SENIN, 13.20-15.00
NIM : 20058108
TUGAS PERTEMUAN 4
Masalah sosial merupakan realita sosial yang tidak sesuai dengan kondisi ideal yang
diharapkan. Masalah sosial biasanya diukur dengan cara subjektif dan objektif. Secara sujektif
masalah sosial didefinisikan berdasarkan nilai-nilai tersentu. Misalnya prostitusi yang dianggap
sebuah masalah dikalangan masyarakat religius. Secara objektif sebuah masalah sosial
didasarkan pada standar baku, semisalnya dengan kemiskinan yang dilihat karena ketidakadaan
Secara umum, terdapat banyak masalah sosial yang ada dinegara ini. Mulai dari masalah umum
hingga klasik. Maka dari itu pada tugas kali ini saya akan membahas masalah sosial yaitu anak
jalanan. Maka dari itu dalam rangka mengatasi masalah sosial diperlukan tahapan penanganan
masalah sosial berupa tahap identifikasi, tahap diagnosa, serta tahap treatment. Yang akan lebih
banyak masalah sosial yang membutuhkan penanganan secepatnya. Salah satu permasalahan
sosial yang dihadapi, yaitu jumlah anak jalanan yang meningkat setiap tahun, sehingga
Anak jalanan sendiri adalah sebuah istilah yang mengacu pada anak-anak tunawisma yang
tinggal di wilayah jalanan. Lebih jelasnya, menurut UNICEF anak jalanan yaitu seseorang yang
berusia sekitar di bawah 18 tahun dan bertempat tinggal di sebuah wilayah kosong yang kurang
memadai, serta tanpa ada pengawasan dari orang yang lebih dewasa. Istilah „anak jalanan‟
pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan, tepatnya di Brazilia, dengan nama Meninos de
Ruas untuk menyebut kelompok anak-anak yang hidup di jalan dan tidak memiliki tali ikatan
dengan keluarga (B.S. Bambang, 1993:9). Definisi anak jalanan pada dasarnya bisa juga
digolongkan denga tunawisma. Namun fenomena anak jalanan ini hendaknya dipisahkan dari
kajian mengenai tunawisma karena beragam faktor penyebab perbedaan antara anak jalanan
dengan tunawisma.
Kita ketahui sendiri anak merupakan satu kata ajaib bagi sebuah perkawinan.
Seolah-olah adanya anak merupakan satu perwujudan eksistensi dari perkawinan itu sendiri.
Namun seberapa jauh peran dan tanggung jawab keluarga terutama orang tua yang dapat
diberikan kepada anaknya? Bagi beberapa keluarga, terutama dari kalangan keluarga
prasejahtera, anak tidak hanya menjadi bagian dari keluarga tetapi juga menjadi bagian dari alat
produksi. Sehingga tidak jarang anaklah yang telah menjadi tulang punggung perekonomian
keluarga. Berbicara masalah anak yang “terpaksa” bekerja ini, tentu saja tidak akan lepas dari
berbagai steriotipe yang muncul dari pekerja anak itu sendiri. Untuk itu pula banyak kita
temukan berbagai macam istilah atau sebutan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja ini, seperti
anak jalanan, anak terlantar, anak gelandangan, dan sebagainya. Semua istilah itu pada intinya
anak. Anak-anak yang bekerja itu tidak hanya dihadapkan pada situasi ketidakpastian ekonomi
sehingga mereka menjadi anak jalanan. Inilah yang menjadi masalah sosial dikarenakan menjadi
anak jalanan mereka kehilangan hak-hak mereka seperti hak bersekolah atau mendapatkan
pendidikan. Dimana pada saat itu seharusnya mereka mendapatkan pendidikan dan pengajaran
tetapi mereka malah dihadapkan keadaan untuk harus bekerja. Berdasarkan data kementerian
sosial yang diambil dari dashboard data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) SIKS-NG per-
Desember 2020,tercatat jumlah anak jalanan di Indonesia sekitar 67.368. Melonjaknya angka
anak jalanan ditakutkan akan berpotensi memicu terjadi masalah sosial baru seperti perilaku
menyimpang,sehingga masalah ini perlu dilakukan tahap diagnosis untuk mengetahui faktor
penyebab dari munculnya masalah sosial ini. Lalu dilanjutkan dengan tahap treatment untuk
2. Tahap Diagnosis
Seperti yang dikatakan diatas tahap diagnosis merupakan tahapan untuk mencari
sumber atau faktor penyebab masalah sosial terjadi. Biasanya tahap ini dilakukan dengan dua
pendekatan yakni persone blame approach yang mana sumber masalah adalah individu itu
sendiri,dan sistem blame approach dengan sumber masalah adalah sistem. Namun untuk masalah
anak jalanan sendiri diagnosis tidak dapat didasarkan hanya pada satu pendekatan saja.
Sumber yang tersedia mengenai anak jalanan sendiri masih lah sangat terbatas
mengingat masalah anak jalanan sendiri biasanya dilihat sebagai salah satu bentuk dari
Kalau diamati lagi, masalah anak jalanan bisa saja disebabkan oleh kemiskinan yang menimpa
seseorang atau kelompok. Namun bukan hanya itu saja masih banyak hal lain yang dapat
memicu adanya tunawisma seperti meninggal nya kedua orang tua yang membuat anak menjadi
yatim piatu. Ditambah dengan kondisi yang kita hadapi saat ini yaitu menyebarnya virus corona
kemiskinan. Keberadaan anak jalanan yang bersumber pada kesalahan sistem menyangkut
kebijakan sosial terutama kebijakan yang menanggulangi kemiskinan yang masih belum fokus
pada masalah anak jalanan. Walaupun ada pandangan dari person approach bahwa menjadi anak
jalanan adalah pilihan hidup seseorang. Tetapi diyakini tidak ada seorang pun yang benar-benar
ingin hidup di jalanan apabila dengan kondisi yang berhasil memenuhi kebutuhan dasar sandang
maupun pangan. Maksudnya pendidikan dan tempat tinggal bagi anak jalanan masih belum
dijadikan sebagai kebutuhan yang benar-benar harus dipenuhi karena mereka masih berusaha
pada pemenuhan kebutuhan utama yakni pangan. Mereka dituntut harus berpikir bagaimana
untuk bertahan hidup tanpa memikirkan kelayakan hidup, yang tentu mereka tak memiliki
melalui pendekatan sistem blame approach. Jadi, kebijakan yang dapat mengurangi anak jalanan
Kebijakan strategis sendiri adalah kebijakan yang diwujudkan dalam undang-undang maupun
peraturan pemerintah. Seperti UU No . 23 Tahun 2003 yang di sebut anak terlantar adalah yang
tidak dipenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Dalam hal
ini peran pemerintah sangat dibutuhkan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 34 UUD 1945 “
fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Hak-hak anak yang sebelumnya hanya
berupa Kepres No.36/1990. Undang-undang ini bertujuan untuk menciptakan suatu mata
kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan
Secara teknis, kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak jalanan
adalah :
pada akhir Januari 2012), Pemkot sendiri pada masa itu mulai aktif
dan pengamen.
5) Mengawasi para anak jalanan yang rentan kembali menjadi anak jalanan.
Hal ini diperlukan agar program yang dijalankan berhasil dan tidak ada