Anda di halaman 1dari 7

ISSN (p) 2461-3961 (e) 2580-6335

Vol. 6 No. 1 Tahun 2020 pp. 169-175


Doi: 10.35569

Biormatika :
Jurnal ilmiah fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
http://ejournal.unsub.ac.id/index.php/FKIP/

Pengaruh Stunting pada Tumbuh Kembang Anak


Periode Golden Age

Syahria Anggita Sakti


Universitas PGRI Yogyakarta, DI Yogyakarta, Indonesia
anggitosakti86@gmail.com

Info Artikel Abstrak


____________________ __________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stunting
Diterima Januari 2020 terhadap tumbuh kembang anak dan bagaimana strategi
Disetujui Februari 2020 menyelesaikannya. Permasalahan stunting di Indonesia sudah
Dipublikasikan Februari pada posisi membahayakan generasi masa depan, satu dari tiga
2020 balita di Indonesia mengalami stunting yang dapat menyebabkan
gangguan pada tumbuh kembang anak pada periode golden age.
Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa stunting menyebabkan
perkembangan fisik anak terganggu yang menyebabkan
perkembangan otak anak pada periode golden age tidak optimal.
Penelitian juga menemukan bahwa stunting di Indonesia
menyebabkan perkembangan sosial dan afektif anak terganggu.
Penyebab stunting di Indonesia dibagi menjadi dua, penyebab dari
biologis dan penyebab lingkungan. Faktor biologis seperti tinggi
ibu, kehamilan kurang gizi, kekurangan gizi anak, dan penyakit
pada anak, sedangkan faktor lingkungan berasal dari sanitasi dan
sosio ekonomi keluarga. Dalam mengatasi stunting, pemerintah
melakukan dua strategi yaitu intervensi secara spesifik dan
intervensi sensitif.
Kata kunci: Stunting, gizi, kesehatan balita

Abstract
__________________________________________________________
This study aims to determine the effect of stunting on child
development and how the strategy to solve it. The problem of
stunting in Indonesia is already in a position to endanger future
generations, one in three toddlers in Indonesia experience
stunting which can cause disruption to the growth and
development of children in the golden age period. Based on the

169
research found that stunting causes disrupted physical
development of children which causes brain development of
children in the golden age period is not optimal. The research
also found that stunting in Indonesia has disrupted the social and
affective development of children. The causes of stunting in
Indonesia are divided into two, biological causes and
environmental causes. Biological factors such as maternal height,
malnutrition, child malnutrition, and childhood illnesses, while
environmental factors come from family sanitation and socio-
economics. In overcoming stunting, the government pursues two
strategies namely specific interventions and sensitive
interventions.
Keywords: Stunting, nutrition, todler health.

PENDAHULUAN (balita) yang masuk pada kategori golden age


Kementerian Kesehatan (2018a) Indonesia pada 2015 sebesar 36,4%. Hal ini
menjelaskan bahwa stunting merupakan berarti, satu dari tiga balita di Indonesia
keadaan dimana tubuh seorang manusia mengalami permasalahan gizi yang
sangat pendek melampaui defisit 2 SD menyebabkan mereka stunting sehingga tinggi
dibawah median tinggi badan populasi atau badan mereka bawah standar ketetapan WHO.
panjang manusia pada umumnya, referensi Indonesia masuk dalam negara dengan kasus
media ini telah ditetapkan secara stunting tinggi, WHO menetapkan bahwa
internasional. Sedangkan Beal et al (2018) ambang batas minimal dari sebuah negara
menjelaskan bahwa stunting merupakan terdapat kasus stunting adalah 20%. Di Asia
keadaan yang menggambarkan kondisi gizi Tenggara, prevalensi stunting balita di
kurang, biasanya terjadi pada waktu yang Indonesia terbesar kedua setelah Laos (43,8%)
lama dan memerlukan pemulihan yang lama (Kementerian Kesehatan, 2018a). Hal ini
pula pada anak yang memiliki tumbuh merupakan indikasi bahwa edukasi terkait
kembang terganggu untuk pulih kembali. dengan gizi dan tumbuh kembang anak di
Stunting berkaitan erat dengan tumbuh Indonesia belum optimal sehingga balita
kembang anak, pengaruh stunting terhadap stunting masih banyak dijumpai. Kasus
tumbuh kembang sangat besar. Anak dengan stunting merupakan permasalahan yang besar,
keadaan stunting memiliki aktivitas motorik tingginya pengaruh stunting pada tumbuh
yang rendah, perkembangan motorik dan kembang anak berpotensi membuat generasi
mental yang terlambat dan kemampuan yang terhambat daya saingnya (Ni'mah &
kognitif yang terhambat (Beal et al, 2018). Nadhiron, 2015). Kasus stunting di Indonesia
Keterlambatan tumbuh kembang anak sangat terjadi hampir diseluruh wilayah nusantara,
membahayakan jika terjadi pada periode kasus terbanyak terjadi di wilayah pulau
emas atau golden periode, dimana pada masa Sumatera, Sulawesi dan NTT.
tersebut anak sedang mengalami
pertumbuhan pesat yang menjadi bekal ketika
remaja dan dewasa.
Data dari Kementerian Kesehatan
(2018a) menjelaskan bahwa, saat ini prevalensi
stunting bayi berusia di bawah lima tahun
170
sangat terbuka dengan seluruh pembelajaran,
penelitian Manggala (2018) menyebutkan
bahwa stunting memiliki pengaruh terhadap
perkembangan otak anak. Hal ini
menyebabkan tumbuh kembang anak tidak
optimal karena anak kekurangan gizi dan
memiliki motorik yang rendah.
Gambar 1. Presentase Prevelansi Stunting Guna mencegah dan menyelesaikan
pada anak usia 0-59 bulan berdasarkan permasalahan stunting, yang terus meningkat,
provinsi di Indonesia pada tahun 2013. pemerintah melakukan gerakan pengentasan
(Sumber: Bael et al, 2018) stunting melalui Tim Nasional Percepatan
Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K) pada
Penelitian Pantaleon & Hadi (2015) 60 wilayah kabupaten prioritas, saat
terkait dengan hubungan stunting dengan dilakukan program pada wilayah tersebut
perkembangan motorik anak di Yogyakarta prevelansi stunting berada diatas 50%
menemukan bahwa terdapat hubungan (Kementerian Kesehatan, 2018a). Komitmen
signifikan antara stunting dengan pemerintah dalam pencegahan dan
perkembangan motorik balita dalam masa penanggulangan stunting telah dimulai dari
golden age. Penelitian dilakukan pada 50 program percepatan perbaikan gizi melalui
responden balita yang berada di Yogyakarta Gerakan Nasional (Gernas) Percepatan Gizi
dan mengalami stunting. Pantaleon & Hadi tahun 2013, namun hingga saat ini prevelansi
(2015) juga menemukan bahwa mereka yang stunting tidak kunjung turun signifikan.
mengalami stunting cenderung memiliki Budiastutik & Nugraha (2018) menjelaskan
perilaku yang berbeda dengan balita lainnya, bahwa program pemerintah terkesan
perkembangan motorik yang terhambat seremonial sehingga tidak menyentuh pada
membuat balita stunting tampak tidak cerita edukasi ibu dan keluarga, pemenuhan gizi
dan cekatan. Penelitian lain, Probosiwi, merupakan tanggung jawab ibu dan keluarga
Hiryati, & Ismail (2017) meneliti terkait sehingga edukasi sangat diperlukan.
dengan Stunting dan tumbuh kembang anak Permasalahan stunting di Indonesia amat
usia 12-60 bulan di Yogyakarta, penelitian menarik untuk diteliti, artikel ini akan
dilakukan pada 106 orang balita. Ditemukan menelisik sejauh mana pengaruh stunting
bahwa balita dengan stunting memiliki terhadap tumbuh kembang anak, dan
keterlambatan tumbuh kembang sehingga bagaimana jalan keluar menyelesaikan
membuat perkembangan motorik dan kognitif permasalahan stunting di Indonesia.
mereka terhambat dan terlambat dari balita lain Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
yang tidak terkena stunting. Probosiwi, pengaruh stunting terhadap tumbuh kembang
Hiryati, & Ismail (2017) menjelaskan bahwa anak dan bagaimana strategi
seharusnya pada usia 12-60 bulan, anak menyelesaikannya.
mendapatkan gizi yang cukup dan
perkembangan motorik yang meningkat, METODE
namun pada penelitian justru terdapat 19,8% Penelitian ini menggunakan metode
yang berkategori sangat pendek dan kualitatif dengan pendekatan model studi
mengalami masalah gizi yang menyebabkan pustaka atau library research, pendekatan ini
stunting. menggunakan penelitian terdahulu, teori,
Manggala et al (2018) menyebutkan pendapat ahli, dokumentasi dan literatur
bahwa masa balita merupakan masa golden lainnya sebagai objek yang utama dalam
age, beberapa peneliti menyebutnya pula penelitian. Sugiyono (2015) menyebutkan
sebagai masa critical periode, hal ini mengacu bahwa jenis penelitian kualitatif
pada masa usia tersebut pertumbuhan dan menghasilkan informasi berupa data
perkembangan seorang manusia sedang sangat deskriptif, catatan dan dokumen serta
pesat terutama pada perkembangan otak. keterngan yang terdapat didalam teks yang
Perkembangan otak manusia pada masa balita diteliti. Metode analisis deskriptif dilakukan
171
guna memberikan gambaran dan keterangan halus pada anak. Stunting bukanlah sebuah
terhadap isu utama penelitian terkait stunting, keadaan yang berlangsung dengan singkat,
tumbuh kembang anak dan strategi seorang anak dengan stunting biasanya
penanggulangannya. Data dikumpulkan dari mengalami kekurangan gizi dalam waktu yang
beberapa literatur penelitian terdahulu yang lama sehingga pertumbuhannya terhambat.
mendukung kajian terhadap permasalahan
yang diteliti, pengumpulan data didapatkan
dari literatur yang diperoleh dari provider
jurnal terindeks, buku, data-data resmi dan
pendapat ahli yang menjadi pedoman banyak
literatur. Analisis dilakukan dengan tiga
aktivitas yaitu data reduction, display data
dan verification atau conclusion.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Stunting dan Tumbuh Kembang Anak Gambar 2. Perbandingan Perkembangan Otak
Indonesia Anak dengan Stunting dan Anak Sehat.
Kementerian Kesehatan (2018) (Sumber: Kakietek et al (2017).
mendefinisikan stunting sebagai sebuah
kondisi dimana seorang balita memiliki tinggi Aryastami & Tarigan (2017)
badan atau panjang yang pendek atau kurang menjelaskan bahwa gizi memiliki peran
dibandingkan dengna umur mereka, secara penting dalam keadaan stunting, gizi
rasio tinggi badan atau panjang balita stunting memastikan bahwa perkembangan dan
lebih dari -2 Standar deviasi median dari pertumbuhan sel otak anak berlangsung secara
pertumbuhan anak standar WHO. Kementerian normal dan baik. kecukupuan gizi
Kesehatan (2018) mengkategorikan stunting mempengaruhi proses tumbuh kembang anak,
sebagai masalah gizi kronik yang disebabkan terutama pada periode golden age. Penelitian
oleh banyak faktor seperti bayi sakit, Manggala et al (2018) menjelaskan bahwa
kekurangan asupan gizi, gizi rendah saat hamil pada anak stunting terdapat keterlambatan
dan ibu menyusui, hingga kondisi lingkungan kematang sel syaraf yang mengatur gerak
yang tidak mendukung. Balita dengan stunting motorik, akibatnya perkembangan motorik
akan mengalami kesulitan dalam mencapai kasar dan halus anak terganggu. Hal ini akan
pertumbuhan dan perkembangan motorik serta menyebabkan anak tidak memiliki pengalaman
kognitif yang optimal. yang baik sebagai impuls pada otak, sehingga
Penelitian Probosiwi, Hiryati, & Ismail berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Secara
(2017) terkait dengan stunting dan agregat kondisi demikian membuat tumbuh
perkembangan motorik menemukan bahwa kembang anak terhambat. Keterlambatan
anak dengan stunting memiliki kemungkinkan tumbuh kembang anak akan mempengaruhi
peluang 11,89 kali lebih besar untuk respon mereka melalui panca indera, penelitian
mempunyai perkembangan motorik yang Manggala et al (2018) pada anak dengan
terhambat dan dibawah rata-rata median stunting di Indonesia menemukan bahwa
pertumbuhan anak. Penelitian ini sejalan mereka cenderung pendiam dan tidak memiliki
dengan penelitian Pantaleon & Hadi (2015) respon yang baik, secara motorik, kognitif
yang menyatakan bahwa anak Balita berumur maupun afektif.
12-60 bulan yang mengalami stunting Beal et al (2018) menjelaskan bahwa
memiliki perkembangan motorik kasar yang kejadian stunting di Indonesia karenakan
lebih rendah dibandingkan anak lainnya. beberapa faktor; pendidikan dan maternal
Perkembangan yang lambat pada anak stunting height, kelahiran prematur dan panjang
dikarenakan terdapat pertumbuhan dan kelahiran, pemberian ASI eksklusif selama 6
perkembangan yang terhambat pada otak bulan, dan status sosial ekonomi rumah tangga.
mereka, sehingga otak tidak memberikan Secara mengejutkan, lingkungan turut serta
impuls positif terhadap motorik kasar maupun dalam mendukung kejadian stunting di
172
Indonesia, terutama ketersediaan air minum
bersih dan jamban. Beal et al (2018)
menemukan bahwa kondisi stunting di
pedesaan terjadi karena lingkungan yang tidak Permasalahan Stunting dan Jalan Keluar
higenis, status sosial ekonomi yang rendah Permasalahan stunting di Indonesia
sehingga tidak dapat menggapai makanan merupakan tanggung jawab seluruh
dengan gizi cukup serta makanan pendamping stakeholder mulai dari keluarga, institusi
yang monoton, biasanya mie instan. Beberapa kesehatan, pemerintah hingga masyarakat dan
faktor lain menurut Beal et al (2018) adalah media massa. Permasalahan stunting dapat
metode pengasuhan anak di Indonesia yang dicegah dan ditatasi pertama kali dengan
masih tradisional dengan tidak memperhatikan edukasi pada keluarga terutama ibu untuk
gizi dan pengembangan motorik anak. memberikan gizi cukup pada balita, ASI
Secara khusus, penelitian Beal et al eksklusif pada 6 bulan pertama dan makanan
(2018) menjelaskan bahwa stunting pendamping ASI (MPASI) pada bulan
diperkotaan terjadi karena perawakan tubuh selanjutnya hingga 24 bulan, MPASI harus
ibu yang pendek, anak lahir prematur, keluarga memenuhi standar yang ditetapkan oleh
miskin kota dan sanitasi yang buruk. Faktor kementerian kesehatan sebagai makanan
biologis sangat mempengaruhi kejadian berkategori sehat dan bergizi. Pemahaman
stunting, dimulai dari kondisi ibu hingga anak. ibu akan makanan bergizi dan gejala stunting
Sedangkan kondisi kehidupan, gaya hidup dan memberikan kesempatan lebih baik bagi anak
pola makan ibu memiliki kemungkinkan untuk terhindar dari stunting (Beal et al,
signifikan terhadap kejadian stunting. Menurut 2018). Di Indonesia, ibu dengan kesadaran
Beal et al (2018) balita pada masa golden age akan stunting masih tergolong rendah,
membutuhkan perhatian lebih agar tidak mereka memberikan makanan apapun yang
mengalami stunting, edukasi ibu dan keluarga mereka miliki tanpa menghitung kecukupan
diperlukan sejak dini agar kejadian stunting gizi anak. Penelitian Manggala et al (2018)
dapat dicegah. Fasilitas kehamilan dan menemukan bahwa balita di Indonesia
perkembangan anak belum memadai di mengkonsumsi makanan yang monoton,
Indonesia. biasaya berupa mie instan maupun makanan
Penelitian Manggala et al (2018) instan lain yang tidak memenuhi kecukupan
menemukan bahwa kualitas masa depan anak gizi.
ditentukan oleh tumbuh kembang anak pada Kementerian Kesehatan (2018)
masa golden age, deteksi dan intervensi perlu menjelaskan bahwa dalam mengatasi stunting
dilakukan sejak dini pada anak dengan terdapat dua metode, intervensi secara spesifik
kemungkinan stunting. Pemerintah Indonesia dan intervensi sensitif. Metode intervensi
perlu melakukan kampanye besar terkait secara spesifik merupakan metode mengatasi
dengan deteksi dan intervensi ini, sehingga penyebabnya secara langsung biasanya
kejadian stunting tidak terjadi baik pada nak di menggunakan intevensi gizi, sedangkan
pedesaan maupun perkotaan. Kementerian intervensi sensitif merupakan cara
Kesehatan (2018) menjelaskan bahwa anak penanggulangan stunting jangka panjang yang
Indonesia yang mengalami stunting akan dilakukan oleh penyuluh kesehatan yang
memiliki risiko jangka panjang yang tersedia di berbagai institusi kesehatan dari
berbahaya seperti kegemukan, diabetes, rumah sakit hingga puskesmas. Intervensi
disabilitas pada usia tua hingga kemampuan sensitif sangat dibutuhkan di Indonesia,
kognitif yang tidak berkembang. Sedangkan terutama untuk meningkatkan kemampuan
secara jangka pendek, penelitian Ni'mah & orang tua dalam menyediakan makanan
Nadhiron (2015) dan Pantaleon & Hadi (2015) bergizi, mencegah kelahiran prematur,
menemukan bahwa stunting membuat anak menyiapkan gizi untuk ibu hamil hingga
cenderung lebih mudah sakit karena memberikan pengetahuan tentang
perkembangan motorik mereka yang menanggulangi anak stunting. Sedangkan
terganggu. intervensi spesifik yang dapat terus dilakukan
oleh Kementerian Kesehatan adalah pemberian
173
dan promosi makanan pendamping ASI, dalam mengatasi masalah stunting terus
pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil, berlangsung, program tersebut dimulai dari
kampanye gizi seimbang, tata laksana gizi meningkatkan pengetahuan ibu sebelum
buruk dan kurang, pemberian suplemen, kehamilan sampai memberikan intervensi
hingga pemberian buku sakut stunting pada spesifik pada anak stunting dan
kader pelayanan. memberikannya terapi agar dapat tumbuh
Pendekatan multi sektor diperlukan kembang secara normal. Pemberian
dalam menanggulangi stunting di Indonesia, pengetahuan dari penyuluh kesehatan
kampanye gizi anak dilakukan pada 1000 hari merupakan upaya paling strategis yang
pertama setelah kelahiran, sedangkan memberikan daya ungkit pada pengentasan
kampanye pencegahan dapat dilakukan pada permasalahan stunting di Indonesia
ibu hamil agar kehamilan mereka berjalan (Aryastami & Tarigan, 2017). Tumbuh
dengan normal untuk menghindari lahir kembang anak stunting dapat diketahui dari
premature maupn gejala kehamilan lainnya Ibu yang memahami gejalanya, penanganan
(Aryastami & Tarigan, 2017). Dibutuhkan anak stunting juga hanya dapat dilakukan
komitmen yang kuat dari pemerintah untuk ketika ibu mengerti apa yang harus dilakukan.
menangani stunting, setidaknya terdapat lima Tumbuh kembang anak yang lambat akibat
lanfasan utama dala program penanganan stunting dapat juga dikarenakan dalam
stunting di Indonesia (Beal, Tumilowicz, & kehamilan ibu mengalami kurang gizi,
Sutrisna, 2018): sehingga program pemerintah dalam
1. Visi dan Komitmen tertinggi seluruh menangani stunting harus dimulai dari ibu.
stakeholder dalam menangani stunting
di Indonesia, stunting bukanlah wabah KESIMPULAN
namun sebuah keadaan yang Permasalahan stunting di Indonesia
berlangsung lama sehinggaa visi dan sudah pada posisi membahayakan generasi
komitmen seluruh stakeholder masa depan, satu dari tiga balita di Indonesia
dibutuhkan untuk menanggulangi mengalami stunting yang dapat menyebabkan
stunting dengan sistem. gangguan pada tumbuh kembang anak pada
2. Kampanye Nasional untuk perubahan periode golden age. Berdasarkan penelitian
perilaku masyarakat, edukasi masyarakat ditemukan bahwa stunting menyebabkan
sadar gizi, komitmen politik dan perkembangan motorik anak terganggu baik
akuntabilitas program. motorik kasar maupun motorik halus, hal ini
3. Kondolidasi program nasional pada menyebabkan perkembangan otak anak pada
pemerintahan daerah serta kordinasi periode golden age tidak optimal. Penelitian
antar lembaga dalam program juga menemukan bahwa stunting di Indonesia
pengentasan stunting di daerah terutama menyebabkan perkembangan sosial dan afektif
pada daerah prioritas. anak terganggu. Penyebab stunting di
4. Mendukung seluruh program dan Indonesia dibagi menjadi dua, penyebab dari
kebijakan berkaitan dengan Nutritional biologis dan penyebab lingkungan. Faktor
Food Security. biologis seperti tinggi ibu, kehamilan kurang
5. Evaluasi dan pemantauan pada program gizi, kekurangan gizi anak, dan penyakit pada
stunting secara berkala untuk melihat anak, sedangkan faktor lingkungan berasal dari
memastikan program mengenai akar sanitasi dan sosio ekonomi keluarga. Dalam
masalah. mengatasi stunting, pemerintah melakukan dua
Pilar di atas merupakan bentuk strategi yaitu intervensi secara spesifik dan
intervensi sensitif dan spesifik pada kasus intervensi sensitif, kedua strategi ini
stunting di Indonesia, capaian program mengakomodir program intevensi gizi promosi
tersebut adalah komunitas masyarakat yang makanan pendamping ASI, pemberian tablet
memiliki Tumbuh Kembang Anak Maksimal, tambah darah bagi ibu hamil, kampanye gizi
baik secara motorik, kognitif maupun afektif. seimbang, tata laksana gizi buruk dan kurang,
Aryastami & Tarigan (2017) menjelaskan pemberian suplemen, hingga eduksi pada ibu
bahwa perogram dan kebijakan pemerintah
174
dan keluarga berkaitan dengan stunting dan Informasi Kementerian
gizi. Kesehatan.
Manggala, A. K., Mitra, K., Kenwa, M.,
& Sakti, A. (2018). Risk Factors
Of Stunting In Children Aged 24-
59 Months. Paediatrica Indonesia
Vol 58 (5).
DAFTAR PUSTAKA Ni'mah, K., & Nadhiron, S. (2015).
Anwar, F., Komsan, A., & Sukandar, D. Faktor Yang Berhubungan
(2010). High Participation In The Dengan Kejadian Stunting Pada
Posyandu Nutrition Balita. Media Gizi Indonesia Vol
Programimproved Children 10 (1), 13-19.
Nutritional Status. Nutrition Pantaleon, G., & Hadi, H. (2015).
Research and Practice Vol 4 (3). Stunting Berhubungan Dengan
Aryastami, K., & Tarigan, I. (2017). Perkembangan Motorik Anak Di
Kajian Kebijakan dan Kecamatan Sedayu, Bantul,
Penanggulangan Masalah Gizi Yogyakarta. Jurnal Gizi dan
Stunting di Indonesia. Buletin Dietetik Indonesia Vol 3 (1).
Penelitian Kesehatan Vol 45 (4), Probosiwi, H., Hiryati, E., & Ismail, D.
233-240. (2017). Stunting Dan
Beal, T., Tumilowicz, A., & Sutrisna, A. Perkembangan Anak Usia 12-60
(2018). A review of child stunting Bulan Di Kalasan. Berita
determinants in Indonesia. Kedokteran Masyarakat Vol 33
Maternal Child Nutrition Vol 12 (11).
(1). Sugiyono. (2015). Metode Penelitian
Budiastutik, I., & Nugrahaei, S. (2018). Kuantitatif Kualitatif & RND.
Determinants of Stunting in Bandung: Alfabeta.
Indonesia: A Review Article.
International Journal of
Healthcare Research Vol 1 (2).
Hati, F. S., & Pratiwi, A. (2019). The
Effect Of Education Giving On
The Parent’s Behavior About
Growth Stimulation In Children
With Stunting. NurseLine Journal
Vol 4 (1).
Kakietek, J., Eberwein, J., & Walters, D.
(2017). Unleashing Gains in
Economic Productivity with
Investments in Nutrition.
Washington DC: World Bank
Group.
Kementerian Kesehatan. (2018,
February). Cegah Stunting itu
Penting. Buletin, hal. 1-60.
Kementerian Kesehatan. (2018a). Situasi
Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
175

Anda mungkin juga menyukai