Anda di halaman 1dari 11

Isolasi Bakteri Pendegradasi Insektisida Profenofos (Organofosfat) Dari Tanah Lahan Pertanian di Kecamatan Kawangkoan *) RIDWAN NURDIN / 071012017

**) I.
1.1 Latar Belakang Di bidang pertanian, pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindar dari penggunaan pestisida. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif, tetapi pada prakteknya pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme nontarget. Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya pencemaran, adanya residu pestisida pada tanaman, serta keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Short, 1996 dan Derache, 1977 dalam Raharjo dan Suwondo (2004)). Polusi lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan secara terus menerus baik dengan sengaja maupun tidak disengaja sangat berpengaruh pada kualitas tanah, air tanah, daratan dan perairan pesisir, dan udara (Chapalamadugu dan Chaudry 1992 dalam Laura dan Snchez (2010)). Di Indonesia penggunaan pestisida jenis insektisida menempati urutan teratas. Dengan demikian pencemaran tertinggi di lahan pertanian terjadi akibat penggunaan insektisida. Salah satu jenis insektisida yang sering digunakan adalah insektisida golongan organofosfat seperti profenofos (Djojosumarto, 2000). Untuk mengatasi masalah pencemaran karena insektisida maka perlu adanya bioremediasi.

PENDAHULUAN

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran dengan menggunakan mikroorganisme. Pestisida dalam tanah dan air dapat didegradasi oleh jalur biotik oleh mikroba sehingga dengan demikian mikroba memiliki pengaruh besar untuk mendegrasi pencemaran pestisida dalam tanah (Surekha et al., 2008).

*Makalah ini akan diseminarkan pada forum seminar usul penelitian Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tanggal Mei 2011. **Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeersitas Sam Ratulangi dibawah Komisi Pembimbing Febby Kandow, S.Si., M.Kes sebagai Ketua, Dr. Trina Tallei, M. Si dan Dr. Ir. Johanes Pelealu, M.Si. sebagai anggota.

Dalam beberapa lingkungan yang terkontaminasi, populasi mikroba telah berkembang dari waktu ke waktu dengan cara beradaptasi terhadap kontaminan. Dengan demikian mikroba dapat digunakan sebagai agen bioremediasi. Salah satu mikroba yang digunakan dalam kegiatan bioremediasi adalah bakteri. (Pahm dan Alexander, 1993). Bakteri merupakan mikroba yang memiliki kemampuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (Anonim, 2007 dalam Warouw (2008)). Mengingat penggunaan pestisida jenis insektisida Profenofos (Organofosfat) dibidang pertanian sangat tinggi, sehingga muncul pemikiran bahwa adanya kemungkinan bakteri yang mampu mendegradasi senyawa pestisida sebagai bentuk adaptasi dari bakteri untuk bertahan hidup di lingkungan yang tercemar pestisida. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya penelitian tentang bakteri apa saja yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa pestisida sebagai upaya mendukung program bioremediasi.

1.2

Rumusan Masalah Penggunaan insektisida profenofos di bidang pertanian yang tinggi bisa

mengakibatkan pencemaran sehingga perlu adanya penelitian tentang bakteri yang mampu mendegradasi senyawa insektisida profenofos.

1.3

Tujuan Mengindentifikasi adanya bakteri yang mampu mendegradasi senyawa

pestisida yang diisolasi dari tanah yang tercemar insektisida profenofos.

1.4

Manfaat Penelitian Menginformasikan hasil isolasi bakteri yang mampu mendegradasi senyawa

pestisida. Informasi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program bioremediasi.

II.
2.1 Pestisida Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Pengertian Pestisida Pestisida (Inggris: pesticide) secara harafiah berarti pembunuhan hama (pest: hama; cide: membunuh). Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: 1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian, 2. Mengendalikan rerumputan, 3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan, 4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak, 5. Mengendalikan hama-hama air, 6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Djojosumarto, 2000).

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act dalam Djojosumarto, 2000, pestisida adalah: 1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang. 2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.

2.1.2 Pengelompokan Pestisida Pertanian Menurut Target Sasarannya Pestisida diproduksi untuk memecahkan masalah perlindungan tanaman tertentu, misalnya hama, penyakit, atau gulma. Pengelompokan pestisida menurut sasarannya dibedakan antara lain:

1. Insektisida.

Insektisida

merupakan

pestisida

yang

digunakan

untuk

membasmi atau mengendalikan hama serangga. 2. Akarisida. Akarisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi mengendalikan hama tungau. 3. Molluskisida. Molluskisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi atau mengendalikan hama siput. 4. Rodentisida. Rodentisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi atau mengendalikan hama tikus. 5. Fungisida. Fungisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi atau mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur. 6. Bakterisida. Bakterisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi atau mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. 7. Nematisida. Nematisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi atau mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nematoda. 8. Herbisida. Herbisida merupakan pestisida yang digunakan untuk membasmi atau mengendalikan gulma (Djojosumarto, 2000).

Pengetahuan tentang pengelompokan pestisida berdasarkan target sasarannya sangat penting bagi petani pengguna pestisida sebagai pengetahuan dasar untuk memilih pestisida yang tepat. Di tingkat dunia, penggunaan pestisida didominasi oleh herbisida yang disusul oleh insektisida dan fungisida. Sedangkan di Indonesia, penggunaan insektisida masih menempati urutan teratas (Djojosumarto, 2000).

2.1.3 Resiko Penggunaan Pestisida Bagi Lingkungan Pestisida pertanian pada umumnya adalah bahan kimia atau campuran bahan kimia serta bahan-banah lain (ekstrak tumbuhan, mikroorganisme, dan sebagainya) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Karena itu senyawa pestisida bersifat bioaktif yaitu mempengaruhi kehidupan misalnya menghentikan pertumbuhan, membunuh dan menekan hama atau organisme penyebab penyakit, membunuh gulma dan sebagainya. Setiap racun selalu mengandung resiko dalam penggunaannya. Resiko penggunaan pestisida bagi lingkungan secara umum yaitu dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (tanah,

udara, dan air) dengan segala aki atnya, misalnya kematian hewan nontarget, penyederhanaan rantai makanan alami, penyederhanaan keanekaragaman hayati, dan sebagainya (Djojosumarto, 2000).

2.2

Insektisi

Profenofos (Organofosfat)

Pestisida organofosfat merupakan pestisida organo sintetik yang ditemukan pertama kali oleh seorang ilmuan Jerman, Gerhard Scharader (Dongowea dan Ariono, 1996). Lebih dari 30% dari insektisida yang terdaftar dalam organofosfat. Ribuan senyawa organofosfat telah diuji untuk digunakan sebagai insektisida, dan telah banyak ditemukan tentang pengaruh biokimia terhadap syaraf, baik untuk invertebrata maupun vertebrata. Baik fosfat, maupun senyawa organofosfat, mempunyai karakteristik sebagai penghambat asetilko lineterase. Insektisida

organofosfat digunakan sebagai racun perut dan racun otak, sebagai fumigan, dan sebagai insektisida sistemik (Irfandri, 2002). Bahan aktif profenofos adalah insektisida turunan dari fenil organofosfat. Nama kimia profenofos adalah O-(4-bromo-2-klorofenil)-O-etil-S-propil fosforotioat (Worthing 1979 dalam Irfandri (2002)). Cara kerja profenofos yaitu sebagai racun kontak dan racun perut, bersifat nonsistemik dan mempunyai spektrum yang luas. Profenofos berupa cairan berwarna kuning pu dengan titik didih 1100C (0,001 mm cat Hg) dan tekanan uap 1,3 mPA pada 200C. Massa jenis profenofos 1,455 g/cm3 pada 200C dan sifat racunnya akan hilang 50% (t1/2) dalam waktu 93 hari pada ph 5, dalam waktu 14,6 hari pada pH 7 dan dalam waktu 5,7 pada pH 9 (Worting 1979dalam Irfandri (2002)). Menurut Matsumura (1985), senyawa organofosfat bekerja dengan cara mempengaruhi syaraf. Mekanisme kerjanya terhadap metabolsme serangga yaitu i menghambat kerja enzim kolinesterase. Gejala yang ditimbulkan oleh senyawa organofosfat adalah terlalu aktif, gerakan tidak terkoordinasi, kejang -kejang dan akhirnya menyebabkan kematian.

Gambar . Struktur Kimia Profenofos (Irfandri, 2002)


5

2.3

Bakteri Pendegradasi Pestisida Sebagian besar organisme hidup secara langsung mampu berinteraksi dengan

polutan, dan beberapa organisme mampu memetabolisme polutan. Proses metabolik ditemukan pada mikroba, tumbuhan, dan hewan namun secara kualitatif berbeda. Atlas dan Bartha (1993), mendefisnikan degradasi sebagai semua bentuk perubahan, baik penyusunan maupun perombakan senyawa. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa yang lebih stabil dari senyawa semula. Menurut Hassall (1990), degradasi pestisida organofosfat melibatkan beberapa proses metabolosme sehingga terjadi degradasi secara sempurna. Mikroorganisme diketahui memainkan peran utama dalam metabolisme bahan kimia di lingkungan (Hill dan Wright 1978 dalam Matsumura, (1989)). Kontribusi mikroorganime terhadap perubahan metabolik polutan di lingkungan dapat dilihat dengan adanya fenomena bahwa sebagian besar polutan ditemukan di sedimen tanah dan air sarat dengan mikroorganisme (Matsumura, 1989). Penggunaan mikroorganisme dalam mendegradasi dan detoksifikasi senyawa xenobiotik beracun terutama pestisida adalah alat yang efisien untuk dekontaminasi lingkungan yang tercemar (Mohammed, 2009). Banyak bakteri yang mampu mendegradasi senyawa-senyawa esensial seperti pestisida telah diisolasi dari tanah di seluruh dunia (Desaint et all., 2000 dalam Olawale et all. (2011)). Salah satu bakteri yang memanfaatkan insektisida organofosfat sebagai sumber karbon dan fosfat adalah Pseudomonas sp. yang

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolase yang berperan dalam proses pendegradasian insektisida organofosfat (Best et al., 1985). Dalam proses hidrolisis tersebut terjadi pemutusan ikatan antara C dan P sehingga Pseudomonas sp. dapat memanfaatkan C dan P tersebut sebagai sumber karbon dan fosfat (Jacob et al., 1997). Dalam degradasi pestisida organofosfat terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, diantaranya temperatur, pH dan kadar oksigen. Nilai optimum dari masing-masing faktor tersebut berbeda-beda, tergantung dari jenis enzim hidrolase yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp. (Munnecke dan Hsieh, 1976).

III.
3.1

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel akan dilakukan di lahan pertanian tomat yang

menggunakan insektisida profenofos di Kecamatan Kawangkoan dan selanjutnya bakteri dari sampel tanah akan ditumbuhkan dan diuji kemampuan mendegradasi insektisida profenofos di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juni 2011.

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: cawan petri, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, autopipet, labu ukur, jarum ose, lampu spritus, kertas saring, neraca analitik, autoklaf.

3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu: sampel tanah yang di ambil dari lahan pertanian yang menggunakan insektisida profenofos, nutrien agar (NA), media selektif MSPY (Mineral Salt Peptone Yeast), alkohol 70%, larutan garam steril, Curacron (insektisida profenofos).

3.3

Prosedur Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan mengambil sampel tanah pertanian yang

terkontaminan dengan insektisida profenofos secara asiptik. Kemudian bakteri dari sampel tanah diisolasi dan ditumbuhkan ke medium NA yang telah dikontaminasi dengan insektisida profenofos agar bakteri beradaptasi terhadap insektisida

profenofos. Bakteri yang tumbuh di medium NA tersebut kemudiam di isolasi dari beberapa koloni yang terbentuk untuk dibuat biakan murni. Biakan murni tersebut kemudian di uji kemampuan mendegradasi insektisida profenofos di medium MSPY yang ditambahkan insektisida profenofos.

3.4

Analisis Data Semua isolat bakteri yang ditumbuhkan dalam medium selektif MSPY akan

dilihat kemempuannya dalam mendegradasi insektisida profenofos yang ditunjukkan dengan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar koloni.

DAFTAR PUSTAK
Atlas, R. M. dan Bartha, R. 1992. Microbial Ecology, Fundamental and Application. Third edition. The Benjamin Cummings Publishing Company Inc., California. Best, D. J., Jones, J dan Starfford, D. 1985. Biotechnologi, Principles and Application. Oxford. London. Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta. Kanisius.

Hassall, K. A. 1990. The Biochemistry and Uses of Pesticides. Second edition. Macmillan Press Ltd. London. Irfandri. 2002. Kajian Aplikasi Insektisida Curacron 500EC (Profenofos) Pada Bayam (Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga Kota Pekanbaru. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Laura M. O dan Snchez S. E. 2010. Biodegradation of The Organophosphate Pesticide Tetrachlorvinphos By Bacteria Isolated From Agricultural Soils In Mxico. Revista Internacional de Contaminacin Ambiental. Universidad Nacional Autnoma de Mxico. vol. 26, nm. 1, febrero, 2010, pp. 27-38. Mxico. Matsumura, F. 1985. Toxicology of Insecticides. 2 nd Edition. Plenum Press. London. 598 hlm. . 1989. Biotik Degradation of Pollutantas. http://dge.stanford.edu/SCOPE/SCOPE_38/SCOPE_38_3.2_Matsumura_7990.pdf. (20 April 2001). Mohammed M. S. 2009. Degradation of Methomyl By The Novel Bacterial Strain Strain Stenotrophomonas maltophilia M1. e.j. biotechnology. 12: 1-6. Olawale, Adetunji, Kolawole, Akintobi, Olubiyi, dan Akinsoji. 2011. Biodegradation of Glyphosate Pesticide by Bacteria Isolated From Agricultural Soil. Report and Opinion. v. 1. p. 124-128 Raharjo, M. dan Suwondo, A. 2004. Kualitas Air Tanah di Daerah Pertanian Sayuran Sebagai Dampak Penggunaan Pestisida. Laporan Kegiatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang. Surekha R. M., Lakshmi P. K. L., Suvarnalatha D., Jaya M., Aruna S., Jyothi K., Narasimha G. dan Venkateswarlu K. 2008. Isolation and Characterization of A Chlorpyrifos Degrading Bacterium From Agricultural Soil and Its Growth Response. Afr. J. Microbiol. Res. 2, 026-031.

Warouw, Z. W. M. 2008. Teknologi Bioremediasi Sebagai Pembersih Lahan Tercemar Metil Merkuri. Jurnal Formas. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. V. 1. p. 292-301. Jacob, G. S., Garbow, J. R., Schaefer, J. 1997. Solid-state NMR Studies of Regulation N-glycine and Glycine Metabolism in Pseudomonas sp. strain PG2982. The Journal of Biological Chemistry 262 (4): 1552-1557. Munnecke, D. M. Dan Hsieh, D. H. 1976. Patways of Microbial Metabolism of Parathion. Applied and Environmental Microbiology 31(1): 63-69 Dongowea, H. E. dan David Ariono. 1996. Biodegradasi Pestisida Organofosfat oleh Pseudomonas sp. Biota. v. I(2):29-33.

10

ALUR PENELITIAN

11

Anda mungkin juga menyukai