Anda di halaman 1dari 14

1

KEMISKINAN, antara ANGKA dan REALITA


(Suatu Kajian Empirik tentang Program Pembagian Beras
Miskin Untuk Masyarakat Miskin di Kota Palembang)

I. Pendahuluan

Dalam pidato tanggal 31 Januari 2007 yang dimuat dalam harian Bisnis
Indonesia (15 Februari 2007 : 7 ) Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono menyatakan bahwa persoalan kemiskinan dan pengangguran saat ini
bukanlah persoalan statistic dan angka semata, tetapi merupakan persoalan nyata
mengenai sulitnya ekonomi . Mencermati tingginya angka kemiskinan dan
pengangguran saat ini, apa yang dikemukakan SBY tampaknya menemukan titik
pijaknya. Hal tersebut jelas merefleksikan sebuah kenyataan tentang situasi
kemiskinan di negeri ini yang sudah sangat kronis. Situasi ini mulai parah karena
belum pulihnya keadaan perekonomian bangsa pasca kerusuhan tahun 1998 yang
menandai awal kelahiran era pemerintahan reformasi, yang berakibat pada semakin
meningkatnya jumlah penduduk miskin baik di perkotaan maupun di pedesaan. Satu
hal sesungguhnya ingin ditegaskan bahwa kemiskinan di negari ini yang mempunyai
dampak luas ternyata tidak bisa hanya dilihat dan diselesaikan dengan semata-mata
mengandalkan angka statistik. Ada realitas yang lebih kompleks yang harus dipahami.
Pengertian mendasar kita tentang orang miskin adalah orang yang tidak
menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan merupakan urusan ekonomis
semata. Orang miskin juga sering dicurigai sebagai orang yang malas. Kenyataannya,
banyak orang harus bekerja keras dengan pendapatan yang masih juga kecil dan jauh
dari mencukupi. Jadi masalah kemiskinan tidak hanya urusan ekonomi, tetapi juga
ada masalah hukum, terutama terkait martabat manusia. Miskin berarti, martabatnya
sebagai manusia diabaikan. Kemiskinan dalam arti pengucilan manusia oleh
sesamanya juga terjadi di Indonesia. Sejak awal sejarah, kekuasaan yang berpusat
pada raja senantiasa mengucilkan kawasan pedesaan, yang ironisnya harus
menghidupi orang kota melalui pelbagai jenis pajak, tanpa diperhatikan martabatnya.
2

Istilah WONG NDESO (Jawa) merupakan istilah untuk menunjukkan konsep yang
merendahkan harga diri manusia. Situasi seperti ini masih berlangsung hingga kini.
Pada masa Orde Baru , Soeharto menggunakan beras sebagai alat politik. Caranya,
pemerintah berupaya agar beras tetap murah dan tersedia di pasar. Dengan demikian,
petani harus mensubsidi orang kota demi stabilitas politik kawasan perkotaan. Dengan
cara ini sepertinya Soeharto berpihak kepada rakyat.
Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 yang kemudian
berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berdampak juga pada krisis politik pada
tanggal 14 November 1998 membuat pemerintah waktu itu menjadi limbung
berkepanjangan ditambah turunnya kemampuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan karena meningkatnya harga-harga, termasuk
kebutuhan pangan yaitu beras. Kondisi seperti ini menyebabkan turunnya daya beli
masyarakat di tingkat rumah tangga, baik masyarakat di perkotaan maupun
masyarakat di pedesaan. Keadaan seperti ini berpotensi meluas seiring dengan
bertambahnya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia , tidak
terkecuali di kota Palembang.
Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2005, kebijakan
penanggulangan kemiskinan ditempuh melalui strategi yang mencakup dua hal pokok
yaitu, pertama : menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan pendapatan
keluarga miskin dan kedua meningkatkan efektivitas pelayanan social dasar kepada
keluarga miskin. Sejalan dengan strategi tersebut, salah satu prioritas penanggulangan
kemiskinan tahun 2005 diletakkan pada upaya pokok perlindungan social kepada
keluarga miskin dengan menyediakan kebutuhan pangan serta pengembangan system
jaminan social.
Program beras untuk keluarga miskin (Raskin) yang semula disebut Operasi
Pasar Khusus (OPK) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi
beban pengeluaran keluarga miskin yaitu dengan membantu penyediaan sebagian
kebutuhan pangan pokok mereka. Melalui program raskin diharapkan dapat
memberikan manfaat yang nyata dalam peningkatan ketahanan pangan dan
kesejahteraan social rumah tangga untuk keluarga miskin dan secara tidak langsung
berdampak pada perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, pendidikan dan produktivitas
keluarga miskin.
3

II. PERMASALAHAN

Berkaca dari realitas tersebut maka sesungguhnya diperlukan sebuah diagnosa


yang tepat serta pemahaman yang utuh dalam melihat dimensi kemiskinan. Persoalan
kemiskinan tidak bisa semata-mata hanya didekati dan dibaca dengan kacamata dan
mengandalkan angka statistic semata. Kita tentu mengakui tentang pentingnya angka
statustik untuk menunjukkan arah perkembangan dan kemajuan masyarakat secara
nasional. Angka statistic tentang kemiskinan misalnya, bisa menunjukkan
perpindahan sejumlah penduduk dalam kategori miskin ke tidak miskin, dari miskin
ke hampir tidak miskin, atau dari tidak miskin ke miskin atau begitu seterusnya
Ukuran statistic semacam itu jelas masih diperlukan, karena melalui itu keberhasilan
atau kegagalan sebuah kebijakan dapat diukur, seperti kebijakan pembagian beras
miskin untuk masyarakat miskin, yang akan dikaji dalam tulisan ini .
Untuk itu yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah :
1. Realitas apa yang sesungguhnya terjadi di balik angka statistic kemiskinan itu ?
2. Apakah program pembagian beras miskin efektif dalam upaya pengentasan
Kemiskinan di kota Palembang ?

III. LANDASAN TEORI

III.1. Kemiskinan
Pengertian kemiskinan menurut Sajogyo (2004 : 10) adalah :Suatu tingkat
kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan
berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan
hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia makin lama kian bertambah dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.22 Tahun 2005 tentang kenaikan
BBM periode 1 Maret 2005. Kenaikan BBM berdampak pada meningkatnya harga
kebutuhan pokok, termasuk kebutuhan pangan tanpa diimbangi dengan naiknya
pendapatan masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan turunnya ketahanan pangan atau
disebut dengan rawan pangan ditingkat rumah tangga, di kota maupun di desa yang
pada akhirnya menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia. Menurut Tukiran
(1999 : 23 ) pengertian sederhana dari kemiskinan biasanya berhubungan erat dengan
4

perkiraan pemenuhan kebutuhan hidup dan pendapatan yang diperoleh. Perkiraan


pendapatan hidup pada umumya dibartasi pada kebutuhan dasar minimum, sehingga
memungkinkan seseorang dapat mencapai hidup layak. Apabila pendapatan yang
diperoleh tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum, maka penduduk atau keluarga
tersebut dikatakan miskin,
Dengan demikian, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan antara
jumlah pendapatan yang diperoleh dengan jumlah pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar minimum. Jumlah pendapatan minimum untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimum inilah yang menjadi garis pembatas untuk menentukan
miskin atau tidknya seseorang atau keluarga tersebut, atau biasa disebut sebagai garis
kemiskinan antara keadaan miskin dan tidak miskin. Dalam kaitannya dengan hal
diatas, Selo Sumardjan (1990 : 45) menyatakan bahwa :
Ditinjau dari sudut sosiologi, dapat dilihat beberapa pola kemiskinan :
- Kemiskinan Individual, kemiskinan ini terjadi karena adanya kekurangan-
kekurangan yang disandang oleh seorang individu mengenai syarat-syarat yang
diperlukan untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan.
- Kemiskinan Relatif, merupakan kemiskinan sosiologis yang diatas disebut dengan
Socio Economic Status (SES, yang biasanya untuk saru keluarga atau rumah
tangga), yaitu perbandingan kekayaan material suatu rumah tangga dengan rumah
tangga yang lain yang ada di lingkungannya.
- Kemiskinan Struktural, dinamakan kemiskinan structural karena disandang oleh
suatu golongan yang built-in atau menjadi bagian yang seolah-olah tetap dalam
struktur suatu masyarakat. Dalam konsep kemiskinan ini terdapat suatu golongan
yang menderita kekurangan-kekurangan fasilitas, modal, sikap mental atau jiwa
usaha yang diperlukan diri untuk melepaskan diri dari kemiskinan.
- Kemiskinan Budaya, yaitu kemiskinan yang diderita oleh masyarakat di tengan-
tengah lingkungan alam yang mengandung banyak bahan yang dapat
dimanfaatkan untuk dapat memperbaiki hidupnya. Hal ini terjadi karena
kebudayaan suatu masyarakat itu tidak mengandung ilmu dan teknologi.
- Budaya kemiskinan, yaitu tata hidup yang mengandung system kaidah dan system
nilai yang menganggap bahwa hidup miskin suatu masyarakat pada suatu waktu
adalah wajar dan tidak perlu diusahakan perbaikannya.
5

Berdasarkan pola kemiskinan yang dikemukakan oleh Selo sumardjan diatas,


maka sebagian besar dari rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan ini
mangalami kompleksitas dari pola-pola kemiskinan yang ada itu. Dengan kata lain,
satu anggota masyarakat yang tergolong miskin itu, mempunyai lebih dari satu pola
kemiskinan yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan mengenai pola hidup
miskin dengan berbagai cara pembangunan masyarakat.
Ciri-ciri kemiskinan secara umum meliputi :
- Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki factor
produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal atauapun keterampilan. Factor
produksi yang dimiliki umumnya sedikit sehingga kemampuan untuk
memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
- Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekeuatan sendiri.
- Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, tidak sampai tamat Sekolah Dasar
(SD).
- Banyak diantara mereka tidak mempunyai tanah, kalaupun ada hanya relative
kecil.
- Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda dan tidak
mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan.

III.2. Program Beras Miskin (Raskin)


Program beras untuk keluarga miskin adalah program pemerintah dalam upaya
meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan kepada keluarga
miskin melalui pendistribusian beras dengan jumlah, tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan.
Keluarga miskin rawan pangan adalah keluarga yang memenuhi satu atau lebih
criteria :
1. Keluarga tidak mampu makan dua kali sehari
2. Keluarga tidak mampu mengkonsumsi pangan sumber protein minimal seminggu
sekali
3. Sudah ada anak yang putus sekolah
4. Pekerja / buruh kasar
5. Bila anggota keluarga sakit, tidak mampu lagi ke fasilitas kesehatan
6. Kriteria lain yang ditentukan oleh anggota masyarakat
6

Sebagai salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan, pembagian raskin


memberikan akses fisik dan ekonomi kepada keluarga miskin untuk mendapat
bantuan kebutuhan pokok beras. Menurut Pedoman Umum Program Raskin (2004 :
15) dalam pelaksanaan penyaluran raskin, subsidi pangan yang disediakan pemerintah
pada APBN tahun 2005 setara dengan beras sebanyak 1.992.000 ton, dapat
menjangkau 8,3 juta keluarga miskin dengan alokasi 20 kg /KK/bulan selama 12
bulan. Jumlah subsidi pangan tersebut belum dapat mencukupi seluruh keluarga
prasejahtera alasan ekonomi dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi sebanyak 15,79
juta keluarga.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka program raskin harus direncanakan secara
baik dengan melibatkan berbagai instansi terkait di tingkat pusat meupun daerah.
Untuk pelyanan tersebut, terdapat 45.000 titik distribusi dengan frekuensi penyaluran
mencapai sekitar 100 ribu kali setiap bulan. Tujuan dan sasaran dari pelaksanaan
pembagian Raskin ini antara lain sebgai berikut :
a. Pembagian Raskin adalah bagian dari upaya peningkatan ketahanan pangan yang
ditujukan untuk meningkatkan akses keluarga miskin/rawan pangan terhadap
nahan pangan pokok yang secara operasioanl dilakukan melalui penjualan
langsung beras kepada keluarga sasaran penerima menafaat pada tingkat harga
bersubsidi dengan jumlah tertentu untuk memenuhi sebagian kebutuhan konsumsi
dalam periode tertentu.
b. Keluarga sasaran penerima manfaat adalah keluarga yang miskin rawan daya beli
sesuai dengan hasil musyawarah tim Raskin di tingkat desa yang askes terhadap
bahan pangan pokok relative lemah disebabkan oleh rendahnya daya beli dan
keluarga rawan pangan yang dianggap wajar menerima alokasi OPK sesuai
dengan pertimbangan daerah setempat.
c. Setiap keluarga sasaran penerima manfaat disediakan beras minimal 10
kg/KK/Bulan dan maksimal 20 kg/KK/ Bulan dengan harga Rp.1.000 per kg netto
di titik distribusi.
Sebagai dasar dalam pelaksanaan Program Raskin adalah diterbitkannya Surat
Keputusan Bersama anatar Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum
Bulog Nomor : 25 tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003 tentang pelakasanaan
Program Raskin serta kesepakatan Bersama Gubernur seluruh Indoensia tentang
Pemberdayaan Masyarakat Miskin Indonesia melalui Program Raskin pada Rakor
tanggal 21 – 22 Juli 2003 di Jakarta.
7

Subsidi pangan dalam bentuk Raskin yang disediakan Pemerintah padaAPBN


tahun 2005 mendapat pagu dari Pemerintah Pusat sebanyak 71.212.000 kg dapat
menjangkau 296.716 keluarga miskin dengan alokasi 20 kg/KK/Bulan selama 12
bulan. Jumlah subsidi pangan tersebut belum dapat mencukupi seluruh keluarga
Prasejahtera alasan ekonomi dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi sebanyak
593.437 KK.

IV. PEMBAHASAN

IV. 1. Kemiskinan ( antara angka dan realita)

Menurut Berita Resmi Statistik No. 47 / IX/ 1 September 2006, Jumlah


penduduk miskin (dibawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006
adalah 39,03 juta (17,75 %) dibanding dengan penduduk miskin pada Februari 2005
yang berjumlah 35,10 juta (15,97 %) berarti jumlah penduduk miskin meningkat
sebesar 3,95 juta jiwa. Begitupun keadaan di Kota Palembang, menurut Biro Pusat
Statistik 2005 dan dimuat dalam Rencana Strategis Pembangunan Provinsi Sumatera
Selatan 2003-2008 pada tahun 2004 dari jumlah penduduk sebesar 6,7 juta jiwa yang
merupakan penduduk miskin adalah sebesar 1.397.346 jiwa, sedangkan pada tahun
2005 dari jumlah penduduk 6,75 juta jiwa yang merupakan penduduk miskin adalah
sebesar 2.144.700 jiwa.
Disinilah sesungguhnya angka statistic dalam melihat persoalan kemiskinan
harus dikonfirmasi kembali kebenarannya dalam tataran empiris. Pada titik ini kajian
tentang kemiskinan dari sudut manusia sebagai subjek menjadi penting dilakukan. Ini
terutama untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman mengenai proses dari hari-
ke hari yang sebenarnya terjadi dalam masyarkat. Disinilah pentingnya pendekatan
social budaya dalam melihat kemiskinan.
Kemiskinan di Indonesia memang telah menjadi penyakit kronis yang akut,
yang saat ini telah menjadi bentuk ancaman nontradisional yang akan menghancurkan
daya politik, social dan psikologi manusianya, setelah porak-porandanya sumber daya
alam akibat eksploitasi yang tanpa batas. Dan, dalam jangka panjang, kemiskian
dengan segala atribut dan implikasinya jelas sangat membahayakan kehidupan
berbangsa. Ancaman itu terutama dipicu oleh proses perapuhan sendi-sendi social dan
8

budaya yang kronis, yang saat ini justru tengah berlangsung di negeri ini. PAda level
yang lebih tinggi, ia juga akan berimbas pada menjamurnya praktik nepotisme dan
suap menyuap, serta menimbulkan budaya instant dan mental menerabas aturan main.
Hal penting yang penulis kira perlu menjadi catatan dalam melihat soal
kemiskinan adalah perlunya pemahaman bahwa kemiskinan bukan saja berurusan
dengan persoalan ekonomi semata, tetapi bersifat multidimensional karena ia juga
berkait-kelindan dengan soal non-ekonomi, seperti social, budaya dan politik.
Kegagalan upaya pennggulangan kemiskinan selama ini tampaknya bersumber
dari pemahaman yang cenderung reduksionis, yang melihat soal kemiskinan hanya
didasarkan pada kondisi ekonomi semata.
Sedikit sekali dari para ahli pembangunan yang mencoba memahami bahwa
problem kemiskinan juga bersumber dari tata politik yang timpang. Bahkan
kebijakan-kebijakan ekonomi-politik yang diproduksi negara yang seringkali hanya
berpihak pada pemilik modal justru berpoteni menjerumuskan rakyat ke kubangan
kemiskinan.
Satu hal sesungguhnya ingin dtegaskan bahwa kemiskinan di negeri ini yang
mempunyai dampak dan implikasi yang begitu luas ternyata tidak bisa hanya dilihat
dan diselesaikan dengan semata-mata mengandalkan angka statistic. Ada realitas yang
lebih kompleks yang harus dipahami.
Pengurangan kemiskinan juga tidak akan tuntas bila semata menyandarkan
kepada mekanisme politik dan kebijakan makro. Negara sebagai produsen kebijakan
juga harus dibersihkan dari watak “suka memeras” agar setiap kebijaksanaan
memiliki kepastian implementasinya dan keberpihakan atas rakyat
Gambaran realita diatas tercermin pada foto-foto terlampir dimana masyarakat
miskin di Kotamadya Palembang sampai rela antri berjam-jam bahkan sampai ada
yang pingsan untuk mendapatkan beras miskin.

IV.2. Efektivitas Program Pembagian Beras Miskin (Raskin) dalam Upaya


Pengentasan Kemiskinan di Kota Palembang

Sebagai salah satu kegiatan peningkatan ketahanan pangan, pembagian Raskin


dilakukan melalui pendistribusian bahan pokok (beras) yang bersifat khusus sesuai
dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Operasi ini bersifat khusus karena :
9

a. Tidak disalurkan melalui pasar umum, tetapi penjualan langsung kepada keluarga
sasaran penerima.
b. Jumlah beras yang disalurkan tidak tergantung kepada permintaan pasar, tetapi
berdasarkan jumlah keluarga sasaran penerima.
c. Tidak ditujukan dalam upaya stabilitas harga pasar tetapi membantu pemenuhan
beras keluarga yang menjadi sasaran penerima bantuan.
Program ini diselenggarakan secara nasional di wilayah-wilayah rawan pangan
yang melibatkan berbagai unsure pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampai
tingkat desa/kelurahan.Unsur tersebut antara lain Menko Ekuin, Menko Kesra dan
Taskin, Dirjen PMD Departemen Dalam Negeri, Dirjen Anggaran, Kepala Bulog,
Walikota/Bupati, Camat, Kepala Desa, Lurah, dan Kepala Dusun.
Salah satu upaya untuk memperkuat ketahanan pangan nasional adalah dengan
pembagian beras miskin (Raskin), yaitu denganmemberikan akses fisik dan ekonomi
kepada keluarga miskin untuk mendapat bantuan kebutuhan pokok beras. Dalam
pelaksanaan penyaluran Raskin, subsidi pangan yang disediakan pemerintah pada
APBN tahun 2005 setara dengan beras sebanyak 1.992.000 ton, dapat menjangkau 8,3
juta keluarga miskin dengan alokasi 20 kg/KK/bulan selama 12 bulan. Jumlah subsidi
pangan tersebut belum dapat mencukupi seluruh keluarga prasejahtera alasan
ekonomi dan keluarga sejahtera 1 alasan ekonomi sebanyak 15,79 juta keluarga.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka program Raskin harus direncanakan
secara baik dengan melibatkan berbagai instansi terkait di tingkat pusat maupun
daerah. Untuk pelayanan tersebtu, terdapat 45.000 titik distribusi dengan frekuensi
penyaluran mencapai sekitar 100 ribu kali setiap bulan. Tujuan dan sasaran dari
pelaksanaan pembagian Raskin ini antara lain sebagai berikut:
a. Pembagian Raskin adalah bagian dari upaya peningkatan ketahanan pangan yang
ditujukan untuk menungkatkan akses keluarga miskin/rawan pangan terhadap
bahan pangan pokok yang secara operasional dilakukan melalui penjualan
langsung beras kepada keluarga sasaran penerima sasaran penerima manfaat pada
tingkat harga bersubsidi dengan jumlah tertentu untuk memenuhi sebagian
kebutuhan konsumsinya dalam periode tertentu.
b. Keluarga sasaran penerima manfaat adalah keluarga yang miskin rawan daya beli
sesuai dengan hasil musyawarah tim Raskin di tingkat desa yang akses terhadap
behan pangan pokok relattif lemah disebabkan oleh rendahnya daya beli dan
10

keluarga rawan pangan yang dianggap wajar menerima alokasi OPK sesuai
pertimbangan daerah setempat.
c. Setiap keluarga sasaran penerima manfaat disediakan beras minimal 10
kg/KK/bulan dan maksimal 20kg/KK/bulan dengan harga Rp. 1.000 per kg netto
di titik distribusi.

Pelaksanaan pembagian Raskin dilakukan secara terkoordinir mulai dari


tingkat pusat sampai ke tingkat desa/kelurahan. Adapun instansi terkait dalam
aktivitas ini adalah sebagai berikut:
1. Organisasi pengelola program Raskin secara nasional adalah tim Raskin pusat.
2. Penanggung jawab perencanaan program Raskin adalah ketua Bapenas.
3. Penanggung jawab pembinaan program dan pelaksanaan Raskin didaerah serta
penanganan pengaduan masyarakat adalah Mentri Dalam Negeri c.q Dirjen PMD
4. Penanggung jawab penyediaan subsidi untuk program Raskin adalah Departemen
Keuangan c.q Dirjen Anggaran dan perimbangan keuangan.
5. Penaggung jawab penyediaan data dasar keluarga prasejahtera alas an ekonomi
serta keluarga sejahtera alas an ekonomi untuk penetapan keluarga sasaran
penerima manfaat yang berkaitan dengan jumlah, pemuktahiran dan
penyebarannya adalah kepala BKKBN.
6. Penanggung jawab penyediaan dan distribusi Raskin sampai titik distribusi,
penyelesaian dari pembayaran dari keluarga penerima manfaat dan penagihan
subsidinya adalah Dirut Perum Bulog.
Penanggung jawab operasional di tingkat daerah, diserahkan kepada Gubernur dan
Bupati/Wali kota dengan tetap berkoordinasi dengan instansi terkait baik secara
vertical maupun horizontal. Hal ini berlaku juga di Kotamadya Palembang
Efektivitas program pemberiaan Raskin dalam upaya pemberdayaan
masyarakat miskin dapat dicapai bila pelaksanaan program tersebut memenuhi criteria
sebagai berikut :

1. Tepat Sasaran.
Raskin hanya diberikan kepada keluarga sasaran penerima manfaat yang terdaftar
dalam daftar penerima manfaat.
2. Tepat Jumlah
11

Jumlah beras yang dibeli keluarga ssaran penerima sesuai hasil musyawarah Tim
Raskin Daerah yang dituangkan dalam surat keputusan Gubernur/ Walikota
minimal 10 kg/KK/bulan dan maksimal 20 kg/KK/bulan.
3. Tepat Harga
Harga beras yang dibayar oleh keluarga sasaran penerima manfaat sebesar Rp.
1.000 /kg netto di titik distribusi.
4. Tepat waktu
Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada keluarga sasaran penerima manfaat
sesuai dengan rencana distribusi.
5. Tepat Administrasi
Terpenuhinya persyaratan administrasi yang diperlukan untuk penyelesaian
subsidi pembayaran harga beras secara benar dan teapt waktu.
Disamping harus memenuhi kriteria diatas, program pemberian miskin harus
melalui mekanisme pembangunan dan administrasi Raskin, sebagai berikut :
Pembayaran harga penjualan (HPB) Raskin dari Keluarga sasaran Penerima Manfaat
kepada pelaksana distribusi dan dari pelaksana distribusi kepada satgas Raskin adalah
Rp. 1.000,-/Kg netto dan dilakukan secara tunai.
Pelaksana Distribusi membuat daftar pendistribusian beras kepada Keluarga sasaran
Penerima Manfaat dan Pembayaran (Model DPM-2) yang ditandatangani oleh
petugas titik Distribusi dan diketahui Kades/Lurah yang bersangkutan.
Uang HPB Raskin yang diterima pelaksana distribusi dari Keluarga sasaran
Penerima Manfaat haruslangsung diserahkan kepada Satgas Raskin dan dibuatkan
tanda terima pembayaran (Model TT HPB Raskin) rangkap 3 oleh satgas Raskin.
Tim Raskin Kecamatan diberi waktu 10 hari sejak beras diterima untuk segera
menyelesaikan pembayaran dan apabila sampai waktu pelunasan tidak terpenuhi,
maka alokasi Raskin bulan berikutnya ditunda sampai pelunasannya diselesaikan.
12

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Kemiskinan di Kota Palembang mempunyai dampak dan implikasi yang


ternyata tidak bisa hanya dilihat dan diselesaikan dengan semata-mata mengandalkan
angka statistic. Ada realita yang lebih kompleks yang harus dipahami.
Kekurangan pangan merupakan permasalahan yang terus menghantui
pemerintah Indonesia. Sejalan kebijakan yang menyangkut pangan dan antisipasinya
banyak dikeluarkan oleh pemerintah, salah satunya kebijakan pembagian beras
miskin. Pembagian Raskin memang perlu dilaksanakan mengingat masih begitu
banyak penduduk miskin di Kota Palembang yang mengalami rawan pangan.
Didalam program Raskin kegiatan dilaksanakan mulai dari perencanaan yang meliputi
penentuan pagu dan alokasi daerah, penentuan keluarga sasaran penerima manfaat
dan pendistribusiannya mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan
sampai tingkat desa/kelurahan. Baru kemudian disalurkan kepda keluarga penerima
manfaat.

V.2. Saran

Pengentasan kemiskinan di Indonesia khususnya di Kota Palembang sudah


seharusnya didukung bukan saja oleh pembuat kebijakan/ program tetapi juga oleh
para tokoh, LSM sebagai pembantu dalam pelaksanaan program masyarakat
penerima bantuan .
Agar program pembagian Raskin berjalan secara efektif sehingga upaya
pemberdayaan masyarakat miskin tercapai maka program ini harus dijalankan sesuai
dengan kriteria-kriteria yaitu : tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga dan tepat
administrasi.
13

Daftar Pustaka

Bisnis Indonesia, 15 Februari 2007, hal.7.

Pemda Propinsi Sumatera Selatan, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Program Raskin,


Palembang, 2005

Rencana Strategis Pembangunan Provinsi Sumatera Selatan 2003 – 2008, BAPPEDA


Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, 2005

Sajogyo, Dirjen PMD dengan Perum Bulog, Pedoman Umum Program Raskin,
Jakarta, 2004.

Sumarjan Selo, Prof, Dr, Jurnal Sosiologi, Jakarta, 1990.

Tukiran, Penentuan Desa Miskin, Analisis Potensi Desa, Jakarta, 1999


14

KEMISKINAN, antara ANGKA dan REALITA


(Suatu Kajian Empirik tentang Program Pembagian Beras
Miskin Untuk Masyarakat Miskin di Kota Palembang)

Tugas Mata Kuliah


Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Dosen : Prof. Dr. Waspodo, MA

Oleh :
Nama : Lies Nur Intan
Nim : 20062011004

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2007

Anda mungkin juga menyukai