Oleh :
dr. Putu Kessi Vikaneswari
Pembimbing:
dr. I Made Putra Swi Antara, Sp.JP(K), FIHA
Penguji :
dr. Ida Bagus Rangga Wibhuti, Sp.JP(K), FIHA
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan satu dari tiga penyebab kematian di seluruh
dunia dan 90% angka kematian terjadi pada negara pendapatan rendah hingga menengah. Tahun
2021, lebih dari 3 juta orang meninggal akibat PPOK atau sebesar 6% dari kematian global.
PPOK beserta komplikasi yang ditimbulkan menyebabkan mortalitas dan morbiditas diseluruh
dunia. PPOK diproyeksi menjadi beban kesehatan di masa depan akibat pajanan terhadapt faktor
resiko PPOK dan proses penuaan di masyarakat 1
PPOK merupakan satu dari empat penyakit tidak menular utama yang menyebabkan
kematian sebesar 60% di Indonesia Prevalensi PPOK di Indonesia pada usia > 30 tahun sebesar
3,7%. Berdasarkan data WHO, merokok merupakan penyebab utama PPOK. Indonesia yang
merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah perokok aktif yang tinggi.
World Health Organization (WHO) telah menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ketiga di
dunia dengan pengguna rokok 2
Individu dengan PPOK memiliki resiko tinggi memiliki komorbiditas. Komorbiditas
yang peling sering ditemukan pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit
kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular tidak hanya meningkatkan resiko morbiditas pada
PPOK, tetapi juga terkait dengan peningkatan risiko kematian. Penyebab kematian pasien PPOK
tidak hanya berasal dari penyakit nya sendiri tapi juga berasal dari gangguan kardiovaskulernya. 3
Hubungan antara PPOK dan penyakit kardiovaskular antara lain dari faktor resiko yang sama
dalam hal ini merokok, proses patofisiologi, keluhan dan tanda klinis, serta faktor prognosis yang
cenderung buruk. Penyakit kardiovaskular seperti Hipertensi Pulmoner, Gagal Jantung, Aritmia,
dan Penyakit Jantung Iskemik adalah beberapa komplikasi yang terjadi pada PPOK. 4
Perkiraan prevalensi penyakit jantung iskemik pada orang dengan PPOK bervariasi dari
kurang dari 20% hingga lebih dari 60%, tergantung pada karakteristiknya populasi penelitian.
Prevalensi gagal jantungpada orang PPOK berkisar antara 10-30%, Perkiraan prevalensi untuk
aritmia pada orang dengan PPOK berkisar antara 10% dan 15%. 4
Komorbiditas kardiovaskular pada orang dengan PPOK dikaitkan dengan berbagai hasil
yang tidak menguntungkan, yaitu penurunan kualitas hidup, jumlah rawat inap yang lebih besar
dan peningkatan risiko untuk semua penyebab dan kematian kardiovaskuler. Tinjauan
kepustakaan ini bertujuan untuk meningkatkan pengenalan, pemahaman dan penanganan PPOK
pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
Bab II
ISI
a. Sesak: Progresif (sesak bertambah berat seiring dengan berjalannya waktu), bertambah
berat dengan beraktivitas, menetap sepanjang hari
b. Batuk kronis: Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak, wheezing berulang
c. Batuk kronis berdahak: Setiap batuk yang berdahak dapat mengindikasikan PPOK
d. Riwayat terpajan faktor risiko: Faktor penjamu (Genetik, gangguan
perkembangan/kelainan congenital dll), merokok terpapar asap dapur atau hasil
pembakaran biomass debu dan bahan kimia di tempat kerja
e. Riwayat keluarga menderita PPOK dan/atau faktor masa anak-anak : Berat badan lahir
rendah, infeksi saluran nafas saat anak-anak.
2. Gejala pasien : gejala paling umum dari PPOK adalah sesak nafas, sesak nafas dapat
diukur dengan kuisioner MMRC dan CAT
3. Riwayat eksaserbasi
Berapa kali pasien merasakan sesak yang membutuhkan penanganan medis atau berapa kali
pasien rawat inap karena sesak dalam 1 tahun terakhir.
4. Komorbiditas PPOK
1. Kelompok A
Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam
setahun dan tidak pernah menjalani perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, hasil penilaian
CAT score <10 atau mMRC grade 0-1, serta hasil spirometri menunjukkan hambatan aliran udara
ringan sampai sedang.
2. Kelompok B
Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam
setahun dan tidak pernah menjalani perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, hasil penilaian
CAT score ≥10 atau mMRC grade ≥2 serta hasil spirometri menunjukkan hambatan aliran udara
ringan sampai sedang.
3. Kelompok C
Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4, dan/ atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per
tahun atau ≥1 kali menjalani perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, hasil penilaian CAT
score<10 atau mMRC grade 0-1 serta serta hasil spirometri menunjukkan hambatan aliran udara
berat sampai sangat berat
4. Kelompok D
Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4, dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per
tahun atau ≥1 kali menjalani perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, hasil penilaian CAT
score ≥10 atau mMRC grade ≥2 dan hasil spirometri menunjukkan hambatan aliran udara berat
sampai sangat berat
Gambar 4. Klasifikasi kelompok PPOK berdasarkan gejala, riwayat dirawat dan hasil spirometri1
2.6 PPOK dan Penyakit Kardiovaskuler
Mekanisme yang mendasari hubungan antara PPOK dan penyakit kardiovaskuler (KV) belum
dipahami dengan baik hingga saat ini, tetapi beberapa proses dianggap penting dan dapat
berinteraksi satu sama lain seperti hiperinflasi paru, hipoksemia, hipertensi pulmonal (PH),
peradangan sistemik dan oksidatif stres, eksaserbasi, faktor risiko bersama dan faktor genetik
beserta fenotipe PPOK. 4
Di antara faktor risiko yang umum untuk PPOK dan KV, merokok adalah faktor resiko
yang terpenting. Merokok juga merupakan faktor risiko utama pada penyakit aterosklerotik.
Merokok menginduksi berbagai respon inflamasi pada individu yang rentan. Rokok
berkontribusi langsung pada proses inflamasi kronis dan sistemis yang pada selanjutnya terlibat
dalam pembentukan, perkembangan dan rupture plak aterosklerotik yang menyebabkan penyakit
jantung coroner serta gagal jantung.
Respon inflamasi pada PPOK yang meningkat akibat asap rokok (dan zat noxius
lainnya), menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan paru-paru normal dan proses
pemulihan, penyempitan dan remodeling saluran udara kecil, dan kerusakan parenkim paru
(emfisema). Ada juga bukti kuat yang menunjukkan inflamasi sistemik yang berkelanjutan pada
PPOK meningkatkan derajat keparahan penyakit dan semakin memberat saat kondisi
eksaserbasi.
Mekanisme lain adalah hiperinflasi, ditandai dengan peningkatan abnormal gas residu di
paru-paru setelah ekshalasi spontan. Hiperinflasi adalah patofisiologi utama mekanisme yang
mempengaruhi mekanisme pernapasan dan dapat berupa prose statis (akibat penghancuran
parenkim paru dan hilangnya elastisitas paru-paru) atau proses dinamis (terjadi ketika pasien
menarik napas sebelum menghembuskan sepenuhnya, sehingga udara terjebak dengan setiap
inhalasi nafas selanjutnya) Hiperinflasi secara signifikan mengurangi efisiensi otot-otot
pernapasan dan sebagai penyebab utama dyspnea (sesak napas).5
Fungsi paru-paru yang abnormal, termasuk hiperinflasi, juga dianggap mengganggu
fungsi jantung melalui berbagai cara. Keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh
hiperinflasi paru-paru dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sistem kardiopulmoner,
disfungsi ventrikel kanan, gangguan pengisian ventrikel kiri dan penurunan curah jantung (QT).6
Emfisema dikaitkan dengan hiperinflasi statis oleh karena itu hiperinflasi karena itu dapat
menjadi faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler pada pasien dengan PPOK fenotipe
emfisema. Selain itu, keterbatasan aliran udara progresif dan emfisema pada PPOK
menyebabkan ketidakcocokan ventilasi/perfusi yang menyebabkan hipoksemia, yang dapat
diperburuk dengan aktifitas dan gangguan pernapasan saat tidur. 7
Hipoksemia pada pasien PPOK dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal dan
remodelling vaskular, mengakibatkan diastolik ventrikel kanan disfungsi. Hipertensi pulmoner
umum terjadi pada pasien dengan PPOK berat, yang menyebabkan gagal jantung kanan, yang
kemudian menyebabkan gagal jantung kiri. Selain itu, perubahan repolarisasi jantung pada
pasien dengan PPOK kemungkinan berkaitan dengan hipoksemia dan meningkatkan risiko
aritmia ventrikel dan kematian akibat serangan jantung mendadak.8
Gambar 5. Mekanisme dan alur biologis yang menghubungkan PPOK dengan penyakit
kardiovaskuler 4
2.7.2 Kortikosteroid
Efek kortikosteroid inhalasi (ICS) pada inflamasi sistemik dan efek positif pada kardiovaskuler
belum jelas. Kortikosteroid sistemik tampaknya meningkatkan perkembangan aterogenesis,
tetapi juga dapat meningkatkan pemulihan dari peristiwa vaskular oklusif dan cedera
intravaskular. Deflasi paru dengan fluticasone furoate/ vilanterol meningkatkan fungsi jantung
(volume ventrikel kanan, ventrikel kiri dan atrium kiri) dibandingkan plasebo Pengobatan
dengan ICS/LABA juga mengurangi kekakuan arteri pada tingkat yang sama seperti tiotropium
in sebuah penelitian terhadap 257 pasien dengan PPOK, menunjukkan bahwa komponen
bronkodilator kerja panjang dari kombinasi mendorong efek ini 26
Bab III
Simpulan
PPOK memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Komplikasi yang paling umum
ditemukan pada PPOK adalah penyakit kardiovaskuler seperti Hipertensi Pulmoner, Gagal
Jantung, Aritmia, dan Penyakit Jantung Iskemik. Hubungan antara PPOK dan penyakit
kardiovaskular antara lain dari faktor resiko, proses patofisiologi, keluhan dan tanda klinis, serta
faktor prognosis yang cenderung buruk.
Faktor resiko utama antara PPOK dan penyakit kardiovaskuler adalah merokok dan
proses penuaan, diikuti faktor gaya hidup dan paparan polusi udara/zat berbahaya. Rokok
menyebabkan inflamasi kronis dan sistemis yang terlibat dalam pembentukan, perkembangan
dan rupture plak aterosklerotik yang menyebabkan penyakit jantung coroner serta gagal jantung.
Mekanisme lain adalah hiperinflasi, ditandai dengan peningkatan abnormal gas residu di paru-
paru. Hiperinflasi paru-paru dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sistem
kardiopulmoner, disfungsi ventrikel kanan, gangguan pengisian ventrikel kiri dan penurunan
curah jantung. Hipoksemia pada pasien PPOK dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal dan
remodelling vaskular, mengakibatkan diastolik ventrikel kanan disfungsi, serta meningkatkan
risiko aritmia.
Tatalaksana PPOK dengan penyakit kardiovaskuler harus berhati hati karena beberapa
obat PPOK memiliki efek samping ke kardiovaskuler. bronkodilator yang memiliki efek
berlawanan di kardiovaskuler jika diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien tidak menimbulkan
efek fatal atau jangka panjang. Muskarinik agen juga memiliki efek positif ke kardiovaskuler.
kortikosteroid hingga saat ini belum pasti efek yang muncul, namun jika dikombinasikan dengan
bronkodilator atau muskarinik agen memiliki dampak yang positif. Penggunaan theofilin
beresiko mengalami aritmia dan memerlukan pengawasan ketat saat pemberian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for the Diagnosis,
Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2022.
https://goldcopd.org/2022-gold-reports-2/ Diakses terakhir: 8 April 2022
2. WHO, Chronic Obstructive pulmonary disease (COPD). https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/chronic-obstructive-pulmonary-disease-(copd) diakses tanggal 8 april 2022
3. Morgan AD, Zakeri R, Quint JK. Defining the relationship between COPD and CVD: what are
the implications for clinical practice? Therapeutic Advances in Respiratory Disease. 2018 Jan
19;12.
4. Rabe KF, Hurst JR, Suissa S. Cardiovascular disease and COPD: Dangerous liaisons? Vol. 27,
European Respiratory Review. European Respiratory Society; 2018.
5. Rossi A, Aisanov Z, Avdeev S, di Maria G, Donner CF, Izquierdo JL, et al. Mechanisms,
assessment and therapeutic implications of lung hyperinflation in COPD. Vol. 109, Respiratory
Medicine. W.B. Saunders Ltd; 2015. p. 785–802.
6. Smith BM, Prince MR, Hoffman EA, Bluemke DA, Liu CY, Rabinowitz D, et al. Impaired left
ventricular filling in COPD and emphysema: Is it the heart or the lungs?: The multi-ethnic study
of atherosclerosis COPD study. Chest. 2013;144(4):1143–51.
7. Kent BD, Mitchell PD, Mcnicholas WT. Hypoxemia in patients with COPD: Cause, effects, and
disease progression. Vol. 6, International Journal of COPD. 2011. p. 199–208.
8. Sievi NA, Clarenbach CF, Camen G, Rossi VA, van Gestel AJR, Kohler M. High prevalence of
altered cardiac repolarization in patients with COPD. BMC Pulmonary Medicine. 2014 Apr
2;14(1).
9. Patel ARC, Kowlessar BS, Donaldson GC, Mackay AJ, Singh R, George SN, et al.
Cardiovascular risk, myocardial injury, and exacerbations of chronic obstructive pulmonary
disease. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2013 Nov 1;188(9):1091–
9.
10. MacLay JD, MacNee W. Cardiovascular disease in COPD: Mechanisms. Chest.
2013;143(3):798–807.
11. Roversi S, Fabbri LM, Sin DD, Hawkins NM, Agustí A. Chronic obstructive pulmonary disease
and cardiac diseases an urgent need for integrated care. American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine. 2016 Dec 1;194(11):1319–36.
12. Nakamori S, Onishi K, Ishida M, Nakajima H, Yamada T, Nagata M, et al. Myocardial perfusion
reserve is impaired in patients with chronic obstructive pulmonary disease: A comparison to
current smokers. European Heart Journal Cardiovascular Imaging. 2014 Feb;15(2):180–8.
13. Hawkins NM, Virani S, Ceconi C. Heart failure and chronic obstructive pulmonary disease: The
challenges facing physicians and health services. Vol. 34, European Heart Journal. 2013.
14. Lahousse L, Niemeijer MN, van den Berg ME, Rijnbeek PR, Joos GF, Hofman A, et al. Chronic
obstructive pulmonary disease and sudden cardiac death: The Rotterdam study. European Heart
Journal. 2015 Jul 14;36(27):1754–61.
15. Singh S, Loke YK, Enright P, Furberg CD. Pro-arrhythmic and pro-ischaemic effects of inhaled
anticholinergic medications. Vol. 68, Thorax. BMJ Publishing Group; 2013. p. 114–6.
16. Fisher KA, Stefan MS, Darling C, Lessard D, Goldberg RJ. Impact of COPD on the mortality
and treatment of patients hospitalized with acute decompensated heart failure: The Worcester
heart failure study. Chest. 2015 Mar 1;147(3):637–45.
17. Iftikhar IH, Imtiaz M, Brett AS, Amrol DJ. Cardiovascular safety of long acting beta agonist-
inhaled corticosteroid combination products in adult patients with asthma: A systematic review.
Vol. 192, Lung. 2014. p. 47–54.
18. Gershon A, Croxford R, Calzavara A, To T, Stanbrook MB, Upshur R, et al. Cardiovascular
safety of inhaled long-acting bronchodilators in individuals with chronic obstructive pulmonary
disease. JAMA Internal Medicine. 2013 Jul 8;173(13):1175–84.
19. Salpeter SR, Ormiston TM, Salpeter EE. Cardiovascular effects of β-agonists in patients with
asthma and COPD: A meta-analysis. Chest. 2004;125(6):2309–21.
20. Wilchesky M, Ernst P, Brophy JM, Platt RW, Suissa S. Bronchodilator use and the risk of
arrhythmia in COPD. Part 1: Saskatchewan cohort study. Chest. 2012;142(2):298–304.
21. Wilchesky M, Ernst P, Brophy JM, Platt RW, Suissa S. Bronchodilator use and the risk of
arrhythmia in COPD. Part 2: Reassessment in the larger Quebec cohort. Chest. 2012;142(2):305–
11.
22. Wang MT, Liou JT, Lin CW, Tsai CL, Wang YH, Hsu YJ, et al. Association of cardiovascular
risk with inhaled long-acting bronchodilators in patients with chronic obstructive pulmonary
disease: A nested case-control study. In: JAMA Internal Medicine. American Medical
Association; 2018. p. 229–38.
23. Vestbo J, Anderson JA, Brook RD, Calverley PMA, Celli BR, Crim C, et al. Fluticasone furoate
and vilanterol and survival in chronic obstructive pulmonary disease with heightened
cardiovascular risk (SUMMIT): A double-blind randomised controlled trial. The Lancet. 2016
Apr 30;387(10030):1817–26.
24. Santus P, Radovanovic D, di Marco S, Valenti V, Raccanelli R, Blasi F, et al. Effect of
indacaterol on lung deflation improves cardiac performance in hyperinflated COPD patients: An
interventional, randomized, double-blind clinical trial. International Journal of COPD. 2010 Sep
11;10(1):1917–23.
25. Travers J, Laveneziana P, Webb KA, Kesten S, O’Donnell DE. Effect of tiotropium bromide on
the cardiovascular response to exercise in COPD. Respiratory Medicine. 2007 Sep;101(9):2017–
24.
26. Pepin JL, Cockcroft JR, Midwinter D, Sharma S, Rubin DB, Andreas S. Long-Acting
Bronchodilators and Arterial Stiffness in Patients With COPD: A Comparison of Fluticasone
Furoate/Vilanterol With Tiotropium. Chest. 2014 Dec 1;146(6):1521–30.
27. Tashkin DP. Roflumilast: The new orally active, selective phophodiesterase-4 inhibitor, for the
treatment of COPD. Expert Opinion on Pharmacotherapy. 2014 Jan;15(1):85–96.
28. Barnes PJ. Theophylline. Vol. 188, American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
2013. p. 901–6.