2. Dari ilustrasi diatas dengan mergernya PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank
Mandiri Syariah, dan PT Bank BNI Syariah bagaimana simpanan nasabah dari ketiga
bank syariah tersebut. Berikan analisis saudara? cantumkan aturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukumnya!
Merger bank, antara lain diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank (“PP 28/1999”). Jika badan
usaha bank berbentuk perseroan terbatas (“PT”), maka merger juga tunduk pada
ketentuan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Merger sendiri adalah penggabungan usaha dari 2 (dua) bank atau lebih,
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan
bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu(pasal 1 angka 2 PP 28/1999).
Alasan dilakukannya merger antara lain adalah untuk peningkatan efisiensi, daya
saing dan kinerja bank. Selain itu, merger bank juga dapat dilakukan terkait dengan
kebijakan Single Presence Policy yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No. 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia.
Dalam merger, aktiva dan pasiva bank yang melakukan merger beralih karena
hukum kepada bank hasil merger (pasal 2 angka 2 PP 28/1999). Jadi, simpanan dari
nasabah penyimpan dana juga ikut beralih demi hukum kepada bank hasil merger.
Perlindungan hukum terhadap nasabah sehubungan dengan merger bank diatur
secara umum dalam penjelasan pasal 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan(“UU
Perbankan”) yang menegaskan bahwa merger yang dilakukan bank tidak boleh
merugikan kepentingan para nasabah. Namun, upaya hukum apa yang dapat
dilakukan oleh nasabah yang dirugikan oleh tindakan merger ini tidak diatur lebih
lanjut dalam UU Perbankan maupun peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Pada kasus diatas, PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank Mandiri
Syariah, dan PT Bank BNI Syariah melakukan Merger dan menjadi bank syariah.
Maka simpanan ketiga nasabah tersebut tidak akan hilang tetapi akan beralih ke bank
hasil merger yaitu bank syariah.
3. 1. Dari kasus diatas berikan analisis saudara tindak pidana perbankan yang dilakukan
oleh karyawan bank dan Bos BNI tersebut!
Tindak pidana dalam hukum perbankan dapat dikategorikan dalam kejahatan
perbankan yang dilakukan oleh karyawan bank itu sendiri ataupun di luar karyawan
perbankan dalam banyak kasus kejahatan yang terjadi terhadap bank atau yang
menyangkut perbankan biasanya dilakukan oleh orang-orang dalam atau pihak
karyawan bank atau bersama-sama pihak lain diluar karyawan bank tersebut.
Menurut saya, tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh karyawan bank
dan bos BNI termasuk dalam tindak pidana white collar crime. Tindak pidana ini
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi dan
biasanya dilakukan oleh beberapa orang yang disebut sebagai tindak pidana yang
terorganisir.
Satu hal yang penting dalam ketentuan Pasal 374 KUHP ini ialah kaitannya
dengan penggelapan dengan pemberatan yang dapat diterapkan pada kasus
penggelapan dana nasabah pada bank swasta yang tentunya erat sekali dengan
ketentuan Pasal 49 ayat-ayatnya dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, yang menyatakan sebagai berikut: (1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi
atau Pegawai Bank yang dengan sengaja: a. Membuat atau menyebabkan adanya
pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b.
Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c. Mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan
sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak
catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi
atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. Meminta atau menerima, mengizinkan
atau menyetujui untuk menerima 19 Lihat UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
(Pasal 49). imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga,
untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka
mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang
muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau
pendiskontoan oleh bank atas suratsurat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang
atau bukti kewajiban lainnya ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi
orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada
bank; b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,- (seratus juta rupiah).”
Ketentuan Pasal 49 ayat-ayatnya tersebut diberikan penjelasannya pada ayat
(1) bahwa, yang dimaksud dengan ‘pegawai bank’ adalah semua pejabat dan
karyawan bank. Pada Pasal 49 ayat (2) diberikan penjelasannya dalam huruf a, bahwa
yang dimaksud dengan ‘pegawai bank’ adalah semua pejabat dan karyawan bank,
serta pada huruf b bahwa, yang dimaksud dengan ‘pegawai bank’ adalah pejabat bank
yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan
dengan usaha bank yang bersangkutan. Pembahasan tentang kejahatan perbankan
yang berkaitan dengan tindak pidana penggelapan dana nasabah bank tersebut,
menunjukkan bahwa dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) merupakan dasar hukum yang
dapat diterapkan pada pembahasan ini yang dilandasi oleh unsur utamanya sebagai
suatu kesengajaan, sebagaimana pada Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 yang dimulai dengan kata-kata “anggota dewan komisaris, direksi, atau
pegawai bank yang ‘dengan sengaja’.”
Menurut saya, kejahatan perbankan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan
sudah sepantasnya mendapat hukuman. Dengan adanya kesengajaan pelaku benar-
benar dengan sengaja atau terang-terangan melakukan kejahatan sehingga diperlukan
atau diberikan hukuman sesuai dengan hukum atau perundang-undangan yang ada.
2. Dari ilustrasi diatas dalam UU Perbankan terdapat ancaman pidana bagi pihak
terafiliasi yang menganut pemidanaan minimum dan maksimum! Berikan pendapat
saudara mengenai ketentuan tersebut!
Bank sering dijadikan sebagai sarana dan/atau sasaran untuk memperkaya diri
sendiri, keluarga atau kelompok tertentu secara melawan hukum yang dapat dilakukan
oleh anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, pihak terafiliasi, dan/atau
pemegang saham baik dilakukan secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.
Tindak pidana perbankan melibatkan dana masyarakat yang disimpan di bank,
sehingga merugikan kepentingan berbagai pihak, baik bank selaku badan usaha
maupun nasabah selaku penyimpan dana, sistem perbankan, otoritas perbankan,
pemerintah, dan masyarakat.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 64 UU
Perbankan Syariah Tindak Pidana Ketaatan Terhadap Ketentuan Pihak Terafiliasi
yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki
UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp5 M dan paling banyak Rp100 M.