TAHUN 2019
DAFTAR ISI
i
BAB I
DEFINISI
Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek antimikroba
sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
(PPRA) dilakukan untuk melakukan pemantauan, pencegahan dan pengendalian terhadap resistensi
antimikroba, sehingga dapat menurunkan jumlah Multi Resistent Drug Organism (MDRO) atau
jumlah organisme (dalam hal ini adalah mikroba) yang ada di rumah sakit. Adapun tujuan dari
Panduan Penggunaan Terapi Antimikroba adalah:
1. Tujuan umum
Mencegah resistensi mikroorganisme patogen terhadap antibiotik.
2. Tujuan khusus
a. Sebagai acuan bagi klinisi dalam memberikan terapi antimikroba baik terapi empiris maupun
definitif secara bijak.
b. Memberikan antibiotik secara rasional pada kasus-kasus infeksi maupun pre tindakan.
c. Menurunkan tingkat resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik yang direstriksi.
d. Menekan biaya perawatan yang dikarenakan penggunaan obat-obatan antibiotik.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini diterapkan kepada seluruh staf medis Rumah Sakit Mitra Keluarga
Bekasi Timur dalam kaitannya mencegah munculnya resistensi antibiotik.
Penerapan penggunaan panduan ini akan selalu dipantau. Hasil pemantauan
akan digunakan untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk menunjang keberhasilan penerapan
panduan ini, sekaligus dapat mengidentifikasi permasalahan potensial dan
strategis penanggulangan yang efektif. Hal ini dapat tercapai melalui koordinasi,
pemantauan dan evaluasi penerapan panduan penggunaan antibiotik.
Panduan ini juga ditunjang dengan kebijakan Automatic Stop Order (ASO) yaitu
penghentian penggunaan antibiotik yang diberikan kepada pasien secara
otomatis. Farmasi akan dengan sendirinya menghentikan antibiotik tersebut bila
lama terapi yang ditentukan terlewati.
Apoteker akan mengingatkan dokter dan perawat jika mendapati suatu
penggunaan antibiotik yang hampir mencapai batas pemberian yang aman.
Penggunaan akan dilanjutkan setelah dinyatakan secara tertulis oleh dokter yang
bersangkutan Identifikasi dan komunikasi terkait Automatic Stop Order akan
disampaikan 48 jam sebelum batas waktu pemesanan.
2
BAB III
KEBIJAKAN
A. Kebijakan Umum
Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi Timur menyelenggarakan Pengendalian Resistensi Anti
mikroba untuk seluruh unit kerja terkait ( dokter, perawat ,bidan , farmasi dan lab) di RS
dalam rentang kendali direktur RS, sesuai dengan Perundang Undangan Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia nomer 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian
Resistensi Anti Mikroba di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi Timur.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
terdiri dari:
1. Staf Medis
2. Staf Keperawatan
3. Staf Instalasi Farmasi
4. Staf Laboraturium yang melaksanakan pelayanan Mikrobiologi Klinis
5. Komite Farmasi dan Terapi
6. Komite PPI
Program Pengendalaian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi
Timur terdiri dari :
1. Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang
masalah resistensi antimikroba
2. Pengendalian penggunaan antibiotic di rumah sakit
3. Surveylens pola penggunaan antibiotic di RS
4. Surveylens pola resistensi antimikroba di RS
5. Forum kajian infeksi terintergrasi
6. Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multi disiplin.
7. Kebijakan pemberian antibiotic terapi meliputi antibiotik empiris dan definitive.
8. Terapi antibiotic empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga
infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
9. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
10. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik profilaksis atas
indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam
ketentuan yang berlaku.
11. Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik yang diberikan antara 30-60
menit sebelum insisi operasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda
infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi.
12. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam
3
pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis.
13. Panduan penggunaan antibiotik profilaksis pembedahan dan terapi berlaku kepada
seluruh staf medis yang berpraktik di Mitra Keluarga Bekasi Timur.
14. Panduan penggunaan antibiotik profilaksis pembedahan dan terapi dievaluasi berkala
sesuai dengan perkembangan keilmuan.
15. Penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik, melaksanakan penggunaan
antibiotik secara bijak, dan melaksanakan prinsip pencegahan pengendalian infeksi
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Evaluasi terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antibiotik di Rumah
Sakit (RS) dilakukan melalui:
a. Evaluasi penggunaan antibiotik di RS menggunakan metode audit kuantitas
penggunaan antibiotik dan audit kualitas penggunaan antibiotik.
b. Evaluasi penggunaan antibiotik di RS dilakukan sekurang-kurangnya 1 kali
dalam setahun.
B. Kebijakan Khusus
1. Pengobatan awal
a. Pasien yang secara klinis diduga atau di identifikasi mengalami infeksi bakteri diberi
antibiotik empiris selama 48 -72 jam.
b. Pemberian antibiotic lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan klinis,
laboratorium, penunjang dan atau mikrobiologi.
c. Sebelum pemberian antibiotik lini 3 wajib dilakukan pemeriksaan kultur sesuai lokasi
infeksi (pus, darah, urin, sputum, Swab kultur).
2. Antibiotik empirik ditetapkan ber dasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotic
setempat.
3. Prinsip pemilihan antibiotik.
a. Pilihan pertama (first choice).
b. Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
c. Kelompok antibiotic profilaksis dan terapi.
4. Pembatasan penggunaan antibiotik secara rasional dilakukan dengan menerapkan
panduan stratifikasi antibiotik. Antibiotik yang tergolong dalam lini 3 dapat digunakan
dengan melampirkan hasil kultur, bila hasil kultur belum ada antibiotik lini 3 dapat
diberikan setelah mengisi kuesioner RASPRO dan atau atas persetujuan KPRA.
5. Evaluasi pemberian antibiotik lini 3 dilakukan dalam 3, 5 atau 7 hari setelah digunakan
dan dilakukan pemeriksaan marker infeksi yaitu: hitung jenis leukosit, CRP kuantitatif,
atau Procalcitonin.
6. Pengendalian lama pemberian antibiotic dilakukan dengan menerapkan komunikasi antar
DPJP dan KPRA sesuai dengan indikasi pemberian antibiotic yaitu profilaksis, terapi
empirik, atau terapi definitif.
4
7. Pelayanan laboratorium mikrobiologi.
a. Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotic dikeluarkan secara berkala setiap
tahun.
b. Pelaporan hasil kultur segera setelah terjadi pertumbuhan mikroba.
c. Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya
pemeriksaan pulasan gram dan KOH.
.
5
BAB IV
TATA LAKSANA
A. Penyakit Infeksi
6
1. Sepsis pada Dewasa
7
a. Alogaritma Skrining dengan Kecurigaan Sepsis dan Syok Sepsis
b. Skor SOFA
Skor
Sistem 0 1 2 3 4
Respirasi
PaO2/FiO2 ≥ 400 <400 <300 (40) < 200 (26,7) < 100 (13,3)
mmHg (53,3) (53,3) dengan dengan alat
(kPa) alat bantu bantu
pernapasan pernapasan
Koagulasi
Platelet, ≥ 150 <150 <100 <50 <20
x 103/µL
Hati
8
Skor
Sistem 1 2 3 4 5
Respirasi
Bilirubin, < 1.2 1.2- 2.0-5.9 (33- 6.0-11.9 >12.0 (204)
(20) 1.9 (102-
(20-
mg/dL 32) 101) 204)
(µmol/L)
kardiovaskular MAP MAP Dopamin < 5 Dopamin 5.1 Dopamin >15
≥79 <
mmH 70mm or -15 atau atau epinefrin
g Hg dobustamin epinefrin >0,1 atau
≤0,1
(dosis atau norepinefrin
berapapun)b norepinefrin >0,1b
≤0,1b
Sistem Syaraf
Pusat
Glasgow 15 13-14 10-12 6-9 <6
Coma Scale
Scorec
Ginjal
9
penurunan kesadaran (ditandai dengan Glasgow Coma Scale (GCS) < 11),
penurunan saturasi oksigen (SpO2< 92% tanpa pemberian oksigen dan/atau
ventilasi mekanik), gangguan kardiovaskular, dan penurunan produksi urin.
Gangguan kardiovaskular dinilai berdasarkan ditemukannya dua dari tiga
gejala berikut, yaitu pemanjangan waktu pengisian kapiler, perbedaan suhu
inti (oral, rektal, timpani) dan suhu perifer (aksiler) > 30 C, dan produksi urin
< 0,5 mL/kg/jam.
Secara laboratoris, respons inflamasi berdasarkan pada jumlah leukosit, CRP,
transaminase serum, dan prokalsitonin. Jika dijumpai predisposisi, fokus,
tanda dan gejala klinis infeksi berupa tiga dari empat gejala klinis (GCS,
saturasi, gangguan kardiovaskular, produksi urin) ditambah dua atau lebih
penanda biologis infeksi (leukosit, CRP, prokalsitonin, transaminase serum).
Alur penegakan diagnosis sepsis tertera pada Gambar 1.
10
Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik
(menghambat berkembang biaknya bakteri). Antibiotik dikelompokkan
berdasarkan mekanisme kerja, struktur kimia, dan spektrum aktivitas
antibakterinya. Spektrum antibiotik dibedakan atas aktivitas terhadap bakteri
Gram-positif, Gram-negatif, aerob, dan anaerob. Antibiotik disebut berspektrum
luas bila aktivitasnya mencakup dua kelompok bakteri atau lebih
11
Penggolongan antibiotik berdasarkan kemampuan antibakteri terhadap bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif.
Kelompok Antibiotik
Vankomisin
12
Beberapa antibiotik memperlihatkan aktivitas antibakteri yang khusus.
Pemilihan antibiotik pada bayi dan anak harus memperhatikan kematangan fungsi organ dan
efeknya terhadap tumbuh kembang. Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan berat badan ideal
sesuai dengan usia dan petunjuk yang ada dalam Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan
Anak.
13
Daftar antibiotik yang perlu perhatian khusus pada bayi dan anak
Nama Obat Kelompok Alasan
Usia
Azitromisin Neonatus Tidak ada data keamanan
14
manfaat lebih besar daripada risiko.
- Kategori D: Sudah ada bukti menimbulkan risiko pada janin manusia
berdasarkan data penelitian efek samping. Hanya digunakan bila manfaat lebih besar
daripada risiko
- Kategori X: Studi pada hewan percobaan maupun manusia menunjukkan adanya
gangguan pada janin. Obat ini merupakan kontraindikasi untuk dipakai pada kehamilan
Kategori
A B C D X
(tidak ada Amfoterisin B Basitrasin Aminoglikos Metronidazol
antibiotic Azitromisin Fluorokuinolon ida (trimester I)
masuk pada Eritromisin Imipenem Doksisikli
kategori ini) Isoniazid n Minosiklin
Fosfomisin
Klaritomisin Tetrasiklin
Tigesiklin
Karbapenem Kloramfenikol
Klindamisin Ko-trimoksazol
Metronidazol Linezolid
Penisilin Paramomisin
Sefalosporin Pirazinamid
Rifampisin
Siprofloksasin
Spiramisin
Vankomisin
15
Penggunaan Antibiotik pada Geriatri
Berikut ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam pemberian antibiotik pada usia lanjut.
- Pasien usia lanjut (>65 tahun) dianggap mempunyai gangguan fungsi ginjal
ringan sehingga dosis pemeliharaan antibiotik perlu diturunkan atau interval
pemberiannya diperpanjang.
- Pada usia lanjut sering terdapat komorbiditas yang memerlukan pengobatan
rutin sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya interaksi obat.
- Dosis awal antibiotik sama dengan dosis normal, selanjutnya dosis disesuaikan
dengan klirens kreatinin terutama untuk antibiotik dengan rasio terapeutik yang rendah
- Apabila klirens kreatinin 40-60 ml/menit, dosis pemeliharaan diturunkan 50%. Bila
klirens kreatinin 10-40 ml/menit selain dosis diturunkan 50% atau interval pemberian
diperpanjang dua kali lipat.
Daftar antibiotik yang eliminasi utamanya melalui ginjal adalah sebagai berikut :
Aminoglikosida Monobaktam
Daptomisin Nitrofurantoin
Fosfomisin Polimiksin B
Gemifloksasin Siprofloksasin
Karbapenem Tetrasiklin
Kotrimoksazol Vankomisin
Levofloksasin
Sebaiknya dihindari antibiotik yang bersifat hepatotoksik. Gangguan fungsi hati yang
ringan atau sedang tidak perlu penyesuaian dosis antibiotik. Gangguan fungsi hati berat
membutuhkan penyesuaian dosis. Pada umumnya dosis dikurangi 50% atau dipilih
antibiotik yang eliminasinya tidak melalui hati.
16
Daftar antibiotik yang eliminasi utamanya melalui hepatobilier dapat dilihat dibawah ini.
Doksisiklin Minosiklin
Isoniazid/Etambutol/Rifampisin Moksiflokasasin
Klindamisin Nafsilin
Klindamisin Pirazinamid
Kloramfenikol Sefoperazon
Linezolid Telitromisin
Makrolida Tigesiklin
Metronidazol
17
4) Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (teamwork).
5) Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara bijak yang bersifat
multi disiplin.
6) Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan berkesinambungan.
Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci di tingkat
nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat.
3. Prinsip Penggunaan Antibiotik Untuk Terapi Empiris dan Definitif
Antibiotik Terapi Empiris
a. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
b. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan
pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil
pemeriksaan mikrobiologi.
c. Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang
paling sering menjadi penyebab infeksi.
d. Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada
infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral
(Cunha,BA.,2010).
e. Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus
dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data
penunjang lainnya (IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes RI., 2010).
f. Evaluasi penggunaan antibiotik empiris dapat dilakukan seperti pada tabel berikut (Cunha, BA.,
2010; IFIC., 2010).
18
Antibiotik untuk Terapi Definitif
a. Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus
infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya (LloydW.,
2010).
b. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan
pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
c. Indikasi: sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi.
d. Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik:
1) Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.
2) Sensitivitas.
3) Biaya.
4) Kondisi klinis pasien.
5) Diutamakan antibiotik lini pertama atau spectrum sempit.
6) Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium rumahsakit).
7) Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.
e. Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.
Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik
parenteral (Cunha, BA., 2010). Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotik
parenteral harus segera diganti dengan antibiotik peroral.
f. Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi
bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan
evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang
lainnya (IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes RI., 2010).
Penggunaan Antibiotik Kombinasi
1. Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk mengatasi
infeksi.
2. Tujuan pemberian antibiotik kombinasi adalah :
a. Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (Efek sinergis).
b. Memperlambat dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten.
3. Indikasi penggunaan antibiotik kombinasi (Bruton et. Al, 2008; Archer, GL., 2008):
a. Infeksi disebabkan oleh lebih dari satu bakteri (polibakteri).
b. Abses intraabdominal, hepatik, otak dan saluran genital (infeksi campuran aerob dan
anaerob).
c. Terapi empiris pada infeksi berat.
4. Hal-hal yang perlu perhatian (Bruton et. Al,; Cunha, BA., 2010):
a. Kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat meningkatkan atau
19
mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotik.
b. Suatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif.
c. Diperlukan pengetahuan jenis infeksi, data mikrobiologi dan antibiotik untuk mendapatkan
kombinasi rasional dengan hasil efeksti.
d. Hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi empiris jangka lama.
e. Pertimbangkan peningkatan biaya pengobatan pasien.
20
Lini Antibiotik Mitra Keluarga Bekasi Timur
21
Stratifikasi Antibiotik
Antibiotik digolongkan menjadi 3 tingkatan berdasarkan pola kuman di rumah sakit tipe B.
antibiotik lini 1 merupakan antibiotik yang dapat diresepkan oleh dokter umum. Antibiotik lini 2
merupakan antibiotik yang hanya dapat diminta oleh dokter spesialis atau Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) dan dapat didelegasikan peresepannya oleh dokter jaga. Sedangkan
antibiotik lini 3 merupakan antibiotik dengan penggunaan terbatas yang hanya dapat dikeluarkan
bila sudah mendapat persetujuan KPRA.
Hipersensitivitas Antibiotik
Hipersensitivitas antibiotik merupakan suatu keadaan yang mungkin dijumpai pada penggunaan
antibiotik, antara lain berupa pruritus-urtikaria hingga reaksi anafilaksis. Profesi medik wajib
mewaspadai kemungkinan terjadi kerentanan terhadap antibiotik yang digunakan pada penderita.
Anafilaksis jarang terjadi tetapi bila terjadi dapat berakibat fatal. Dua pertiga kematian akibat
anafilaksis umumnya terjadi karena obstruksi saluran napas.
Jenis hipersensitivitas akibat antibiotik :
1. Hipersensitivitas Tipe Cepat
Keadaan ini juga dikenal sebagai immediate hypersensitivity. Gambaran klinik ditandai oleh
sesak napas karena kejang di laring dan bronkus, urtikaria, angioedema, hipotensi dan
kehilangan kesadaran. Reaksi ini dapat terjadi beberapa menit setelah suntikan penicillin.
2. Hipersensitivitas Perantara Antibodi (Antibody Mediated Type II Hypersensitivity)
Manifestasi klinis pada umumnya berupa kelainan darah seperti anemia hemolitik,
trombositopenia, eosinofilia, granulositopenia. Tipe reaksi ini juga dikenal sebagai reaksi
sitotoksik. Sebagai contoh, Chloramphenicol dapat menyebabkan granulositopeni, obat beta-
lactam dapat menyebabkan anemia hemolitik autoimun, sedangkan penicillin
antipseudomonas dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan pada agregasi trombosit.
3. Immune Hypersensitivity-complex Mediated (Tipe III)
Manifestasi klinis dari hipersensitivitas tipe III ini dapat berupa eritema, urtikaria dan
angioedema. Dapat disertai demam, artralgia dan adenopati. Gejala dapat timbul 1-3 minggu
setelah pemberian obat pertama kali, bila sudah pernah reaksi dapat timbul dalam 5 hari.
Gangguan seperti SLE, neuritis optik, glomerulonefritis, dan vaskulitis juga termasuk dalam
kelompok ini.
4. Delayed Type Hypersensitivy
Hipersensitivitas tipe in terjadi pada pemakaian obat topikal jangka lama seperti sulfa atau
penicillin dan dikenal sebagai kontak dermatitis. Reaksi paru seperti sesak, batuk dan efusi
dapat disebabkan nitrofurantoin. Hepatitis (karena isoniazid), nefritis interstisial (karena
antibiotik beta-lactam) dan ensefalopati (karena chlarithromycin) yang reversibel pernah
dilaporkan.
22
Tahapan pencegahan jika terjadi anafilaksis antibiotik :
1. Selalu sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat.
2. Diagnosa dapat diusahakan melalui wawancara untuk mengetahui riwayat alergi obat
sebelumnya dan uji kulit (khusus untuk penicillin). Uji kulit tempel (patcht test) dapat
menentukan reaksi tipe I dan obat yang diberi topikal (tipe IV).
3. Radio Allergo Sorbent Test (RAST) adalah pemeriksaan yang dapat menentukan adanya IgE
spesifik terhadap berbagai antigen, juga tersedia dalam bentuk panil. Disamping itu untuk reaksi
tipe II dapat digunakan test Coombs indirek dan untuk reaksi tipe III dapat diketahui dengan
adanya IgG atau IgM terhadap obat.
4. Penderita perlu menunggu 20 menit setelah mendapat terapi parenteral antibiotik untuk
mengantisipasi timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe I.
5. Tatalaksana Anafilaksis dapat dilihat di SPO masing-masing ruang perwatan/IGD/kamar
operasi.
Prinsip penetapan dosis, interval, rute, waktu dan lama pemberian (rejimen dosis) dilakukan
sebagai berikut (Depkes, 2004; Tim PPRA Kemenkes RI, 2010; Dipiro, 2006; Thomas, 2006;
Trissel, 2009; Lacy, 2010):
1. Dokter menulis di rekam medik secara jelas, lengkap dan benar tentang regimen dosis
pemberian antibiotik, dan instruksi tersebut juga ditulis di rekam pemberian antibiotik (RPA)
(Formulir Terlampir).
2. Dokter menulis resep antibiotik sesuai ketentuan yang berlaku, dan farmasis/apoteket
mengkaji kelengkapan resep serta dosis rejimennya.
3. Apoteker mengkaji ulang kesesuaian instruksi pengobatan di RPA dengan rekam medik dan
menulis informasi yang perlu disampaikan kepada dokter/perawat/tenaga medis lain terkait
penggunaan antibiotik tersebut dan memberi paraf pada RPA.
4. Apoteker menyiapkan antibiotik yang dibutuhkan yang dibutuhkan secara Unit Dose
Dispensing (UDD) ataupun secara aseptic dispensing (pencampuran sediaan parenteral secara
aseptis) jika SDM dan sarana tersedia. Obat yang sudah disiapkan oleh Instalasi Farmasi
diserahkan kepada perawat ruangan.
5. Perawat yang memberikan antibiotik kepada pasien (sediaan perenteral/nonparenteral/oral)
harus mencatat jam pemberian antibiotik yang sudah ditentukan/disepakati.
Antibiotik parenteral dapat diganti per oral, apabila setelah 24-48 jam (NHS, 2009):
1. Kondisi klinis pasien membaik.
2. Tidak ada gangguan fungsi pencernaan (muntah, malabsorpsi, gangguan menelan, diare
berat).
3. Kesadaran baik.
4. Tidak demam (suhu >36°C dan <38°C), disertai tidak lebih dari satu kriteria berikut:
23
a. Nadi >90 kali/menit
b. Pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
c. Tekanan darah tidak stabil
d. Leukosit <4.000 sel/dl atau >12.000 sel/dl (tidak ada neutropenia)
24
Redman’s syndrome karena pemberian injeksi yang terlalu cepat, sehingga harus
diberikan secara drip minimal selama 60 menit.
3. Monitoring kadar antibiotik dalam darah (TDM= Therapeutic drug monitoring) (Depkes, 2004;
Thomas, 2006; Lacy, 2010)
a. Pemantauan kadar antibiotik dalam darah perlu dilakukan untuk antibiotik yang mempunyai
rentang terapi sempit.
b. Tujuan pemantauan kadar antibiotik dalam darah adalah untuk mencegah terjadinya
toksisitas/ADRs yang tidak diinginkan dan untuk mengetahui kecukupan kadar antibiotik
untuk membunuh bakteri.
c. Antibiotik yang perlu dilakukan TDM adalah golongan Aminoglycoside seperti gentamisin
dan amikasin, serta Vancomycin.
d. Apabila hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah sudah ada, maka apoteker dapat
memberikan rekomendasi/saran kepada dokter apabila perlu dilakukan penyesuaian dosis.
4. Interaksi antibiotik dengan obat lain (Dipiro, 2006; Depkes, 20014; Depkes, 2008; Aronson, 2005;
Karen, 2010; Lacy, 2010)
a. Apoteker mengkaji kemungkinan interaksi antibiotik dengan obat lain/larutan
infus/makanan-minuman. Pemberian antibiotik juga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium.
b. Apoteker dapat memberikan rekomendasi kepada dokter/perawat/pasien terkait dengan
masalah interaksi yang ditemukan.
5. Pemberian informasi dan konseling
a. Pelayanan informasi obat (PIO) (Depkes, 2004; McEvoy, 2005; Thomas, 2006; Trissel,
2009; Lacy, 2010)
1) Apoteker dapat memberikan informasi kepada dokter/perawat tentang antibiotik
parenteral/nonparenteral maupun topikal yang digunakan pasien.
2) Informasi yang diberikan antara lain adalah tentang regimen dosis, rekonstruksi,
pengeceran/pencampuran antibiotik dengan larutan infus. Pencampuran antibiotik dengan
larutan infus memerlukan pengetahuan tentang kompatibilitas dan stabilitas.
Penyimpanan obat sediaan asli/yang sudah direkonstitusi awal/dalam larutan infus juga
memerlukan kondisi tertentu.
3) Pemberian informasi oleh farmasis/apoteker dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.
b. Konseling (Depkes, 2006; McEvoy, 2005; Thomas, 2006; Lacy, 2010)
1) Konseling terutama ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien menggunakan
antibiotik sesuai instruksi dokter dan untuk mencegah timbul resistensi bakteri serta
meningkatkan kewaspadaan pasien/keluarganya terhadap efek samping/ adverse drug
reactions (ADRs) yang mungkin terjadi, dalam rangka menunjang pelaksanaan program
patient safety di rumah sakit.
25
2) Konseling tentang penggunaan antibiotik dapat diberikan pada pasien/keluarganya di
rawat jalan maupun rawat inap.
3) Konseling pasien rawat jalan dilakukan secara aktif oleh apoteker kepada semua pasien
yang mendapat antibiotik oral maupun topikal.
4) Konseling pasien rawat jalan sebaiknya dilakukan di ruang konseling khusus obat yang
ada di apotik, untuk menjamin privacy pasien dan memudahkan farmasis/apoteker untuk
menilai kemampuan pasien/keluarganya menerima informasi yang telah disampaikan.
5) Konseling pada pasien rawat inap dilakukan secara aktif oleh farmasis/apoteker kepada
pasien/keluarganya yang mendapat antibiotik oral maupun topikal, dapat dilakukan pada
saat pasien masih dirawat (bedside counseling) maupun pada saat pasien akan pulang
(discharge counseling).
6) Konseling sebaiknya dilakukan dengan metode show and tell, dapat disertai dengan
pemberian informasi tertulis berupa leaflet dan lain-lain.
26
BAB V
DOKUMENTASI
27
laboratorium), indikasi. Regimen dosis, keamanan, dan harga.
c) Alur penilaian menggunakan kategori/klasifikasi Gyssens.
d) Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut (Gyssens IC, 2005):
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I = Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA = ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB = ada antibiotik lain yang kurang toksisk/lebih aman
Kategori IVC = ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVD = ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
28
LAMPIRAN 1. DOSIS OBAT SESUAI FUNGSI GINJAL
Obat Dosis Lazim Klirens Dosis pada Insufisiensi Ginjal
Kreatinin
6.2 mg/kgBB tiap 8 jam <10 2.5 – 3.1 mg/kgBB tiap 24 jam
5 x 800 mg
Ampisilin iv 1-2 gram setiap 4-6 jam > 50 1-2 gram setiap 4-6 jam
Ampisilin-sulbaktam 1,5-3 gram setiap 6 jam > 30 1,5-3 gram setiap 6 jam 1,5-3
iv gram setiap 12 jam 1,5-3 gram
15-29 setiap 24 jam
< 14 atau HD*
Anak :
29
Obat Dosis Lazim Klirens Dosis pada Insufisiensi
Kreatinin Ginjal
Cefditoren oral 200 – 400 mg tiap 12 jam 30-49 200 mg tiap 12 jam
Ceftazidime iv 1-2 gram setiap 8 jam Untuk > 50 1-2 gram setiap 8 jam
Pseudomonas: 2 gram setiap 8
jam 30-50 1-2 gram setiap 12 jam
30
Obat Dosis Lazim Klirens Kreatinin Dosis pada Insufisiensi
Ginjal
Ciprofloxacin i.v. 400 mg setiap 8-12 jam > 30 400 mg setiap 8-12 jam
400 mg setiap 24 jam
< 30 atau HD
Eritromisin oral 250-500 mg tiap 6-12 < 10 125-250 mg tiap 6-12 jam
jam
Ethambutol oral 15-25 mg/kgBB tiap 24 10-50 15-25 mg/kgBB tiap 24-
jam (maksimal 2.5 36 jam
gram)
15-25 mg/kgBB tiap 48
<10 jam
31
Obat Dosis Lazim Klirens Kreatinin Dosis pada Insufisiensi
Ginjal
32
Obat Dosis Lazim Klirens Dosis pada Insufisiensi
Kreatinin Ginjal
Piperasilin/tazobaktam iv 3,375 – 4,5 gram setiap 6 > 40 3,375-4,5 gram setiap 6 jam
jam (4,5 gram setiap 6 jam untuk
Pseudomonas
HD
33
Obat Dosis Lazim Klirens Dosis pada Insufisiensi
Kreatinin Ginjal
Trimethoprim/ p.o : 1-2 tab setiap 12 jam > 30 Tidak perlu penyesuaian
sulfamethoxazole) dosis
Vancomycin i.v 15-20 mg/kgBB tiap 12 70-89 15-20 g/kgBB tiap 8 jam
jam
46-69 15-20 g/kgBB tiap 12 jam
34
LAMPIRAN 2. TERAPI ANTIBIOTIK EMPIRIS
A. Infeksi Saluran Napas
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Saluran Napas
DIAGNOSIS BAKTERI
ANTIBIOTIK KETERANGAN
KLINIS PENYEBAB
Pada anak:
Amoksisilin 2x40-50 mg/kgBB (PO)
Bila curiga pneumonia atipikal (usia
>5 tahun), pilihannya:
Eritromisin 4x10mg/kgBB (PO)
atau
Clarithromycin 2x 7.5 mg/kgBB,
(PO)
Pada anak:
• Amoxicilin (amoxicilli-clavulanate)
2x 40-50 mg/kgBB (PO)
35
Pneumonia Streptococcus Levofloxacin 1x 750 mg (IV) • Lama pemberian:
komunitas pneumoniae atau Pilihan 2: 5-7 hari
Rawat inap Mycoplasma Ceftriaxon 1x2 mg
non-ICU pneumoniae atau • Pemakaian AB lini 3
Haemophilus Cefotaxim 3x1 gram (IV) sebagai terapi empirik
influenzae harus didukung data
Kombinasi
Chlamidophila Clarithromycin 2x250 mg (PO) klinis dan data
pneumoniae atau laboratorium
Klebsiella Ampicillin-sulbactam 4x1.5 g (IV) • Terapi antibiotik
pneumoniae Kombinasi empiris kombinasi
Legionella spp Azithromycin 1x 500 mg (IV) jarus didukung data
klinis dan data
Pada anak: laboratorium
Cefotaxime 3-4 x 50 mg/kgbb (IV) • Ambil sampel kultur
atau diperlukan untuk
Ceftriaxon 1x75-100 mg/kgbb (IV) menentukan terapi
defenitif
36
Pneumonia Streptococcus Ceftazidim 3x1 g (i.v.) • Lama pemberian: 7-10
komunitas pneumoniae, atau hari
Rawat inap Klebsiella Piperacillin-tazobactam 4x4,5 mg
ICU (dengan pneumoniae (IV) • Faktor resiko
*Faktor risiko Staphylococcus atau Pseudomonas
faktor risiko aureus Cefepime 3x1 gr (IV) aeruginosa :
infeksi Legionella spp Kombinasi • Pola bakteri lokal
pseudomonas* Haemophilus Levofloksasin 1x750 mg (IV) menunjukkan
) influenzae atau penyebab tersering
Ciprofloxacin 2x400 mg (IV) Pseudomonas
aeruginosa
• Bronkiektasis
• Pengobatan
kortikosteroid >10
mg/hari
• Pengobatan
antibiotik spektrum
luas > 7 hari dalam
30 hari terakhir
37
• Ambil sampel kultur
diperlukan untuk
menentukan terapi
defenitif
• Pertimbangkan
infeksi MRSA
38
B. Infeksi Tropik
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Tropik
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS
PENYEBAB ANTIBIOTIK KETERANGAN
KLINIS
TERSERING
Untuk anak :
Cefixime 2x 10-15 mg/kgbb
(PO)
atau
Ceftriaxon 1x50-100
mg/kgbb (IV)
39
Tetanus Clostridium tetani Metronidazol 3x 500 mg (IV)
atau
ceftazidime 3x1 gr (IV)
Pada anak:
Loading dose 1 kali dosis
Metronidazol 15 mg/kgBB
(IV) dilanjutkan dengan 3x
7,5mg/kgBB
40
C. Infeksi Intra Abdominal
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Intra-
Abdominal
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Infeksi kandung empedu Escherichia coli Ciproloxacin 2x 400 mg (IV) • Perlu dipertimbangkan
(Kolesistitis) Enterococcus atau kolesistektomi.
Klebsiella Cefotaxim 3x 1 g (IV)
Proteus atau • Pemakaian AB lini 3 didukung
Clostridium Piperazillin-tazobactam 3x4.5 mg oleh klinis dan hasil
(IV) laboratorium
Perforasi saluran cerna Enterobacteriaceae Ampicillin-sulbactam 4x1,5 gr • Sebagai terapi empiris yang
Bacteroides (IV) segera diikuti tindakan bedah.
fragillis atau
Escherichia coli Cefoperazon-sulbactam 2x 1 gr • Lama pemberian: 5 hari
(IV) • Ambil sample kultur untuk
atau menentukan terapi defenitif
Piperazillin-tazobactam 4x 4.5 gr • Pemakaian AB lini 3 didukung
(IV) oleh klinis dan hasil
atau laboratorium
Doripenem 3x 500 mg (IV)
Abses Hati Enterococcus Ciprofloxacin 2x400 mg (IV) • Sebagai terapi empiris yang
Dientamoeba atau segera diikuti tindakan
fragilis. Ceftriaxon 1x 2 gr (IV) drainase.
Entamoeba kombinasi
histolytica metronidazol 3x 500 mg (IV) • Lama pemberian: 7 – 10 hari
Kolera Vibrio cholera Cotrimoksazol 2x 960 mg (PO) • Terapi utama adalah rehidrasi:
atau - parenteral dengan larutan
Doxycyllin 2x 100 mg (PO)
kristaloid.
atau - oral dengan oralit
Ciprofloxacin 1x 1 gr (PO, 3 hari)
atau
Erytromisin 4x 10 mg/kgBB (PO) • Lama pemberian antibiotik: 3-
5 hari
42
D. Infeksi Pada Neonatus
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Pada
Neonatus
43
E. Infeksi Sistem Syaraf Pusat
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Sisten
Saraf Pusat
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Abses Otak pada anak Staphylococcus Ceftriaxone 2 x 50 mg/kgbb (IV) • Lama pemberian: 4 - 6
aureus, atau minggu
Streptococcus Cefotaxime 4 x 75 mg/kgbb (IV)
pneumoniae, Kombinasi • Perlu dipertimbangkan
Haemophilus Metronidazol 15 mg/kgBB (IV) tindakan bedah
influenzae (dosis awal) dilanjutkan • Ambil sample kulturn untuk
3x7,5 mg/kgBB menentukan terapi defenitif
44
F. Infeksi Kelamin dan Infeksi Menular Seksual
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Kelamin
dan Infeksi Menular Seksual
Infeksi genital Chlamydia Doxycyline 2x100 mg (PO) selama 7 *Doksisiklin : Tidak boleh
Nonspesifik trachomatis hari diberikan pada ibu hamil, ibu
atau menyusui, atau anak di bawah 12
Erythromycin 4x 500 mg (PO) selama tahun.
7 hari
Trikomoniasis Trichomonas Metronidazol 2 g (PO) dosis tunggal Pada ibu hamil menggunakan
vaginalis. atau Metronidazol 2x 500 mg (PO)
Metronidazol 3x 500 mg (PO) selama selama 7 hari
7 hari
45
Sifilis kongenital Ceftriaxone
Umur ≤ 30 hari : 1x 75 mg/kgbb
(IV/IM) 10-14 hari
Umur > 30 hari : 1x 100 mg/kgbb
(IV/IM) 10-14 hari
Granuloma inguinale Klebsiella Doxycyline 2x100 mg (PO) sampai Pada ibu hamil: Erythromycin 4x
(Donovanosis) (Calymato lesi sembuh, maksimal 3 minggu 500 mg (PO)
bacterium) atau
granulomatis Ciprofloxacin 2x 500 mg (PO) sampai
lesi sembuh, maksimal 3 minggu
46
G. Infeksi Orthopedi
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Tulang,
Sendi, dan Otot
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Artritis Septik Akut Staphylococcus Ciprofloxacin 2 x 500 mg (PO) • Lama pemberian: 14-21 hari
aureus, atau
Streptococcus spp. Ciprofloxacin 2 x 400 mg (IV) • Berikan secara (iV.) bila tidak
atau bisa diberikan (PO).
Ceftriaxone 1x1 gr • Pertimbangkan drainase
apabila sudah terbentuk abses
47
Ciprofoxacin 2x 400 mg
(IV)/2x500 mg (PO)
48
H. Infeksi Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Sinusitis Bakterial Akut Streptococcus Doxycycline 2x100 mg (PO) • Lakukan drainase dan
pneumoniae atau berikan pengobatan
Haemophilus Clindamicyn 3x300 mg (PO) simptomatik
influenzae (anak: 4x8mg/kgbb)
Moraxella. atau • Lama pemberian: 7-14 hari
catarrhalis Levofloxacin 1x750 mg (IV)
(Anak:2x8 mg/kgbb)
atau
Ceftriaxone 1x2 gr (IV)
Sinusitis Bakterial Streptococcus Doxycycline 2x100 mg (PO) • Lakukan drainase sinus dan
Kronik pneumonia, atau berikan pengobatan
Haemophilus Clindamicyn 3x300 mg (PO) simtomatis
influenzae (anak: 4x8mg/kgbb)
Moraxcella atau • Lama pemberian: 7-14 hari
catarrhalis Amoxycillin-clavulante
Bacteri anaerob 3x15-25 mg/kgBB (PO)
oral atau
Ampicillin-sulbactam 3x1.5 gr
(IV)
Otitis externa
Benign Haemophilus Ofloxacin tetes telinga 0,3%/tetes pada • Lakukan pembersihan telinga
Proteus telinga setiap 6 jam dan jaringan nekrotik (ear
Klebsiella atau toilet).
Chloramphenicol tetes telinga
• Dapat ditambahkan steroid
topikal.
• Lama pemberian: 7 hari
Malignant /necrotizing Pseudomonas Ciprofloxacin 2x400 mg (IV) • Lama pemberian: 7-14 hari
otitis aeruginosa atau
Ceftazidime 3x1 gr (IV) • Metronidazol ditambahkan
bila dicurigai bakteri anaerob
sebagai penyebab
49
I. Infeksi Febrile Neutroponi
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Febrile
Neutropeni
BAKTERI
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK PERHATIAN/ KETERANGAN
PENYEBAB
Febrile Neutropenia pada Staphylococcus Ceftazidim 3x2 gram (IV) Diberikan selama 5 hari.
kemoterapi spp, atau
Pseudomonas. Cefepim 3x1-2 gram (IV)
50
J. Infeksi Saluran Kemih
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Saluran Kemih
BAKTERI
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK KETERANGAN
PENYEBAB
Dysuria-Pyuria Syndrome Staphylococcus Doksisiklin 2x100 mg (PO) Lama pemberian: 7-10 hari
(Acute Urethral Syndrome) saprophyticus atau
Chlamydia Ampicillin-Sulbactam 3x750 mg
trachomatis (PO)
Escherichia coli. atau
Ciprofloxacin 2x500 mg (PO)
Pielonefritis akut Escherichia coli, Ciprofloxacin 2x500 mg (PO) Lama pemberian: 7 hari
Staphylococcus atau
spp. Ciprofloxacin 2x 400 mg (i.v.) * Loading dose Gentamisin 8
Klebsiella atau mg dilanjutkan dengan dosis 6
pneumoniae Ceftriaxone 1x2 g (i.v.) mg.
atau
Fosfomycin 3x 4 gr (IV)
Urosepsis/ complicated Escherichia coli, Ampicillin sulbactam 4x1.5 g (IV) Lama pemberian: 7 -14 hari
pyelonephri tis Enterobacteriacea atau Menggunakan AB lini 3
e Ceftriaxone 1x2 g (i.v.)a didukung oleh gejala klinis dan
Entercoccus atau hasil labortorium/penunjang
faecalis Levofloxacin 1x500 mg (IV)
Group B atau
streptococci. Fosfomycin 3x 4-6 gr (IV)
CAUTI (cathether- Escherichia coli, Ciprofloxacin 2x400 mg (IV) • Evaluasi penggunaan kateter
associated urinary tract Pseudomonas atau urin (ganti/lepas)
infection) aeruginosa Levofloxacin 1x750 mg (IV)
Enterococcus atau • Ambil sample kultur urine
faecalis Piperacillin-tazobactam 4x4,5 gr untuk menetukan tertaoi
Klebsiella (IV) defenitif
pneumoniae atau
Ertapenem 1x1 mg (IV)
atau
Fosfomycin 3x6 gr
51
K. Infeksi Gigi dan Mulut
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Gigi Dan
Mulut
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Abses Bakteri batang Cefadroxil 2x 500 mg (PO) • Lakukan perawatan gigi dan
- periapikal Gram negatif kombinasi oral hygiene
- periodontal Bakteri batang Metronidazol 3x750 mg (PO)
Gram positif • Pada abses periapikal
Bakteri anaerob Dosis anak: dilakukan perawatan saluran
Cefadroxil 2x 15-25 mg/kgBB akar
kombinasi • Lama pemberian: 7 – 14 harI
Metronidazol 3x10 mg/kgBB.
atau
Clindamycin 4x 100-450 mg (IV)
Sialodenitis / Abses bakteri anaerob Cefadroxil 2x500-1000 mg (PO) • Lakukan drainase bila
Kelenjar Ludah bakteri aerob Kombinasi terbentuk abses
Metronidazol 3x 500 mg (PO)
• Lama pemberian: 7-10 hari
52
L. Infeksi Mata
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Mata
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Dengan demam:
Anak:
Cefuroxime 3x 50-100 mg/kgBB
(IV)
Dewasa:
Cefuroxime 3x750 mg (IV)
Kombinasi
pemberian topikal Tobramycin 1
tetes mata/4 jam
Berat:
Cefuroxime 3x 500 mg (IV)
Hordeolum internum Staphylococcus sp. Doksisiklin 2x100 mg (PO) • Lama pemberian: 7 hari
atau
Cefprozil 2x500 mg (PO) • Bila sudah menjadi kalazion
dapat dipertimbangkan
tindak bedah
Blefaritis anterior Staphylococcus sp. Chloramphenicol salep mata 1% Lama pemberian: 7-14 hari
setiap 8 jam
53
Selulitis orbita Staphylococcus sp. Ampicillin-sulbactam 3x1,5 gram Pertimbangkan tindak bedah
Streptococcus sp. (IV) bila penyakit mengancam
Haemophillus atau penglihatan
influenzae VCefotaxime 3x 1-2 gram (IV)
Kombinasi
Metronidazol 3x 500 mg (PO)
Pada bayi/neonatus :
Ceftriaxon 25-50 mg/kgBB (IV)
dosis tunggal
Kombinasi
Levofloxacin 0,5% tetes mata
Neonatus
Azitromisin sirup kering 1x20
mg/kgBB (PO) selama 3 hari
Keratitis/Ulk us kornea Staphylococcus Levofloxacin 1 tetes mata setiap Bila terdapat ancaman
bakterial spp. jam selama 24-48 jam pertama, perforasi kornea atau pada
Streptococcus spp. dilanjutkan setiap 2 jam selama 48 ulkus perifer dengan perluasan
jam berikutnya, kemudian setiap 6 sklera, berikan Ciprofloxacin
Pseudomonas spp. jam selama 7 hari. 2x750 mg (PO) selama 7-10
Terapi dilanjutkan hingga defek hari
epitel sembuh.
Endoftalmitis bakterial Streptococcus spp. Levofloxacin 1x750 mg (IV) • Lakukan tindak bedah
akut Staphylococcus atau
spp. Levofloxacin 1x750 mg (PO) • Lama pemberian selama 10
Bacillus spp. hari
Klebsiella psp.
Pseudomonas sp.
54
M. Infeksi Jantung
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Sisten
Kardiovaskuler
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
55
N. Infeksi Jaringan Lunak Lainnya
56
O. Infeksi Obstetri dan Ginekologi
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Obastetri dan
Ginekologi
Ketuban pecah dini dengan Grup B Ampicillin-sulbactam 4x1.5 gr • Lama pemberian sampai
demam (>37,6 oC) Streptoccocus (IV) terjadi persalinan.
atau
Cefotaxime 3x 1gr (IV) • Pascapersalinan dilanjutkan
dengan amoksisilin 500 mg
tiap 8 jam per oral. total 5
hari
Infeksi peripartum Escherichia coli, Ceftriaxone 1x2 g (IV) • Apabila pada pemberian
Staphylococcus atau antibiotik selama 3 hari
spp., Ertapenem 1x1 gr (IV) kondisi klinis tidak
Streptococcus spp. kombinasi membaik, pertimbangkan
Gentamisin 1x 4-6 mg/kgBB (IV) tindakan operasi source
bisa ditambahkan control
Metronidazol 3x500 mg (IV)
• Apabila dicurigai infeksi
anaerob metronidazol bisa
ditambahkan
Tube ovarial abses Escherichia coli, Ceftriaxone 1x2 g (IV) • Upaya pertama: tindakan
Staphylococcus atau bedah
spp. Ertapenem 1x1 gr
Streptococcus spp. kombinasi • Ambil sample kultur untuk
Gentamisin 1x 4-6 mg/kgBB (IV) menetukan tertapi defenitif
bisa ditambahkan • Apabila dicurigai infeksi
Metronidazol 3x500 mg (IV) anaerob metronidazol bisa
ditambahkan
Radang panggul (pelvic Chlamydia Doxycylcline 2x100 mg (PO) Lama pemberian: 14 hari
inflammato ry disease/PID trachomatis atau
) Clidamycin 2x300 mg (PO)
atau
Sultamicillin 2x 750 mg (PO)
57
P. Infeksi pada Inmmunocompromised/HIV
Diagnosis Klinis Infeksi dan Pilihan Antibiotik Terapi Empiris Infeksi Pada
Immunicompromised/HIV
BAKTERI PERHATIAN/
DIAGNOSIS KLINIS ANTIBIOTIK
PENYEBAB KETERANGAN
Toksoplasma Ensefalitis Toxoplasma gondii Pirimetamin 200 mg per oral dosis • Terapi akut selama 6-8
awal, dilanjutkan dengan 50 mg minggu hingga respons klinis
(bb <60 kg) membaik
atau
75 mg (bb >60 kg) setiap 24 jam
kombinasi • Diberikan juga leukovorin
Klindamisin 600 mg per oral atau asam folinat
setiap 6 jam
58
LAMPIRAN 3. ANTIBIOTIK PROFILAKSIS
A. Bedah Plastik
Bersih terkontaminasi :
Cefazolin 2 gram (iv) - drip selama 15 menit (Sefazolin)
Melibatkan orofaring. Fiksasi
atau
internal fraktur tulang wajah - diberikan 30-60 menit sebelum insisi
Getamisin 5 mg/kgBB (iv)
Bersih terkontaminasi : Luka cefuroxime 1,5 grm (iv) - drip selama 15 menit (Sefazolin)
bakar : debridemen luka dan atau
- diberikan 30-60 menit sebelum insisi
rekontruksi defek Gentamisin 5 mg/kgBB
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
3. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
4. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
59
B. Bedah Syaraf
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283.
2. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment of
South Australian
3. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
4. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
5. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
60
C. Bedah Vaskuler
Bersih terkontaminasi:
Bedah arteri termasuk - drip selama 15 menit (Sefazolin)
Sefazolin 2 gram - diberikan 30-60 menit sebelum insisi
graft/prostesis, aorta
abdominal
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment of
South Australian
3. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
4. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
5. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
61
D. Bedah Digestif
Bersih : Laparoskopi
Tanpa antibiotik profilaksis
Diagnostik
- Antibiotik terapi diberikan pada
Bersih : Splenektomi Tanpa antibiotik profilaksis pasien dengan kondisi
imunokompromais pasca splenektomi
62
Bersih Terkontaminasi : Ciprofloxacin 400 mg - diberikan 30-60 menit sebelum
Endoscopic retrograde atau tindakan
cholangiopancreatography Pipetazilin-tazobactam 4,5 gr
(ERCP)
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment of
South Australian.
3. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
4. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
5. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
63
E. Bedah Mata
Bersih terkontaminasi: Peribedah : Tetes mata : 1-2 jam dalam 1 hari pascabedah,
Operasi intraokular: Levofloksasin intrakameral dilanjutkan 6 kali per hari selama 1-2 minggu
(Ekstraksi katarak, Pascabedah:
vitrektomi, trabekulektomi) Tetes mata Levofloksasin 0,5%
Bersih: Operasi pterigium Tanpa antibiotik profilaksis Pascabedah perlu pemberian antibiotik topikal
levofloksasin tetes mata 0,5% setiap 3 jam 1
tetes selama 7 hari jika terjadi lesi kornea
Reff :
1. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment of
South Australian
2. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
3. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
4. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
64
F. Obstetri dan Ginekologi
Operasi Elektif
Sefazolin 1 gr - drip selama 15 menit (cefazolin)
Terkontaminasi : Fistel vesico
atau - diberikan 30-60 menit sebelum insisi
vagina, TOA, kista terinfeksi Gentamisin 80 mg
65
Reff :
1. SOGC Clinical Practice Guideline; Antibiotic Prophylaxis in Obstetric Procedures; J Obstet Gynaecol Can 2010;32(9):878–
884
2. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
3. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
4. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
5. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
66
G. Bedah Ortopedi
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
3. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
4. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
67
H. Bedah Telinga, Hidung dan Tenggorokan
Bersih : Tonsilektomi,
Tanpa antibiotik profilaksis
adenoidektomi
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
3. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
4. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
68
I. Bedah Tumor
1. Mammae
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283.
2. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment of
South Australian
3. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
4. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
5. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
69
J. Bedah Urologi
Bersih : Nefropeksi/
Hidrokel/ Palomo
prosedur/ torsiotestis/
UDT Parapimhosis/ Tanpa antibiotik profilaksis
Fimosis/koreksi
priapismus Hipospadia
Bersih Terkontaminasi dan Ciprofloxasin 400 mg (iv) - diberikan 30-60 menit sebelum
Terkontaminasi : Sistektomi + atau insisi
Neoblader Prostatektomi Gentamisin 5 mg/kgBB
(simpel/radikal)
70
ESWL (Endoskopi)
Operasi Bersih Terkontaminasi Ciprofloxasin 400 mg (iv) - diberikan 30-60 menit sebelum
dan Terkontaminasi : atau
insisi
Uretrotomi interna (Endoskopi) Gentamisin 5 mg/kgBB
Diagnostik Bersih
Ciprofloxasin 400 mg (iv) - diberikan 30-60 menit sebelum
Terkontaminasi : APG atau
(Antegrate Pyelography) insisi
Gentamisin 5 mg/kgBB
Diagnostik Bersih
Terkontaminasi dan Ciprofloxasin 400 mg (iv) - diberikan 30-60 menit sebelum
Terkontaminasi : Biopsi atau
insisi
Prostat Gentamisin 5 mg/kgBB
Diagnostik Bersih
Terkontaminasi dan Ciprofloxasin 400 mg (iv) - diberikan 30-60 menit sebelum
Terkontaminasi : atau
insisi
Sistografi Gentamisin 5 mg/kgBB
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment of
South Australian
3. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
4. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
5. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
71
K. Bedah Anak
Reff :
1. Bratzler DW, Dellinger P et all ; Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery; Am J Health-Syst
Pharm. 2013; 70:195-283
2. Rancangan Peraturan Mekes Republik Indonesia Tentang Pedoman Pemakaian Antibiotik 2020
3. Sanford Guide Antimicrobial theraphy
4. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
72
L. Bedah Mulut
Reff :
1. Surgical Antimicrobial Prophylaxis Clinical Guideline; Version No: 2.0 Approval date: 2 November 2017; Goverment
of South Australian.
2. Panduan Penggunaan Antimikroba dan Terapi Profilaksis Edisi III-2018 RSUD dr Saiful Anwar Malang Jawa Timur.
73
LAMPIRAN 4. POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS BULAN JULI SD DESEMBER 2019
MITRA KELUARGA BEKASI TIMUR
74
LAMPIRAN 5. FORMULIR PEMAKAIAN ANTIBIOTIK DAN PENJELASAN FORMULIR
PEMAKAIAN ANTIBIOTIK
A. Alur pengisian formulir RASPRO
Bila ada pasien baru dengan gejala klinis sesuai infeksi, DPJP atau Dokter Umum
mengisi formulir RASAL (Alur Antibiotik Awal) untuk permintaan antibiotik.
1. Formulir RASAL diisi dengan cara mengisi identitas pasien, dan menjawab
pertanyaan yang terdapat dalam formulir dengan cara melingkari YA/TIDAK,
kemudian lihat ke kolom keterangan. Bila terdapat keterangan HENTI, maka
tidak perlu menjawab pertanyaan selanjutnya, dan pemberian antibiotik
diberikan sesuai dengan kolom tindakan pada nomor tersebut. Namun bila tidak
ada keterangan HENTI, maka lanjutkan menjawab pertanyaan kebawah sesuai
dengan nomor yang tercantum, sehingga nanti akan berhenti pada kondisi yang
sesuai dengan kondisi pasien dan pergantian antibiotik diberikan sesuai dengan
buku panduan penggunaan antibiotik di RS MIKA BTI.
2. Pada setiap pergantian antibiotik EMPIRIK lanjutan, klinisi baik DPJP dan
Dokter Umum harus mengisi Formulir RASLAN (Alur Antibiotik Lanjutan)
dengan cara melingkari pertanyaan YA/TIDAK tersebut ke bawah. Bila terdapat
keterangan HENTI, maka tidak perlu menjawab pertanyaan selanjutnya, dan
pemberian antibiotik diberikan sesuai dengan kolom tindakan pada nomor
tersebut. Namun bila tidak ada keterangan HENTI, maka lanjutkan menjawab
pertanyaan kebawah sesuai dengan nomor yang tercantum, sehingga nanti akan
berhenti pada kondisi yang sesuai dengan kondisi pasien dan pergantian
antibiotik diberikan sesuai dengan buku panduan penggunaan antibiotik di RS
MIKA BTI.
3. Bila terdapat penggantian antibiotik dari EMPIRIK ke DEFINITIF (Sesuai
Kultur), klinisi harus mengisi Formulir RASPATUR (Penggunaan Antibiotik
Sesuai Kultur) dengan mengisi identitas pasien dan mengisi antibiotik yang
akan diberikan sesuai dengan sensitifitas kultur.
4. Pada setiap penggunaan antibiotik BERKEPANJANGAN (>7 hari) baik
EMPIRIK maupun DEFINITIF, dan/atau pada pasien yang diberikan antibiotik
di luar buku panduan penggunaan antibiotik RS MIKA BTI, klinisi harus
mengisi Formulir RASPRAJA (Formulir Antibiotik diluar Panduan /
Berkepanjangan).
75
B. Alur antibiotika awal
76
C. Alur antibiotik lanjutan
77
D. Formulir antibiotik di luar panduan atau berkepanjangan
78
E. Formulir penggunaan sesuai hasil kultur
79
LAMPIRAN 6. FORMULIR PELAPORAN PPRA
80
LAMPIRAN 7. PENILAIAN KUALITAS ANTIBIOTIK (FORMULIR gyssen)
(Gyssens, 2005)
81
Daftar Pustaka
Brad S. Novel insight into disseminated candidiasis: Pathogenesis research and clinicl experience
converge. Plos pathogens.2008;4:e38.
Crameri R. Blaser K. Allergy and immunity to fungal infections and colonization. Eur Respir
J.2002;19:151-7.
Eschenauer GA, Carver PL, Lin SW, Klinker KP, Chen YC, Potoski BA, et al. Fluconazole versus an
echinocandin for candida glabrata fungemia: a retrospective cohort study. J Antimicrob
Chemother.2013;68:922-6.
Estrella MC. Combinations of antifungal agents in therapy-what value are they? JAC;54:854- 6Felton T,
Troke PF, Hope WW. Tissue penetration of antifungal agents.CMR.2014;27:68-88.
Freifeld AG, Bow EJ, Sepkowitz KA, Boeckh MJ, Ito JI, Mullen CA, et al. Clinical practice guideline for
the use of antimicrobial agents in netropenic patients with cancer: 2010 update by the Infectious Diseases
Society of America. CID.2011;52:e56-e93.
Khan ZK, Jain P. Antifungal agents and immunomodulators in systemic mycoses. Indian J Chest Dis
Allied Sci.2002;42:345-55.
Kousha M, Tadi R, Soubani AO. Pulmonary aspergillosis: a clinical review. Eur Respir Rev.2011;20:156-
74.
Lionakis MS. New insight into innate immune control of systemic candidiasis. Medical
mycology.2014;52:555-64.
Lortholary O, Denning DW, Dupont B. Endemic mycoses: a treatment update.JAC.1999;43:321-31.
Mc Cullers JA, Williams BF, Wu S, Smeltzer MP, Williams BG, Hayden RT. et al. JPIDS;2012:26-34.
Pappas PG, Kaufmann CA, Andes D, Benjamin DK, Calandra TF, Edwards JE. et al. Clinical practice
guidelines for the management of candidiasis: 2009 update by the Infectious Diseases Society of
America.2009;48:503-35.
Rex JH, Walsh TJ, Nettleman M, Anaissie EJ, Bennet JE, Bow EJ. et al. Need for alternative trial designs
and evaluation strategies for therapeutic studies of invasive mycoses. CID.2001;33:95-106.
Silva S, Negri M, Henriques M,Oliveira R, Williams DW, Azeredo J. Candida glabrata, Candida
parapsilosis and Candida tropicalis: biology, epidemiology, pathogenecity and antifungal resistance.
FEMS Mirobiol Rev.2012;36:288-305.
82