Anda di halaman 1dari 23

STRATEGI DAN DESAIN PEMBELAJARAN

“MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK”

Pengampu:

Made Juniantari, S.Pd., M.Pd.

OLEH:
KELOMPOK 10
KELAS IV D

Anggota:
Pande Putu Gean Ramajaya (1813011003)
Luh Ayu Diah Suciningtyas (1813011041)
Ni Ketut Yuliantari (1813011047)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Model
Pembelajaran Heuristik” ini tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas mata
kuliah Strategi dan Desain Pembelajaran.

Selama penyusunan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai


pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Made Juniantari, S. Pd., M.Pd. sebagai dosen pengampu matakuliah


Strategi dan Desain Pembelajaran Program Studi Pendidikan Matematika
Undiksha yang telah membimbing serta memotivasi penulis dalam
pembuatan makalah ini.
2. Pihak keluarga yang senantiasa memberi dukungan dan memberikan
banyak motivasi kepada penulis.

3. Teman-teman khususnya kelas IVD yang telah memberi masukan dan


dukungan, juga berperan dalam proses pembuatan makalah ini sebagai
rekan sharing sebaya.
4. Perpustakaan Kampus Tengah Universitas Pendidikan Ganesha yang telah
membantu dalam hal peminjaman buku.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya,
kami sangat mengharapkan kritik, saran ataupun masukan guna penyempurnaan
penulisan makalah kedepannya.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya manfaat di bidang pendidikan.

ii
Singaraja, 23 Februari 2020
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kajian Filosofis............................................................................................5


2.2 Kajian Teoritik............................................................................................7
2.3 Sintaks Model Pembelajaran Heuristik....................................................10
2.3.1 Model Pembelajaran Heuristik Polya........................................11
2.3.2 Model Pembelajaran Heuristik Wickelgren...............................12
2.3.3 Model Pembelajaran Heuristik Krulik dan Rudnik.....................14
2.3.4 Model Pembelajaran Heuristik Vee...........................................15
2.4 Jenis-Jenis Model Pendekatan Heuristik..Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Pendekatan Analogi...................Error! Bookmark not defined.
2.4.2 Pendekatan Bekerja Mundur.....Error! Bookmark not defined.
2.4.3 Pendekatan Memperkecil Perbedaan (Hill-Climbing).......Error!
Bookmark not defined.
2.4.4 Pendekatan Memecah Tujuan...Error! Bookmark not defined.
2.5 Implementasi Model Pembelajaran Heuristik Dalam Pembelajaran
Matematika..............................................................................................17

iii
2.6 Situasi Ideal Model Pembelajaran Heuristik...........................................21
2.7 Kelebihan Model Pembelajaran Heuristik...............................................23
2.8 Kekurangan Model Pembelajaran Heuristik............................................23
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan..................................................................................................24
3.2 Rekomendasi............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rasional

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Dari uraian tersebut, tersirat mengenai tujuan pendidikan nasional bahwa segala
potensi yang ada dalam peserta didik harus dikembangkan melalui pendidikan.
Bidang pendidikan memang menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas
sumber daya manusia agar mereka memiliki kemampuan berfikir kritis, logis,
sistematis, kreatif, akurat, dan cermat sehingga mampu menghadapi berbagai
tantangan dalam secara mandiri dan percaya diri.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah telah menyelenggarakan
berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada berbagai jenis
maupun jenjang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan menyempurnakan kurikulum.

Namun, walaupun penyempurnaan penddidikan masih terus diupayakan


masih ada saja masalah dalam pendidikan. Masalah pendidikan merupakan
masalah yang cukup kompleks, karena terkait dengan masalah kuantitas, masalah
kualitas, masalah relevansi, masalah efektivitas, dan masalah efisiensi. Masalah
kuantitas timbul sebagai akibat hubungan antara pertumbuhan sistem pendidikan
dan pertumbuhan penduduk. Masalah kualitas adalah masalah bagaimana

1
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Masalah kualitas ini adalah masalah
yang sangat serius di dalam rangka keberlangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Penanganan masalah aspek kualitas berhubungan erat dengan
penanganan masalah aspek kuantitas, oleh karenannya perlu ada keseimbangan
antara keduanya. Masalah relevansi timbul dari hubungan antara sistem
pendididkan dan pembangunan nasional, dan harapan masyarakat tentang
peningkatana output pendidikan. Masalah efektivitas merupakan masalah
kemampuan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan masalah efisiensi pada
hakekatnya juga merupakan masalah pengelolaan pendidikan.

Selama ini pembelajaran matematika masih mengutamakan pada


penghafalan konsep-konsep dan teori-teori matematika, sehingga pembelajaran
matematika kurang memberi bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi
perkembangan dan permasalahan dalam kehidupan sehari - hari yang berdampak
kurangnya minat siswa untuk mempelajari matematika. Beberpa hasil pnelitian
menunjukkkan bahwa masih sangat banyak siswa yang menghafal konsep-konsep
tanpa memahaminya secar mendalam sehingga mereka tidak benar-benar paham
serta berimplikasi pada kurangnya kemampuan siswa dalam menggunakan konsep
tersebut untuk memecahkan maalh dalam kehidupan nyata. Senada dengan
pernyataan di atas pemahaman konsep untuk setiap materi pelajaran sangatlah
penting artinya begitupun dalam pembelajaran matematika karna konsep-konsep
matematika tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan atau
bertalian antara satu dgan yang lainnya. Implikasinya adalah, jika konsep dasar
belum dikuasai maka akan berpengaruh pada pemahaman-pemahaman konsep
selanjutnya yang lebih rumit.

Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang


dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis
dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu, serta mendewasakan
anak didiknya. Hal yang paling utama yang harus diperhatikan adalah
performance guru di kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan
kelas sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian
guru harus mampu menerapkan model dan model pembelajaran yang sesuai

2
dengan karakteristik peserta didiknya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diimplementasikan dalam


pembelajaran matematika sehingga dapat mengatasi masalah diatas adalah model
pembelajaran heuristik. Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum dalam
memandu pemecahan masalah dalam menemukan solusi masalah. Menurut Polya
(Abdul Muiz, 2011:4) heuristik memuat empat langkah penyelesaian pemecahan
masalah, yaitu (1) pemahaman terhadap permasalahan; (2) Perencanaan
penyelesaian masalah; (3) Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah; dan
(4) Melihat kembali penyelesaian. Sehingga model pembelajaran heuristik ini
mengarahkan siswa untuk menemukan informasi dari bahan ajar yang
dipelajarinya. Dengan ini proses belajar mengajar tidak lagi terpusat pada guru,
tetapi siswa berusaha sendiri menemukan jawaban dari permasalahan yang
diberikan.
Model pembelajaran heuristik ini berbasis pada pengolahan
pesan/pemrosesan informasi yang dilakukan oleh siswa sehingga memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Model ini berasumsi bahwa kegiatan
pembelajaran haruslah dapat menstimulus siswa agar dapat aktif dalam proses
pembelajaran,seperti memahami materi pelajaran, merumuskan masalah,
menetapkan hipotesis, mencari data/fakta,memecahkan masalah dan
mempresentasikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa model heuristik adalah
model pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran dalam mengembangkan proses berpikir intelektual siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Rasional diatas, adapun rumusan masalah yang akan dibahas


dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana kajian filosofis model pembelajaran heuristik?


1.2.2 Bagaimana kajian teoritik model pembelajaran heuristik?
1.2.3 Bagaimana sintaks model pembelajaran heuristik?
1.2.4 Bagaimana implementasi model pembelajaran heuristik dalam
pembelajaran matematika?

3
1.2.5 Bagaimana situasi ideal yang diperlukan dalam menerapkan model
pembelajaran heuristik serta apa saja kelebihan dan kekurangannya
dalam pembelajaran matematika?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan


untuk mengetahui dan mendeskripsikannya:

1.3.1. Mengkaji kajian filosofis model pembelajaran heuristik.


1.3.2. Mengkaji kajian teoretik model pembelajaran heuristik.

1.3.3. Merumuskan sintaks model pembelajaran heuristik.

1.3.4. Menyusun rencana pembelajaran dengan mengimplementasikan


model pembelajaran heuristik dalam pembelajaran matematika.

1.3.5. Mengidentifikasi situasi ideal yang diperlukan dalam menerapkan


model pembelajaran heuristik serta apa saja kelebihan dan
kekurangannya dalam pembelajaran matematika

4
BAB II

KAJIAN FILOSOFIS

Pembaharuan sistem pendidikan nasional bertujuan untuk menjadikan


warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Untuk itu kita perlu melakukan inovasi dalam pendidikan. Inovasi pendidikan
mencangkup hal-hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan,
baik sistem dalam artian sekolah atau lembaga pendidikan lain, maupun sistem
pendidikan secara nasional. Salah satu pokok permasalahan pembelajaran
pendidikan formal atau sekolah adalah masih rendahnya daya serap peserta didik.
Hal ini tampak dari rata-rata hasil belajar peserta didik secara nasional masih
sangat memprihatinkan. Salah satu faktor penyebab adalah pembelajaran yang
tidak menyentuh ranah peserta didik serta kurang efektifnya media pembelajaran
dan strategi pembelajaran yang diterapkan.

Model pembelajaran heuristik adalah strategi belajar-mengajar yang


menyiasati agar aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem intruksional
mengarah pada pengaktifan siswa. Proses heuristik adalah proses yang terdiri dari
serangkaian operasi tidak elementer dimana siswa tidak mengetahui sebelumnya
bagaimana melakukannya atau serangkaian operasi elementer yang tidak terjadi
secara regular atau seragam di bawah kondisi yang sama. Salah satu contoh proses
heuristik adalah proses pemilihan alat untuk memecahkan suatu masalah dimana
tidak tersedia alat khusus untuk memecahkan masalah tersebut. Secara normal,
apabila proses pencarian alat itu tidak diketahui maka tidak mungkin diketahui di
mana alat itu bisa ditemukan dan bagaimana caranya. Dalam situasi ini siswa bisa
melakukan serangkaian operasi yang berbeda-beda untuk setiap siswa pada
kondisi yang sama.

Kompleksitas proses heuristik sebagai suatu system sangat dinamis dan


operasi-operasi di dalamnya sangat terbuka terhadap perubahan. Artinya,
rangkaian operasi yang dilakukannya untuk memecahkan masalah yang sama
pada saat berikutnya. Perbedaan rangkaian operasi yang terjadi setiap saat bisa

5
sangat bervariasi karena siswa dapat menyusun sendiri tujuannya berdasarkan
petunjuk praktis atau pengalamannya.

Model pembelajaran ini berbasis pada pengolahan pesan atau


pemrosesan informasi yang dilakukan siswa sehingga memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Model ini berasumsi bahwa
kegiatan pembelajaran haruslah dapat menstimulus siswa agar aktif dalam
proses pembelajaran, seperti memahami materi pelajaran, bisa merumuskan
masalah, menetapkan hipotesis, mencari data/fakta, memecahkan masalah dan
mempresentasikannya. Jadi dapat disimpulkan, bahwa model heuristik adalah
model pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa pada proses
pembelajaran dalam mengembangkan proses berpikir intelektual siswa.
Penekanan utama pembelajaran dalam model ini adalah (1)
pengembangan kemampuan berpikir, (2) peningkatan kemampuan
mempraktekkan metode dan teknik penelitian, (3) latihan keterampilan khusus,
dan (4) latihan menemukan sesuatu. Peranan guru dalam model ini adalah (1)
menciptakan suasana bebas berpikir sehingga siswa berani bereksplorasi dalam
penyelidikan dan penemuan, (2) fasilitator dalam penelitian, (3) rekan diskusi
dalam klasifikasi, (4) pembimbing penelitian. Agar hal tersebut dapat terwujud,
guru sebaiknya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai
berbagai cara membelajarkan siswa.
Tujuan dari model ini adalah untuk mengembangkan keterampilan
intelektual, berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah.
Pada proses selanjutnya, sisswa akan mampu memahami materi dari suatu
pelajaran dengan maksimal dengan mengolah dan menghadapi persoalan materi
pelajaran maupun di dalam persoalan belajarnya.

6
BAB III

KAJIAN TEORITIK

Adapun teori yang melandasi model pembelajaran heuristik, yaitu: (1)


teori belajar Konstruktivisme, (2) teori penemuan Jerome Bruner, dan (3) teori
belajar bermakna Ausubel.

3.1 Teori Belajar Konstruktivisme


Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme berarti paham
atau aliran. Jadi, kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil kontruksi kita sendiri.
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi
manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan
mereka.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan pada proses daripada hasil. Sebagai upaya memperoleh
pemahaman atau pengetahuan, siswa “mengkonstruksi” atau membangun
pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan
pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan
untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.

7
Menurut Suparno (Sutarjo Adisusilo, 2006) secara garis besar prinsip-
prinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh
siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak
dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk
bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus- menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

3.2 Teori Ausubel

Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.


Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif ini
merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang
mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu
unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatianya pada konsepsi
bahwa perolehan dan referensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur
kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsepsi ini
adalah Ausubel (Asri Budiningsih, 2005:44).

Menurut Ausubel, Novak, and Hanesia (1978), belajar dapat


diklarifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama, berubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengkaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Pada tingkat pertama dalam
belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar
penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan
bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri
sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa
menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada struktur kognitif (berupa
fakta, konsep, dan generalisasi) yang telah dimilikinya yang dalam hal ini terjadi
“belajar bermakna (meaningfull learning)”. Akan tetapi siswa dapat juga hanya
mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada

8
pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitifnya yang dalam hal ini terjadi
“belajar hafalan (rote learning)”. . Oleh karena itu, konsep baru harus dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep
baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-
emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

3.3 Teori Penemuan Jerome S. Bruner

Jerome Bruner (Asri Budiningsih,2005:40) adalah seorang pengikut setia


teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Bruner
memperkenalkan model yang dikenal dengan nama belajar penuamuan (discorvey
learning). Dalam teorinya, Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang dia jumpai dalam kehidupannya. Dalam belajar penemuan ini siswa akan
berperan lebih aktif. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Siswa berusaha sendiri memecahkan masalah
dan memperoleh pengetahuan tertentu. Cara ini menurut Bruner akan
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Menurut Jerome Bruner, belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung


hampir bersamaan, yakni memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan
evaluasi. Menurut Bruner (Asri Budiningsih, 2005:41) perkembangan kognitif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat
lingkungan, yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Dan adapun tahap-tahap
penerapan belajar penemuan Bruner adalah: (1) Stimulus (pemberian
rangsangan); (2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah); (3) Data
collection (pengumpulan data); (4) Data Prosessing (pengolahan data); (5)
Verifikasi; dan (6) Generalisasi. Dengan demikian menurut Bruner, cara yang
baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).
Menurut Bruner (Haryanto, 2012:7), ada empat manfaat yang dapat
diperoleh siswa dengan penerapan metode discovery learning ini, yaitu; 1)

9
meningkatkan potensi intelektual, 2) mengubah dari reward ekstrinsik ke reward
intrinsik, 3) mempelajari secara heuristik atau pengerjaan model guna melakukan
penemuan di masa yang akan datang, dan 4) membantu dalam melakukan retensi
dan retrival (memperoleh kembali informasi).

BAB IV

SINTAKS

10
BAB V
IMPLEMENTASI

11
12
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Situasi Ideal Model Pembelajaran Heuristik

Model pembelajaran heuristik adalah model belajar-mengajar yang


menyiasati agar aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem intruksional
mengarah pada pengaktifan siswa. Model pembelajaran heuristik sangat cocok
diterapkan pada jenjang sekolah menengah, tidak untuk sekolah dasar
dikarenakan pada masa sekolah dasar, siswa masih pada tahap operasional
konkret yang belum mampu berpikir abstrak. Model pembelajaran heuristik ini
dalam proses pembelajaran sangat mementingkan partisifasi aktif dari tiap peserta
didik sehingga mereka dapat menemukan konsep, arti, dan hubungan melalui
proses pemecahan masalah sampai akhirnya kepada suatu kesimpulan. Dalam hal
ini penemuan terjadi apabila dalam proses mentalnya seperti mengamati,
menggolongkan, membuat dugaan, analisis, memecahkan masalah, menarik
kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Situasi ideal model pembelajaran heuristik adalah jika pendidik mampu


mengenali karakteristik dan perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh peserta
didiknya sehingga pendidik dapat mengidentifikasi kebutuhannya dalam
menyiapkan pertanyaan pancingan yang diperlukan untuk merangsang peserta

13
didik ke arah pemecahan masalah. Pendidik juga perlu merangsang peserta didik
aktif bertanya dan menggali sumber-sumber belajar yang berkaitan dengan materi
atau bahan ajarnya, memiliki kemauan untuk berfikir, dan focus pada masalah
yang ingin dipecahkan. Dalam model pembelajaran heuristik ini juga akan
berhasil jika peserta didiknya mampu menggunakan dan mengkaitkan
kemampuan awalnya dalam proses memecahkan masalah, sehingga mampu
menemukan jawaban dari permasalahan yang diberikan sesuai dengan arahan dari
pendidik.

Kondisi ideal dari model pembelajaran ini adalah dengan disesuaikannya


materi pembelajaran yang akan disampaikan, karena tidak semua materi dapat
disajikan dengan model ini. Model pembelajaran ini dapat dilakukan secara
langsung tetapi lebih baik dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil agar terjadi
diskusi antar siswa selama diberikan tugas untuk memecahkan soal terutama
dalam tahap latihan, sehingga dengan adanya kelompok kecil ini dapat
mempersingkat waktu pemecahan masalah, serta membuat siswa terangsang
untuk saling bertukar pikiran menemukan solusi dari masalah yang diberikan.

6.2 Kelebihan Model Pembelajaran Heuristik

Kelebihan dari penggunaan model pembelajaran heuristik ini diantaranya :


a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran,
b. Materi yang dipelajari akan lebih lama diingat oleh siswa karena
pengetahuan yang didapat itu berasal dari pengalaman siswa itu sendiri,
c. Pembelajaran lebih bermakna,
d. Proses pembelajaran lebih menekankan pada pemahaman bukan
latihan,
e. Terbentuk sikap siswa yang kreatif, kritis, inovatif, percaya diri,
terbuka, dan mandiri,
f. Dapat menimbulkan keingintahuan yang besar dan adanya motivasi
untuk belajar,
g. Menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beranekaragam serta
dapat menambah pengetahuan baru,

14
h. Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu
membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi
terhadap hasil pemecahannya,
i. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif
j. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan di dalam situasi diskusi.
k. Mendukung kemampuan siswa

6.3 Kekurangan Model Pembelajaran Heuristik

Kelemahan utama model pembelajaran heuristik adalah susah diterapkan


pada peserta didik yang masih sulit untuk berfikir abstrak, seperti halnya di
sekolah dasar yang kemampuan berpikir siswanya masih dalam tahap awal
(berpikir secara konkrit). Bagi siswa sekolah dasar pembelajaran pemecahan
masalah dapat menjadi tahap awal pembentukan kemampuan berpikir siswa. Alih-
alih siswa mampu memecahkan masalah, mungkin saja siswa merasa frustasi
dalam menghadapi soal-soal matematika,akhirnya siswa kurang memiliki sikap
yang baik terhadap matematika. Beberapa kelemahan dari model pembelajaran
heuristik ini diantaranya :

1. Tidak semua peserta didik cocok dengan model ini


2. Untuk materi tertentu siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara
ini.Namun, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan
model ceramah,
3. Akan kurang efektif jika pendidik tidak memiliki kemampuan untuk
membimbing siswa dengan pertanyaan pancingan, atau tidak menguasai
tahap-tahap penyelesaian masalah yang sesuai dengan model
pembelajaran ini,
4. Siswa yang kurang aktif akan sulit untuk mengikuti pembelajaran,
5. Membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan
teori atau pemecahan masalah lainnya,
6. Tidak semua topiK cocok disampaikan dengan model ini.

15
BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

Model pembelajaran heuristik adalah model belajar-mengajar yang


menyiasati agar aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem intruksional
mengarah pada pengaktifan siswa. Jadi menurut pendapat diatas, model heuristik
adalah suatu akal atau petunjuk praktis yang digunakan untuk memperpedek

16
dalam pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran heuristik ada empat
pendekatan yang sering digunakan dalam pembelajaran yaitu: a) pendekatan
bekerja mundur, b) pendekatan analogi, c) pendekatan memecah tujuan, dan d)
pendekatan memperkecil perbedaan. Ada beberapa teknik penyajian yang pararel
dengan model pembelajaran heuristik, yakni inkuiri (inquiry), pemecahan
masalah (problem solving), eksperimen, penemuan (discovery), teknik
nondirektif, penyajian secara kasus, dan teknik penyajian kerja lapangan. Model
pembelajaran heuristik sangatlah tepat jika diterapkan untuk
menemukan/membuat pola, bekerja mundur, coba dan kerjakan ( trial and
error ), simulasi atau eksperimen, penyederhanaan atau ekspansi, deduksi logis,
dan membagi atau mengkategorikan permasalahan menjadi masalah sederhana
serta permaslahan yang bersifat open ended Heuristik menunjuk kepada koleksi
strategi, petunjuk praktis, bimbingan atau saran yang saling lepas untuk
penyelesaian masalah. Kondisi saling lepas menekankan bahwa koleksi strategi,
petunjuk praktis, bimbingan atau saran yang digunakan dalam memecahkan
masalah tidak tetap, baik banyaknya maupun urutannya. Dengan pembelajaran
heuristik dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif
dalam pembelajaran, serta pengetahuan yang diperoleh peserta didik akan lebih
bermakna. Adapun teori belajar yang mendasari pembelajaran heuristik, yaitu
teori belajar konstruktivisme, teori belajar penemuan dari Jerome Bruner dan
teori belajar bermakna dari Ausubel.

7.2 Rekomendasi

Bagi pendidik, sangat diharapkan untuk menciptakan suatu pembelajaran


agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep
dari suatu mata pelajaran, serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap
dan nilai yang terkandung di dalamnya. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan
baik, hendaknya guru membuat perencanaan mengajar dengan matang,
menyiapkan materi pelajaran semenarik mungkin, dan menentukan semua
konsep-konsep yang harus dikuasai dan akan dikembangkan, serta untuk setiap

17
konsep dalam mata pelajaran dapat ditentukan model yang lebih efektif dan
efisien untuk digunakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005

BBC, 27 November 2012, “Peringkat sistem pendidikan Indonesia terendah


di dunia”.

Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Heuristik Dalam Pemecahan


Masalahmatematik Dan Pembelajarannya Di Sekolah Dasar,
2011, http://file.upi.edu/Direktori/KD-
TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-
TASIKMALAYA)- 197901132005011003/132313548%20-

%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Heuristik%20Pemecahan
%20Masalah.pdf (diakses 23 Februari 2020).

Haryanto, Teori Yang Melandasi Pembelajaran Konstruktivistik, Artikel


Program Studi Teknologi Pendidikan FIP UNY 2012,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/TEORI
%20KONSTRUKTIVISTIK.pdf (diakses 24 November 2020).

Senjayawati, E. 2014. Perbandingan Pemahaman Matematika Siswa yang


Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Heuristik Vee dengan
yang Menggunakan Cara Biasa. Jurnal Matematika STKIP. Vol 4: 334-341.

Wassahua, Sarfa. 2010. Heuristik In Problem Solving. Jurnal Bimafika. Vol


2:121-128.

Anda mungkin juga menyukai