Histoplasma Capsulatum
Histoplasma Capsulatum
SYAM S. KUMAJI
P1506211401
A. PENDAHULUAN
histoplasmosis, infeksi mikotik di paru yang sering terjadi pada manusia dan hewan.
habitat burung, diperkaya oleh substrat alkali nitrogen pada kotoran hewan. H.
tersebut dari gambaran sel ragi pada potongan histopatologik; namun, baik protozoa
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Ascomycotina
Class : Ascomycetes
Order : Onygenales
Family : Onygenaceae
suhu. Pada suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi sedangkan pada suhu
lebih rendah/suhu kamar (25 – 30 oC) membentuk koloni filamen (kapang) berwarna
coklat tetapi gambarannya bervariasi. Banyak isolat tumbuh lambat dan spesimen
berbentuk sferis yang besar dengan penonjolan materi dinding sel pada daerah
Dalam jaringan atau in vitro pada medium kaya pada suhu 37 oC, hifa dan konidia
berubah menjadi sel ragi kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan, merupakan parasit
Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang dapat memiliki
dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk kedalam Ascomycota parasit
yang dapat menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi seksual). Jamur ini
berkembang biak secara seksual dengan hifa yang bercabang-cabang ada yang
keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti sel dari anteridium
membelah secara mitosis sambil terus tumbuh cabang yang dibungkus oleh
miselium dimana terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti itu akan membelah
secara meiosis membentuk 8 spora dan disebut spora askus yang akan menyebar,
jika jatuh di tempat yang sesuai maka akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru,
Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang HIV-positif.
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini berkembang
dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan unggas,
melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat napas, dan tidak dapat menular
dari orang yang terinfeksi. Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150.
Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala
pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang didefinisi AIDS
a. Spesimen
Spesimen biakan termasuk sputum, urine, kerokan dari lesi superficial, aspirat
sumsum tulang dan sel darah buffy coat. Preparat darah, preparat sumsum tulang,
dan specimen biopsy dapat diperiksa secara mikroskopik. Pada histoplasmosis
Sel ovoid kecil dapat diamati dalam makrofag pada potongan histology yang
periodic atau calcofluor white) (Gambar 4) atau pada apusan sumsum tulang atau
Spesimen biakan dalam medium yang kaya, seperti agar darah glukosa sistein
pada suhu 37 oC dan agar Sabouraud atau agar kapang inhibitorik pada suhu 25 –
30 oC (Gambar 6). Pada plat agar darah (37oC), tumbuh sebagai fase budding yeast
(bentuk yeast like),berupa koloni berkeriput (wrinkled), seperti adonan (pasty). Pada
saboroud dextrose agar (25oC), tumbuh dengan koloni putih,seperti kapas (cottony)
yang dapat berubah kuning atau coklat sesuai penuaan. Miselium di hasilkan
2) microconidia atau clamydosphore bulat, berdinding tebal dan tertutup oleh projeksi
Biakan harus diinkubasi minimal selama 4 minggu. Harus hati-hati terhadap hasil
seperti medium kaldu fungi atau sentrifugasi lisis, dapat digunakan untuk
d. Serologi
Uji Compelment Fixation (CF) untuk antibody terhadap histoplasmin atau sel ragi
penyakit progresif kemudian turun sampai kadar sangat rendah ketika penyakit tidak
aktif. Titer yang lebih besar atau sama dengan 1 ; 32 merupakan petunjuk kuat
titer empat kali lipat atau lebih antara serum akut dan konvalesen merupakan bukti
Pada uji imunodifusi (ID), prespitin terhadap dua antigen spesifik H. capsulatum
aktif, sementra antibody terhadap antigen M dapat timbul dari uji kulit berulang atau
pajanan di masa lalu. Salah satu uji paling sensitive adalah radioassay atau
dalam serum atau urine; kadar antigen turun setelah pengobatan yang sukses dan
timbul kembali saat relaps. Walaupun terjadi reaksi silang dengan mikosis lain. Uji
untuk antigen ini lebih sensitive daripada uji antibody konvensional pada penderita
Uji kulit histoplasmin menjadi positif segera setelah infkesi tetap positif selama
progresif. Uji kulit berulang merangsang antibody serum pada individu yang
Indonesia, namun lebih banyak ditemukan di Amerika Utara dan Amerika tengah.
Jamur ini pertama kali diisolasi oleh Emmons dari tanah pada tahun1949. Kemudian
di Negara lain juga dilaoprkan penemuan jamur tersebut di tanah yang mengandung
dan jamur dapat diisolasi dari kelelawar pada tahun 1968. Histoplasmosis duboisii
Afrika.
E. EPIDEMIOLOGI
nitrogen dengan konsentrasi tinggi. Misalnya tanah yang tercemar tinja ayam atau
burung. Unggas tidak terinfeksi namun paruh dan kakinya dapat membawa jamur
endemik meliputi negara bagian tengah dan timur dan terutama lembah sungai Ohio
disebabkan oleh pajanan banyak orang dengan inokulum konidia yang besar.
Keadaan tersebut dapat terjadi bila habitat alami H. capsulatum terganggu, yaitu
tanah yang bercampur dengan kotoran burung (missal, tempat ertengger burung
jalak, kandang ayam( atau kotoran kelelawar (goa). Burung tidak terinfeksi, tetapi
kotorannya memberikan kondisi biakan yang baik bagi pertumbuhan fungi. Konidia
juga menyebar melalui angin dan debu. Wabah urban histoplasmosis terbesar terjadi
di Indianapolis.
Pada beberapa daerah yang sangat endemic, 80 – 90% penduduk mempunyai hasil
uji kulit yang positif pada awal masa dewasa. Banyak penduduk akan mengalami
capsulatum.
Di Afrika, selain patogen yang lazim, terdapat varian yang stabil, H. capsulatum var
duboisii, yang menyebabkan bagian paru yang terkena lebih sedikit da lebih banyak
lesi pada kulit dan tulang dengan sel raksasa dalam jumlah besar yang mengandung
Histoplasmin adalah antigen filtrate biakan kaldu miselium kasar. Setelah infeksi
awal, yang bersifat asimtomatik pada lebih dari 95% individu, diperoleh uji kulit tipe
lambat yang positif terhadap histoplasmin. Antibodi terhadap ragi dan antigen
kriptokokosis,
asperigilosis, titer
kulit dengan
histoplasmin
histoplasmin
CF
bronkopneumonia. Ketika lesi paru awal bertambah usianya. terbentuk sel raksasa
pertumbuhan spora, sel ragi masuk ke dalam sistem retikuloendotelial melalui sistem
limfatik paru dan limfonodi hilus. Penyebaran dengan keterlibatan limpa khas
menyertai infeksi paru primer. Pada hospes normal, respons imun timbul pada
sekitar 2 minggu. Lesi paru awal sembuh dalam 2 sampai 4 bulan tetapi dapat
ditemukan kalsifikasi buckshot yang melibatkan paru dan limpa. Tidak seperti
respons hospes yang berlebihan pada beberapa kasus (lihat Gambar 7).
Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150. Setelah berkembang,
infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang
dengan variasi mulai dari penyakit yang ringan pada saluran pernafasan sampai
dengan tidak dapat melakukan aktivitas karena tidak enak badan, demam,
kedinginan, sakit kepala, myalgia, nyeri dada dan batuk nonproduktif, kadang-
Infeksi terjadi dengan inhalasi spora, terutama mikrokonidia, spora yang cukup kecil
untuk mencapai alveoli pada inhalasi, yang kemudian berlanjut dengan bentuk
meninggalkan granuloma kalsifikasi pada limpa. Pada orang dewasa, massa bulat
atau jaringan parut dengan atau tanpa kalsifikasi sentral dapat menetap pada paru,
yang disebut histoplasmoma. Dapat pula terbentuk infiltrat paru dan pembesaran
kelenjar hilus. Bila infeksi terjadi dengan jumlah spora yang besar maka terdapat
gambaran yang mirip dengan tuberkulosis miliaris. Infeksi ini biasanya sembuh
dengan atau tanpa meninggalkan perkapuran dalam paru. Pada beberapa keadaan,
deseminata, dengan atau tanpa riwayat histoplasmosis primer akut paru, potensial
fatal hingga dapat menyebabkan kematian. Infeksi kedua kali dapat menimbulkan
reaksi jaringan yang lebih kuat sehingga menimbulkan rongga atau kaverna dengan
atau dapat juga menjadi long-term (kronis) dan serius. Gejala-gejala infeksi paru-
paru akut adalah kelelahan, demam, dingin, sakit di dada, dan batuk kering. Infeksi
paru-paru kronis dapat seperti tuberculosis dan terjadi di sebagian besar orang yang
telah sakit paru-paru. Hal ini dapat berkembang berbulan-bulan atau bertahun-tahun
dan melukai paru-paru. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan menyerupai gejala
penyakit paru lain seperti demam, batuk, sesak napas, dan lain-lain. Penyakit yang
menahun mirip dengan gejala tuberkulosis shingga sulit dibedakan dari penyakit
tersebut. Di alat dalam lain, gejala yang ditimbulkan juga tidak khas dan menyerupai
penyakit pada alat tersebut sehingga seringkali penyakit ini tidak dapat dikenal
secara dini.
Dari paru, jamur dapat menyebar secara hematogen ke alat lain, terutama sistem
selalu menunjukkan gejala paru ataupun sangat minimal, seperti juga yang terjadi
pada pasien ini. Suatu bentuk infeksi yang akut dan fatal serta cepat dijumpai pada
sering dijumpai dan kadang organisme intraselular ini dapat terlihat bersirkulasi pada
diseminata.
1. Histoplasmosis Asimptomatik
– 85% orang yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi jamur tersebut.
Bentuk yang paling sering ditemukan, dapat primer (infeksi awal atau sekunder
(infeksi Wang). Bentuk primer seringkali asimptomatik, masa tunasnya pada bayi
dan anak kecil ialah 10 - 23 hari, banyak dijumpai di daerah endemis. Satu-satunya
tanda infeksi adalah uji kulit histoplasmin positif. Bila timbul gejala akan menyerupai
influenza yaitu panas mendadak, malaise, nyeri otot sakit kepala, batuk
pembesaran kelenjar pada hilus. Kelainan ini bersifat ringan dan sembuh sendiri
Pada anak-anak berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Bentuk sekunder,
gejalanya serupa dengan yang primer, pada pemeriksaan radiologis tampak nodul-
nodul milier tersebar di paru menyerupai tuberkulosis miliaris. Dalam beberapa bulan
kelainan ini dapat menghilang sendiri dengan atau tanpa perkapuran. Uji tuberkulin
Dijumpai pada orang dewasa setengah umur, perokok dan mempunyai riwayat
Gejalanya demam, batuk kronik dengan produksi sputum, malaise, lelah, berat
badan turun, nyeri dada dan hemoptisis. Pada pemeriksaan radiologis paru terlihat
kavitasi pada lobus atas dan fibrosis yang progresif pada bagian bawah paru.
Suatu penyakit yang akut pada bayi, anak kecil dan penderita dengan
imunospresi. Morbiditas dan mortalitas tinggi. Bentuk yang fatal ini jarang terjadi.
Kelainan dimulai dengan infeksi paru akut, demam, batuk, sesak napas dan cepat
menjadi progesif serta menyerang banyak organ. Penderita tampak sakit berat,
mual, muntah, sakit perut dan diare. Ditemukan rhonkhi, limfa- denopati,
terlihat infiltrate interstitial difus atau bentuk retikulonodular yang dengan cepat
Kelainan ini dapat dijumpai pula pada penderita leukemia atau keganasan sistem
atau steroid, serta pada penderita AIDS yang menunjukkan gejala demam yang
dewasa, biasanya dengan gejala ulserasi pada mulut, faring, laring dan saluran
(Gambar 9).
I. DIAGNOSIS
pemeriksaan secara langsung dan membiakkan specimen klinik yang berasal dari
pasien yang diduga terinfeksi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan pemeriksaan
serologi untuk mendeteksi antigen dan antibody yang sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis.
pada organ yang terkena. Pada histoplasmosis patu dapat dilakukan pemeriksaan
sputum baik secara langsung dengan pulasan Giemsa dan menanam sputum pada
agar Sabouraud dekstrosa (ASD). Bahan klinik lain yang dapat digunakan pada
kerokan kulit dan bahan biopsi jaringan. Perlakuan terhadap bahan klinik di atas
sama dengan pemeriksaan sputum yaitu diwarnai dengan pulasan Giemsa dan
dibiakkan pada media ASD. Pemeriksaan bahan biopsi juga dapat dilakukan dengan
membuat sediaan tekan jaringan dan memulasnya dengan Giemsa dan HE.
Bahan klinik yang paling sering memberikan hasil positif baik pada pemeriksaan
langsung maupun biakan adalah biopsy jaringan sumsum tulang. Biakan darah juga
memberikan hasil positif yang tinggi. Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan
mewarnai bahan klinik dengan pulasan Giemsa atau dengan memeriksa sediaan
histopatologi yang diwarnai HE, atu GMS. Pada pemeriksaan langsung dengan
pulasan Giemsa dan pulasan HE, H. capsulatum tampak sebagai sel ragi intraseluler
yang dikelilingi oleh halo hialin yang tidak terwarnai dan sitoplsma yang terpulas di
diinkubasi pada suhu kamar jamur tumbuh sebagai koloni filament/kapang dan
negative setelah ditemukan pertumbuhan dalam waktu enam minggu. Karena itu
akut, terutama pada penderita AIDS. Bahan klinik yang dapat digunakan adal serum,
cairan otak, urin dan bilasan bronkus. Urin merupakan bahan klinik yang paling
sering memberikan hasil positif, sedangkan BAL positif sering ditemukan pada
penderita AIDS.
Dengan menggunakan teknik imuno difusi, dapat dideteksi antigen M dan H. Antigen
M dibentuk pada infeksi akut namun juga sering ditemukan pada infeksi kronik.
J. PROGNOSIS
ditegakkan. Diagnosis dini mempunyai prognosis yang lebih baik, namun diagnosis
sering kali terlambat ditegakkan secara klinis histoplasmosis memiliki gejala yang
yang tepat dengan induksi dan terapi supresif untuk mencegah relaps memperbaiki
prognosis.
K. PENGOBATAN
imunokompeten non AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada kelompok
mengancam nyawa dan bentuk yang lebih ringan. Pada bentuk diseminata yang
intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama 1 – 2 minggu. Dosis total
mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada bentuk yang lebih ringan dapat
histoplasmosis paru kronik dengan kavitas diperlukan pengobatan selama lebih dari
Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat diberikan
itrakonazol 200 mg tiga kali/hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan denga 2 x 200
pemberian terapi induksi untuk mendapatkan perbaikan klinis diikuti terapi supresif
diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400 mg/hari selama kurang lebih 3 bulan.
Pada kasus terjadinya Epizootic Lymphangitis pada kuda, pengobatn yang dapat
dilakuakan yaitu dengan pemberian Iodide Sodium secara intravena, atau dengan
kembali atau kambuh pada beberapa bulan kemudian dapat terjadi. Secara invitro
dilaporkan. Pada kebanyakan kasusu hewan yang terinfeksi oleh penyakit ini tidak
a. Amfoterisin B
Amfoterisin B yang ditemukan dan diisolasi dan strain Str.nodosus pada tahun
diberikan oleh gugus karboksil pada cincin utama dan gugus amino pada
per iv hingga perlu solubilisasi melalui dispersi koloid dalam deoksikolat atau
1) Aktivitas
protozoa, Leishimania braziliensis dan Naegleria fowleri serta tidak memiliki aktivitas
anti bakteri.
khususnya ergosterol, yang ada dalam membran sel jamur yang peka sehingga
resistensi umumnya terjadi karena mutan yang terbentuk memiliki kadar ergosterol
yang berkurang dalam membran selnya dan strain tertentu memiliki kadar prazat
ergosterol yang meningkat tetapi dengan affinitas lebih rendah terhadap antibiotika
poliena. Kepekaan bervariasi antar spesies tetapi hampir seragam dalam suatu
Absorpsi amfoterisin B dan saluran pencernaan hamper tidak ada, infus iv 0,5 mg/kg
bobot badan berulang menghasilkan kadar plasma 1-1,5 μg/ml pada akhirnya dan
dilepaskan dan bentuk kompleks dengan deoksikolat dalam aliran darah dan dalam
plasma Iebih dan 90% terikat pada protein khususnya B-lipoprotein. 2-5% dosis
dikeluarkan dalam urine pada terapi harian dan eliminasi tidak berubah pada
penderita anefrik atau hemodialisis. Kadar dalam cairan tubuh lebih kurang 2/3
kadar plasma dengan waktu paruh eliminasi I.k. 15 hari. Setelah terapi dihentikan
amfoterisin B masih ada dalam serum selama 7-8 minggu karena dilepaskan
perlahan dari depot jaringan. Dosis efektif bergantung pada tipe dan berat infeksi,
biasanya dosis uji 1 mg/20 ml dextrosa 5% per iv selama 20-30 menit. Sementara itu
suhu, denyut jantung, laju respirasi dan tekanan darah harus direkam. Bila fungsi
jantung dan paru baik serta tidak ada reaksi samping yang berarti, maka dosis dapat
dinaikkan menjadi 0,3 mg/kg bobot badan per iv selama 2-24 jam.
Sejumlah besar efek tidak diharapkan bisa timbul dan yang paling umum adalah
interleukin-1 dan faktor nekrosis tumor dari monosit dan makrofag murine invitro
mikosis dalam yang diberikan amfoterisin B dan toksisitas bergantung pada dosis,
bersifat sementara dan meningkat pada pemakaian bersama obat nefrotoksis lain
permanen tidak lazim pada fungsi ginjal yang awalnya normal, kecuali dosis melebihi
3-4 g untuk dewasa. Selama dan beberapa minggu setelah terapi mungkin terjadi
asidosis tubular dan ekskresi ion kalium dan magnesium, sehingga biasanya
4) Penggunaan
Terapi sistemik hanya diberikan untuk penderita di bawah pengawasan ketat dengan
mikosis fatal progresif yang disebabkan oleh jamur yang peka dan harus dilanjutkan
untuk waktu yang cukup, biasanya 2-4 bulan, untuk mencegah kekambuhan.
sedangkan dosis harus diindividualisasi atas dasar beratnya penyakit dan toleransi
perkembangan penyakit sangat cepat seperti pada kasus imunitas menurun atau
bila menyangkut susunan saraf pusat. Amfoterisin B juga cfapat digunakan untuk
spektrum lebar dan pemakaian topikal hanya bermanfaat pada kandidiasis kulit.
azol merupakan senyawa sintetik yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan
kandungan atom nitrogennya ada 2 atau 3. Struktur kimia dan profil farmakologis
ketokonazol dan itrakonazol sama, flukonazol unik karena ukuran molekulnya yang
Efek antijamur azol terutama ditujukan pada ergosterol yang merupakan sterol
utama dalam membran sel jamur. Inhibisi sin- tesis sterol melalui interaksi dengan
demetilase C14A suatu enzim yang bergantung pada sitokrom P-450 yang
hambatan pertumbuhan dan perbanyakan sel. Efek antijamur lain dan azol
protein.
Interaksi azol dengan demetilase C14A dalam sel jamur juga menyokong efek toksis
utama azol pada sel mammalia, misalnya secara klinis ketokonazol menyebabkan
kelainan endokrin pada manusia karena inhibisi enzim sitokrom P-450 yang
dibutuhan untuk sintesis hormon steroid adrenal dan gonad. Akan tetapi efek tidak
diharapkan ini malah dimanfaatkan untuk mengurangi produksi hormon steroid pada
sindroma Cushing atau kanker prostat. Suatu perbedaan penting antara imidazol
dan triazol adalah affinitas triazol yang lebih besar terhadap enzim sitokrom P-450
1) Farmakologi
Ketokonazol dan itrakonazol hanya tersedia per oral dan merupakan basa lemah
yang membutuhkan lingkungan asam untuk solubilisasi dan absorpsi yang optimal
dibandingkan dengan perut kosong. Variasi ambang plasma puncak setelah dosis
tunggal 200 mg ketokonazol dan itrakonazol lebih kurang 0,3-3,0 μg/ml. Kadar
plasma puncak itrakonazol, tetapi tidak ketokonazol, 3-5 x lebih besar setelah 7-14
atau keasaman lambung. Kadar plasma puncak hampir sama dengan dosis dicapai
dalam 2-4 jam setelah pemakaian oral serta 2-2,5 kali lebih besar pada keadaan
setimbang (yang dicapai dalam 6-10 hari setelah terapi dimulai) dibandingkan
Ketokonazol dan itrakonazol terikat kuat pada protein plasma (>99%)tetapi obat
keduanya, khususnya itrakonazol, dalam urine dan cairan serebrospinal lebih kecil
dan 1,0 μg/ml. Kadan itrakonazol dalam tulang, hati, eksudat radang, sputum dan
sehani. Flukonazol mirip dengan non-azol, flusitosin, dalam hal kelanutannya yang
besar dalam air, sedikit terikat pada protein plasma dan volume distribusi mendekati
air tubuh total. Kadar flukonazol dalam hampir semua jaringan dan cairan > 50%
kadar plasmanya dan khususnya tinggi dalam urine dan cairan otak. Kadar puncak
dalam cairan serebrospinal pada meningitis fungal mendekati 70-90% kadan puncak
plasma, demikian pula kadarnya dalam urine mungkin> 100 μg/ini dan jauh lebih
seluruhnya dalam feces dan urine. Dari lebih 30 metabolit itrakonazol yang
dikeluarkan lebih cepat dan pada itrakonazol sendiri meskipun kadar plasma
metabolit ini pada keadaan setimbang hampir dua kali lipat dari senyawa induknya.
Oleh karena itu kadar plasma itrakonazol yang diukur dengan cara spesifik seperti
HPLC jauh lebih rendah dibandingkan dengan cara biologis. Waktu paruh terminal
ketokonazol dan itrakonazol pada keadaan setimbang 7-10 jam dan 24-42 jam serta
akan meningkat dengan naiknya dosis dari 100 menjadi 400 mg sehani yang
menunjukkan bahwa jalur metabolisme dalam hati sudah jenuh dalam rentang dosis
terapi.
Karena hanya sedikit itrakonazol dan ketokonazol dikeluarkan dalam urine, maka
diperlukan penyesuaian dosis pada gagal ginjal. Berbeda halnya pada metabolisme
flukonazol yang sedikit, 80% dosisnya dikeluarkan dalam bentuk utah dalam urine
dengan waktu paruh eliminasi terminal meningkat dari l.k. 30 jam pada fungsi ginjal
normal menjadi 98 jam pada gagal ginjal serius (kecepatan filtrasi glomerulus <20
ml/mt).
albicans, dan jamur dimorf yang umum seperti Coccidioides brasiliensis dan
terhadap B. dermatidis. Itrakonazol lebih aktif dan yang lain terhadap Aspergillus sp.
Sampai saat ini timbulnya resistensi terhadap azol yang klinis penting meskipun
setelah terapi jangka panjang jarang, tetapi kegagalan terus meningkat pada kasus
HIV.
3) Efek samping
Ketokonazol, flukonazol dan itrakonazol lebih ditolerir daripada antijamur yang lebih
tua. Gejala gastrointestinal yang berkaitan dengan dosis paling umum, tetapi hingga
menimbulkan hepatitis yang klinis penting atau fatal. Studi fungsi hati, khususnya
secara berkala sesudahnya dan karena umumnya kasus hepatitis akibat azol terjadi
dalam beberapa bulan tahap awal terapi, waktu ini pemantauan sangat penting.
Terapi selalu harus dihentikan bila hepatitis simptomatik atau ada bukti lab disfungsi
hati yang persisten atau progresif. Ruam kulit eksfoliatif termasuk sindrom Steven
Johnson yang fatal dijumpai pada penerima flukonazol yang menderita AIDS dan
Perbedaan utama toksisitas potensial antana ketokonazol dan triazol yang Iebih
hati yang mengubah metabolisme dan kadar plasma azol atau obat yang
berinteraksi atau keduanya. Tingkat interaksi dengan enzim hati bervariasi antar
Ketokonazol invitro memiliki efek inhibisi jauh lebih besar daripada flukonazol dan
metabolit utamanya, tetapi ketiga azol tersebut meningkatkan nyata kadar plasma
sikiosporin pada transpiantasi organ sehingga pemberian bersama obat lain yang
5) Penggunaan
Sampai kini peran azol oral dalam penatalaksanaan kandidemia atau kandidiasis
yang menyebar belum jelas, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa flukonazol
karena kateter) pada penderita tanpa neutropenia. Untuk kandidiasis ginjal atau
kandiduria karena kadarnya dalam bentuk aktif yang tinggi dalam urine, flukonazol
sangat bermanfaat dan lebih disukai daripada flusitosin yang juga dikeluarkan cepat
melalui saluran urine karena lebih ditolerir dan jarang menimbulkan resistensi.
Flukonazol juga merupakan alternative efektif dan aman dan amfoterisin B untuk
Flukonazol merupakan azol paling baik untuk meningitis akibat kriptokokus karena
amfoterisin B sebagai terapi primer termasuk pada kasus AIDS yang membutuhkan
terapi pemeliharaan seumur hidup untuk mencegah kambuhan. Setelah perbenihan
Sejak dikenalnya ketokonazol tahun 1981, antijamur azol makin penting perannya
amfoterisin B, sedangkan untuk koksidiomikosis yang relatif paling sulit diatasi azol
yang lebih baru memberikan keuntungan dalam hal toleransi yang lebih baik,
atau mukonazol yang harus digunakan per iv dengan dosis total tinggi. Sediaan
parenteral mikonazol dalam minyak jarak polietoksi per iv atau intratekal sudah
L. PENCEGAHAN
terutama di daerah di mana penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat
1. Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari
2. Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari
jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai
sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan
spora jamur.
5. Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja
berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan
diseminata adalah bentuk klinis yang paling berat dan sering fatal.
sedang dan tropis, termasuk Indonesia. Gejala klinisnya tidak khas dan sering
dua saudara sekandung, tinggal di Sukabumi (Jawa Barat) yang dirawat di Bagian
Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Sumber Waras pada tahun 1985 dan 1988. Dua
1. Kasus 1
Seorang anak laki-laki, bangsa Indonesia, umur 11 tahun, dirawat di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, RS Sumber Waras, pada tanggal 2 Juli 1985, dengan keluhan
panas, pucat dan perut membesar. Penderita tinggal di Sukabumi, sebelah rumah
ada perternakan ayam. Selama dua bulan sebelum dirawat, penderita dirawat di RS
Sukabumi karena lemas, pucat, satu bulan menderita sakit kepala dan suhu
badannya panas naik turun, diagnosis kerja pada saat itu ialah tifus abdominalis.
Hasil pemeriksaan ultrasonografi pada tanggal 19 Juni 1985 ialah tersangka sirosis
Pada pemeriksaan fisik waktu masuk didapatkan penderita tampak sakit berat,
eompos mentis, gizi kurang, lemah, pueat, berat badan 24 kg, suhu badan 36,5°C.
Jantung dan paru tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
maupun tanda-tanda perdarahan, hati teraba (1/4 — 1/4) dan limpa S.II.
Diagnosis kerja pada saat itu ialah aleukemik mieloblastik leukemia dan gizi
gambaran pembuluh vena membesar pada dinding perut, suhu badan masih temp
naik turun dan timbul epistaksis. Foto Rontgen toraks menunjukkan hilus kiri
membesar, tidak tampak infiltrat di kedua paru, jantung normal. Pada pemeriksaan
biopsi had, pungsi limpa dan sediaan sumsum tulang diperiksa ulang, ditemukan sel-
sel ragi berukuran 1—5 mikron dalam set makrofag, gambaran ini sesuai dengan
histoplasma eapsulatum.
glukosa 5% selama 6 jam setiap hari selama lima hari, mulai 5 mg amfoterisin B,
diberikan 25 mg seminggu tiga kali sampai tereapai dosis total 1250 mg. Saw jam
sebelum infus, diberikan premedikasi berupa antihistamin dan antipiretik. Seminggu
sekali diperiksa faal ginjal, hemoglobin, leukosit dan trombosit. Reaksi obat yang
timbul ialah demam dan menggigil beberapa kali, tetapi tidak terjadi gagal ginjal.
Pada akhir pengobatan hati dan limpa mengeeil, basil uji serologik dan biakan darah
negatif, sediaan sumsum tulang menunjukkan gambaran yang aktif dan normal,
Lima bulan setelah pulang, keadaan umum penderita baik, berat badan naik, hati
dan limpa tidak teraba lagi, uji serologic dan biakan darah tiga bulan berturut-turut
negatif. Faal ginjal sampai tiga bulan setelah pengobatan dihentikan adalah normal.
Pada pemeriksaan beberapa sampel tanah yang diambil secara acakdari petemakan
2. Kasus 2
Adik kandung kasus 1, seorang anak laki-laki umur 12 tahun dirawat di Bagian
Ilmu Kesehatan Anak, RS Sumber Waras, pada tanggal 6 Mei 1988, dengan
keluhan batuk selama satu bulan, perut bagian kanan membesar, berat badan
menurun, badan lamas dan cepat lelah. Penderita pernah sakit kuning ketika
berumur 4 tahun. Selma satu bulan sebelum dirawat, penderita batuk terus dan
demam, berat badan menurun, merasa lamas dan lelah. Karena batuknya tidak
tampak sakit sedang, gizi sedang, pucat, tidak ikterik, berat badan 28 kg, suhu
badan 36°C. Jantung dan paru normal. Tidak ada pembesaran kelenjar getah
Hemogram: hemoglobin 9,7 g/dl, leukosit 2800/mm', hitung jenis dalam batas
normal, trombosit 38.000/mm', SGOT 40 U/1, SGPT 22 U/l. Tuberkulin test negatif.
Diagnosis kerja pada saat itu ialah observasi hepatitis. Mengingat pada penderita
dengan histoplasmin ialah positif dan biakan darah tumbuh koloni H. capsulatum.
Pengobatan amfoterisin B diberikan dengan dosis dan cam yang sama seperti
pada kasus 1. Pada hari ke 22 perawatan, keadaan umum penderita eukup baik,
jantung dan paru normal, hati dan limpa mengecil (teraba berturut-turut 1 cm dan 0,5
beberapa kali timbul demam dan menggigil serta muntah, tidak terjadi kegagalan
ginjal. Pada akhir pengobatan keadaan umum penderita baik, hati dan limpa tidak
teraba lagi, uji serologik dan biakan darah adalah negatif, faal ginjal dan hati normal.