Anda di halaman 1dari 3

MUKTI SADEWO

2151030006
MANAJEMEN PERPAJAKAN

PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA

1. Pengertian
PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan
PPS adalah program untuk pemberian kesempatan kepada wajib pajak agar mengungkapkan
kewajiban perpajakan yang belum terpenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh
berdasarkan pengungkapan harta yang dimilikinya. Dengan program ini, pemerintah
menetapkan kebijakan tarif pajak terendah untuk investasi dalam rangka mendorong
transformasi ekonomi yaitu sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) dan energi
terbarukan.
Kebijakan yang diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)
berlangsung selama 6 bulan ke depan, hingga 30 Juni 2022. Di awal pekan ini, Menteri
Keuangan Sri Mulyani menerbitkan pula aturan teknis terkait pelaksanaan PPS yaitu PMK
196/2021. Kemenkeu mendefinisikan pula PPS sebagai kesempatan yang diberikan bagi wajib
pajak untuk mengungkapkan kewajibannya dalam membayar pajak yang belum dipenuhi
secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan
harta.

2. Fungsi PPS
PPS memiliki dua fungsi penting secara ekonomi, yaitu potensi untuk mendapatkan sumber
investasi baru dalam membiayai pembangunan ekonomi dan perluasan basis perpajakan
nasional. Dalam periode berikutnya, wajib pajak diberi kesempatan untuk secara sukarela
mengungkapkan hartanya yang belum atau tidak dilaporkan dalam tax amnesty atau harta
yang selama ini belum terlaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Kebijakan yang diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)
berlangsung selama 6 bulan ke depan, hingga 30 Juni 2022. Di awal pekan ini, Menteri
Keuangan Sri Mulyani menerbitkan pula aturan teknis terkait pelaksanaan PPS yaitu PMK
196/2021. Kemenkeu mendefinisikan pula PPS sebagai kesempatan yang diberikan bagi wajib
pajak untuk mengungkapkan kewajibannya dalam membayar pajak yang belum dipenuhi
secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan
harta.

3. Waktu Pelaksanaan PPS


Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor
menyampaikan sejumlah manfaat yang dapat diraih dalam program ungkap harta. Pertama,
wajib pajak telah terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data. Kedua, data harta
yang telah diungkapkan lewat surat pemberitahuan harta bersih (SPPH) tidak dapat dijadikan
sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan pidana terhadap wajib pajak.

Kebijakan I
1. Tidak terkena sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak, yaitu 200% dari PPh yang
kurang dibayar
2. Data atau informasi yang sumbernya dari SPPH dan lampirannya diadministrasikan oleh
Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP yang tidak
dapat menjadi dasar penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan pidana terhadap WP.
Kebijakan II
1. Tidak akan diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan terdapat
harta kurang diungkap
2. Data dan informasi yang sumbernya dari SPPH dan lampirannya, diadministrasikan oleh
Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat
menjadi dasar penyelidikan, penyidikan, ataupun penutupan pidana terhadap WP.

4. Manfaat dari PPS


1. Kebijakan I
a. Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang
kurang dibayar);
b. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan
oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU
HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau
penuntutan pidana terhadap WP.
2. Kebijakan II
a. Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta
kurang diungkap;
b. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan
oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU
HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau
penuntutan pidana terhadap WP.

5. Persyaratan Mengikuti PPS


1. Kebijakan I
a. Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang
diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum
menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.
b. Harta sebagaimana dimaksud merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak
tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
2. Kebijakan II
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengungkapkan harta bersih atas perolehan aset
sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 dapat
menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
i. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
ii. membayar Pajak Penghasilan yang bersifat final atas pengungkapan harta
bersih;
iii. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak
2020; dan
iv. mencabut permohonan:
o pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
o pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
o pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
o pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
o keberatan;
o pembetulan;
o banding;
o gugatan; dan/atau
o peninjauan kembali,
dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum
diterbitkan surat keputusan atau putusan.

b. Selain persyaratan tersebut di atas, Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengungkapkan
harta bersih atas perolehan aset sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal
31 Desember 2020 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
i. tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak
2017, Tahun Pajak 20I8, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
ii. tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk Tahun Pajak
2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau
Tahun Pajak 2020;
iii. tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
iv. tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang
perpajakan; dan/atau
v. tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang
perpajakan.

6. Tarif PPS
1. Kebijakan I
a. 11% untuk deklarasi Luar Negeri;
b. 8% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
c. 6% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan
dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber
daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.
2. Kebijakan II
a. 18% untuk deklarasi Luar Negeri;
b. 14% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
c. 12% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan
dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber
daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI

Sumber :
1. https://pajak.go.id/id/PPS (Diakses pada tanggal 4 Juni 2022)
2. https://www.pajakku.com/read/623306d2a9ea8709cb18978e/Serba-Serbi-Program-
Pengungkapan-Sukarela:-Pengertian-Tarif-dan-Mekanisme (Diakses pada tanggal 4 Juni
2022)

Anda mungkin juga menyukai