Anda di halaman 1dari 13

Nama : Fachrunisa Kusuma Wardani

NIM : 1084181022
Kelas : Semester 6.B
Matkul : Patient Safety
Prodi : D-IV Teknik Elektromedik
Dosen : Ir. Torang Batubara

Patient Safety dan Kedaruratan Radiasi


Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat pasien lebih aman yang meliputi assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi
solusi untuk meminimalkan resiko.

Instalasi Radiologi merupakan salah satu bagian pelayanan rumah sakit. Pelayanan
radiologi tidak hanya terfokus pada tujuannya dalam memanfaatkan radiasi tetapi juga tetap
rnempertimbangkan dan memperhatikan pada tujuan sistem keselamatan pasien. Selama ini
instalasi radiologi sangat terarah pada keselamatan radiasi dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan yang memanfaatkan radiasi yang mengandung resiko bila digunakan tanpa
mengikuti peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Oleh karena itu sangat penting memperhatikan
prosedur patient safety di instalasi radiologi.
.
1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan
dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999),
medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended
(i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning).
Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan
yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien.
Radiologi

Pengertian radiologi. Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang


berhubungan dengan studi dan penerapan teknologi pencitraan seperti x-ray dan
radiasi untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit. Pelayanan radiologi
merupakan pelayanan medis yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk
diagnosis dan terapi, tennasuk teknik pencitranaan dan penggunaan emisi radiasi
dengan sinar-X, radioaktif, ultrasonografi, dan radiasi radio frekwensi
elektromagnetik
Pelayanan radiologi merupakan sebagai bagian yang terintegrasi dari pelayanan
kesehatan secara menyelurub mernpakan bagian dari amanat Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut
serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka
pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas.
2. TUJUAN PATIENT SAFETY

Tujuan “Patient safety” adalah


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.
3. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY Pelaksanaan “Patient
safety” meliputi

1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2
May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002),yaitu:
1. Hak pasien Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga Standarnya adalah


RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah
partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Standarnya adalah


RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan
untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan
”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah

1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju
KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS
& KP.

Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi

4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standarnya adalah


1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan &
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.


Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

Insiden keselamatan pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut (WHO, 2018):


Insiden berbahaya
Insiden yang dapat membahayakan dan merugikan pasien sehingga planning perawatan tidak
sesuai yang diharapkan.
Insiden tidak berbahaya
Insiden yang tidak menimbulkan bahaya dan kerugian pada pasien.
Insiden nyaris berbahaya
Insiden yang tidak membahayakan pasien tetapi memiliki potensi atau resiko untuk bahaya dan
kerugian.
Insiden keselamatan pasien dapat disebabkan karena beberapa hal yang tidak sesuai standar dalam
periode pelayanan pasien, pengobatan yang tidak memenuhi harapan untuk perbaikan atau
penyembuhan pasien, risiko dalam pengobatan dan kedisiplinan serta ketidakpatuhan pasien dalam
minum obat. Menurutt Cooper, dkk (2018) klasifikasi dampak insiden keselamatan pasien dalam
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut.

Tidak ada kerugian


Proses pengobatan yang berjalan hingga selesai tanpa ada kerusakan atau kerugian untuk pasien.
Contoh: Pasien menerima obat imunosupresif (azathioprine) tetapi melewatkan pemantauan
hematologis rutin selama beberapa bulan tetapi tidak ada bahaya yang terjadi.

Tidak ada kerugian karena hasil mitigasi


Segala insiden yang berpotensi menyebabkan bahaya tetapi tidak menimbulkan bahaya.
Contoh: Seorang petugas kesehatan yang kurang tepat mengindikasikan aturan minum obat yang
seharusnya dua kali sehari tapi petugas menulisnya satu kali sehari. Petugas yang menyediakan
obat tersebut kepada pasien sebelumnya telah mencatat kesalahan dan mengoreksi obat kembali.
Kerugian ringan
Insiden di mana pasien terluka tetapi tidak memerlukan intervensi atau perawatan minimal
Contoh: Seorang dokter membuat kesalahan resep dan kemudian sediaan obat tidak ada di apotik
rumah sakit sehingga obat yang dibutuhkan didapat dari apotik di luar rumah sakit. Pasien tidak
mendapatkan obat selama 3,5 jam yang membuat keluarga sangat takut.

Kerugian sedang
Pasien yang memerlukan perawatan medis jangka pendek untuk penilaian dan perawatan ringan
baik di UGD atupun bangsal rumah sakit.
Contoh: Seorang petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah rutin ke pasien diabetes untuk
memberikan insulin. Pada saat kunjungan ditemukan gula darah pasien dalam batas aman untuk
pemberian insulin. Kemudian pada hari yang sama pasien ditemukan hipoglikemia, pasien tidak
memberitahu petugas bahwa 30 menit sebelum petugas datang pasien sudah mendapatkan terapi
insulin. Pasien sementara dirawat dirumah sakit untuk memantau gula darah satu hari.

Insiden perusakan berat


Pasien mengalami insiden yang berdampak jangka panjang atau permanen pada fisik, mental
ataupun sosialnya sehingga mempersingkat harapan hidupnya.
Contoh: Seorang anak epilepsi diresepkan untuk mendapatkan fenobarbital dengan gejala
mengantuk dan mengalami penurunan kesadaran selama tiga hari. Konsentrasi fenobarbital dalam
darah pasien ditemukan snagat tinggi ketika diperiksa, label pabrik memberikan kekuatan 25 mg/
ml tetapi label farmasi di fasilitas kesehatan salah mengindikasikan obat tersebut dengan 25 mg/ 5
ml dan anak tersebut sudah menerima obat sebanyak 5 kali dosis yang sudah diresepkan.
Kematian
Insiden yang terjadi dalam masa pengobatan. Dapat terjadi karena kurang tepat dalam penegakkan
diagnosis, penanganan awal, dan lain sebagainya.
Contoh: Keluarga pasien menelpon seorang dokter dengan melaporkan keadaan pasien seperti
merasa tidak enak badan, muntah dan ada ruam merah di perut kemudian seorang dokter
mendiagnosis pasien dengan penyakit virus dan menganjurkan keluarga untuk memberikan obat
anti muntah. Beberapa jam kemudian keadaan pasien memburuk dan dibawa ke UGD, pasien
didiagnosis septikemia meningkokus dan meninggal.
Insiden yang kurang detail
Insiden di mana informasi tidak memadai untuk mengevaluasi keparahan bahaya sehingga dapat
berisiko kesalahan dalam hasil perawatan
Contoh: Seorang pasien memberikan sampel untuk uji histologi dan sitologi tetapi pasien tidak
memberikan keterakan pada label pot seperti nama, tanggal dan umur.

Dalam upaya untuk mencegah insiden keselamatan pasien di rumah sakit WHO (Collaborating
Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine ife-Saving Patient Safety Solutions”
(“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Sembilan topik yang diberikan solusinya
adalah sebagai berikut:
- perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip/norum atau look-alike, sound-alike
medication names/ LASA
- identifikasi pasien
- komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien
- tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
- pengendalian cairan elektrolit pekat (concentrated)
- pastikan akurasi pemberian obat pada transisi asuhan
- hindari kesalahan pemasangan kateter dan selang (tube)
- penggunaan alat injeksi sekali pakai
- tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi (HAIs/ Healthcare
Associated Infections)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan pasien sangat sangat erat
keterkaitannya dengan pengenalan jenis dan pencegahan kejadian insiden keselamatan pasien.
Insiden keselamatan pasien dapat dicegah atau diminimalkan dengan meningkatkan pengetahuan
seluruh petugas, menerapkan budaya keselamatan pada pasien, seperti melaporkan dan belajar dari
insiden apa saja yang terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran bagi petugas kesehatan untuk
belajar dari kesalahan dan melakukan pelaporan apabila terjadi insiden yang terjadi.
Radiasi adalah emisi dan penyebaran energi melalui ruang (media) dalam bentuk gelombang
elektromagnetik atau partikel-partikel atau elementer dengan kinetik yang sangat tinggi yang
dilepaskan dari bahan atau alat radiasi yang digunakan oleh instalasi di rumah sakit.
Pengamanan dampak radiasi adalah upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari dampak radiasi
melalui promosi dan pencegahan risiko atas bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan
pemantauan, investigasi dan mitigasi pada sumber, media lingkungan dan manusia yang terpajan
atau alat yang mengandung radiasi.
Persyaratan
Persyaratan sesuai Keputusan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 01 Tahun 1999, tentang
Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi adalah:
Nilai Batas Dosis (NBD) bagi pekerja yang terpajan radiasi sebesar 50 mSv (milli Sievert) dalam
satu tahun.
NBD bagi masyarakat yang terpajan sebesar 5 mSv dalam 1 (satu) tahun.

Tata Laksana PERIZINAN


Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan yang memajankan radiasi dan menggunakan zat
radioaktif, harus memperoleh izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (sesuai PP Nomor 64
Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, pasal 2 ayat 1).

SISTEM PEMBATASAN DOSIS


Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak boleh melebihi nilai batas dosis
yang ditetapkan oleh Badan Pengawas.

SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP


PEMANFAATAN RADIASI PENGION ORGANISASI
Setiap pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus memiliki organisasi
proteksi radiasi dimana petugas proteksi radiasi tersebut telah memiliki surat ijin sebagai petugas
radiasi dari Badan Pengawas.

PERALATAN PROTEKSI RADIASI


Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus menyediakan dan mengusahakan
peralatan proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja dan pemantau
lingkungan hidup, yang dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan jenis sumber radiasi yang
digunakan.

PEMANTAUAN DOSIS PERORANGAN


Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk
memakai peralatan pemantau dosis perorangan, sesuai dengan jenis instalasi dan sumber radiasi
yang digunakan.
Pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi hendaknya mencakup rancangan instalasi
yang memenuhi persyaratan, penyediaan pelindung radiasi atau kontainer.
Proteksi radiasi yang disediakan harus mempunyai ketebalan tertentu yang mampu menurunkan
laju dosis radiasi. Tebal bahan pelindung sesuai jenis dan energi radiasi, aktivitas dan sumber
radiasi, serta sifat bahan pelindung.
Perlengkapan dan peralatan yang disediakan adalah monitoring perorangan, survei meter, alat
untuk mengangkat dan mengangkut, pakaian kerja, dekontaminasi kit, alat-alat pemeriksaan
tandatanda radiasi.

PEMERIKSAAN KESEHATAN
Pengelola rumah sakit harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan
menyeluruh, untuk setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi, secara berkala selama
bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam 1 tahun.
Pengelola rumah sakit harus memeriksaakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan
hubungan kerja kepada dokter yang ditunjuk, dan hasil pemeriksaan kesehatan diberikan kepada
pekerja radiasi yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan bagi pekerja radiasi yang diduga menerima pajanan berlebih.

PENYIMPANAN DOKUMENTASI
Pengelola rumah sakit harus tetap menyimpan dokumen yang memuat catatan dosis hasil
pemantauan daerah kerja, lingkungan dan kartu kesehatan pekerja selama 30 tahun sejak pekerja
radiasi berhenti bekerja.

JAMINAN KUALITAS
Pengelola rumah sakit harus membuat program jaminan kualitas bagi instalasi yang mempunyai
potensi dampak radiasi tinggi.
Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan Badan Pengawas melakukan inspeksi dan audit selama
pelaksanaan program jaminan kualitas.

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


Setiap pekerja harus memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja terhadap radiasi.
Pengelola rumah sakit bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan.
KALIBRASI
Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara berkala sekurangkurangnya
1(satu) tahun sekali.
Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan radioterapi secara
berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan
Pengawas.

PENANGGULANGAN KECELAKAAN RADIASI


Pengelola rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi.
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus melakukan upaya
penanggulangan diutamakan pada keselamatan manusia.
Lokasi tempat kejadian harus diisolasi dengan memberi tanda khusus seperti pagar, barang atau
bahan yang terkena pancaran radiasi segera diisolasi kemudian didekontaminasi.
Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus segera melaporkan terjadinya
kecelakaan radiasi dan upaya penanggulangannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait
lainnya.

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF


Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang wajib mengumpulkan,
mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum
diserahkan kepada Badan Pelaksana.
Pengelolaan limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir dilakukan pemilahan menurut jenis
yaitu limbah cair dan limbah padat.
Limbah radioaktif yang berasal dari luar negeri tidak dizinkan untuk disimpan di wilayah
Indonesia.
Ef ek radiasi
jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi,
yakni: berinteraksi dengan tubuh manusia,atau hanya melewati saja. Interaksi
radiasi dengan materi biologi diawali dengan terjadinya interaksi fisik yaitu
terjadinya proses eksitasi dan atau ionisasi, yang terjadi dalam waktu 10 detik
setelah paparan radiasi. Radiasi pengion dapat memutuskan ikatan dalam molekul
DNA yang mengakibatkan mutasi, kematian sel atau karsinogenesis.
Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan
terhadap kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat
berlangsung tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak
menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi apabila kerusakan yang terjadi terlalu
banyakdan melebibi kapasitas kemampuan proses perbaikan, maka perbaikan tidak
dapat berlangsung secara tepat dan sempuma sehingga menghasilkan DNA dengan
struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi. Bila proses perbaikan
berlangsung dengan baik dan sempuma serta tingkat kerusakan yang dialami sel tidak
terlalu parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaan sebelum terpapar radiasi. Bila
proses perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat, maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat
bidup tetapi mengalami perubaban. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel semula,
tetapi sudab menjadi sel yang barn atau abnormal yang
hidup. Selain itu bila tingkat kerusakan yang dialarni sel sangat parah atau bila

proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik maka sel akan mati .

Anda mungkin juga menyukai