Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I.        Konsep Medis


A.      Pengertian
Sedangkan (Yosep, 2009) berpendapat Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat
membahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).
B.      Etiologi
1.       Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin
terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a.       Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau sanksi penganiayaan.
b.      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
c.       Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang
diterima (permissive).
d.      Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2.       Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri
yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

C.      TANDA DAN GEJALA (Menurut Fitria, 2010)


1.       Pengkajian awal : Alasan utama klien dibawa ke RS adalah PK dirumah.

2.       Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, klien sering

memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

3.       Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah

dan tegang serta postur tubuh kaku.

4.       Verbal: Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar.

5.       Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain, merusak lingkungan, amuk/

agresif.

6.       Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak

berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

7.       Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada kasar.

8.       Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak bermoral.

9.       Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

10.   Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

Sedangkan tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yamg mengancam menurut (Santoso ,

2007) adalah :

1.       Kata-kata keras/ kasar atau ancaman akan kekerasan

2.       Adanya perilaku agitatif

3.       Membawa benda-benda tajam atau senjata

4.       Adanya pikiran dan perilaku paranoid


5.       Adanya penyalah gunaan zat/ intoksikasi alkohol

6.       Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan

7.       Kegelisahan katatonik

8.       Adanya penyakit di otak (terutama dilobus frontal)

Hal hal yang perlu diperhatikan untuk menduga adanya resiko bunuh diri (Santoso,

2007).

1.       Adanya ide bunuh diri atau percobaan bunuh diri sebelumya

2.       Adanya kecemasan yang tinggi, depresi yang dalam dan kelelahan

3.       Adanya ide bunuh diri yang diucapkan

4.       Ketersediaanya alat atau cara bunuh diri

5.       Mempersiapkan warisan terutama klien depresi

6.       Adanya krisis dalam kehidupan baik fisik maupun mental

7.       Adanya riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri

8.       Adanya keputus asaan yang mendalam

D.      PROSES TERJADINYA

Banyak hal yang dapat menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR pada individu.

Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan perasaan yang tidak

menyenangkan. Kecemasan dapat diungkapkan melalui 3 cara:

1.       Mengungkapkan marah secara verbal

2.       Menekan/ mengingkari rasa marah

3.       Menentang perasaan marah


Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan. Bila cara ini berlangsung

terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai tindakan melempar

yang menimbulkan perasaan marah tersebut.

Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal berupa

perilaku dekruktif maupun agresif . Sedangkan secara internal dapat berupa perilaku yang

merusak diri.

Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan kata-kata

yang dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti orang lain, serta memberikan perasaan lega.

E.       Rentan Respon

Menurut Iyus Yosep, 2007 bahwa respons kemarahan berfluktuasi dalam rentang adaptif

maladaptif.

Skema 1.1. Rentang Respon Kemarahan

Respon   adaptif                                                              Respons maladaptif

I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I

Asertif         frustasi                 pasif                     agresif               kekerasan

(Sumber Iyus Yosep, 2007)

1.       Perilaku asertif  yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau

meyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu

2.       Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau

hambatan dalam proses pencapaian tujuan.

3.       Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan perasaan marah

yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata.
4.       Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan / panik. Agresif

memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk, mendekati orang lain dengan ancaman,

memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku

untuk tidak melukai orang lain.

5.       Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan

menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat

ringan sampa pada yang paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

F.       MEKANISME KOPING

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:

1.       Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.

2.       Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.

3.       Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan

sikap/ perilaku yang berlawanan.

4.       Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan

melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.

5.       Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek yang

berbahaya.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari

seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi

tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga

sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak

dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan yang
meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya

dan orang lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang

baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping

keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau

menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik

inefektif).

G.     Perilaku

1.       Menyerang orang


2.       Melukai diri sendiri/orang lain
3.       Merusak lingkungan
4.       Amuk/agresi
H.      Penatalaksanaan

Adapun penalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai berikut :

1.       Somatoterapi

Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan badan, biasanya

dilakukan dengan :

a.       Medikasi psikotropik

Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik atau psikofarma yaitu obat-

obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efek obat

tersebut pada otak.

1)      Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)

2)      Obat anti depresi, amitriptyline

3)      Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam


4)      Obat anti insomnia, phneobarbital

b.      Terapi Elektrokonvulsi (ECT)

Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh penderita menerima

aliran listrik yang terputus-putus.

c.       Somatoterapi yang lain

1)      Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10% sehingga timbul

konvulsi

2)      Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi koma, kemusian

dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan gluk

2.       Psikoterapi

Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu gangguan

atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi atau melalui metode-

metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu

atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita,

mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan

keseimbangan adaptifnya.

3.       Manipulasi lingkungan

Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien, sehingga

bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan

kepada lingkungan penderita, khususnya keluarga.

Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan situasi baru yang

lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada


lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses

penyembuhan yang dilakukan.


II.      Konsep Keperawatan

A.      Pengkajian

Beberapa faktor yang perlu dikaji pada klien perilaku kekerasan menurt Budi Anna Keliat, 2006

adalah sebagai berikut :

1.       Klien dibawa ke rumah sakit jiwa dengan alasan amuk, membanting barang-barang, gelisah,

tidak bia tidur, berendam dikamar mandi selama berjam-jam.

2.       Klien biasanya amuk karena ditegur atas kesalahannya

3.       Klien mengatakan mudah kesal dan jengkel

4.       Merasa semua barang tidak ada harganya

5.       Klien kelihatan sangat bersemangat, wajah tegang

6.       Muka merah tidak menceritakan masalahnya

7.       Klien merasa minder bila berada dilingkungan keluarga

8.       Klien mudah marah dan cepat tersinggung

9.       Klien selalu merusak lingkungan

10.   Klien nampak kotor, rambut kusut dan kotor, gigi kotor dan kuning

11.   Kuku panjang dan kotor, kulit banyak daki dan kering

12.   Klien mengatakan malas mandi

13.   Klien tidak mau mandi bila tidak disuruh dan mandi kalau perlu saja

14.   Sehabis mandi klien masih tampak kotor.

B.      Masalah Keperawatan

Menurut Kelait BA, 2006 masalah keperawatan yangs sering terjadi pada klien perilaku

kekerasan adalah :

1.       Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan linkungan
2.       Perilaku kekerasan

3.       Ganguan konsep diri harga diri rendah

4.       Gangguan pemeliharaan kesehatan

5.       Defisit perawatan diri, mandi dan berhias

6.       Ketidakefektifan koping keluarga ; ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah

7.       Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik

C.      Pohon Masalah

Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku Kekerasan

Gangguan Harga Diri : HDR

D.      Diagnosa Keperawatan

Perilaku Kekerasan

E.       Intervensi

N
Strategi Perencanaan Pasien Strategi Perencanaan Keluarga
O
1 SP I P SP I k
1.       Mengidentifikasi penyebab PK 1.       Mendiskusikan masalah yang
2.       Mengidentifikasi Tanda dan dirasakan keluarga dalam merawat
Gejala PK pasien.
3.       Mengidentifikasi PK yang 2.       Menjelaskan pengertian PK, tanda
dilakukan dan gejala, serta proses terjadinya
4.       Mengidentifikasi akibat PK PK.
5.       Mengajarkan cara mengontrol 3.       Menjelaskan cara merawat pasien
PK dengan PK.
6.       Melatih Pasien cara mengontrol
PK FISIK I ( Nafas Dalam )
7.       Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
2 SP II P SP II k
1.       Memvalidasi masalah dan 1.       Melatih keluarga mempraktekkan
latihan sebelumnya cara merawat pasien dengan PK.
2.       Melatih pasien cara kontrol 2.       Melatih keluarga melakukan cara
marah FISIK II ( memukul merawat langsung kepada pasien
bantal / kasur / konversi PK.
energi )
3.       Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

3 SP III P. SP III k
1.       Memvalidasi masalah dan 1.       Membantu keluarga membuat
latihan sebelumnya jadual aktivitas di rumah termasuk
2.       Melatih pasien cara mengontrol minum obat (discharge planning).
PK secara Verbal (Meminta / 2.       Menjelaskan follow up pasien
menolak dan mengungkapkan setelah pulang.
marah secara baik)
3.       Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
4 SP IV P
1.       Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya
2.       Melatih pasien cara mengontrol
PK secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat)
3.       Membibing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
5 SP V P
1.       Memvalidasi masalh dan dan
latihan sebelumnya
2.       Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan meminum obat
( Prinsip 5 benar
minum obat )
3.       Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai