Anda di halaman 1dari 7

ASTI RAHMAWATI

P2.06.20.1.17.006
3A
LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER KOLOREKTAL

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Terkait


Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang
disebut traktus gastrointestinal. Panjangnya hampir 5 kaki. Kolon memiliki empat bagian
yaitu kolon ascending, transverse, descending, dan sigmoid. Dindingnya memiliki empat
lapisan utama mukosa, submukosa, muskularis propia, dan serosa atau adventitia. Rektum
adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis mamalia yang berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.

B. Definisi Penyakit
Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal, bila
hal ini terjadi di usus besar atau rectum maka disebut kanker kolorektal (American Cancer
Society, 2017).
Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari massa abnormal/neoplasma yang
muncul dari jaringan epitel dari kolon (Haryono, 2012).
Kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau rektum. Kanker ini
juga bisa disebut kanker usus besar atau kanker rektum, tergantung tempat bermulanya.
Kanker usus besar dan kanker rektum sering dikelompokkan bersama karena memiliki
banyak kesamaan (American Cancer Society, 2016).

C. Etiologi
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker kolorektal menurut
Soebachman (2011) yaitu :
1. Usia
Risiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus
terjadi pada orang yang berusia 60-70 tahun.
2. Polip
Ada 2 jenis polip utama, yaitu :
a. Adenomatous polyps (adenoma): Polip ini kadang berubah menjadi kanker. Karena
itu, adenoma disebut kondisi pra-kanker.
b. Hyperplastic polyps dan inflammatory polyps: Polip ini lebih sering terjadi, namun
secara umum tidak bersifat pra-kanker.
3. Riwayat Kanker
Seseorang yang pernah didiagnosis kanker kolon (dirawat) berisiko tinggi terkena
kanker kolon lagi di kemudian hari.
4. Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini,
sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh kelainan genetic yang diwariskan. Individu
dengan riwayat keluarga tingkat pertama (orangtua, saudara kandung atau anak) yang
didiagnosis dengan kanker kolorektal memiliki risiko 2 sampai 4 kali dibandingkan
mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
5. Penyakit kolitis ulseratif
Kolitis ulseratif adalah inflamasi yang terbatas di selaput lendir kolon. Risiko terjadinya
kanker kolon lebih besar.
6. Kebiasaan merokok
Perokok memiliki risiko jauh lebih besar untuk terkena kanker kolon dibandingkan
dengan bukan perokok.
7. Pola diet
Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna dan bahan
pengawet. Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, khususnya bir. Usus
mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko terkena kanker
kolon.
8. Kurangnya aktivitas fisik
9. Infeksi virus tertentu seperti HPV (Human Papiloma Virus)

D. Tanda dan Gejala


Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining. Adapun tanda
dan gejala dari kanker kolon menurut Network (2016) adalah :
1. Anemia
2. Perdarahan pada rectum
3. Nyeri abdomen
4. Perubahan kebiasaan defekasi
5. Obstruksi usus atau perforasi.
Sementara menurut Smeltzer (2015) menjelaskan tanda dan gejala dari kanker kolon
maupun kanker rektum yaitu :
1. Keluarnya darah di dalam atau pada feses
2. Penurunan berat badan dan keletihan
3. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang tumpul dan
melena
4. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen, penyempitan ukuran
feses, konstipasi dan distensi) dan darah berwarna merah terang di feses.
5. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak efektif saat
defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare secara bergantian, feses
berdarah
6. Tanda-tanda komplikasi : obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi tumor dan
ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi, pembentukan abses, peritonitis, sepsis,
atau syok).

E. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95%) adenokarsinoma (muncul dari epitel usus). Dimulai
dari polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal
serta meluas kedalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan
menyebar ke bagian tubuh lain (Japaries, 2013).
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetresi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Menurut Diyono (2013) tingkatan kanker kolorektal adalah sebagai berikut :
1. Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan kolon).
2. Stadium 2 : menembus dinding otot, belum metastase.
3. Stadium 3 : melibatkan kelenjar kimfe.
4. Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke organ lain.

F. Pemeriksaan Penunjang
Smeltzer (2015) mengemukakan pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk diagnosis
kanker kolorektum adalah:
1. Pemeriksaan abdomen dan rectal; pemeriksaan darah samar pada feses; barium
enema; proktosigmoidoskopi; dan kolonoskopi, biopsy, atau apusan sitology
2. Pemeriksaaan CEA (carsinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein
di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Pemeriksaan ini
harus kembali normal dalam 48 jam sejak eksisi tumor (reliable dalam memprediksi
prognosis dan kekambuhan).

G. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pencernaan
Inspeksi : mukosa mulut kering, pecah-pecah, dan pucat. Tampak abdomen
kembung. Diare berdarah 20-30 kali/hari.
Auskultasi : penurunan bisisng usus.
Perkusi : timpani dan pekak pada area teraba massa.
Palpasi : nyeri tekan pada kuadran abdomen kiri bawah, distensi abdomen,
teraba adanya massa.
2. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : konjungtiva anemis, distensi vena jugularis (JVP), dan hipotensi.
Perkusi : terdengar suara pekak pada area jantung.
Palpasi : Takikardi, turgor kulit >2 detik.
Auskultasi : bunyi jantung reguler.
3. Sistem pernafasan
Inspeksi : nafas pendek, dipsnea akibat nyeri.
Perkusi : terdengar suara sonor pada area dada.
Palpasi : hipertrofi konka
Auskultasi : suara nafas vesikuler.
4. Sistem Muskuloskeletal
Palpasi : kekuatan otot menurun, kelemahan, dan malaise.

H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan tirah baring dan imobilisasi.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Risiko infeksi
I. Tujuan, Perencanaan, dan Rasional
1. Nyeri akut
NOC: Tingkat nyeri, kontrol nyeri
NIC : Manajemen nyeri

Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan 1. Untuk menentukan intervensi
intensitas nyeri (0-10). selanjutnya.
2. Jelaskan dan bantu pasien dengan 2. Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologik relaksasi dan nonfarmakologik lainnya,
dan noninvasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
3. Kendalikan faktor lingkungan yang 3. Lingkungan yang tenang akan
dapat mempengaruhi reson pasien menurunkan stimulasi nyeri.
terhadap ketidaknyamanan (mis., suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising).
4. Ajarkan teknik distraksi pada saat 4. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
nyeri. menurunkan stimulus internal dengan
5. Tingkatkan pengetahuan tentang mekanisme penurunan persepsi nyeri.
sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan 5. Pengetahuan yang akan dirasakan
berapa lama nyeri akan berlangsung. membantu mengurangi nyerinya dan
6. Kolaborasi dengan dokter untuk dapat membantu mengembangkan
pemberian analgetik. kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik.
6. Analgetik memblok lintasan sehingga
nyeri akan berkurang.

2. Kerusakan integritas jaringan


NOC: Integritas jaringan: membran mukosa
NIC: Perawatan Luka

Intervensi Rasional
Perawatan luka Perawatan luka
1. Monitor karakteristik luka, termasuk 1. Pengkajian luka untuk mengetahui
drainase, warna, ukuran, dan bau. tanda-tanda infeksi.
2. Berikan rawatan insisi pada luka, yang 2. Untuk pembersihan luka.
diperlukan.
3. Oleskan salep, yang sesuai dengan 3. Mempercepat luka kering dan
kulit/lesi. mencegah pertumbuhan bakteri.
4. Berikan balutan sesuai dengan jenis 4. Menghindari kesalahan pemakaian
luka. balutan.
5. Pertahankan teknik balutan steril 5. Untuk menghindari kontaminasi
ketika melakukan perawatan luka dengan mikroorganisma.
tepat.
6. Bandingkan dan catat setiap perubahan 6. Untuk mengetahui perkembangan luka.
luka.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC: Status Nutrisi : Makanan dan Cairan
NIC: Manajemen Nutrisi dan Monitor Nutrisi

Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan 1.Untuk menghindari komplikasi alergi.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 2.Untuk mengukur jumlah bebutuhan
menentukan jumlah kalori dan nutrisi kalori klien.
yang dibutuhkan pasien.
3. Yakinkan diet yang dimakan 3.Untuk mencegah konstipasi.
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi.
4. Berikan makanan yang terpilih (sudah 4.Nutrisi yang masuk tepat sesuai
dikonsultasikan dengan ahli gizi). kebutuhan klien.
5. Berikan informasi tentang kebutuhan 5.Untuk menambah pengetahuan klien.
nutrisi.

Monitor Nutrisi Monitor Nutrisi


1. BB pasien dalam batas normal, 1.Mengetahui peningkatan BB pasien.
2. Monitor mual dan muntah. 2.Untuk mengetahui adanya hambatan
dalam mencerna makanan

4. Intoleran aktivitas
NOC: Toleransi Terhadap Aktivitas
NIC: Manajemen Energi

Intervensi Rasional
Manajemen Energi Manajemen Energi
1. Kaji tingkat kemampuan aktivitas, 1. Untuk melihat kemampuan aktivitas
hindari aktivitas yang berlebihan. pasien.
2. Anjurkan aktivitas fisik (ADL) sesuai 2. Meningkatkan kemampuan pasien.
dengan kemampuan pasien.
3. Monitor tanda vital dan atur perubahan 3. Untuk memantau status kesehatan
posisi. pasien.

5. Ansietas
NOC: Penurunan Ansietas
NIC: Kontrol Ansietas

Intervensi Rasional
Kontrol Ansietas : Kontrol Ansietas :
1. Bangun hubungan terapeutik dengan 1. Dengan rasa percaya, pasien akan lebih
pasien. terbuka dengan kita dan dapat
menceritakan kecemasannya.
2. Kaji tingkat kecemasan pasien. 2. Tingkat kecemasan pasien dapat
menentukan intervensi yang tepat bagi
pasien.
3. Dengarkan pasien dengan penuh 3. Perhatian yang diberikan akan
perhatian. membuat pasien merasa didengarkan dan
dihargai sehingga akan tercipta hubungan
saling percaya.
4. Jelaskan seluruh prosedur tindakan 4. Dengan adanya pengetahuan pasien
kepada pasien dan perasaan yang terhadap prosedur tindakan akan
mungkin muncul pada saat melakukan mengurangi rasa cemas pasien.
tindakan.
5. Dampingi pasien untuk mengurangi 5. Dengan pendampingan orang yang
kecemasan dan meningkatkan pasien percaya akan membuat pasien
kenyamanan. tenang.
6. Ajarkan pasien teknik relaksasi. 6. Teknik relaksasi akan meningkatkan
suplai oksigen sehingga pasien akan lebih
rileks dan tenang
7. Monitor respon fisik seperti nadi cepat. 7. Perubahan pada TTV dapat mengarah
pada derajat kecemasan pasien.

6. Risiko Infeksi
NOC: Kontrol Infeksi
NIC: Perlindungan Infeksi

Intervensi Rasional
Perlindungan infeksi Perlindungan infeksi
1. Buat balutan luka dalam keadaan 1. Balutan yang bersih dan kering akan
kering dan bersih. menghindari kontaminasi dari
mikroorganisme.
2. Lakukan perawatan luka: 2. Membersihkan luka pasca bedah
a. Lakukan perawatan steril pada hari a. Perawatan luka sebaiknya dimulai
ke-2 pasca bedah dan diulang setiap pada hari ke-2 pasca bedah karena
2 hari. menghindari luka menjadi basah
yang dapat menghambat penutupan
b. Bersihkan luka dan drainase dengan luka.
cairan antiseptik iodine providum, b. Mencegah kontaminasi kuman ke
dengan cara swabbing dari arah luka bedah.
dalam ke luar.
c. Bersihkan bekas sisa iodine providum c. Antiseptik iodine providum
dengan alkohol 70% atau dengan mempunyai kelebihan dalam
cara swabbing ari arah dalam ke menurunkan proses epitalisasi
luar. jaringan sehingga memperlambat
penyembuhan luka, maka harus
c. Tutup luka dengan kasa steril dan dibersihkan dengan alkohol atau
rekatkan dengan plester yang normal saline.
menyeluruh menutupi kasa. d. Penutupan secara menyeluruh dapat
mengurangi kontaminasi dari luar
ke luka bedah.
3. Pantau suhu. 3. Peningkatan suhu adalah indikasi dini
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Arnot, D. (2011). Pustaka Kesehatan Populer Saluran Pencernaan. Diambil pada 15 Mei
2019 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Rektum

American Cancer Society.(2016, October 15). About Colorectal Cancer. Diambil pada 15
Mei 2019 dari https://www.cancer.org/cancer/colon-rectal-cancer/about/what-is-
colorectal-cancer.html
Bulechek, M.G, dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian
Edition. Jakarta: Mocomedia.
Diyono, M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Jakarta: Kencana.
Haryono, R. (2012). Medikal Keperawatan Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Goayen
Publishing.
Moorhead, S, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian Edition.
Jakarta: Mocomedia.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
National Comprehensive Cancer Network. (2016). Colon Cancer. Washington: National
Comprehensive Cancer Network.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Soebachman, A. (2011). Awas 7 Kanker Paling Mematikan!. Yogyakarta: Syura Media
Utama.

Anda mungkin juga menyukai