaan sistem transportasi,
model transportasi, sarana, pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang
digunakan. Dampak negatif dari masalah sistem transportasi ini adalah tingginya kadar polutan akibat
emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Hal ini bisa menjadi ancaman serius bila dibiarkan
begitu saja, bukan saja bagi lingkungan yang kita diami, lebih jauh ini bisa mengakibatkan menurunnya
derajat kesehatan masyarakat dengan berjangkitnya penyakit saluran pernapasan akibat polusi udara.
Program langit biru yang pernah dicanangkan dalam rangka menekan tingkat pencemaran udara pada
praktiknya sulit untuk diterapkan dan disosialisasikan kepada masyarakat. Terbukti dengan masih
banyaknya masyarakat yang menggunakan mobil pribadi atau kendaraan roda dua dibandingkan dengan
menaiki kendaraan umum. Termasuk dalam pemeliharaan kondisi mesin kendaraan pun masih banyak
yang tidak terawat, hingga menimbulkan semakin bertambahnya tingkat pencemaran udara.
Pada dasarnya pemilihan model transportasi ditentukan dengan mempertimbangkan salah satu
persyaratan pokok, yaitu pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah yang terbesar dan
jarak yang terkecil. Transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan
transportasi individual. Dengan mengurangi jumlah sarana transportasi (kendaraan) sekecil mungkin dan
dalam waktu tempuh yang sekecil mungkin akan diperoleh efisiensi yang tertinggi, sehingga pemakaian
total energi per penumpang akan sekecil mungkin, dan intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan akan
berkurang.
Aspek perencanaan perkotaan dan sistem transportasi akan menjadi faktor generik dampak yang
umumnya timbul, khususnya penggunaan energi, pencemaran udara-termasuk dalam mengurangi
tingkat kemacetan lalu lintas. Selama aspek sistem transportasi yang memadai dan sesuai terlaksana
dalam konteks perencanaan kota –melalui manajemen transportasi– efisiensi energi dan pencegahan
dampak bagi lingkungan dapat dilakukan.
Dengan demikian, dalam mencapai sistem transportasi yang hemat energi, diperlukan terlebih dahulu
upaya proaktif dalam perencanaan yang menjamin bahwa sistem transportasi yang direncanakan sesuai
dengan tata ruang dan perencanaan kota, dalam cakupan waktu tertentu. Keadaan yang banyak ditemui
sekarang di kota-kota besar Indonesia, umumnya timbul karena tidak serasi lagi antara program
perencanaan tata kota dengan sistem transportasi yang ada terutama akibat gejala urbanisasi yang jauh
di luar perkiraan semula. Dalam keadaan ini, umumnya upaya remedial sistem transportasi yang
diterapkan lebih banyak bertujuan memecahkan masalah yang timbul sekarang dan berjangka panjang,
tanpa integrasi yang sesuai dengan perencanaan kotanya. Tanpa perbaikan mendasar pada aspek
perencanaan system transportasi secara menyeluruh, masalah sporadik yang timbul beserta implikasi
dampaknya tak akan dapat terpecahkan dengan tuntas.
Perencanaan sistem transportasi yang kurang matang, bisa menimbulkan berbagai permasalahan,
diantaranya kemacetan dan tingginya kadar polutan udara akibat berbagai pencemaran dari asap
kendaraan bermotor. Dampak yang dirasakan akibat menurunnya kualitas udara perkotaan adalah
adanya pemanasan kota akibat perubahan iklim, penipisan lapisan ozon secara regional, dan
menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang ditandai terjadinya infeksi saluran pencernaan,
timbulnya penyakit pernapasan, adanya Pb (timbal) dalam darah, dan menurunnya kualitas air bila
terjadi hujan (hujan asam).
Polutan (bahan pencemar) yang ada di udara–seperti gas buangan CO (karbon monoksida)– lambat laun
telah memengaruhi komposisi udara normal di atmosfer. Hal ini dapat memengaruhi kondisi lingkungan
dengan adanya dampak perubahan iklim. Ketidakpastian masih banyak dijumpai dalam “model
prediktif” yang ada sekarang, antara lain mengenai respons alam terhadap kenaikan temperatur bumi
sendiri, serta disagregasi perubahan iklim global ke tingkat regional, dan sebagainya.
Dalam sebuah bukunya tentang pencemaran udara (2001), Dr, Ir. Moestikahadi Soedomo, M.Sc, DEA,
menyebutkan tentang pengaruh pencemaran udara bagi lingkungan–khususnya bagi terjadinya
pemanasan global dalam setengah abad mendatang– diperkirakan akan meliputi kenaikan permukaan
laut, perubahan pola angin, penumpukan es dan salju di kutub. Selain itu juga akan terjadi peningkatan
badai atmosferik, bertambahnya populasi dan jenis organisme penyebab penyakit dan dampaknya
terhadap kesehatan masyarakat, perubahan pola curah hujan, dan perubahan ekosistem hutan, daratan
serta ekosistem lainnya.
Adapun dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, diketahui kontak antara manusia dengan CO,
misalnya, pada konsentrasi yang relatif rendah, yakni 100 ppm (mg/lt) akan berdampak pada gangguan
kesehatan. Hal ini perlu diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan karena
konsentrasi CO di udara umumnya memang kurang dari 100 ppm. Senyawa CO dapat menimbulkan
reaksi pada hemoglobin (Hb) dalam darah.
Adapun faktor penting yang menentukan pengaruh COHb terdapat dalam darah, makin tinggi
persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin fatal pengaruhnya terhadap
kesehatan manusia.