Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Umum
2.1.1 Definisi
Pondasi adalah komponen struktur terendah dari bangunan yang
meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada di
bawahnya. Secara umum pondasi dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu
pondasi dangkal dan pondasi dalam. (H.C. Hardiyatmo, 2002:79)

2.1.2 Fungsi dan Kegunaan Pondasi


Pondasi dalam suatu bangunan konstruksi mempunyai
peranan penting karena berfungsi sebagai penahan atau penopang beban
bangunan yang ada diatasnya untuk diteruskan ke lapisan tanah yang ada
dibawahnya. Untuk menghasilkan bangunan yang kuat dan kokoh,
pondasi suatu bangunan tentunya harus direncanakan dengan baik.
Perencanaan dalam pemilihan pondasi suatu bangunan ditentukan
berdasarkan jenis tanah, kekuatan dan daya dukung tanah dan beban
bangunan itu sendiri.
Fungsi pondasi suatu konstruksi bangunan itu harus mampu
menahan beban, baik itu beban horizontal/beban geser, seperti beban
akibat gaya tekan tanah, beban mati/dead load atau berat sendiri
bangunan, beban hidup/live load atau beban sesuai fungsi bangunan,
beban gempa, beban angin, gaya angkat air, momen dan torsi.
Berikut beberapa manfaat fondasi yang perlu kita ketahui :
1. Menguatkan dan mempertahankan masa bangunan.
2. Komponen utama sebuah bangunan.
3. Tameng untuk mencegah pergeseran.
4. Penahan jika terjadi penyesuaian bentuk tanah.
5. Tameng atas gangguan unsur kimiawi.

1
2

6. Membantu menahan pergerakan air

2.1.3 Klasifikasi Pondasi


Secara umum klasifikasi pondasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal didefinisikan sebagai pondasi yang
mendukung bebannya secara langsung, seperti: pondasi telapak,
pondasi memanjang dan pondasi rakit. Pondasi dangkal digunakan
apabila kedalaman tanah baik tidak begitu dalam yaitu antara 0,6
sampai 2 meter, serta kapasitas dukung tanah relatif baik (>2.0
kg/cm2). Secara umum pondasi dangkal memberikan biaya lebih murah
dibandingkan jenis pondasi lainya.
Untuk Perencanaan dimensi secara langsung, dapat ditentukan
dengan rumus :
D/B ≤ 1-4
Dimana :
D = Kedalaman pondasi diukur dari alas pondasi sampai
permukaan tanah
B = Lebar alas pondasi
Sedangkan luas alas pondsai dihitung sedemikian rupa
sehingga tekanan yang terjadi pada tanah dasar tidak melampui
kapasitas dukung ijin tanah α ≤ α ijin, dan luas alas pondasi ditentukan
dengan rumus :
A = P/α
Dengan :
A = Luas alas pondasi
P = Beban yang bekerja pada kolom yang didukung pondasi
α = tekanan yang terjadi pada tanah
Perencanaan dimensi pondasi paling hemat apabila dibuat
sedemikian rupa sehingga resultan gaya-gaya yang bekerja melalui
pusat berat alas pondasi. Berikut ini digambarkan ragam dari pondasi
3

telapak. Pondasi Telapak terbagi menjadi dua yaitu Pondasi tumpuan


dan Pondasi Pelat/Rakit/mat.
a) Daya dukung pondasi dangkal
Daya dukung ultimit (qult) didefinisikan sebagai beban
maksimum per satuan luas dimana tanah masih mendukung beban
tanpa mengalami keruntuhan.
Rumus Terrazaghi
qult = C. Nc+ yb. Nq. Df + 0,5.yb. B. Ny
Dimana :
qult = Daya dukung ultimit pondasi
C = Cohesi Tanah
Yb = Berat Volume Tanah
Df = Kedalaman Dasar Pondasi
B = Lebar Pondasi dianggap 1 meter
Nc, Nq, Ny = Faktor daya dukung terrazaghi ditentukan
oleh besar sudut geser dalam setelah kita
mendapatkan nilai daya dukung ultimit
tanah (qult).
Langkah selanjutnya menghitung daya dukung ijin tanah
yaitu :
q = qult/SF
Dimana :
q = Daya dukung ijin tanah
qult = Daya dukung tanah ultimit
SF= Faktor keamanan biasanya nilainya diambil tiga.
2. Pondasi Dalam
Pondasi dalam didefinisikan sebagai pondasi yang
meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak
relatif jauh dari permukaan, pondasi tiang pancang dan pondasi
sumuran merupakan pondasi dalam yang umum digunakan
dilapangan, kecuali proses mobilisasi kendaraan dengan medan yang
4

cukup sulit, penggunaan bore pile sebagai alternative penggunaan


pondasi dalam.
Pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras atau lapisan
tanah dengan daya dukung yang memadai berada pada kedalaman
tanah yang cukup dalam dari permukaan dan pada lapisan tanah atas
berupa tanah lunak, sehingga mengharuskan pondasi dipancang
mencapai lapisan tanah keras tersebut.
a) Daya dukung pondasi dalam
Perhitungan daya dukung dikaitkan dengan proses
perencanaan harus memperhatikan kondisi tiang pada lapisan
tanah, apakah tiang tersebut tertahan pada ujungnya (point bearing
pile) saja atau tertahan oleh pelekatan antara tiang dan tanah (friction
pile) dan tertahan pada ujungnya (point bearing pile). Tiang jenis ini
dimasukan sampai lapisan tanah keras sehingga beban bangunan
dipikul oleh lapisan ini. Lapisan tanah keras ini boleh terdiri dari
bahan apa saja, meliputi lempung keras sampai batuan tetap.
Penentuan daya dukung dilakukan dengan melihat jenis
tanah apa yang terdapat dalam lapisan tanah keras tersebut. Jika
lapisan tanah keras merupakan batu keras, maka penentuan daya
dukung menjadi mudah, yaitu menghitung kekuatan tiang sendiri
atau dari nilai tegangan yang diperoleh pada bahan tiang. Jika
lapisan tanah kerasnya berupa lempung, keras atau pasir maka daya
dukung tiang sangat tergantung pada sifat-sifat lapisan tanah
tersebut (terutama kepadatanya), dalam hal ini cara yang baik dan
sederhana untuk maksud ini adalah dengan alat sondir.
Dengan menggunakan data sondir, dapat diketahui pada
kedalaman berapa tiang harus dimasukan dan daya dukung pada
kedalaman tersebut. Daya dukung dapat dihitung langsung dari nilai
konus tertinggi dari hasil sondir melalui persamaan :
Q tiang = A tiang/3
Dimana :
Q tiang = Daya dukung keseimbangan (kg)
5

A tiang = Luas permukaan tiang (cm2)


P = Nilai conus hasil sondir (kg/cm2)
3 = Faktor keamanan

2.1.4 Pertimbangan Dalam Pemilihan Tipe Pondasi


Pemilihan jenis pondasi sangat tergantung pada sifat karakteristik
tanah dasar atau tanah pendukungnya. Jenis-jenis fondasi berdasarkan
kondisi tanah pendukungnya menurut Sholeh (2008) adalah :
a. Tanah keras terletak pada kedalaman 2-3 meter dibawah permukaan
tanah maka digunakan fondasi telapak, fondasi menerus, atau rakit.
b. Tanah keras terletak pada kedalaman 10-20 meter di bawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi tiang beton atau fondasi
tiang apung.
c. Tanah keras terletak pada kedalaman 20-30 meter dibawah permukaan
tanah maka digunakan fondasi tiang gesek (bila penurunan masih
diijinkan), fondasi tiang baja atau tiang beton yang di cor di tempat.
d. Bila tanah keras terletak pada kedalaman 30-40 meter di bawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi kaison, atau fondasi tiang
baja atau tiang beton yang di cor di tempat.
e. Bila tanah keras terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah
permukaan tanah maka digunakan fondasi tiang baja atau tiang cor di
tempat.

2.2 Pondasi Dalam


Pondasi dalam merupakan struktur bawah suatu konstruksi yang
berfungsi untuk meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah keras yang
berada jauh dari permukaan tanah. Suatu pondasi dapat dikategorikan sebagai
pondasi dalam apabila perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi
lebih dari sepuluh (Df/B >10). Material pondasi dalam bisa dari kayu, baja, beton
bertulang, dan beton pratekan.
6

2.2.1 Umum
2.2.1.1 Fungsi dan Kegunaan Pondasi Dalam
Pondasi dalam dapat digunakan untuk mentransfer beban
ke lapisan yang lebih dalam untuk mencapai kedalam yang
tertentu sampai didapat jenis tanah yang mendukung daya beban
strutur bangunan sehingga jenis tanah yang tidak cocok di dekat
permukaan tanah dapat dihindari.

2.2.1.2 Jenis-Jenis Pondasi Dalam


1) Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan
antara pondasi dangkal dan pondasi tiang. Pondasi sumuran
sangat tepat digunakan pada tanah kurang baik dan lapisan
tanah kerasnya berada pada kedalaman lebih dari 3 m.
Diameter sumuran biasanya antara 0.80 - 1.00 m dan ada
kemungkinan dalam satu bangunan diameternya berbeda-
beda, ini dikarenakan masing-masing kolom berbeda
bebannya.

Gambar 2.1 Pondasi Sumuran

2) Pondasi Bored Pile


Pondasi Bored Pile adalah bentuk Pondasi Dalam
yang dibangun di dalam permukaan tanah dengan kedalaman
tertentu. Pondasi di tempatkan sampai ke dalaman yang
dibutuhkan dengan cara membuat lobang yang dibor dengan
alat khusus. Setelah mencapai kedalaman yang disyaratkan,
7

kemudian dilakukan pemasangan kesing/begisting yang


terbuat dari plat besi, kemudian dimasukkan rangka besi
pondasi yang telah dirakit sebelumnya, lalu dilakukan
pengecoran terhadap lobang yang sudah di bor tersebut.
Pekerjaan fondasi ini tentunya dibantu dengan alat khusus,
untuk mengangkat kesing dan rangka besi. Setelah dilakukan
pengecoran kesing tersebut dikeluarkan kembali.
Jenis pondasi bored pile dipilih untuk mendukung
beban bangunan dengan mengandalkan daya dukung
pondasi pada tanah keras dan hambatan lekat yang terjadi
pada permukaan tiang yang tidak rata akibat dari pengecoran
di tempat (in situ).

Gambar 2.2 Pondasi Bored Pile

3) Pondasi Tiang Pancang


Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi
bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar
bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity)
yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang
bekerja padanya atau apabila tanah yang mempunyai daya
dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan
8

seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat


dalam dari permukaan tanah kedalaman lebih dari 8 meter.

Gambar 2.3 Pondasi Tiang Pancang

4) Pondasi piers
Pondasi piers (dinding diafragma) adalah pondasi
untuk meneruskan beban berat struktural yang dibuat dengan
cara melakukan penggalian dalam, kemudian struktur pondasi
pier dipasangkan kedalam galian tersebut. Satu keuntungan
pondasi pier adalah bahwa pondasi jenis ini lebih murah
dibandingkan dengan membangun pondasi dengan jenis
fondasi menerus, hanya kerugian yang dialami adalah jika
lempengan pondasi yang sudah dibuat mengalami
kekurangan ukuran maka kekuatan jenis fondasi tidak menjadi
normal. Pondasi piers standar dapat dibuat dari beton
bertulang pre-cast. Karena itu, aturan perencanaan pondasi
pier terhadap balok beton diafragman adalah mengikuti setiap
ukuran ketinggian pondasi yang direncanakan.

Gambar 2.4 Pondasi Piers


9

2.2.1.3 Kekakuan Tiang Selama Pembebanan


Untuk menentukan Kekakuan Tiang selama
pembebanan, caranya dengan menentukan faktor kekakuan R
dan T.
 Untuk tanah berupa lempung kaku terkonsolidasi berlebihan,
modulus tanah dapat dianggap konstan di seluruh
kedalamannya.

4 𝐸𝑙
𝑅= √
𝐾ℎ 𝑥 𝑑

 Sedangkan untuk tanah lempung terkonsolidasi normal dan


tanah granuler, modulus tanah dianggap tidak konstan atau
bertambah secara linier dengan kedalamannya.

5 𝐸𝑝 𝑙𝑝
𝑇= √
𝑛ℎ

Dimana :
Ep = modulus elastisitas tiang (Kn/M²)
Ip = momen inersia tiang (m4)
nh = koefisien modulus variasi (kN/m³)
Kh = modulus reaksi subgrade (kN/m³)
d = diameter tiang (m)

2.2.1.4 Pengaruh Pekerjaan Pemasangan Pondasi Dalam


Jenis pondasi tiang pancang sudah banyak digunakan
untuk gedung bertingkat maupun jembatan karena mempunyai
daya dukung yang sangat baik, tetapi proses yang dilakukan saat
pemancangan akan menimbulkan getaran yang cukup besar dan
akan menganggu terhadap kenyamanan manusia maupun
kerusakan bangunan.
Intensitas getaran pada suatu lokasi yang ditinjau yang
ditimbulkan oleh proses pemancangan akan tergantung pada
beberapa faktor antara lain : kondisi tanah setempat yang
10

berfungsi sebagai media rambat gelombang, intensitas sumber


getar dan jarak sumber getar. Dalam menunjang pembangunan
gedung yang ideal diperlukan perencanaan yang matang dan
yang sesuai dengan perkembangan zaman demi memberikan
jaminan kekuatan, kekakuan, efisiensi serta fleksibilitas
pelaksanaan dengan tidak melupakan aspek ekonomis dari
konstruksi yang ada.
Struktur bangunan di desain menggunakan struktur beton
bertulang yang merupakan gabungan dari beton yang merupakan
material yang cukup kuat dalam menahan gaya tekan namun
lemah terhadap gaya tarik dan tulangan baja yang ditambahakan
untuk menahan gaya tarik yang ditimbulkan oleh beban struktur
bangunan. Beton merupakan campuran dari bahan-bahan
agregat halus dan agregat kasar, dengan bahan perekat semen
dan air sebagai bahan pembantu reaksi kimia selama proses
perawatan, dan pengerasan berlangsung.

2.2.2 Mekanisme Keruntuhan Pada Pondasi Tiang


Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Vesic (1963),
membagi mekanisme keruntuhan pondasi menjadi tiga macam, yaitu :
1) Keruntuhan Geser Umum (General Shear Failure)
Keruntuhan pondasi terjadi menurut bidang runtuh yang
diidentifikasikan dengan jelas. Suatu baji tanah berbentuk tepat pada
dasar pondasi zona A yang menekan tanah ke bawah hingga
menyebabkan aliran tanah secara plastis pada zona B. Gerakan
kearah luar dikedua zona tersebut ditahan oleh tahanan tanah pasir
dibagian C. Saat tahanan tanah pada pasir bagian C terlampaui,
terjadi gerakan tanah yang mengakibatkan penggelembungan tanah
di sekitar pondasi. Saat keruntuhan, terjadi gerakan massa tanah ke
luar dan ke atas. Keruntuhan geser umum terjadi relatif mendadak
yang diikuti oleh penggulingan pondasi.
11

Gambar 2.6 Keruntuhan Geser Umum (General Shear Failure)

2) Keruntuhan Geser Lokal (Local Shear Failure)


Tipe keruntuhan hampir sama dengan keruntuhan geser
umum, namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai ke
permukaan tanah. Jadi bidang runtuh yang kontinu tidak berkembang.
Pondasi tenggelam akibat bertambahnya beban pada kedalaman
yang relatif dalam, yang menyebabkan tanah yang didekatnya
mampat.

Gambar 2.7 Keruntuhan Geser Lokal (Local Shear Failure)

3) Keruntuhan Penetrasi (Penetration Failure)


Pada tipe keruntuhan ini, dapat dikatakan keruntuhan geser
tanah tidak terjadi. Akibat beban pondasi hanya menembus dan
12

menekan tanah kesamping yang menyebabkan pemampatan tanah


didekat pondasi.

Gambar 2.8 Keruntuhan Penetrasi (Penetration Failure or Punching Shear Failure)

2.2.3 Daya Dukung Batas Pondasi Tiang


Kuat dukung pondasi tiang adalah kemampuan tiang pancang
untuk meneruskan beban yang bekerja terhadap lapisan tanah
(Hardiyatmo, 1985). Dalam menentukan kuat dukung tiang diperlukan
klasifikasi tiang dalam mendukung beban yang bekerja.
Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang didasarkan pada pondasi tiang
yaitu :
1. Tiang gesek (friction pile), bila tiang pancang pada tanah berbutir.
Akibat pemancangan tiang, tanah disekitar tiang menjadi padat.
Porositas dan kompresibilitas tanah akibat getaran pada waktu tiang
dipancang menjadi berkurang dan angka gesekan antara butir–butir
tanah dan permukaan tiang pada arah lateral menjadi bertambah.
2. Tiang lekat (cohesion pile), bila tiang dipancang pada tanah lunak
(permeabilitas rendah) atau tanah mempunyai kohesi yang tinggi.
3. Tiang mendukung dibagian ujung tiang (point/end bearing pile), bila
tiang dipancang dengan ujung tiang mencapai tanah keras sehingga
seluruh beban yang dipikul oleh tiang diteruskan ke tanah keras
melalui ujung tiang.
4. Tiang tekan, bila tiang telah menumpu pada tanah keras dan
mendapatkan tekanan vertikal dari beban mati maupun beban hidup.
13

5. Tiang tarik, bila tiang pancang pada tanah berbutir mendapat gaya
yang bekerja dari lendutan momen yang mengakibatkan tiang
mengalami gaya tarik.
Pada kenyataannya dilapangan, tanah sangat heterogen dan
pada umumnya merupakan kombinasi dari kelima hal tersebut di atas.
Berbagai metode dalam usaha menentukan kapasitas dukung tiang ini,
tapi umumnya dibedakan dalam dua kategori yaitu untuk tiang tunggal
(single pile) dan kelompok tiang (pile group).

2.2.3.1 Tiang Tunggal


Daya dukung single pile adalah daya dukung persatu tiang
pancang Berdasarkan faktor pendukungnya pondasi tiang
pancang dibedakan menjadi tiga macam (Hardiyatmo, 2002)
yaitu:
1) End bearing
Tiang dimasukkan kedalam tanah keras teoritisnya
dianggap bahwa tiang di pindahkan ke tanah keras melalui
ujung tiang. Tanah keras disini adalah sifat nya relatif,
tergantung dari beberapa faktor diantanya adalah beban yang
harus dipikul oleh tiang. Untuk melihat suatu tanah dikatakan
baik, dapat dilihat ketentuan sebagai berikut :
 Lapisan non kohesif (pasir kerikil) mempunyai harga
Standar Penetrasi Test (SPT) N > 35
 Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan bebas
(Unconfined Compression Strength) Qu atau kira – kira
nilai SPT – nya N > 15 – 20
2) Friction bearing
Dalam tumpuan geser letak tanah kerasnya sangat
dalam sekaligus sebagai pemancangan tiang sampai lapisan
tanah keras sangat sukar dilaksanakan. Maka dalam hal ini
dipergunakan tiang pancang yang daya dukungnya yang
dihitung berdasarkan perlekatan tiang dengan tanah lempung.
14

Perlawanan pada ujung tiang sangat kecil dibanding dengan


perlawanan akibat perlekatan akibat perletakan antara tiang
dengan tanah jadi dalam hitungannya, perlawanan ujung tiang
sering diabaikan.
Untuk menentukan besarnya perlawanan lekatan tiang
dengan tanah dapat digunakan peralatan sondir dengan
menggunakan alat “Bikonus”. Bikonus dapat mengukur
perlawanan ujung, juga dapat mengukur perlawanan
perlekatan antara konus dengan tanah. Gaya ini disebut
dengan hambatan pelekat, yang didalam penggambaran grafik
hasil sondir sudah merupakan jumlah hambatan peletak dari
permukaan tanah sampai pada kedalaman yang
bersangkutan.
3) End bearing and friction pile
Jika memancang tiang pancang sampai kedalaman
tanah keras melalui tanah lempung. Maka untuk menghitung
kapasitas tiang diperlukan memperhatikan berdasarkan
tahanan ujung (and bearing) maupun gaya pelekat antara tiang
dengan tanah (Friction pile).

2.2.3.2 Tiang Kelompok


Pada keadaan sebenarnya dilapangan jarang sekali
dipancang yang berdiri sendiri (single pile) akan tetapi kita sering
mendapati pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (pile
group). Untuk mempersatukan tiang – tiang tersebut dalam suatu
kelompok tiang biasanya diatas tiang tersebut diberi poer
(Floating) (Hardiyatmo, 2002).
Dalam perhitungan poer dianggap atau dibuat kaku
sempurna, sehingga :
 Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut
menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang
poer tetap merupakan bidang datar.
15

 Gaya - gaya yang bekerja pada tiang berbaris lurus dengan


penurunan tiang – tiang tersebut.

Gambar 2.9 Susunan Kelompok Tiang

Dalam perencanaan pondasi tiang pancang yang perlu


diperhatikan diantaranya :
Jarak antara tiang dalam kelompok
S ≥ 2,5 D
S≥3D
Dimana :
S = Jarak masing-masing tiang kelompok
D = Diameter tiang
Biasanya jarak antara dua tiang dalam kelompok
diisaratkan minimum 0,6 m dan maksimum 2 meter. Ketentuan ini
berdasarkan pada pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut:
1) Bila S < 2,5 D
Pada perencanaan tiang no. 3 pada gambar 2.10 akan
menyebabkan :
 Kemungkinan tanah disekitar tiang kelompok akan naik
terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang
dipancang terlalu berdekatan.
16

 Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah


dipancang lebih dahulu.

Gambar 2.10 Pengaruh Tiang Akibat Pemancangan

2) Bila S > 3 D
Apabila S > 3D, maka tidak ekonomis karena akan
memperbesar ukuran atau dimensi dari poer (floating). Pada
perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah
tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang
diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas
poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata
luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka digunakan pondasi setempat dengan
poer diatas tiang pancang. Akan tetapi jika luas poer total
diperlukan lebih besar dari pada setengah luas bangunan,
maka biasanya dipilih pondasi penuh (raft foundation) diatas
tiang-tiang pancang.

2.2.4 Efisiensi Tiang Kelompok


Apabila pengaturan tiang pada satu poer telah mengikuti
persyaratan maka kuat dukung grup tiang tidak sama dengan kapasitas
kuat dukung satu tiang pancang dikalikan dengan banyaknya tiang
tetapi dikalikan lagi dengan efisiensi grup tiang pancang atau di tulis
dengan rumus sebagai berikut :
17

Qg = Qa . n . E g
Dimana :
Qg = Kuat dukung maksimum grup tiang pancang (ton)
Eg = Efisiensi grup tiang pancang
n = Banyaknya tiang
Qa = Kuat dukung maksimum satu tiang (ton)
Ada beberapa persamaan untuk mencari efisiensi grup tiang
pancang diantaranya sebagai berikut :
1) Methode feld

Gambar 2.11 Susunan Tiang Methode Feld

Disini kelompok tiang pancang terdiri dari 16 buah tiang pancang


dimana total efisiensinya adalah 10,75. Jadi efisiensi satu tiang adalah
0,672 tiang.
2) Rumus dari “Uniform Building Code” dari AASTHO
Rumus dari Uniform Building Code tergantung dari jumlah
tiang dan posisi tiang pada sebuah grup tiang seperti pada gambar
di bawah ini.

Gambar 2.12 Susunan Tiang Uniform Building Code


18

Efisiensi satu tiang dalam kelompok :


(𝑛 − 1)𝑚 + (𝑚 + 1)𝑛
𝐸𝑔 = 1 − 𝜃{ }
90. 𝑚. 𝑛
1,57 𝐷.𝑚.𝑛
Syarat : S ≤ 𝐸𝑔 = 𝑚+(𝑚−𝑛)

S = Jarak antara tiang as – as (cm)


D = Diameter tiang (cm)
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang dalam satu baris
Ɵ = Arc tg D/s

2.2.5 Gesek Dinding Negatif


Gaya gesek oleh tanah pada dinding tiang yang bekerja ke bawah
ini, disebut gaya gesek dinding negatif (Qneg/negatif skin friction).
Sehinnga gaya ini bisa menambah beban (Q) yang bekerja pada portal,
dalam analisa pondasi tiang pancang. Utuk mencari nilai Qneg dapat
dilakukan menggunkan rumus metode Terzagi- Perck.
Qneg = 1/n [ 2D ( L + B ) cu + B.L.H.γ ]
Dimana :
Qneg = gaya gesek dinding negatif masing-masing tiang dalam
kelompok tiang (kN)
N = jumlah tiang dalam kelompoknya
D = kedalaman tiang sampai titik netral (m)
L = panjang area kelompok tiang (m)
B = Lebar area kelompok tiang (m)
Cu = kohesi tak terdrainase rata-rata pada lapisan D (Kn/m2)
H = tinggi timbunan
γ = berat volume tanah timbunan
19

2.2.5 Pembebanan Tiang


2.2.6.1 Beban Normal Sentris
Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang
dinamakan bekerja secara sentris apabila titik tangkap resultan
beban-beban yang bekerja berhimpit dengan titik berat kelompok
tiang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap
tiang adalah :
𝑉
𝑁=
𝑛
Dimana :
N = Beban yang diterima tiap – tiap tiang pancang (ton)
ΣV = Resultan gaya – gaya normal sentris (ton)
n = Banyaknya tiang pancang

Gambar 2.13 Beban Normal Sentris Pada Kelompok Tiang Pancang

2.2.6.2 Beban Normal Eksentris


Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang
adalah jumlah dari reaksi akibat beban-beban dari V dan My.
𝑉 𝑀𝑦. 𝑋𝑖
𝑃𝑖 = +
𝑛 𝑥 2
Dimana :
Pi = Beban yang diterima oleh tiang pancang ke-I (ton)
ΣV = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok
tiang (ton)
20

xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang


lainnya (m)
My = Momen terhadap sumbu y (tm)
x = Jumlah kuadrat jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang
(m2)

2.2.6.3 Beban Normal Sentris dan Momen yang Bekerja 2 Arah


Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y) yang
akan mempengaruhi terhadap kapasitas kuat dukung tiang tiang
pancang.

Gambar 2.14 Beban Normal Eksentris Pada Kelompok Tiang

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing


tiang adalah sebagai berikut :
𝑉 𝑀𝑦. 𝑋𝑖 𝑀𝑥. 𝑌𝑖
𝑃𝑖 = + +
𝑛 𝑥 2 𝑦 2
Dimana :
Pi = Beban yang diterima oleh tiang ke-I (ton)
ΣV = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok
tiang (ton)
21

xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang


lainnya (m)
yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang
lainnya (m)
Mx = Momen terhadap sumbu x (tm)
My = Momen terhadap sumbu y (tm)
x2 = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang (m2)
y2 = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang (m2)
n = Jumlah tiang dalam satu kelompok

2.2.7 Penurunan Pondasi Tiang


Penurunan (settlement) pada fondasi tiang merupakan masalah
yang kompleks karena gangguan pada keadaan tegangan tanah saat
pemancangan dan ketidakpastian mengenai distribusi dan posisi
pengalihan beban (load transfer) dari tiang ke tanah.

2.2.7.1 Penurunan Pondasi Tiang Tunggal


Menurut Paulos dan Davis (1980) penurunan jangka
panjang untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu dilakukan
peninjauan karena penurunan tiang akibat terkonsolidasi dari
relatip kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang
direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung
friksinya atau penjumlahan dari keduanya.
Untuk memperkirakan turunnya pondasi tiang tunggal
pada tanah non kohesif dapat dihitung dengan menggunakan
metode semi empiris.
S = Ss + Sp + Sps
Dimana :
S = penurunan total tiang fondasi tiang tunggal
Ss = penurunan akibat deformasi axial tiang tunggal
Sp = penurunan dari ujung tiang
22

Sps = penurunan tiang akibat beban yang dialihkan sepanjang


tiang
∑Qu =Lg.Bg.cu(p) . Nc *+ ∑2.(L.D).Cu. ∆L
(𝑄𝑝 + 𝛼𝑄𝑠) . 𝐿
𝑆𝑠 =
𝐴𝑝 . 𝐸𝑝
Dimana :
Qp = beban yang didukung ujung tiang
Qs = beban yang didukung selimut tiang
L = panjang tiang
Ap = luas penampang tiang
Ep = modulus elastis tiang = 2.106 ton/m2
α = koefisien distribusi
Vesic (1977) menyarankan harga u = 0,33n – 0,5 untuk
distribusi gesekan yang seragam sepanjang tiang. Distribusi
tegangan seperti ini hanya dapat diperoleh secara empiris dengan
memonitor gesekan selimut saat uji pembebanan tiang.
𝐶𝑝 . 𝑄𝑝
𝑆𝑝 =
𝐷 . 𝑞𝑝
Dimana :
Cp = koefisien empiris
Qp = perlawanan ujung di bawah beban kerja
qp = daya dukung batas di ujung tiang
D = diameter atau sisi tiang

2.2.7.2 Penurunan Pondasi Kelompok Tiang


Penurunan pondasi kelompok tiang umumnya lebih besar
daripada pondasi tiang tunggal. Untuk memperkirakan penurunan
yang terjadi pada kelompok tiang dapat dihitung dengan
menggunakan metode Vesic, 1977.

𝐵𝑔
𝑆𝑔 = 𝑆𝑅 . √
𝐷
23

Dimana :
Sg = penurunan kelompok tiang
SR = penurunan rata-rata fondasi tiang tunggal
Bg = lebar kelompok tiang
D = diameter tiang tunggal
Menurut Meyerhof (1976), penurunan kelompok tiang
pada pasir dan kerikil dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
0,92 . 𝑞 . √𝐵𝑔 . 𝐼
𝑆𝑔(𝑒) (mm) =
𝑁𝑐𝑜𝑟
Dimana :
Qg
q=
(Lg . Bg)
Lg = panjang dari kelompok tiang
Bg = Lebar kelompok tiang

I = faktor pengaruh antara panjang tiang dengan lebar


kelompok tiang
L = panjang tiang

2.2.8 Perancangan Pondasi Tiang


2.2.8.1 Pekerjaan Persiapan
a. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda
serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik – titik angkat yang
tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas
pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka
tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.
b. Pengangkatan/ pemindahan, tiang pancang harus
dipindahkan/ diangkat dengan hati–hati sekali guna
menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak
diinginkan.
24

c. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada


kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan,
berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final
set).
d. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan
kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar
diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.
e. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan
patok.
f. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk
peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah
mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang
diharapkan belum tercapai.
Proses penyambung tiang :
1) Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet
seperti yang dilakukan pada batang pertama.
2) Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang
pertama sedemikian sehingga sisi – sisi pelat sambung
kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.
3) Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.
4) Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.
g. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan
seperti yang dilakukan pada batang pertama.
h. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman
tanah keras yang ditentukan.
i. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang
telah mencapai lapisan tanah keras/ final set yang ditentukan.
j. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah
ditentukan.
25

2.2.8.2 Proses Pengangkatan


a. Pengangkatan tiang untuk disusun dengan dua tumpuan
Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini
biasanya pada saat penyusunan tiang beton, baik itu dari
pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke penyusunan lapangan.
Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari
kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus
diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah
sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang
sehingga dihasilkan momen yang sama.

Gambar 2.15 Pengangkatan Tiang Dengan Dua Tumpuan

b. Pengangkatan dengan satu tumpuan


Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada
saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin
pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah
ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari
metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara
kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk
mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen
maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan
nilai momen yang sama.
26

Gambar 2.16 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan

2.2.8.3 Perencanaan Pile Cap


Pile cap berfungsi untuk mengikat tiang-tiang menjadi
satu kesatuan dan memindahkan beban kolom kepada tiang.
Perencanaan pile cap dilakukan anggapan sebagai berikut.
(Pamungkas dan Harianti, 2013: 87)
1. Pile cap sangat kaku.
2. Ujung atas tiang menggantung pada pile cap. Karena itu, tidak
ada momen lentur yang diakibatkan oleh pile cap ke tiang.
3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu
distribusi tegangan dan deformasi membentuk bidang rata.
Menurut Hardiyatmo (2010:283) tebal pile cap
dipengaruhi oleh tegangan geser ijin beton. Tegangan geser
harus dihitung pada potongan terkritis. Momen lentur pada pile
cap harus dihitung dengan menganggap momen tersebut bekerja
pada pusat tiang ke permukaan kolom terdekat.
a. Penulangan Pile Cap
1. Rencanakan sebagai balok persegi dengan lebar (b) dan
tinggi efektif (d).
𝑀𝑢
K perlu = 𝑏 .𝑑2

2. Rasio penulangan yang dapat diperoleh dengan


27

𝐾
 = 0,85 − √0,72 − 1,7
𝑓𝑐′

𝑓𝑐′
 =.
𝑓𝑦
0.85 . 𝑓𝑐 ′ 600
𝑏 = . 1 . ( )
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦
 max = 0,75 . b
1,4
 min = 𝑓𝑦

Pemeriksaan terhadap rasio tulangan tarik : ρ min < ρ <


ρmax
3. Bila harga rasio penulangan tarik memenuhi syarat maka
dilanjut dengan perhitungan luas tulangan.
As = ρ . b . d renc
4. Dengan hasil luas tulangan yang telah diketahui, maka
dapat dilanjut dengan merencanakan diameter dan jarak
tulangan yang disesuaikan dengan luas tulangan yang
telah dihitung.
5. Pemeriksaan terhadap tinggi efektif yang dipakai (d pakai
> d rencana) d pakai = h – selimut beton – Ø sengkang –
½ . Ø tulangan
b. Penulangan pondasi tiang
Dihitung berdasarkan kebutuhan pada waktu
pengangkatan. Pengangkatan dibedakan menjadi dua yaitu
pengangkatan dua titik dan pengangkatan satu titik.
P tiang = σ bahan . A tiang
Dimana :
P tiang = kekuatan yang diijinkan pada tiang pancang (kg)
σ bahan = tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm²)

2.2.8.4 Proses Pemancangan Pondasi Bored Pile


a. Pekerjaan persiapan
1. Ukur dan tentukan posisi titik – titik bore pile di site.
28

2. Buat pabrikasi keranjang besi bore pile.


3. Buat shedule pengecoran bored pile dan terus
dikendalikan.
4. Buat format untuk monitoring report bore pile.
b. Pekerjaan bored pile
1. Set alat pada posisi titik yang akan di bor.
2. Bila kondisi lapisan tanah baik bor sampai kedalaman 6m
saja dan pasang casing 6m

Gambar 2.17 Pengeboran Bored Pile

3. Bila kondisi lapisan tanah jelek


 Gunakan full casing untuk mencegah kelongsoran
tanah pada saat proses boring
 Masukkan full casing kedalam lubang bor sebelum
proses pengeboran dimulai dengan alat bantu vibro
hammer.

Gambar 2.18 Pemasangan Casing


29

4. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengeboran sampai


kedalaman yang dikehendaki.
5. Check apakah kedalaman yang dikehendaki sudah
tercapai.

Gambar 2.19 Pengeboran Lanjutan

6. Bersihkan lumpur pada dasar lubang bor dengan bucket


cleaning.
7. Selama proses berlangsung, catat :
 Kedalaman muka air tanah
 Jenis lapisan tanah berikut kedalaman dan ketebalan
dari lapisan tanah
8. Pekerjaan selesai.

Gambar 2.20 Pembersihan Casing


30

c. Pengecoran bored pile


1. Contoh pakai beton K – 400, slump 18 +/- 2 cm, ke batching
plan.
2. Pasang besi tulangan.

Gambar 2.21 Pemasukan Besi Tulangan

3. Pasang pipa tremi bila terdapat muka air tanah dalam


lubang bor.
4. Jika tidak air tanah penggunaan pipa tremic tidak mutlak
diperluakan (cukup pakai corong).

Gambar 2.22 Pemasukan Pipa Corong

5. Proese pengecoran pondasi bored pile selama proses


berlangsung, cek adakah volume teoritic perlubang sudah
sesuai dengan volume beton yang dikirim/dicor kedalam
lubang.
31

Gambar 2.23 Proses Pengecoran

6. Segera setelah pengecoran selesai, tarik temporeri casing


dari luar lobang.
7. Pekerjaan selesai.

Gambar 2.24 Penarikan Casing

Anda mungkin juga menyukai