Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PEMERINTAHAN DAN HUBUNGAN SIPIL - MILITER

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Dosen Pengampu :

Hamda Kharisma Putra, M.Pd

PAI-1F

Disusun Oleh

Kelompok 6 :

1. Adib Ulumulluthfan (126201202125)

2. Maidatul Khofifah (126201202149)

3. Muhamad Sohibul Muslihin (126201201039)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT. yang telah memberi
kesempatan, nikmat, rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah sehingga kami dapat
menjalani aktivitas belajar hingga saat ini. Sholawat dan salam semoga tetap
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyyah, yakni Addinul Islam. Semoga kita
kelak mendapat syafaatnya nanti di Yaumul Qiyamah, Aamiin.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas dari Bapak Hamda
Kharisma, M.Pd. Kami menuliskan beberapa materi mengenai mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yaitu tentang Pemerintahan dan Hubungan Sipil-
Militer.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, tidak lupa
ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Hamda Kharisma, M.Pd sebagai
dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini kepada kami serta telah
membimbing kami pada mata kuliah ini.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


mendukung berjalannya pembuatan makalah ini terutama anggota kelompok, dengan
kerjasama menjadikan makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, November 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2
DAFTAR ISI………………………...……………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 4


Latar Belakang .......................................................................................................... 4
Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 6
A. Pengertian Pemerintahan ...................................................................................... 6
B. Pengertian Pemerintahan Sipil .............................................................................. 8
C.Pengertian Pemerintahan Militer ......................................................................... 10
D. Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer ......................................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 21
Kesimpulan .............................................................................................................. 21
Saran ........................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22

3
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
C.F Strong mendefinisikan pemerintahan dalam arti luas sebagai segala
aktivitas badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti
sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan
eksekutif.

Pemerintahan juga dapat didefinisikan dari segi struktural fungsional


sebagai sebuah sistem struktur dan organisasi dari berbagai dari berbagai macam
fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mencapai tujuan negara.1

Menurut KBBI, sipil merupakan pemerintahan yang dipegang oleh orang-


orang sipil. Sedangkan orang sipil berarti orang yang bukan anggota (dinas) militer.2

Menurut para ahli, pengertian sipil adalah seorang warga negara yang
statusnya adalah sebagai masyarakat umum biasa dan bukan merupakan anggota
militer, angkatan bersenjata ataupun anggota kepolisiaan. Sipil juga bearrti orang
yang bukan termasuk ke dalam anggota angkatan bersenjata dari suatu milisi atau
suatu negara dan tidak ikut terlibat dalam situasi permusuhan konflik senjata atau
atau peperangan militer. Contoh warga sipil adalah petani, nelayan, pedagang, guru,
pelajar, dan sebagainya. Sedangkan pengertian militer adalah bagian dari warga sipil
yang mempunyai kualifikasi militer terdidik, dibentuk dan dilatih untuk melakukan
pertahanan negara secara militer.3

1
Haryanto dkk, 1997:2-3
2
KBBI
3
Suryanto Suryokusumo.2016.Buku Konsep Sistem Pertahanan Non Militer.

4
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemerintahan?

2. Apa pengertian pemerintahan sipil?

3. Apa pengertian pemerintahan militer?

4. Bagaimana hubungan pemerintahan sipil dan militer?

Tujuan
1. Mengetahui pengertian pemerintahan

2. Mengetahui pengertian pemerintahan sipil

3. Mengetahui pengertian pemerintahan militer

4. Mengetahui hubungan pemerintahan sipil dan militer

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemerintahan
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala bentuk kegiatan atau aktivitas
penyelenggara Negara yang dilakukan oleh organ-organ Negara yang mempunyai
otoritas atau kewenangan untuk menjalankan kekuasaan dalam rangka mencapai
tujuan. Sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan oleh fungsi eksekutif saja dalam hal ini yang dilakukan oleh presiden,
menteri-menteri sampai birokrasi paling bawah. 4

Jika dilihat dari pendekatan segi bahasa kata “pemerintah” atau


“pemerintahan”, kedua kata tersebut berasal dari kata “perintah” yang berarti sesuatu
yang harus dilaksanakan. Di dalam kata tersebut terkumpul beberapa unsur yang
menjadi ciri khas dari kata “perintah”.

1. Adanya “keharusan”, menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa


yang di perintahkan.

2. Adanya dua pihak yang memberi dan menerima perintah.

3. Adanya hubungan fungsional antara yang memberi dan yang menerima


perintah.

4. Adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah.

“Pemerintah” atau “pemerintahan” dalam bahasa Inggris dipergunakan kata


“government” kata yang berasasl dari suku kata “to goverm”. Tetapi “perintah”
disalin dengan “to order” atau “to command” dengan lain kata “to command” tidak di
titinkan dari “to govern”. Dan keempat ciri khas dari kata perintah di atas mempunyai
makna pengertian yaitu “keharusan” berarti dituangkan dalam bentuk peraturan
pemerundang-undangan. Adanya “wewenang” berarti menunjukkan sahnya perintah

4
Nurmi Chatim, Hukum Tata Negara, (Pekanbaru:Cendikia Insani, 2006), h. 46

6
yang diberikan, tanpa adanya wewenang perintah dianggap tidak sah dan hilanglah
kekuatan hokum dari perintah itu. Sedangkan di beberapa negara, antara pemerintah
dan pemerintahan tidak dibedakan. Misalnyadi Inggris, Inggris familiar dengan
sebutan “government”, kemudian Prancis menyebutkan sebagai “Gouvernment”.
Kedua kata tersebut disadur dari Bahasa Latin, yakni “gubernacalum” atau yang biasa
kita sebut sebagai gubernur. Dalam Bahasa Arab sendiri disebut dengan “hukumat”,
dan di Amerika Serikat disebut dengan “administration”. Pemerintahan dalam arti
luas adalahs egala sesuatu yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan
kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri.5

Sarjana Hukum Indonesia terkenal, Prof. R. Djokosutono, S.H. mengatakan


bahwa, Negara dapat pula diartikan sebagai suatu organisasi manusia atau kumpulan-
kumpulan manusia, yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Pemerintahan ini sebagai alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat untuk
mencapai tujuan organisasi Negara, antara lain kesejahteraan, pertahanan, keamanan,
tata tertib, keadilan, kesehatan dan lainlain. 6

Untuk dapat bertindak dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan


tersebut, pemerintah mempunyai wewenang, wewenang mana dibagikan lagi kepada
alat-alat kekuasaan Negara, agar tiap sektor tujuan negara dapat bersamaan
dikerjakan. Berkenaan dengan pembagian wewenang ini, maka terdapatlah suatu
pembagian tugas Negara kepada alat-alat kekuasaan Negara. 7

Yang dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah suatu tatanan atau


susunan pemerintahan yang berupa suatu struktur yang terdiri dari organorgan
pemegang kekuasaan di dalam Negara dan saling melakukan hubungan fungsional

5
Adiwilaga,Rendy. Alfian, Yani.Ujud, Rusdia.Sistem Pemerintahan Indonesia.2018. (Deepublish
(Grup Penerbitan CV Budi Utama; Yogyakarta.) Cet.1. h 3-4
6
C.S.T kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2000), h. 91
7
Ibid.

7
diantara organ-organ Negara tersebut baik secara vertikal maupun secara horizontal
untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.8

B. Pengertian Pemerintahan Sipil


Menurut CF Strong dalam bukunya yang berjudul Modern Political
Construction terbit tahun 1960 dikemukakan bahwa pemerintah itu dalam arti luas
meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemerintah juga bertugas
memelihara perdamaian dan keamanan. Oleh karena itu pemerintah harus memiliki
(1) kekuasaan militer, (2) kekuasaan legislatif, dan (3) kekuasaan keuangan.9

Sedangkan menurut SE Filner dalam buku Comperative Gonverment (1974)


istilah pemerintahan memiliki 4 arti yaitu :

a. Kegiatan atau proses memerintah;


b. Masalah-masalah kenegaraan;
c. Pejabat yang dibebani tugas untuk memerintah;
d. Cara, metode, atau sistem yang dipakai pemerintah untuk memerintah.10

Adapun dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk


pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan
kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.

1. Karakteristik Pemerintahan Sipil

Eric Nordlinger dalam bukunya “Militer dalam Politik” dikemukakan ada 3


bentuk pemerintahan sipil :

a. Pemerintahan sipil Tradisional

8
Ibid.
9
yafaruddin, Makalah KONSEP DAN METODOLOGI PERBANDINGAN PEMERINTAH.
10
Ibid, hal 6

8
Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara
sipil dan militer, tanpa perbedaan maka tidak akan timbul konflik yang serius diantara
mereka. dengan demikian tidak terjadi campur tangan militer. 11

b. Pemerintahan Sipil Liberal

Model pemerintahan liberal didasarkan pada pemisahan para elit berkenaan


keahlian dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi di dalam
pemerintahan. Tapi sejalan Model liberal akan menutup kemungkinan militer untuk
menekuni arena dan kegiatan politik. Didalam tindakan dan pelaksanaannya,
pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran, dan netralitas pihak militer.12

c. Pemerintahan Sipil Serapan

Dalam sejarahnya, pemerintahan sipil ini banyak dianut oleh negara-negara


barat, karena kebanyakan dari mereka berideologi liberal yang memunculkan
supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military). Dalam kata lain
militer adalah subordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis
melalui pemilihan umum. Berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia yang
berideologikan Pancasila, sipil dan militer adalah satu bagian, tidak ada supremasi di
antara keduanya. Yang harus dimunculkan adalah bagaimana hubungan keduanya
dapat menjamin kerukunan hidup rakyat Indonesia itu sendiri. Sehingga tercipta
kebersamaan dalam memperjuangkan kepentingan bangsa.

Dalam hal ini muncul karakteristik pemerintahan sipil yang berpijak atas
hubungannya dengan militer, antara lain pemerintahan sipil adalah sebuah bentuk
pemerintahan yang bergaya sipil, semua keputusan pemerintah dapat menjadi
perintah apabila telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dan diambil keputusannya

11
Eric Nordlinger, Militer dalam Politik ( Jakarta : Rineka Cipta 1994) hal 18-19.
12
bid, hal 20-21

9
dalam suatu pemungutan suara (referendum). Dan telah mendapat pengesahan dari
lembaga negara yang berwenang.13

C.Pengertian Pemerintahan Militer


Masa Orde Baru di Indonesia telah berakhir dengan tergulingnya Presiden
Soeharto dari kursi Presidennya, dan dimulailah masa baru yang dinamakan Masa
Reformasi. Sejalan dengan runtuhnya rezim Soeharto, maka runtuh pula dominasi
militer dalam politik Indonesia, masa orde baru tersebut dikendalikan dengan sistem
otoriter. Pada akhirnya, TNI/ABRI sebagai pucuk militer di Indonesia harus
menanggalkan dwifungsinya kembali ke barak dan hanya memainkan peran sebagai
alat pertahanan negara dari ancaman luar.

Perkataan Militer merupakan pengertian yang bersangkutan dengan kekuatan


bersenjata. Secara kongkrit perkataan Sipil di Indonesia adalah seluruh masyarakat,
sedangkan perkataan Militer berarti Tentara Nasional Indonesia, yaitu organisasi
yang merupakan kekuatan bersenjata dan yang harus menjaga kedaulatan negara
Republik Indonesia. Karena Sipil berarti masyarakat, maka sebenarnya Militer pun
bagian dari masyarakat. Oleh sebab itu di Indonesia sebelum terpengaruh oleh
pandangan Barat dipahami bahwa TNI adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat
Indonesia. Bahkan yang menjadi TNI adalah seluruh Rakyat yang sedang bertugas
sebagai kekuatan bersenjata untuk membela Negara.

Adapun yang dimaksud dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan


yang lebih mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil oleh
pucuk pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu sebagai
perintah yang wajib diikuti konsekuensi rantai komando dalam militer. Sebuah
undang-undang dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pimpinan
tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada parlemen.

13
Diamond, Larry, Hubungan Sipil Militer & Konsolidasi Demokrasi, Jakarta: PT.Grafindo Jaya
Persada, 2001. Hal 44

10
 Karakteristik Pemerintahan Militer

Pemerintahan militer lebih merujuk ke arah gaya pemimpin suatu


organisasi/ institusi/ negara. Dimana kepemimpinan itu sendiri memiliki
hubungan yang erat antara seorang dan sekelompok manusia, karena
adanya kepentingan bersama; hubungan itu ditandai tingkah laku yang
tertuju dan terbimbing daripada manusia yang seorang itu; manusia atau
orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan
manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.

Gaya kepemimpinan pemerintahan militer ini memiliki karakteristik,


sebagaimana dikemukakan Ninik Widiyanti, adalah sebagai berikut:

Dalam pemerintahan militer, untuk menggerakkan bawahannya digunakan


sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan, gerak geriknya
senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya senang akan
formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin keras dan kaku dari
bawahannya, senang akan upacara-upacara untuk berbagai-bagai keadaan
dan tidak menerima kritik dari bawahannya dan lain sebagainya. Dalam
militer tidak ada orang sipil di pemerintahannya, semuanya orang militer,
tatanan sosial terlalu ketat, seperti jam malam, tidak boleh demonstrasi, dan
cara pemilihan pemimpin dilakukan secara turun temurun

Selain Negara kita yang pernah didominasi oleh Militer, Negara lain yang
bisa diambil contoh melaksanakan pemerintahan militer, contoh Junta
Militer di Burma (Myanmar), Kuba Korea Utara, dan negara-negara di
Amerika Latin.

Junta militer (diucapkan menurut ucapan bahasa Spanyol hun-ta) biasanya


merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer. Dalam bahasa

11
Spanyol, junta sendiri berarti "(rapat) bersama", dan biasanya digunakan
untuk berbagai kumpulan yang bersifat kolegial (hubungan kerekanan).

Junta militer biasanya dipimpin oleh seorang perwira militer yang


berpangkat tinggi. Pemerintahan ini biasanya hanya dikuasai oleh satu
orang perwira yang mengendalikan hampir segala-galanya. Bentuk-bentuk
junta militer yang terkenal adalah pemerintahan Augusto Pinochet di Chili
dan Proceso de Reorganización Nacional, diktator militer yang terkenal
karena kekejamannya di Argentina dari 1976 hingga 1983.

 Faktor –Faktor Yang Mendorong Pemerintahan Militer


1. Faktor internal ABRI dapat di jelaskan dalam perilaku militer dalam
bentuk:

a. Intervensi kalangan perwira militer karena dilandasi oleh motivasi


untuk membela atau memejukan kepentingan militer yang
berlawanan dengan norma konstitusi.

b. Intervensi meliter di dorong oleh kepentingan kelas untuk


membela nilai-nilai dan aspirasi kelas menengah yang darinya
mereka berasal.

c. Kemahiran profesinal di kalangan meliter menyebabkan perwira-


perwira percaya bahwa mereka lebih mampu dari segi kepemimpinan
nasional dibandingkan dengan kelompok sipil.

d Intervensi meliter dalam politik sebagai sebab ambisi pribadi


perwira-perwira yang harus wibawa dan kuasa.

2. Faktor eksternal ABRI dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Intervensi meliter dalam politik sebagai akibat dari struktur politik


masyarakat yang masih rendah dan retah.

12
b. Kegagahan sistem politik dari kalanngan sipil yang memerintah
(untuk kasus Indonesia terjadi pada masa demokrasi terpimpin dari
pada 1965) atau kelompok sipil dipandang tidak mampu memberikan
jaminan tertib politik dan stabilitas politik.

c. Kelompok sipil dianggap tidak mampu melakukan modernisasi


ekonomi.

d. Terjadi disintegrasi nasional.

 Tiga Model Pemerintahan Meliter ( Pretorianisme)

1) Moderator Pretorian

Ciri khas moderator praetorian adalah meraka mengunakan hak veto atas
keputusan pemerintahan dan politik,tanpa menguasai pemerintahan itu
sendiri.

2) Pengawal Pretorian

Pemerintahan meliter model ini merupaka fase lanjutan dari model


moderator peretorian.Jika yang pertama bersifat konserfativ,kelompok inin
lebih bersifat reaksioner terhadap kebijakan sipil ketika menjalankan
pemerintahan.

3) Penguasaan Pretorian

Pemerintahan model ini memiliki karateristik yang berbeda dengan kedua


model pemerintahan meliter di atas. Masih menurut Nordlinger, kasus
pemerintahan model ini tidak lebih dari 10 persen dari kasus campur
tangan meliter terhadap pemerintahan suatu Negara.14

14
Nordlinger, Eric. Militer dalam politik. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

13
D. Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer
Makna hubungan sipil-militer di Indonesia lebih mengandung pengertian
adanya kerjasama, hubungan kemitraan atau keselarasan antara sipil dan
militer. Secara historis pola hubungan sipil-militer Indonesia lebih banyak merupakan
suatu pembagian peran antara sipil-militer yang sangat nyata.
Menurut perspektif legal formal, persoalan utama hubungan sipil-militer terletak pada
masalah ancaman yang dilakukan militer untuk mengontrol pemerintahan dan
kebebasan individu. Pemecahan masalah ini, dipandang melalui perspektif
memelihara kontrol sipil atas militer melalui seperangkat konstitusi checks and
balances.
Perspektif tersebut masih dapat digunakan untuk melihat persoalan
hubungan sipil-militer di Indonesia, mengingat besarnya intervensi militer di masa
orde baru. Dalam wacana politik modern, intervensi militer dalam kehidupan politik
merupakan gambaran umum. Peristiwa kudeta militer, pemberontakan militer, dan
rezim militer menjadi peristiwa-peristiwa politik yang terus berkelanjutan.
Di dalam sejarah politik Indonesia, hubungan sipil-militer dapat dijelaskan
melalui pasang surut intervensi sipil atas militer atau sebaliknya. Misalnya pada
demokrasi parlementer, partai politik pernah mendominasi dan mengontrol militer
secara subjektif. Dengan kata lain, kontrol subjektif sipil terhadap militer telah terjadi
secara mendalam dalam tubuh militer, termasuk dalam masalah penentuan posisi
jabatan di dalam struktur TNI (khususnya AD).
Sejarah hubungan sipil-militer mengalami perubahan drastis ketika ORBA lahir.
Sepanjang rezim Soeharto militer menjadi kekuatan dominan atas sipil. Bahkan dapat
disimpulkan peluang campur tangan militer ini semakin besar selama masa demokrasi
Pancasila atau orde baru.
Sejalan dengan berakhirnya kekuasaan Orde Baru pada 21 Mei 1998,
berakhir pulalah dominasai militer dalam perpolitikan nasional. Pada era transisi
menuju demokrasi ini tidak sedikit kritik dan hujatan ditunjukkan masyarakat
terhadap ABRI dan TNI atas peran yang telah dilakukannya selama kekuasaan Orde

14
Baru yang berusia 32 tahun ini. Selama itu pula telah berlangsung hubungan sipil-
militer yang tidak seimbang dan melahirkan krisis yang dialami bangsa indonesia
baik sosial, politik maupun ekonomi.
Menurut Ikrar Nusa Bhakti, secara umum di negara-negara barat terhadap
model hubungan sipil-militer yang menekankan “supremasi sipil atas militer”
(civilian supremacy upon the military), atau militer adalah subordinat dari pemerintah
sipil yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum. Tetapi pada kasus
negara-negara berkembng termasuk indonesia hubungan sipi-militer di negeri ini
tidaklah dapat disamakan dengan kenyataan hubungan sipil-militer di negara-negara
barat yang membedakan secara tegas antara sipil dengan militer. Pandangan umum
Barat ini pada kenyataannya tidaklah menggambarkan hubungan sipil-militer yang
sesungguhnya.
Pada kenyataannya maka hubungan sipil-militer di Indonesia lebih
mengandung pengertian adanya “kerja sama”, “hubungan kemitraan”, atau
“keselarasan antara sipil dan militer”, secara historis pola hubungan sipil-militer
Indonesia lebih banyak merupakan suatu pembagian peran antara sipil-militer
indonesia lebih banyak merupakan pembagian peran antara sipil-militer yang sangat
nyata pada masa revolusi kemerdekaan (1945-1949). Keikutsertaan militer dalam
penataan sosial dan administrasi pemerintahan di masa revolusi fisik itu pada
akhirnya melahirkan konsep Dwifungsi ABRI yang menjadi Doktrin dasar
keterlibatan kaum militer diluar bidang keamanan negara.
Lahirnya konsep dwi fungsi dapat ditelusuri sejak awal berdirinya Republik
Indonesia. Pada saat republik baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, belum
ada tentara reguler nasional. Republik baru secepatnya memerlukan perwira untuk
bertempur mempertahankan kemerdekaan. Organisasi yang pertama dibentuk pada 22
Agustus 1945 dinamakan Badan Keamanan Rakyat (BKR), dengan tujuan menjaga
keamanan bersama-sama rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan.
Pola dwifungsi tidak saja terjadi dikalangan militer, tetapi juga dikalangan sipil
Indonesia. Munculnya laskar-laskar rakyat di masa revolusi, satuan-satuan tugas

15
(satgas) partai dan duduknya gubernur atau wakil gubernur militer di berbagai daerah
menjadi faktor sejarah adanya tradisi peran ganda dikalangan sipil.
Dalam sejarah politik Indonesia, hubungan antara sipil-militer dapat di
jelaskan melalui pasang surut intervensi sipil atas militer atau sebaliknya. Misalnya
pada masa Demokrasi Parlementer, partai politik pernah mendominasi dan
mengontrol militer secara subjektif. Dengan kata lain, kontrol subjektif sipil terhadap
militer telah tejadi secara mendalam dalam tubuh militer, termasuk dalam masalah
penentuan posisi jabatan di dalam struktur TNI, khususnya angkatan darat.
Campur tangan sipil ini menimbulkan rasa tidak suka, bahkan dendam
militer terhadap politisi sipil. Satu di antara ketidaksukaan militer dapat dilihat darin
peristiwa 17 Oktober 1952 ketika sepasukan elit TNI-AD mengerahkan mongcong
meriam ke Istana Merdeka untuk memaksa Presiden Soekarno membubarkan
konstituante. Sikap perlawanan ini merupakan ekspresi perlawanan militer terhadap
sipil yang dinilai terlalu jauh mencampuri urusan internal militer.
Sejarah hubungan sipil-militer mengalami perubahan drastis ketika orba lahir.
Sepanjang rezim Soeharto militer menjadi kekuatan dominan atas sipil. Bahkan dapat
disimpulkan peluang campur tangan militer ini semakin besar selama masa
Demokrasi Pancasila atau orde baru.15
Model Dan Faktor Intervensi Militer
Terdapat lima model saluran intervensi yang dilakukan militer, yaitu ;
1. Saluran konstitusi yang resmi.
2. Kolusi atau kompetisi dengan otoritas sipil.
3. Intimidasi terhadap otoritas sipil.
4. Ancaman nonkooperasi dengan atau keharusan terhadap otoritas sipil dan
5. Penggunaan kekerasan pada otoritas sipil.

Faktor Pendorong Intervensi Militer

15
Agus, Kusuma Wirahadi. Mencari format Baru Hubungan Militer. Jakarta: PT Sinarmas, 2006.

16
Terdapat dua faktor (secara umum) campur tangan militer dalam
politik. Pertama, dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal. Kedua, struktur
politik dan institusional masyarakat Indonesia.
Faktor internal ABRI dapat dijelaskan dalam perilaku militer dalam bentuk;
1. Intervensi kalangan perwira karena dilandasi oleh motivasi untuk
membela atau memajukan kepentingan militer yang berlawanan dengan norma
konstitusi.
2. Didorong oleh kepentingan kelas untuk membela nilai-nilai dan aspirasi
kelas menengah yang darinya mereka berasal.
3. Kemahiran profesional dikalangan militer menyebabkan perwira-perwira
percaya bahwa mereka lebih mampu dari segi kepemimpinan nasional
dibandingkan dengan kelompok sipil.
4. Sebagai ambisi pribadi perwira-perwira yang haus wibawa dan kuasa.
Sedangkan faktor eksternal dapat intervensi militer dijelaskan sebagai berikut;
1. Sebagai akibat dari struktur politik masyarakat yang masih rendah dan
rentan.
2. Kegagalan sistem politik dari kalangan sipil yang memerintah.
3. Kelompok sipil dianggap tidak mampu melakukan modernisasi ekonomi.
4. Terjadinya disintegrasi nasional.16
Menurut Jenderal Wiranto, ada tiga perkembangan ekstrem yang harus
dicegah dalah hubungan sipil militer di Indonesia, yaitu: pertama, military overreach,
yaitu militer menguasai berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti pada masa orde
baru; yang kedua, subjective civilian control, yaitu kontrol subyektif pemerintahan
sipil terhadap militer seperti yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin dan
Demokrasi Parlementer; ketiga, pemisahan rakyat dari ABRI.17

16
kurniawanikroma.blogspot.com/2016/09/pemerintahan-dan-hubungan-sipil-militer.html
17
E-book, Ikrar Nusa Bhakti, Hubungan Baru Sipil Militer, hal 9

17
Dalam pengarahannya kepada peserta Lokakarya Kepemimpinan Pertahanan
2010 di Istana Negara, Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan,
tidak perlu lagi ada jarak antara militer dan non militer pada era demokrasi. Beliau
juga menyatakan saat ini tidak perlu lagi ada dikotomi antara sipil dan militer dalam
mengemban tugas untuk negara. "Dulu pernah ada jarak antara militer dan nonmiliter,
antara mahasiswa di perguruan tinggi dan taruna di akademi. Tapi dengan era
demokrasi ini dengan perubahan di TNI tidak lagi menjalankan politik praktis maka
sudah tidak ada perbedaan," tutur Presiden.18

Lalu, apakah artinya dalam konteks hubungan sipil-militer di Indonesia?


Dalam sejarah Indonesia, dikotomi sipil-militer bukanlah satu isu baru. Jika sejauh ini
ABRI terkesan tidak suka dan selalu mengelak adanya dikotomi sipil-militer di
Indonesia, sikap semacam itu tidak lepas dari penafsiran diri ABRI dalam konteks
sejarah Indonesia. ABRI juga mudah curiga kepada cendekiawan, seniman, aktivis
LSM dan kalangan intelektual lain yang memang selalu sangat antusias
memperbincangkan hubungan sipil-militer, yang selalu melemparkan isu-isu
demokratisasi, kebebasan berpendapat dan HAM.

Namun, benar juga bahwa hal ini lalu membuat penafsiran terhadap batas-batas
antara ranah politik dan perang, antara tugas-tugas sipil dan militer, makin tidak jelas.
Antara perang dan politik ibarat dua sisi pada sekeping mata uang. Perang adalah
jalan lain dari politik. Ini lah yang terjadi pada awal pembentukan Indonesia.

Sejak awal kelahirannya ABRI tidak pernah mempersoalkan presiden dari kalangan
sipil dan tidak mendesakkan tampilnya pimpinan nasional dari kalangan militer.
Dalam sejarahnya Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan dalam
membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil. Untuk itu
dibuktikan oleh Panglima Besar Soedirman ketika kembali ke Yogyakarta dari medan

18
http://www.antaranews.com/berita/1280488947/presiden-tidak-perlu-ada-dikotomi-sipil-militer

18
perjuangan bergerilya, TNI tetap mengakui kekuasaan tertinggi berada di tangan
Presiden Soekarno.19

Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil) refleksikan bahwa
militer Indonesia telah berkembang menjadi militer profesional. Dunia kemiliteran
telah berkembang menjadi dunia profesional, yang bekerja dan mengembangkan
solidaritas tidak hanya atas dasar "semangat patriotisme" tapi atas dasar penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan khusus (profesi) yang terkait
dengan kependidikan.

Tanggung jawabnya terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia, dengan


demikian, bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Kalau dulu tanggung
jawab ini ditafsirkan secara politis-ideologis, kini perlu dimaknai sebagai tanggung
jawab profesional. Kalau dulu ABRI di identifikasi dan dikenal sebagai tentara rakyat
kini harus tampil sebagai militer profesional (TNI adalah tentara professional yang
mengabdi kepada rakyat).

Namun, hal ini tidak berarti militer kehilangan peran politiknya. Peran politik TNI,
menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi dasarnya yaitu pertahanan-keamanan
negara, dan hal itu kini bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Peran
tersebut cukup diletakkan pada tataran "kebijakan" (policy) di tingkat pusat, dan tidak
perlu diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan seperti pada masa Orde
Baru. Dengan demikian, militer bukan lah institusi untuk merintis karier politik dan
meraih insentif ekonomi melalui model kekaryaan. Jika ada militer yang ingin
menjadi bupati, gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus melepas jaket hijau-
lorengnya.

Mereka adalah warga sipil, sehingga jabatan politik yang didudukinya bukan
dalam kerangka doktrin dwifungsi, tapi sebagai hak politik setiap warga negara.

19
Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah disampaikan dalam seminar nasional "Mencari Format Baru
HubunganSipil-Militer" Jurusan Ilmu Politik Fisip UI, 24 - 25 Mei 1999.

19
Fungsi pertahanan keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut TNI untuk
hanya punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap eksistensi Negara
Kesatuan RI. Konsekuensi moral professional dari komitmen dan tanggung jawab
moral ini adalah bahwa TNI hanya mempunyai loyalitas kepada Negara dan bukan
kepada pemerintah. Loyalitas TNI kepada pemerintah hanya sejauh pemerintah yang
berkuasa. Tidak perduli sipil atau militer, menjalankan kekuasaan negara sesuai
dengan tuntutan dan cita-cita moral bangsa, yaitu demi menjamin kehidupan bersama
yang demokratis, adil, makmur, berprikemanusiaan dan menjamin hak asasi manusia.

Maka tidak perlu dibicarakan lagi adanya civilian supremacy yang dianut
dunia Barat, karena adanya supremasi satu golongan terhadap golongan lain tidak
sesuai dengan pandangan Panca Sila dan dapat menjadi benih konflik. Namun secara
organisatoris dengan sendirinya setiap unsur negara harus menjalankan keputusan dan
perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Maka tanpa ada ketentuan supremasi
sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang
dikeluarkan oleh Pemerintah, siapapun yang duduk dalam pemerintah itu. Sebaliknya,
sesuai dengan jati dirinya TNI wajib dan berhak menyampaikan pendiriannya kepada
Pemerintah sekalipun mungkin pendirian itu berbeda dari pandangan Pemerintah.
Dalam mengembangkan pendirian itu TNI harus selalu berpedoman pada Panca Sila
dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus
selalu memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.20

Yang sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini


secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus.
Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan faktor positif
dalam perwujudan Ketahanan nasional Indonesia, termasuk pembinaan daya saing
nasional bangsa kita.21

20
http://www.detik.com/berita/199905/sayidiman.html
21
MAKALAH HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER_UINSA:Surabaya

20
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Pemerintahan adalah segala bentuk kegiatan atau aktivitas penyelenggara Negara
yang dilakukan oleh organ-organ Negara yang mempunyai otoritas atau kewenangan
untuk menjalankan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan. Sedangkan pemerintah
dalam arti sempit adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh fungsi eksekutif
saja dalam hal ini yang dilakukan oleh presiden, menteri-menteri sampai birokrasi
paling bawah. Pemerintahan Sipil adalah suatu bentuk pemerintahan yang
menggunakan gaya sipil dalam menjalankan kehidupan pemerintahannya, sedangkan
pemerintahan militer adalah suatu pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa
diktator yang mengandalkan gaya militer yang sarat dengan disiplin dan kental
dengan ketentaraan. Hubungan antara Sipil dan Militer dalam sejarah lebih
diungkapkan dalam bentuk ekstrim karena kegagalan pemerintahan sipil yang
menyebabkan ketidakstabilan rezim militer yang tidak punya opsi memerintah lebih
baik dari pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal tersebut tidak dapat
berkembang sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.

Saran
Melalui penulisan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami materi yang
ada, dan dapat mencari sumber-sumber lain untuk menambah wawasan dan
pengetahuan. Pada penyusunan makalah ini kami juga sangat menyadari masih
banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya baik berupa
bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Suryokusumo, Suryanto.2016.Buku Konsep Sistem Pertahanan Non Militer

Chatim, Nurmi. 2006. Hukum Tata Negara.Pekanbaru:Cendikia Insani

Haryanto dkk, 1997:2-3

KBBI

Adiwilaga,Rendy. Alfian, Yani.Ujud, Rusdia. 2018. Sistem Pemerintahan Indonesia.


(Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama; Yogyakarta.) Cet.1.

C.S.T kansil. 2000.Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta:PT. Rineka


Cipta,)

Ibid.

Y Eric Nordlinger. 1994.Militer dalam Politik ( Jakarta : Rineka Cipta)afaruddin.Makalah


KONSEP DAN METODOLOGI PERBANDINGAN PEMERINTAH

Diamond, Larry. 2001. Hubungan Sipil Militer & Konsolidasi Demokrasi. Jakarta:
PT.Grafindo Jaya Persada

Agus, Kusuma Wirahadi. 2006. Mencari format Baru Hubungan Militer.Jakarta: PT


Sinarmas

Nordlinger, Eric.1994. Militer dalam politik. Jakarta: Rineka Cipta

kurniawanikroma.blogspot.com/2016/09/pemerintahan-dan-hubungan-sipil-
militer.html

E-book, Ikrar Nusa Bhakti, Hubungan Baru Sipil Militer

http://www.antaranews.com/berita/1280488947/presiden-tidak-perlu-ada-dikotomi-
sipil-militer

22
Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah disampaikan dalam seminar nasional "Mencari
Format Baru HubunganSipil-Militer" Jurusan Ilmu Politik Fisip UI, 24 - 25 Mei
1999.

http://www.detik.com/berita/199905/sayidiman.html

MAKALAH HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER_UINSA:Surabaya

23

Anda mungkin juga menyukai