Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAH SAKIT


Dosen: Dr. Jasmin Ambas, SKM., M.Kes

Disusun oleh:
Hadijah Rahmayanti
(001010142020)

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
1. KESIMPULAN KELOMPOK 1
Bukan rahasia lagi pengaturan pelayanan medik khususnya medik spesialistik
sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala; tenaga spesialis masih kurang
dan belum merata di berbagai daerah di Indonesia, ketidakseimbangan tenaga medik
dan sarana dan prasarana alat kesehatan antara Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah
Sakit Swasta, berbagai peraturan yang belum dilaksanakan dengan baik, perilaku
dokter sebagai tenaga medis dan lain-lain yang pada akhirnya sangat mempengaruhi
kualitas pelayanan medik di Rumah Sakit.
Sikap dan perilaku tenaga medis yang kurang mendukung sistem pelayanan
medis maupun Rumah Sakit sebagai suatu sistem.
Sikap dan perilaku pimpinan Rumah Sakit yang kurang tegas dalam
pelaksanaan pelayanan medis.
Adanya program kerjasama antar Rumah Sakit namun tanpa melanggar
Keputusan Menkes 415a/1984 baik bagi "provider" maupun Rumah Sakit sendiri.
Sehingga pelayanan medik dan Rumah Sakit sebagai suatu sistem dapat
berlangsung dengan optimal.
Pimpinan Rumah Sakit harus mempunyai sikap yang tegas dalam mengayomi,
mengawasi dan mengendalikan pelayanan medis Rumah Sakit.
2. KESIMPULAN KELOMPOK 2
Pelayanan penunjang medik / pelayanan penunjang klinis ( Clinical Support
Services / CSS ) di rumah sakit menurut John R. Griffith meliputi pelayanan
diagnostik, terapeutik dan kegiatan di masyarakat umum.
Pelayanan penunjang medik yang terlalu banyak, terlalu sedikit, kesalahan
atau kualitas yang buruk pada piranti penunjang medik akan mengurangi kualitas
pelayanan kesehatan secara umum dan mengakibatkan peningkatan biaya yang
dikeluarkan.
Pelayanan penunjang medis di organisasi penyelenggara kesehatan meliputi
pelayanan diagnostik, pelayanan terapetik, dan pelayanan komunitas.
3. KESIMPULAN KELOMPOK 3
Teori ini merupakan sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang
nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa, atau kejadian
yang didasari oleh fakta-fakta yang telah diobservasi, tetapi kurang absolut (kurang
adanya bukti) secara langsung.
Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah yang sistematis dan
terorganisir dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berfokus pada
respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami.
Berbagai penelitian di dunia membuktikan banyak kejadian yang
membahayakan pasien terjadi akibat kelalaian dalam proses pelayanan kesehatan,
mulai dari kesalahan, kealpaan, dan kecelakaan yang menimbulkan dampak
merugikan bagi pasien, dan salah satu penyebab kejadian yang tidak diharapkan
tersebut terjadi berasal dari pemberian asuhan keperawatan yang terjadi mungkinsaja
karena kelalaian, atau mungkin saja karena ketidaktahuaan dari si perawat.
Dalam pemberian keperawatan hubungan antara Motivasi Perawat dengan
Kinerja Perawat dalam Menerapkan Asuhan Keperawatan juga dapat digunakan dan
dapat dikatan penting untuk dilakukan.
Motivasi yang dimiliki perawat dilihat dari hasil observasi adalah baik,
perawat melakukan tugas dengan cepat tanggap dan terlihat bersemangat, dari kinerja
yang dilakukan perawat, pasien akan puas dengan pelayanan yang diberikan perawat
dan pasien mengatakan secara umum pelayanan kinerja perawat dirumah sakit ini
baik, dengan seringnya dilakukan evaluasi dirumah sakit ini menunjukkan tugas
perawat terkontrol dan terarah.
Sifat terakhir adalah fleksibilitas, artinya urutan pelaksanaan asuhan
keperawatan dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan situasi dan kondisi
klien.Dalam pemberian asuhan keperawatan tidak lepas dari dapat terjadinya
kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan seperti tidak terlaksananya prinsip
keselamatan pasien di rumah sakit tersebut sehingga dapat membuat pasien atau
keluarga pasien merasa rugi atau terganggu akibat kelalaian dan kurangnya
pemahaman dari perawat itu sendiri.
Banyak kesalahan yang dapat terjadi saat memberi asuhan keperawatan, dalam
pencatatan diagnosa keperawatan sendiri seorang perawat dapat lalai dengan
membuat diagnose keperawatan dengan metode diagnose medis yang hal tersebut saja
sudah berbeda, kemudian tindakan perawat yang tidak teliti dalam identitas pasien
yang dapat menyebabkan kejadian yang fatal.
Masih banyak sumber kesalahan- kesalahan yang dapat terjadi pada saat
melakukan asuhan keperawatan pada pasien, untuk itu sebagai seorang perawat yang
memberi asuhan keperawatan kepada pasien, untuk tetap memiliki pemahaman yang
lebih mengenai sebeerapa penting asuhan keperawatan, kemudian asuhan
keperawatan apa yang sesuai dengan pasien tersebut, dan juga dalam hal identitas
pasien agar perawat lebih teliti lagi dan masih banyak lagi sumber kesalahan-
kesalahan yang dapat terjadi.
4. KESIMPULAN KELOMPOK 4
Pada tahun 2014, pemerintah membentuk program Jaminan Kesehatan
Nasional sebagai solusi untuk mendongkrak pemerataan kualitas pelayanan kesehatan
di Indonesia agar seluruh warga negara Indonesia secara universal agar bisa sama-
sama mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu bagian program dari JKN adalah pemerintah membuat program
pelayanan rujukan berjenjang yang mana untuk melengkapi rangkaian pemeriksaan
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), kemudian didukung oleh fasilitas
kesehatan dari tingkat lanjutan (FKTL) yang terdiri dari pemeriksaan sekunder dan
tersier.
Pasien yang ingin mendapatkan akses pelayanan rujukan berjenjang tidak bisa
langsung mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL),
melainkan harus melalui proses yang berjenjang yaitu dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) yang merupakan Puskesmas.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan fasilitas kesehatan di Puskesmas kota
Depok yang belum mampu untuk mencangkup banyaknya pasien yang mengalami
peningkatan drastis dalam melayani sistem rujukan dengan peran FKTP yang vital.
Salah satu petugas puskesmas kota Depok menyampaikan bahwa banyak
pasien yang memaksa petugas puskesmas untuk diberikan rujukan, padahal keluhan
yang dialami oleh pasien beberapa di antaranya masih bisa ditangani di FKTP.
Petugas rekam medis FKTP Depok menceritakan bahwa masih banyak
masyarakat atau perwakilan keluarga yang datang untuk meminta rujukan, namun
petugas FKTP tidak bisa memberikannya begitu saja karena mereka tidak membawa
pasien sakit untuk dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur
yang sudah ditetapkan, dan aturan yang harus dipatuhi.
Meski begitu, tingkat ketepatan dalam penerapan layanan rujukan yang diukur
dari kesesuaian prosedur sistem pelayanan rujukan berjenjang yang diberikan kepada
pasien sudah dilaksanakan sesuai dengan aturannya berdasarkan hasil audit mutu
pelayanan di puskesmas Depok.
Hal ini disebabkan oleh adanya sistem online dalam prosedur rujukan yang
sudah berlaku di semua FKTP sehingga FKTP tidak akan bisa mengeluarkan rujukan
yang tidak sesuai dengan sistem yang ada.
5. KESIMPULAN KELOMPOK 5
SDM di rumah sakit menjadi hal penting yang mendukung berkembangnya
rumah sakit dan menjadi tolak ukur penting dalam penilaian pengembangan mutu
pelayanan di rumah sakit.
SDM terstandarisasi berarti tenaga yang dimiliki oleh organisasi telah
mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan bidang tugas yang
dikerjakan baik dilihat dari tingkat pendidikan maupun pengalaman yang dimiliki
SDM yang bersangkutan.
Sebagai perusahaan pelayanan jasa, rumah sakit menghasilkan produk yang
bersifat tidak berwujud atau intangible, maka SDM merupakan unsur yang sangat
penting baik dalam produksi maupun penyampaian jasa dalam pelayanan berkualitas
di rumah sakit.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah upaya yang dilakukan secara sadar
dan berencana untuk membekali peserta dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap
dalam kurun waktu yang telah ditentukan (Daryanto dan Bintoro, 2014).
Diklat dikatakan baik apabila telah memenuhi komponen-komponen standar
program diklat berupa standar kompetensi, struktur program, silabus, bahan ajar,
tenaga pengajar, peserta, metode, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan,
evaluasi dan juga memiliki standarisasi program diklat berupa perencanaan program
diklat, persiapan diklat, pelaksanaan diklat, evaluasi program diklat.
6. KESIMPULAN KELOMPOK 6
(Yusman, 2021) Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi padat modal,
padat sumber daya manusia, padat teknologi dan ilmu pengetahuan serta padat
regulasi sehingga dalam perkembangannya selalu harus melihat berbagai macam
aspek yang dapat mempengaruhi industry pelayanan kesehatan ini sebagai suatu
organisasi.
penelitian yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa di rumah sakit
mengalami beberapa kendala yang tidak sesuai dengan aturan yang ada.
Dalam persyaratan penelitian, peneliti tidak diwajibkan untuk membuat MOU
antara pihak kampus dan pihak rumah sakit.
Kesalahan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit tidak memberitahukan di
awal kalau ada prosedur yang harus diikuti apabila meneliti di rumah sakit tersebut.
7. KESIMPULAN KELOMPOK 7
Dengan adanya persaingan antara rumah sakit yang semakin tinggi disertai
dengan banyaknya pembangunan rumah sakit baru maka rumah sakit perlu terus
mengembangkan diri dengan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dan
meningkatkan kualitas baik pelayanan medik, maupun pelayanan administrasi guna
memberi kepuasan terhadap konsumen.
Dengan semakin tingginya tuntutan bagi rumah sakit untuk meningkatkan
pelayanannya, banyak permasalahan yang muncul terkait dengan terbatasnya
anggaran yang tersedia bagi operasional rumah sakit, alur birokrasi yang terlalu
panjang dalam proses pencairan dana, aturan pengelolaan keuangan yang
menghambat kelancaran pelayanan dan sulitnya untuk mengukur kinerja, sementara
rumah sakit memerlukan dukungan SDM, teknologi, dan modal yang sangat besar.
17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, Keuangan Negara adalah semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Peranan hukum keuangan negara pada saat ini tengah diuji untuk memberikan
pemahaman yang komprehensif-teoritis-praktis dalam proses pendewasaan sistem
keuangan negara di Indonesia, khususnya dalam meneguhkan pengertian keuangan
negara yang memihak pada konsep kemandirian badan hukum dan kebijakan otonomi
daerah.
Perubahan ketentuan dalam UUD RI 1945 dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur keuangan negara tidak memberikan kepekaan pada realitas tuntutan
kemandirian badan hukum dan otonomi daerah sebagai suatu bentuk kemauan politik
(political will) yang diperlukan untuk menjalankan perubahan kebijakan keuangan
negara yang berorientasi pada kemajuan dalam sistem keuangan negara.
Sesuai dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, yang pada prinsipnya mengatur bahwa instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat
dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan
produktivitas, efisiensi dan efektivitas sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
Melalui konsep pola pengelolaan keuangan BLU/D ini rumah sakit diharapkan
dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan
akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik, sesuai dengan tiga pilar yang
diharapkan dari pelaksanaan PPK-BLU ini, yaitu mempromosikan peningkatan
kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan keuangan dan tata kelola yang baik

8. KESIMPULAN KELOMPOK 8
Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana agar
tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai, yang sering
disebut sebagai manajemen sumber daya manusia.
Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai
kespesifikan dalam hal sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana dan peralatan
yang dipakai.
Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat
sumber daya manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi.
Manajemen SDM kini memiliki tugas untuk mencapai pemanfaatan sumber
daya manusia yang efektif, hubungan kerja yang baik antar pegawai, pengembangan
pegawai yang maksimum, moral yang tinggi dalam organisasi, serta pengembangan
dan apresiasi aset manusia yang berkelanjutan.
Dalam bagian pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan dan
berdasarkan pengetahuan, manajemen SDM memiliki peran yang lebih signifikan
dibandingkan dengan organisasi di bidang lainnya.
Organisasi sebaiknya memiliki pemahaman terhadap strategi yang dijalankan
yang kemudian akan diaplikasikan dalam praktik manajemen SDM sehingga dapat
menghasilkan perilaku pegawai yang mendukung objektif organisasi.Bagian
manajemen SDM memiliki peran yang penting dalam membangun kultur
pembelajaran yang adaptif dengan juga memiliki kapasitas untuk mengikuti
perubahan yang drastis dengan menciptakan perilaku dan nilai yang sesuai untuk
tenaga kerja kesehatan.
Salah satu alasan bagian manajemen SDM jarang dilibatkan dalam
perencanaan strategis suatu organisasi adalah akibat kurangnya kompetensi dari yang
diharapkan, oleh karena itu tingkat kompetensi dari eksekutif dari bagian manajemen
SDM memiliki peran besar dalam integrasi fungsi dan strategi manajemen SDM.
Setiap rumah sakit sebaiknya mengaplikasikan model praktik manajemen
sumber daya manusia yang disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh
rumah sakit tersebut dengan memperhatikan aspek penilaian performa yang hendak
diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai