Anda di halaman 1dari 43

Y.

Retno Wulan
Selasa, 08 April 2014

EPIDEMIOLOGI BENCANA DAN KEDARURATAN


1  Bencana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai artisesuatu yang menyebabkan atau
menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana
yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006). Sedangkan menurut Undang-Undang No.24 Tahun
2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman
bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang
dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia(Kamadhis UGM,
2007).

2  Jenis Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
a.       Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor.
b.      Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
c.       Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat,
dan teror(UU RI, 2007).
Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitubencana geologis,
klimatologis dan ekstra-terestrial seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya

Jenis Penyebab Bencana Alam Beberapa contoh kejadiannya


Bencana alam geologis Gempa bumi, tsunami, letusan gunung
berapi, longsor/gerakan tanah, amblesan
atau abrasi
Bencana alam klimatologis Banjir, banjir bandang, angin puting
beliung, kekeringan, hutan (bukan oleh
manusia)
Bencana alam ekstra-terestrial Impact atau hantaman atau benda dari
angkasa luar
Sumber : Kamadhis UGM, 2007

Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya dari dalam bumi.
Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu
atau cuaca. Lain halnya dengan bencana alam ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh
gaya atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap
manusia.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), jenis-jenis bencana antara lain:
a.       Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada
bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa
dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebutdapat menyebabkan kerusakan
dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat memicu
terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang merusak permukiman
penduduk. Gempa bumi juga menyebabkanbencana ikutan berupa , kecelakaan industri dan transportasi
serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya.
b.      Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan
impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik
atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25-100
Km/jam dan ketinggian air.
c.       Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah
"erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan
dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan
mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi.Setiap
gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang
dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa
bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan.
d.      Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran
keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun
lereng.
e.       Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar.
Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena
tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-
rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
f.       Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air baik untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
g.      Angin Topanadalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering
terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat
berdekatan dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem
cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan
kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem dengan kecepatan sekitar 20 Km/jam. Di
Indonesia dikenal dengan sebutan angin badai.
h.      Gelombang Pasangadalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan dapat menimbulkan
bahaya baik di lautan, maupun di darat terutama daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang
terjadi karena adanya angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena ada
pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang sekitar 10-100 Km/jam.
Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang sedang berlayar pada suatu wilayah yang
dapat menenggelamkan kapal-kapal tersebut. Jika terjadi gelombang pasang di laut akan menyebabkan
tersapunya daerah pinggir pantai atau disebut dengan abrasi.
i.        Kegagalan Teknologiadalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi atau industri.
j.        Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan dilanda api serta hasilnya
menimbulkan kerugian.Sedangkan lahan dan hutan adalahkeadaan dimana lahan dan hutan dilanda api
sehingga mengakibatkan kerusakan lahandan hutan serta hasil-hasilnya dan menimbulkan kerugian.
k.      Aksi Teror atau Sabotaseadalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan masyarakat, kerusakan
bangunan, dan mengancam atau membahayakan jiwa seseorang atau banyak orang oleh seseorang atau
golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab. Aksi teror atau sabotase biasanya dilakukan dengan
berbagai alasan dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu,
penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah,tempat, dan sebagainya. Aksi teror atau sabotase sangat sulit dideteksi
atau diselidiki oleh pihak berwenang karena direncanakan seseorang atau golongan secara diam-diam dan
rahasia.
l.        Kerusuhan atau Konflik Sosialadalah suatu kondisi dimana terjadi huru-hara atau kerusuhan atau
perang atau keadaan yang tidak aman di suatu daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat,
golongan, suku, ataupun organisasi tertentu.
m.    Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasamerupakan ancaman yang diakibatkan oleh
menyebarnyapenyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu. Pada skala besar, epidemi atau
wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit
dan korban jiwa. Beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang masih
harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, anthraks, busung lapar dan
HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi penyebarannya, sehinggakejadian yang
pada awalnya merupakan kejadian lokal dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang
banyakmenimbulkan korban jiwa. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim, makanan dan pola
hidup masyarakat yang salah merupakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bencana ini.

3  Penanggulangan Bencana
Menurut Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (2006), upaya penanggulangan
bencana merupakan kegiatan yang mempunyai fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dalam lingkup “Siklus Penanggulangan Bencana”
(Disaster Management Cycle). Siklus dimulai pada waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan
pencegahan, mitigasi (pelunakan/penjinakan dampak) dan kesiapsiagaan. Kemudian pada saat terjadinya
bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa
kegiatan pemulihan dan rekonstruksi.
Penanggulangan Masalah akibat Bencana/PMK-AB (sekarang menjadi Penanggulangan Krisis
Akibat Bencana/PK-AB adalah serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakan
(mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, menyiapsiagakan sumber
daya kesehatan dan memulihkan (rehabilitasi) serta membangun kembali (rekonstruksi) kerusakan
infrastruktur kesehatan akibat bencana secara lintas program dan lintas sektor serta bermitra dengan
masyarakat internasional (Rekompak, 2010).Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu :
a.       Cepat dan tepat
Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus
dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penaggulangan
akan berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
b.      Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus
mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
c.       Koordinasi dan keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada
koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama
yang baik dan saling mendukung.
d.      Berdaya guna dan berhasil guna
Yang dimaksud dengan ‘prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat
dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.yang dimaksud dengan
“prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna , khususnya
dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan.
e.       Transparansi dan akuntabilitas
Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka
dan dapat dipertanggung jawabkan. Akuntabilitas adalah penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
f.       Kemitraan
Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam penanggulangan
bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat secara luas, termasuk LSM maupun dengan
organisasi-organisasi kemasyrakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau
lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahnya.
g.      Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyrakat untuk mengetahui, memahami dan
melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki
kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.
h.      Nondiskriminatif
Negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakukan yang berbrda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun.
i.        Nonproletisi
Dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui
pemberian bantuan dan pelyanan darurat bencana. Dalam Peraturan Kepala Badan Nasioanal
Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana, dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan
bencana, meliputi tahap pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

2.3.1        Pra bencana (pelatihan satgas, masyarakat umum dan isyarat dini)


Menurut Rekompak (2010), kegiatan ini bertujuan mengurangi kerugian harta dan korban
manusia yang disebabkan oleh bahaya dan meminimalkan kerugian ketika terjadi bencana. Berdasarkan
UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pada tahap pra bencana meliputi dua
keadaan, yaitu :
a.       Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan
bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1)      perencanaan penanggulangan bencana;
2)      pengurangan risiko bencana;
3)      pencegahan;
4)      pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5)      persyaratan analisis risiko bencana;
6)      pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7)      pendidikan dan pelatihan; dan
8)      persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
b.      Situasi Terdapat Potensi Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana,
meliputi : kesiapsiagaan; peringatan dini dan mitigasi bencana.
1)      Kesiapsiagaan, yaitu penyusunan rencana pengembangan peringatan, pemeliharaan persediaan dan
pelatihan personil.
Langkah-langkah kesiapsiagaan dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk
meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi (Rekompak, 2010).
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasioanal Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, kegiatan yang dilakukan dalam upaya
kesiapsiagaan, antara lain:
a.       Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
b.      Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
c.       Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
d.      Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
e.       Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
f.       Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan.
g.      Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
h.      Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
i.        Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
22)      Peringatan Dini
Menurut Hasnawir (2012), peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan
hasil pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat
dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut
disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran
masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan
bencana berupa saran teknis dapat berupa antara lain pengalihan jalur jalan (sementara atau seterusnya),
pengungsian dan atau relokasi, dan saran penanganan lainnya.
33)      Mitigasi, yaitu mencakup langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di masa mendatang,
baik efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya. Kegiatan difokuskan pada bahaya itu sendiri atau
unsur-unsur terkena ancaman, seperti : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan irigasi air pada
daerah yang kekeringan (Rekompak, 2010).

2.3.2        Saat Bencana (evakuasi, tindakan)


Penyelenggarakan penanggulangan bencana pada saat bencana (tanggap darurat) menurut UU
Nomor 24 Tahun 2007, meliputi:
a.      pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan, dan sumber daya;
b.      penentuan status keadaan darurat bencana;
c.      penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d.     pemenuhan kebutuhan dasar;
e.      pelindungan terhadap kelompok rentan; dan
f.       pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Dalam Rekompak (2010), pada tahap tanggap darurat, hal pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan tanggap darurat. Selain itu,
tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi
kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini diarahkan
pada kegiatan :
a.    penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan menangani korban yang luka-
luka
b.   penanganan pengungusi
c.    pemberian bantuan darurat.
d.   pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih.
e.    Penyiapan penampungan sementara
f.    Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta memperbaiki sarana dan prsarana dasar
agar mampu memberikan pelayanan yang memadai untuk para korban

2.3.3        Pasca bencana (pemantauan, penyuluhan dam rahabilitasi)


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pedoman Umum Penyelenggarakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana,  manajemen
pemulihan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang
dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan  hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
a.    Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b.   Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2012), dalam tahap pasca bencana kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi yang dilaksanakan harus diupayakan untuk melibatkan peran serta warga masyarakat.
Bantuan dari pemerintah diutamakan berupa stimulan yang diharapkan akan dapat mendorong tumbuhnya
keswadayaan warga masyarakat.

4  Organisasi dan Tata Laksana Penangulangan Bencana


4.1        Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta
melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi
bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan. BNPB dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. Sebelumnya badan ini bernama Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2005, menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001.
a.       Tugas Pokok
1) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup
pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara
2) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan
3)      Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat
4)      Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam
kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana
5)      Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional
6)      Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
7)      Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
8)      Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
b.      Fungsi
1)   Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan
bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien
2)   Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh.

4.2  BPBD Provinsi Jawa Timur


BPBD Provinsi mempunyai tugas :
a.       Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penang gulangan bencana yang mencakup
pencegahan bencana, pe nanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara
b.      Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
peraturan perundang-undangan 
c.       Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana 
d.      Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana
e.       Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali
dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana
f.       Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
g.      Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
h.      Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penetapan pedoman dan
pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Sedangkan fungsi BPBD Provinsi, yaitu :
a.       Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan
bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan
b.      Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan
menyeluruh.
c.       Penyusunan pedoman operasional terhadap penanggulangan bencana
d.      Penyampaian informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
e.       Penggunaan dan pertanggungjawaban sumbangan / bantuan;
f.       Pelaporan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
g.     Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.

4.3        BPBD Kabupaten Jember


Tupoksi BPBD Kabupaten Jember adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, yang meliputi pencegahan, tanggap darurat,
dan rehablitasi.

5  Epidemik Penyakit Pasca bencana


Dengan koondisi lingkungan, kelelalahan fisik, serta kecemasan psikologis, pada saat
terjadi banjir ataupun setelah banjir surut, umumnya akan muncul berbagai jenis penyakit
yang bisa menghinggapi masyarakat korban bajir. Penyakit-penyakit tersebut, seperti: Diare,
Cholera, Psikosomatik, Penyakit Kulit, Penyakit Leptospirosis, Penyakit saluran Napas, dan
banyak lagi lainnya.
5.1        Diare
Diare merupakan penyakit yang paling sering terjadi saat bencana banjir datang. Diare
dapat menjangkit semua orang, baik anak-anak, remaja, dewasa, bapak-bapak, ibu-ibu, dan
orang tua. Gejala diare diantaranya adalah mulut kering, mata cekung, perut kram dan
kembung, mual dan muntah, sakit kepala, keringat dingin dan demam. Jika ada diantara
keluarga korban yang menderita penyakit diare, sebaiknya segera dilakukan Pertolongan
Pertama Pada Diare, Memberikan cairan gula dan garam agar dapat mengatasi dehidrasi.
Memberikan suplemen makanan yang dapat membantu stamina dan mengembalikan fungsi
organ-organ tubuh secara maksimal, Memberikan obat anti diare yang dapat membantu.
Menormalkan pergerakan saluran pencernaan pada saat diare, melawan dehidrasi dan
mencegah terjadinya kram perut, obat yang biasa digunakan, misalnyha immudium, dan
antibiotik.

5.2        Psikosomatik
Kondisi lingkungan yang berubah tiba-tiba dan merasakan kecemasan orangtua.
Demikian pula trauma karena kehilangan orang yang dicintai, atau harta benda yang
diperjuangkan dengan susa payah, meyebabkan perasaan pilu yang luar biasa. Selanjutnya
kondisi kecemsan itu akan menekan alam bawah sadar maryakat, sehingga senantiasa merasa
banjir akan datang lagi, dan berbagai kondisi psikologis sebagai pencetus penyakit ini.
Pencegahan dan pengobatan gangguan ini dapat diatasi dengan pemberian makanan dan
minuman sehat yang cukup, serta istrihat yang cukup. Demikian pula dapat diberikan obat
anticemas, misalnya: Valium, Diazepam, dan berbagai suplemen lainnya.

2.5.3  Penyakit Kulit
 Pada  umumnya menghinggapi atau menjangkiti para korban banjir. Penyakit kulit ini
disebabkan oleh: Infeksi kulit karena bakteri, virus atau jamur. Demikian pula dapat
diakibatkan oleh Parasit, kutu, larva dan Alergi kulit.Pencegahannya dapat dilakukan dengan:
Seminimal mungkin menghindari kontak langsung dengan air dengan menggunakan sepatu
boot. Jagalah kebersihan dan selalu gunakan pakaian yang kering.
5.4        Leptospirosis
Penyakit ini diakibatkan oleh parasit bernama Leptospyra Batavie. Penyebarannya
melaui air yang tergenang dan bersumber dari air kencing tikus, babi, anjing, kambing kuda,
kucing, kelelawar dan serangga tertentu. Penyakit ini terkenal dengan penyakit kencing tikus,
parasit ini berbentuk seperti cacing spiral yang sangat kecil. Gejala Leptospirosis Stadium
awal, demam tinggi, badan menggigil (kedinginan), mual, muntah, iritasi mata, nyeri otot
betis dan sakit bila tersentuh. Stadium dua, parasit membentuk antibodi ditubuh sehingga
mengakibatkan jantung berdebar debar dan tidak beraturan, bahkan jantung bisa mengalami
pembengkakan dan gagal jantung. Pembuluh darah dapat mengalami perdarahan ke saluran
pernapasan dan pencernaan hingga bisa mengakibtkan kematian. Parasit dapat masuk melalui
bagian tubuh yang terbuka seperti luka. Pengobatan penyakit Leptospirosis dengan pemberian
antibiotik, misalya: doksisiklin, cephalosporin, dan obat-obat antibiotik turunan quinolon.
Demikian pula dapat diberikan penisilin, ampisilin atau antibiotik lainnya yang serupa.
Pemberian antibiotik sebaiknya secara intrevena (infus).

2.5.5        Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


ISPA juga sangat banyak diderita oleh masyarakat korban bencana banjir. Kondisi
lingkungan yang buruk dan cuaca yang tak menentu, membuat sejumlah pengungsi korban
banjir mulai terserang penyakit. Gangguan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), berupa:
flu, demam, dan batuk. Hal ini terjadi karena asupan makanan, kurangnya air bersih, dan
masih tingginya aktivitas pengungsi guna mengecek rumah sekaligus mengambil barang-barang
yang tertinggal membuat daya tahan tubuh mereka cepat turun. Pada saat terserang penyakit
ISPA, sebaiknya penderita mengusahakan kondisi dalam keadaan yang hangat, serta makan-
makanan yang banyak mengandung energi, serta perlu diberikan beberapa obat lainnya
seperti : Parasetamol, Antihistamin, dan antibiotik jika terjadi infeksi bakteri.
5.6        Demam Berdarah
 Saat musim hujan, terjadi  peningkatan tempat perindukan nyamuk  aedes aegypti  karena banyak
sampah seperti  kaleng bekas, ban bekas, dan tempat-tempat tertentu terisi air sehingga
menimbulkan  genangan, tempat berkembang biak nyamuk  tersebut.
5.7        Penyakit Saluran Cerna Lain
Penyakit yang dimaksud misalnya seperti demam tifoid. Dalam hal ini, faktor kebersihan
makanan memegang peranan  penting.
5.8 Memburuknya penyakit kronis
Hal ini hanya terdapat pada korban yang mempunyai penyakit yang sebelumnya sudah diderita.
Hal ini  terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi  bila
banjir yang terjadi selama berhari-hari.

6       Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana


Pada penanggulangan bencana telah terjadi perubahan paradigma, dari penanganan bencana
berubah menjadi pengurangan risiko bencana, artinya saat ini penyelenggaraan penanggulangan bencana
lebih menitikberatkan pada tahap pra bencana daripada tahap tanggap darurat (Raharja dalam Ristrini,
2012). Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (pelatihan,gladi, penyiapan sarana dan prasarana,
SDM, logistik dan pembiayaan).
Kesiapan biasanya dipandang sebagai sesuatu aktifitas yang bertujuan meningkatkan aktifitas
respon dan kemampuan coping. Delapan dimensi dalam menghadapi kesiapsiagan meliputi: pengetahuan
bencana, manajemen arah dan koordinasi dari operasi keadaan darurat, kesepakatan formal dan informal,
sumber daya pendukung, perlindungan keselamatan hidup, perlindungan harta benda, menyesuaikan diri
dengan keadaan darurat dan pemulihan, yang terakhir adalah mengidentifikasi dengan cepat aktifitas
pemulihan (Sutton dan Tierney, 2006 dalamHerdwiyanti, 2013).
1.      Bidang pelayanan
a.       Sarana dan prasarana kesehatan
1)      Menyiagakan sarana kesehatan seperti membuka pelayanan kesehatan di Puskesmas selama 24 jam
2)      Mendirikan pos kesehatan di tempat-tempat penampungan
3)      Melakukan surveilans kedaruratan
4)      Melakukan evakuasi medik
5)      Berkoordinasi dengan sektor terkait dalam memantau bencana
b.      Sumberdaya Manusia(tenaga Kesehatan)
SDM Kesehatan  sangat berperan penting dalam melakukan pelayanan kesehatan
akibat  bencana. Kebutuhan SDM Kesehatan dalam penanggulangan krisis akibat bencana mengikuti
siklus penanggulangan bencana, yaitu mulai dari pra-, saat, dan pasca bencana.
1)      Prabencana
Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan pada masa prabencana menyangkut penempatan SDM
Kesehatan dan pembentukan Tim Penanggulangan Krisis akibat Bencana. Dalam pembentukan Tim
Penanggulangan Krisis akibat  Bencana perlu diperhatikan hal-hal berikut.
a)      Waktu untuk bereaksi yang singkat dalam memberikan pertolongan
b)      Kecepatan dan ketepatan dalam bertindak untuk mengupayakan pertolongan terhadap korban bencana
sehingga jumlah korban dapat diminimalkan.
c)      Kemampuan SDM Kesehatan setempat (jumlah dan jenis serta kompetensi SDM Kesehatan setempat)
d)     Kebutuhan minimal pelayanan kesehatan pada saat bencana.
Disamping upaya pelayanan kesehatan (kegiatan teknis medis) diperlukan  ketersediaan SDM Kesehatan
yang memi liki kemampuan manajerial dalam  upaya penanggulangan krisis akibat bencana. Untuk
mendukung kebutuhan  tersebut, maka tim tersebut harus menyusun rencana:
  Kebutuhan anggaran (contingency budget).
  Kebutuhan sarana dan prasarana pendukung.
  Peningkatan kemampuan dalam penanggulangan krisis akibat bencana.
  Rapat koordinasi secara berkala.
  Gladi posko dan gladi lapangan.
2)  Saat dan pasca bencana
Pada saat terjadi bencana perlu diadakan mobilisasi SDM Kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim
Penanggulangan Krisis yang meliputi Tim Gerak Cepat, Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Tim RHA) dan
Tim Bantuan Kesehatan. Koordinator Tim dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kasbupaten/Kota (mengacu Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1653/Menkes/SK/XII/2005). Kebutuhan minimal tenaga untuk masing-masing tim tersebut, antara lain:
a. Tim Gerak Cepat, yaitu tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada
informasi kejadian bencana. Tim Gerak Cepat ini terdiri atas:
a) Pelayanan Medis
        Dokter umum/BSB: 1 orang
        Dokter Spesialis Bedah: 1 orang
        Dokter Spesialis Anestesi: 1 orang
        Perawat mahir (perawat bedah, gawat darurat): 2 orang
        Tenaga DVI: 1 orang
        Apoteker/Asisten Apoteker: 1 orang
        Supir ambulans: 1 orang
b) Surveilans: 1 org  dan Ahli epidemiologi/Sanitarian
c) Petugas Komunikasi: 1 org
Tenaga-tenaga di atas harus dibekali minimal pengetahuan umum mengenai bencana yang dikaitkan
dengan bidang pekerjaannya masing-masing.
b. Tim RHA, yaitu tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Gerak Cepat atau menyusul dalam
waktu kurang dari 24 jam. Tim ini minimal terdiri atas:
a)   Dokter umum: 1 orang
b)   Ahli epidemiologi: 1 orang
c)   Sanitarian: 1 orang
c. Tim Bantuan Kesehatan, yaitu tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Gerak Cepat
dan Tim RHA kembali dengan laporan dengan hasil kegiatan mereka di lapangan.
Tabel 2.2 Tim Bantuan Kesehatan

Jenis Tenaga Kompetensi Tenaga


Dokter Umum PPGD/ GELS/ATLS/ACLS
Apoteker dan Asisten Pengelolaan Obat dan Alkes
Apoteker
Perawat (D3/Sarjana EmergencyNursing/PPGD/BTLS/PONED/PONEK/ICU
Keperawatan)
Ahli Gizi (D3/D4 Penanganan Gizi Darurat
Gizi/Sarjana Kesmas)
Perawat Mahir Anestesi/Emergency Nursing
Bidan (D3 Kebidanan) APN dan PONED
Sanitarian (D3 Penanganan Kualita s Air Bersih dan Kesling
Kesling/Sarjana
Kesmas)
Tenaga Surveilens Surveilens Penyakit
(D3/D4
Kesehatan/Sarjana
Kesmas)
Ahli Entomolog Pengendalian Vektor
(D3/D4
Kesehatan/Sarjana
Kesmas/Sarjana
Biolog)

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga)


tahapan sebagai berikut:
a. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika
sedang dalam ancaman potensi bencana
b. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi
bencana.
c. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang
dipakai yaitu :
a.                   Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang
mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya
bencana dengan fase-fase antara lain :
a)      Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan
dan/atau mengurangi ancaman bencana.
b)      Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
c)      Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat
peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
b.      Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor
pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
c.       Manajemen pemulihan (pasca bencana)
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenyanya yaitu :
a)      Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana.
b)      Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
                                          
2.      Bidang Penyehatan Lingkungan
a.    Lokasi pengungsian
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyakit menular, diperlukan tim rapid health
assesment (RHA) ke lokasi bencana serta memberikan dukungan logistik lingkungan diantaranya
polybag, PAC, lysol, kaporit, rappelent lalat, air minum, dan masker.
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL PP) selaku masyarakat
dihimbau untuk membuat tempat pembuangan sampah sementara dengan menggali lubang ukuran 1 x 2
meter, dan dianjurkan untuk membakar sampah setiap harinya guna mencegah timbulnya vector penyakit.
Selain itu perlu dilakukan penyemprotan dengan mistblower dan larutan actellic di lokasi pengungsian
guna mengurangi kepadatan lalat, karena tumpukan sampah organik yang dibuang sembarangan. Selain
itu juga telah dilakukan pengambilan sampel air terhadap air subsidi PDAM yang ada di lokasi
pengungsian.
b.   Sumberdaya Manusia
Dalam penanggulangan bencana memerlukan kerja sama SDM yang didasarkan pada masalah
dan upaya teknis terkait program masing-masing unit kerja di lingkungan kesehatan maupun non-
kesehatan (lintas-sektor). Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas upaya pemulihan krisis
kesehatan akibat bencana diperlukan keterpaduan beberapa program dan sektor terkait yang dapat dicapai
melalui pertemuan berkala secara intensif. Upaya tanggap darurat dan pemulihan krisis kesehatan yang
telah dilakukan juga perlu dievaluasi untuk menemukan masalah yang dihadapi dan solusinya.

3.      Bidang Logistik
Berikut ini merupakan bahan logistik yang harus tersedia di lokasi bencana.
a.    Makanan siap saji
b.   Tambahan gizi
c.    Lauk pauk
d.   Kids ware
e.    Sandang
f.    Selimut
Diposting oleh retno wulan di 17.59 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:
1.

Ace Maxs15 Juni 2015 21.11

terimakasih banyak untuk artikel ini, informasi yang bermanfaat.

http://obattraditional.com/obat-tradisional-penyakit-tipes/
Balas

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)


About

free music at divine-music.info

About me..^^
saya suka statistika n epidemiologi..keduanya begitu cantik dan menarik. Hehehe pengagum
dahlan iskan. sangat sayang mama dan ayah. manusia biasa yg sering alfa tp beruntung punya
guru seperti abah dan umma. suka sastra, sangat-sangat suka :-) uda itu aja tentang
saya..selamat datang di blog saya :)
Pages
Healthy..♥♥

Mengenai Saya

retno wulan 
Lihat profil lengkapku
0Dipakai Bersamashare button

Blogger news
Blogroll
Archives
 ►  2017 (2)
 ►  2016 (3)
 ►  2015 (4)
 ▼  2014 (22)
o ►  September(3)
o ►  Juli (4)
o ►  Juni (4)
o ►  Mei (2)
o ▼  April (9)
 IRAMA
SIRKARDIAN
(circardian
rythm)
 DIFTERI &
IMUNISASI DPT
 Rapid
Convenience
Assesment (RCA)
 HIGIENE SANITASI
MAKANAN DAN
MINUMAN
 Candidiasis
Genitalis
(Thrush)
 Safe Motherhood
& Making
Pregnancy Saver
 EPIDEMIOLOGI
BENCANA DAN
KEDARURATAN
 MANAJEMEN
PASCA BENCANA
(STUDI
KASUS:GEMPA
BUMI PA...
 Apa sih Wide
Area Network
(WAN) itu???
 ►  2013 (8)
Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.

silahudin66
Silaturrahmi Pemikiran: berbagi informasi, menambah setetes pengetahuan

SENIN, 17 MEI 2010


Standard Pelayanan Publik

A. Karakteristik Pelayanan Publik

Pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, karenanya pelayanan sangat
dibutuhkan dalam segala dimensi kehidupan. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Oleh karenanya, berbagai aktivitas pelayanan pada dasarnya memiliki karakteristik tertentu dan
terbagi ke dalam beberapa jenis pelayanan. Karakteristik pelayanan publik menurut Lembaga Adminstrasi
Negara (2003) adalah sebagai berikut:
a. memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya;
b. memiliki kelompok kepentingan yang luas, termasuk kelompok sasaran yang ingin dicapai;
c. memiliki tujuan sosial;
d. dituntut untuk akuntabel kepada publik
e. memiliki konfigurasi indikator kinerja yang perlu kelugasan; dan
f. seringkali menjadi sasaran isu politik.
Dasar hukum yang jelas itulah, yang menjadikan variabel penyelenggara pelayanan publik, seperti
BUMN/BUMD: Telkom, PLN, dan lain-lain; target sasaran kelompok yang luas, yaitu masyarakat;
adanya tujuan sosial, yakni mementingkan kepentingan umum, misalnya PT Kereta Api (Persero)
menyediakan jasa angkutan untuk semua lapisan masyarakat dengan harga yang terjangkau; melaporkan
akuntabilitas kinerja kepada publik (keberhasilan dan kegagalannya) seperti LAKIP (Laporan
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah).
Dalam hal ini, penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah yang meliputi :
 Satuan kerja/satuan organisasi Kementrian;
 Departemen;
 Lembaga Pemerintah Non Departemen
 Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, misalnya : Sekretariat Dewan (Sekwan),
Sekretariat Negara (Setneg), dan sebagainya;
 Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
 Badan Hukum Milik Negara (BHMN);
 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
 Instansi Pemerintah lainnya, baik Pusat maupun Daerah termasuk dinas-dinas dan badan.
Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggung jawab
untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah karena
masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi, dan berbagai pungutan
lainnya.
Hakekat pelayanan publik seperti dijelaskan Keputusan Menpan Nomor 63 tahun 2003 bahwa hakikat
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan
kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Kendati pun, kewajiban pemberian pelayanan publik terletak pada pemerintah, pelayanan publik juga
dapat diberikan oleh pihak swasta dan pihak ketiga, yaitu organisasi nonprofit, relawan ( volunteer), dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bila memang penyelenggaraan pelayanan publik tertentu
diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga, maka yang terpenting dilakukan oleh pemerintah adalah
memberikan regulasi, jaminan keamanan, kepastian hukum, dan lingkungan yang kondusif.
Seiring dengan itu, penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Instansi pemerintah
sebagaimana dituliskan di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun
2003 adalah sbeagai berikut:
 Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan unit kerja/satuan organisasi Kementerian,
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi
Negara, dan instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah termasuk Badan Usaha Milik
Negara, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
 Unit Penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi pemerintah yang secara langsung
memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik.
 Pemberi Pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan
fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 Penerima Pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hokum.
 Biaya pelayanan publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun ) sebagai imbal jasa atas
pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Indeks kepuasan masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang
diperoleh dari penyelenggara atau pemberi pelayanan sesuai dengan harapan dan kebutuhan
masyarakat.
Beriringan dengan pelayanan publik tersebut di atas, berarti mengandung arti bahwa pelayanan
tersebut menyangkut pelayanan barang dan jasa publik. Adapun yang dimaksud dengan barang
publik dan jasa publik dapat dijelaskan di bawah ini.
Menurut Guritno Mangkoesoebroto dalam Widodo (2001: 280) menjelaskan bahwa barang publik
murni (a pure public goods) mempunyai dua karakteristik utama: penggunaannya tidak bersaingan (non
rivalry) dan tidak dapat diterapkan prinsip pengkecualian (non excludability).
Barang yang penggunaannya tidak bersaing dan tidak ada perkecualian (siapa pun bisa menggunakan)
dikategorikan sebagai barang publik, dan sebaliknya disebut barang privat (private goods).
Sementara Savas (1990), mengemukakan terdapat dua karakteristik utama dari barang publik:
1. Akses
Akses menunjuk pada kasus atau kesulitan untuk menolak seseorang mengakses barang tertentu.
2. Konsumsi
Konsumsi menunjuk pada eksklusivitas penggunaan barang oleh orang satu terhadap orang
lainnya.
Menurut Savas, barang yang mudah diakses dan dikonsumsi oleh publik, termasuk barang publik.
Sedang barang yang dikonsumsi secara ekslusif dan ditolak bagi orang yang tidak mampu atau tidak
dapat membayarnya disebut barang privat (private goods).
Bahkan Savas membedakan barang dilihat dari sulit tidaknya melakukan penolakan (deny access) dan
mengkonsumsinya menjadi empat macam barang, yaitu sebagai berikut:
1. Private goods jika mudah melakukan penolakan (easy to deny access) dan terdapat perkecualian
dalam mengkonsumsinya (exclusive).
2. Common-pool goods, manakala sulit melakukan penolakan (difficult to deny access) dan ada
perkecualian dalam mengkonsumsi (exclusive consumption).
3. Toll goods, manakala mudah melakukan penolakan dan dikonsumsi oleh umum (common
consumption).
4. Collective goods, manakala sulit melakukan penolakan dan dikonsumsi oleh umum.
Sedangkan Harvey S. Rosen dalam Widodo (2001: 280-281) menjelaskan barang publik murni adalah
tidak adanya persaingan di dalam mengkonsumsi. Hal ini berarti barang tersebut telah tersedia, dan tidak
ada biaya tambahan bagi seseorang yang akan menggunakannya.
Untuk menentukan (mendefinisikan) barang publik terdapat beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Walaupun setiap orang mengkonsumsi barang dalam jumlah yang sama, tidak terdapat persyaratan
bahwa barang yang dikonsumsi dibayar sama oleh semua orang (Even though every-one
consumes the same quantity of the goods, there is no requirement that this consumption be valued
equally by all).
2. Klasifikasi sebagai barang public adalah tidak absolut.Namun tergantung pada kondisi pasar dan
teknologinya (Classification as a public goods is not an absolute. It depends upon market
conditions and the state technology).
3. Sifat perkecualian sering dikaitkan dengan barang public (the nation of excludability is often linked
to that of public goods).
4. Sejumlah barang yang secara konvensional tidak dikatakan sebagai “komoditi”, tetapi memiliki
karakteristik sebagai barang publik (a number of things are not conventionally thought of as
”commodities” have public good characteristics).
Berdasarkan kriteria di atas, maka untuk membedakan barang publik dan barang swasta, dapat
disimak dalam matrik di bawah ini.
Tabel. Definition of The Four types of Goods

Exclusive Consumption Common Consumption


Easy to Deny Access Private goods Toll goods
Difficult to Deny Access Common pool goods Collective goods
Di samping pendapat di atas, Howlett dan Ramesh dalam Ratminto & Atik Septi Winarsih (2006: 7 –
8) membedakan adanya empat macam barang /jasa, yaitu sebagai berikut:
1. Barang/Jasa Privat
Adalah barang/jasa yang derjat eksklusivitas dan derjat keterhabisannya sangat tinggi, seperti
misalnya makanan atau jasa potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna,
tetapi yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lian apabila telah dikonsumsi oleh seorang
pengguna.
2. Barang/Jasa Publik
Adalah barang /jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat mudah, seperti
misalnya penerangan jalan atau keamanan, yang tidak dapat dibatasi penggunaannya, dan tidak
habis meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna.
3. Peralatan Publik
Peralatan publik ini kadang-kadang dikatakan juga sebagai barang/jasa semi publik, yaitu
barang/jasa yang tingkat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tingkat kehabisannya rendah.
Contoh jembatan/jalan raya yang tetap masih dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai oleh
seseorang pengguna, tetapi yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya kepada setiap
pemakai.
4. Barang /Jasa milik bersama
Adalah barang/jasa yang tingkat eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi.
Contoh barang/jasa milik bersama adalah ikan di laut yang kuantitasnya berkurang setelah
terjadinya pemakaian, tetapi yang tidak mungkin untuk dilakukan penarikan biaya secara
langsung kepada orang yang menikmatinya.
Taksonomi Barang dan Jasa

Tingkat Tingkat Eksklusivitas


Keterhabisan Rendah Tinggi
Barang milik bersama Barang/jasa privat
Tinggi
Barang/jasa publik Peralatan publik & barang /
Rendah
jasa semi publik
Sumber: Hawlett dan Ramesh dalam Raminto (2006:8)
B. Klasifikasi Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori
utama, yaitu: pelayanan kebutuhan dasar dan pelayanan umum, seperti dijelaskan oleh Mahmudi (2005:
205-210).
1. Pelayanan Kebutuhan Dasar
Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah meliputi : kesehatan, pendidikan
dasar, dan bahan kebutuhan pokok masyarakat.
a. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka kesehatan adalah hak bagi setiap
warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan
menjadi modal terbesar untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan kesehatan
pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang
sejahtera (welfare society).
Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat,
karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan yang erat dengan tingkat kemiskinan. Sementara, tingkat
kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Keterkaitan tingkat kesehatan dengan kemiskinan
dapat dilihat pada siklus lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty). Dalam suatu lingkaran
setan kemiskinan tersebut, dapat tiga poros utama yang menyebabkan seseorang menjadi miskin, yaitu: 1)
rendahnya tingkat kesehatan, 2) rendahnya pendapatan, dan 3) rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya
tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu terjadinya kemiskinan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
tingkat kesehatan masyarakat yang rendah akan menyebabkan tingkat produktivitas rendah. Tingkat
produktivitas yang rendah lebih menyebabkan pendapatan rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan
terjadinya kemiskinan. Kemiskinan ini selanjutnya menyebabkan seseorang tidak dapat menjangkau
pendidikan yang berkualitas serta membayar biaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Oleh karena
kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat yang hendak diwujudkan pemerintah, maka
kesehatan harus menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for health) dengan memberikan
pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas. Hampir semua negara-
negara maju di dunia menaruh perhatian yang serius terhadap masalah kesehatan. Negara-negara maju
pada umumnya memberikan subsidi kesehatan yang besar kepada masyarakatnya. Pengeluaran anggaran
untuk kesehatan hampir mencapai 20-22% dari total anggaran. Nilai ini hampir sama dengan anggaran
pendidikan yang mencapai 20-25% dari total anggaran. Sebagai contoh, pemerintah Inggris
melalui National Health Service (NHS) memberikan subsidi kesehatan kepada masyarakatnya hingga
90%. Dengan sistem seperti itu masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan yang sangat murah.
Masyarakat hanya menanggung biaya perawatan kurang dari 5% dari total biaya, karena sebagian besar
biaya ditanggung pemerintah, sebagian lagi berasal dari donasi, baik dari pribadi maupun perusahaan-
perusahaan.
Meskipun biaya kesehatan relatif murah akan tetapi tidak berarti pelayanan yang diberikan rendah
dan tidak berkualitas. Murahnya biaya pelayanan kesehatan itu adalah karena adanya subsidi yang besar
dan termasuk adanya kontribusi masyarakat dan dunia bisnis dalam bentuk donasi. Dari mana asal dana
NHS sehingga mampu memberikan subsidi kesehatan yang begitu besar kepada masyarakatnya?
Sebagian besar pendapatan berasal dari pajak masyarakat, yaitu sebesar 86%. Sebagian lagi berasal dari
pungutan asuransi kesehatan nasional sebesar 11% dan kurang lebih hanya 3% berasal dari biaya
pelayanan kesehatan yang dibebankan kepada pasien.
b. Pendidikan Dasar
Bentuk pelayanan dasar lainnya adalah pendidikan dasar. Sama hanya dengan kesehatan, pendidikan
merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia. Masa depan suatu bangsa akan sangat
ditentukan oleh seberapa besar perhatian pemerintah terhadap pendidikan masyarakatnya. Tingkat
pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan karena pendidikan merupakan salah satu
komponen utama dalam lingkaran setan kemiskinan sebagaimana digambarkan di atas. Oleh karena itu,
untuk memotong lingkaran setan kemiskinan salah satu caranya adalah melalui perbaikan kualitas
pendidikan.
Pelayanan pendidikan masyarakat yang paling elementer adalah pendidikan dasar. Oleh karena itu,
tidak berlebihan apabila dikatakan, “Jika kita ingin mengetahui bangsa ini tiga puluh atau lima puluh
tahun yang akan datang, maka lihatlah anak-anak Sekolah Dasar kita sekarang.” Pada pemerintahan kita
pendidikan dasar diterjemahkan dalam Program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pendidikan dasar
tersebut pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya. Idealnya
pemerintah mensubsidi penuh pendidikan dasar ini sehingga tidak ada alasan bagi oang tua untuk mampu
menyekolahkan anaknya. Pemerintah hendaknya menjamin bahwa semua anak dapat bersekolah. Untuk
melakukan hal itu diperlukan anggaran pendidikan yang besar. Dalam pemenuhan anggaran tersebut
amanat amandemen UUD 1945 telah mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan sebenarnya bukan biaya
akan tetapi investasi jangka panjang yang manfaatnya juga bersifat jangka panjang.
c. Bahan Kebutuhan Pokok
Selain kesehatan dan pendidikan, pemerintah juga harus memberikan pelayanan kebutuhan dasar
yang lain, yaitu bahan kebutuhan pokok. Bahan kebutuhan pokok masyarakat itu misalnya : Beras,
Minyak goring, Minyak tanah, Gula pasir, Daging, Telur ayam, Susu, Garam beryodium, Tepung terigu,
Sayur mayor, Semen, dan sebagainya.
Dalam hal penyediaan bahan kebutuhan pokok, pemerintah perlu menjamin stabilitas harga
kebutuhan pokok masyarakat dan menjaga ketersediaannya di pasar maupun di gudang dalam bentuk
cadangan atau persediaan.
Lonjakan harga kebutuhan pokok masyarakat yang terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif
bagi perekonomian makro, misalnya memicu terjadi inflasi yang tinggi (hiperinflasi). Selain itu,
ketidakstabilan harga bahan kebutuhan pokok yang tidak terkendali juga dapat menimbulkan
ketidakstabilan politik. Selain menjaga stabilitas harga-harga umum, pemerintah juga perlu menjamin
bahwa cadangan persediaan di gudang pemerintah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sampai
jangka waktu tertentu. Hal ini untuk menghindari terjadinya kepanikan masyarakat terhadap kelangkaan
bahan kebutuhan pokok, sehingga tidak terjadi antrian panjang untuk mendapatkan bahan kebutuhan
tertentu.
2. Pelayanan Umum
Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyedia pelayanan publik juga harus
memberikan pelayanan umum kepada masyarakatnya. Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah
terbagi dalam tiga kelompok, yaitu : a) pelayanan administratif, b) pelayanan barang, dan c) pelayanan
jasa.
a. Pelayanan administratif
Pelayanan administratif adalah pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya : Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Sertifikat Tanah, Akta
Kelahiran, Akta Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor. Dsb
b. Pelayanan Barang
Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang menjadi
kebutuhan publik, misalnya : Jaringan telepon, Penyediaan tenaga listrik, Penyediaan air bersih.
c. Pelayanan Jasa
Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik,
misalnya : Pendidikan tinggi dan menengah, Pemeliharaan kesehatan, Penyelenggaraan transportasi, Jasa
pos, Sanitasi lingkungan, Persampahan, Drainase, Jalan dan trotoar, Penanggulangan bencana: banjir,
gempa, gunung meletus, dan kebakaran, Pelayanan sosial (asuransi atau jaminan sosial/social security).
Sedangkan jenis-jenis pelayanan publik menurut Lembaga Administrasi Negara yang dimuat dalam
SANKRI Buku III (2004: 185) adalah :
1. Pelayanan pemerintahan adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas-tugas umum
pemerintahan, seperti pelayanan KTP, SIM, pajak, perijinan, dan keimigrasian.
2. Pelayanan pembangunan adalah suatu jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan
sarana dan prasarana untukmemberikan fasilitasi kepada masyarakat dalam melakukan
aktivitasnya sebagai warga negara.Pelayanan ini meliputi penyediaan jalan-jalan, jembatan-
jembatan, pelabuhan-pelabuhan, dan lainnya.
3. Pelayanan utilitas adalah jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas bagi masyarakat seperti
penyediaan listrik air, telepon, dan transportasi lokal.
4. Pelayanan sandang, pangan dan papan adalah jenis pelayanan yang menyediakan bahan kebutuhan
pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan, seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil
dan perumahan murah.
5. Pelayanan kemasyarakatan adalah jenis pelayanan yang dilihat dari sifat dan kepentingannya lebih
ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pelayanan kesehatan,
pendidikan, ketenaga kerjaan, penjara, rumah yatim piatu, dan lainnya.

C. Asas-Asas Pelayanan Publik

Bahwa pelayanan publik dilakukan tiada lain untuk memberikan kepuasan bagi pengguna jasa, karena
itu penyelenggaraannya secara niscaya membutuhkan asas-asas pelayayanan. Dengan kata lain, dalam
memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas pelayanan
publik.
Asas-asas pelayanan publik menurut Keputusan Menpan 63/2003 sebagai berikut:
a. Tranparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan
secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang
pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status
ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak.
D. Prinsip Pelayanan Publik
Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi, instansi penyedia pelayanan publik
dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan publik, agar kualitas
pelayanan dapat dicapai.
Sebagai pengkayaan pemaknaan dan pemahaman, prinsip-prinsip pelayanan akan dijelaskan sebagai
berikut:
Menurut Lovelock (1992) mengemukakan lima prinsip yang harus diperhatikan bagi penyelenggaraan
pelayanan publik, yaitu meliputi:
1. Tangible (terjamah) seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunitas material
2. Realiable (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dapat tepat dan memiliki
keajegan.
3. Responsiveness. Rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan
4. Assurance (jaminan), pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai.
5. Empaty, perhatian perorangan pada pelanggan.
Di dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan
publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan
 persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik
 unit kerja /pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan
penyelesaian keluhan/persoalan /sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
 Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan
publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana & prasarana kerja yang memadai.
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan
dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopnan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus disiplin, sopan an santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan
ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi,
lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti
parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Di samping yang dijelaskan di atas, prinsip pelayanan pulik menurut Mahmudi (2005: 208) adalah
sebagai berikut:
a. Kesederhanaan Prosedur
Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak berbelit-belit. Prinsip “apabila dapat dipersulit
mengapa dipermudah” harus ditinggalkan dan diganti dengan “hendaknya dipermudah jangan
dipersulit; bahagiakan masyarakat, jangat ditakut-takuti.”
b. Kejelasan
Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; unit kerja/pejabat
yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan,
persoalan, sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanaan pelayanan publik; serta rincian biaya
pelayanan publik dan tata cara pembayarannya. Kejelasannya ini penting bagi masyarakat untuk
menghindari terjadinya berbagai penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik
percaloan dan pungutan liar di luar ketentuan yang ditetapkan.
c. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses pelayanan diselesaikan.
d. Akurasi produk pelayanan publik
Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus akurat, benar, tepat dan sah.
e. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termasuk penyediaan sarana teknologi informasi dan komunikasi.
f. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Tidak boleh
terjadi intimidasi atau tekanan kepada masyarakat dalam pemberian pelayanan.
g. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
h. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan
dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisiplinan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi,
lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti
parker, toilet, tempat ibadah, dan sebagainya.

E. Standar Pelayanan Publik


Pelayanan publik harus diberikan berdasarkan standar tertentu. Standar adalah spesifikasi teknis atau
sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian, standar pelayanan
publik adalah spesifikasi teknis pelayanan yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan pelayanan
publik. Standar pelayanan publik tersebut merupakan ukuran atau persyaratan baku yang harus dipenuhi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan wajib ditaati oleh pemberi pelayanan (pemerintah) dan atau
pengguna pelayanan (masyarakat). Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
i. Pentingnya Standar Pelayanan Publik
Standar pelayanan publik wajib dimiliki oleh institusi penyelenggara layanan publik untuk
menjamin diberikannya pelayanan yang berkualitas oleh penyedia layanan publik sehingga
masyarakat penerima pelayanan publik merasakan adanya nilai yang tinggi atas pelayanan
tersebut. Tanpa adanya standar pelayanan publik maka akan sangat mungkin terjadi pelayanan
yang diberikan jauh dari harapan publik. Dalam keadaan seperti itu akan timbul kesenjangan
harapan (expectation gap) yang tinggi. Standar pelayanan publik berfungsi untuk memberikan
arah bertindak bagi institusi penyedia pelayanan publik. Standar tersebut akan memudahkan
instansi penyedia pelayanan untuk menentukan strategi dan prioritas. Bagi pemerintah sebagai
otoritas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan publik, penetapan standar pelayanan
untuk menjamin dilakukannya akuntabilitas pelayanan publik sangat penting. Standar pelayanan
publik dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan. Selain
itu, standar pelayanan juga dapat dijadikan salah satu dasar untuk menghitung besarnya subsidi
yang harus diberikan oleh pemerintah untuk pelayanan publik tertentu.
ii. Cakupan Standar Pelayanan Publik
Cakupan standar pelayanan publik yang harus ditetapkan sekurang-kurangnya meliputi :
a. Prosedur pelayanan
Dalam hal ini harus ditetapkan standar prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan.
b. Waktu Penyelesaian
Harus ditetapkan standar waktu penyelesaian pelayanan yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c. Biaya Pelayananan
Harus ditetapkan standar biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
proses pemberian pelayanan. Hendaknya setiap kenaikan tarif/biaya pelayanan diikuti dengan
peningkatan kualitas pelayanan.
d. Produk Pelayanan
Harus ditetapkan standar produk (hasil) pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan harga pelayanan yang telah dibayarkan oleh
masyarakat, mereka akan mendapat pelayanan berupa apa saja.
e. Sarana dan Prasarana
Harus ditetapkan standar sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanan publik.
f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Perlu ditetapkan standar kompetensi petugas pemberi pelayanan berdasarkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan prinsip, standar, dan pola penyediaan
pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita dan mengupayakan tersedianya
sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi
penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita.
F. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Sedangkan pola pelayanan publik dalam prakteknya ada beberapa macam pola penyelenggaraan
pelayanan publik, baik yang dikemukakan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003, Mahmudi (2005),
dan Lembaga Administrasi Negara (1998), yaitu sebagai berikut: Pola fungsional; terpusat; terpadu; dan
pola gugus tugas.
1. Pola Fungsional
Pola pelayanan fungsional adalah pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan
sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. Sebagai contoh, untuk pelayanan pajak akan
ditangani unit organisasi yang berfungsi melakukan pemungutan pajak, misalnya KPPD (Kantor
Pelayanan Pajak Daerah), penyediaan tenaga listrik oleh PLN, pengaturan jairngan telepon oleh
PT Telkom, dan sebagainya.
2. Pola Terpusat
Pola pelayanan terpusat adalah pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara
pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang
bersangkutan.
Dengan kata lain, dapat dikatakan pola pelayanan umum yang dilakukan oleh satu instansi
pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi lainnya yang terkait
dengan bidang pelayanan umum yang bersangkutan. Mislanya pengurusan pelayanan paspor oleh
Kantor Imigrasi, Akte kelaharian oleh kantor catatan Sipil, dsb.
3. Pola Terpadu
Yaitu pelayanan berbagai jenis jasa yang dibutuhkan masyarakat yang diselenggarakan dalam
satu tempat pelayanan. Misalnya pengurusan BPKB yang melibatkan dua lembaga, dsb.
Pola pelayanan terpadu terdiri atas dua bentuk, yaitu :
a. Terpadu Satu Atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai
jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa
pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu
disatuatapkan.
b. Terpadu Satu Pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai
jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
4. Pola Gugus Tugas
Pola pelayanan gugus tugas adalah pola pelayanan publik yang dalam hal ini petugas pelayanan
publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi
pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
Selain pola pelayanan sebagaimana tersebut di atas, instansi yang melakukan pelayanan publik
dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya dalam rangka menemukan dan
menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik.
G. Biaya Pelayanan Publik
Permasalahan penting dalam penyediaan pelayanan publik adalah penentuan tarif/biaya pelayanan
yang sering disebut charging for service.. Pada dasarnya terdapat beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menentukan biaya/tarif pelayanan publik, seperti dijelaskan Mahmudi (2005: 211) misalnya metode
biaya marginal (marginal cost pricing), metode pemulihan biaya penuh (full cost recovery), metode biaya
ditargetkan (target costing), dan sebagainya.
Dalam penentuan biaya pelayanan tersebut diperlukan perhitungan akuntansi biaya pelayanan yang
cukup kompleks. Pada prinsipnya penetapan besarnya biaya/tarif pelayanan publik perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat;
2. Nilai/harga yang berlaku atas barang dan atau jasa;
3. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan tindakan seperti
penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan.
Seiring dengan biaya pelayanan publik, penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti
pelayanan transportasi, kesehatan dimungkinkan untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan khusus,
dengan ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, seperti ruang perawatan VIP di rumah sakit, dan gerbong eksekutif kereta
api.
Urusan mengenai pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan
pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro
jasa tersebut harus jelas, memiliki ijin usaha dari instansi yang berwenang dalam menyelenggarakan
kegiatan pelayanan dan harus berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan yang bersangkutan,
terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan. Di samping itu tidak
mengganggu fungsi penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai contoh, biro jasa perjalanan angkutan
udara, laut dan darat.
H. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bentuk pemenuhan standar pelayanan publik institusi penyedia pelayanan publik di Indonesia, baik di
tingkat pemerintah pusat maupun daerah, adalah kewajiban untuk melaksanakan Standar Pelayanan
Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal adalah suatu standar dengan batas minimal tertentu untuk
mengukur kinerja pelaksanaan kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan
daerah, berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal mencakup kewenangan wajib instansi penyedia pelayanan publik, jenis
pelayanan, indikator, dan nilai (benchmark). Kewenangan wajib adalah bentuk kewenangan instansi
penyedia pelayanan publik yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah untuk menjamin
terlaksananya pelayanan dasar kepada masyarakat. Jenis pelayanan berisi tentang bentuk-bentuk
pelayanan yang dapat diberikan oleh instansi sebagai bentuk pelaksanaan kewenangan wajib. Masing-
masing instansi penyedia pelayanan publik memiliki jenis pelayanan yang berbeda-beda. Jenis pelayanan
tersebut selanjutnya ditentukan indikatornya berdasarkan indikator tersebut, ditetapkan nilai (benchmark).
Nilai inilah yang menjadi Standar Pelayanan Minimal yang harus dipenuhi.
Di negara maju, Standar Pelayanan Minimal tercermin dalam kontrak pelayanan antara pemerintah
dengan masyarakatnya, atau dikenal dengan istilah Citizen’s Charter. Apabila Standar Pelayanan
Minimal sebagai bentuk kontrak pelayanan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh institusi
penyedia pelayanan publik, maka salah satu tujuan reformasi sektor publik yaitu manajemen sektor publik
yang berorientasi pada publik akan terwujud.
I. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik
i. Kualitas Pelayanan
Sesungguhnya, pemerintah sebagai penyedia regulasi hingga sampai saat ini belum memiliki pesaing,
atau masih monopolistik dalam penyediaan public service maupun civil service. Namun, meski konsumen
tidak bisa memilih bukan berarti pelayanan yang diberikan pemerintah tidak perlu menjaga kualitas
pelayanan. Sebab, kerugian bukan hanya berpindahnya pelanggan tetapi akan menimbulkan rasa
ketidakpedulian bahkan menimbulkan apatisme masyarakat terhadap penyedia layanan. Kualitas tidak
hanya untuk lembaga penyelenggara jasa komersial, tetapi juga telah merembes ke lembaga-lembaga
pemerintahan yang selama ini resisten terhadap tuntutan akan kualitas pelayanan publik.
Konsep kualitas bersifat relatif, maksudnya penilaian kualitas bergantung kepada perspektif yang
digunakan untuk menentukan ciri-ciri pelayanan yang spesifik. Menurut Trilestari (2004:5) mengatakan
pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten antara yang satu dengan yang
lain, yaitu persepsipelanggan, produk, dan proses. Untuk produk jasa pelayanan, ketiga orientasi
tersebut dapat menyumbangkan keberhasilan organisasi ditinjau dari kepuasan pelanggan.
Lebih jauh Norman (dalam Trilestari 2004:1-2) mengatakan, apabila kita ingin sukses memberikan
kualitas pelayanan, kita harus memahami terlebih dahulukarakteristik tentang pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
2. Pelayanan itu kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah
tindak sosial.
3. Produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya
kejadian bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.
Karakteristik tersebut dapat menjadikan dasar bagaimana dapat memberikan kualitas pelayanan yang
baik. Pengertian kualitas lebih luas dikatakan oleh Daviddow dan Uttal (1989:19) “Merupakan usaha apa
saja yang digunakan untuk mempertinggi kepuasan pelanggan(whatever enhances customer
satisfaction)”. Kotler (1997:49) mengatakan “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu
produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat”. Menurut, Sinambela, dkk (2006: 13) “kualitas adalah segala sesuatu yang
mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers)”. Sedangkan
rumusan kualitas pelayanan sebagaimana Goetsch dan Davis yang kutip LAN RI (2003:17) :
“Sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan. Juga diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat
menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.
Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan
tersebut dapat dipastikan tidak efisien. Karena itu, kualitas pelayanansangat penting dan selalu fokus
kepada kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan menurut Fitzimmons and Fitzimmons (2001: 2)
adalah “customer satisfaction is customers perception that a supplier has met or exceeded their
expectation”. Dari definisi tersebut dapat ditelaah bahwa kepuasan pelanggan dalam hal ini adalah
persepsi masyarakat akan kenyataan dari realitas yang ada yang dibandingkan dengan harapan-harapan
yang ada. Atau adanya perbedaaan antara harapan konsumen terhadap suatu pelayanan yang diberikan
oleh penyedia layanan. Selanjutnya Fitzimmons and Fitzimmons (2001: 16), agar persepsi masyarakat
terhadap layanan yang diberikan pemerintah semakin tetap terjaga kebermutuannya, perlu dilakukan
pengukuran kepuasan pelanggan dengan cara:
1. Mengetahui sejauhmana pelanggan yang lari atau pindah kepada penyedia layanan lainnya, bagi suatu
perusahaan hal tersebut sebenarnya merupakan kerugian bagi perusahaan. Dalam konteks pelayanan
publik dimana pelayanan dilakukan secara monopolistik dimana konsumen tidak bisa memilih, maka
kerugiannya bukan berpindahnya pelanggan tetapi ketidakpedulian masyarakat akan layanan /
pembangunan yang dilakukan.
2. Mengetahui kesenjangan pelayanan yaitu kesenjangan antara harapan dan pengalaman yaitu dengan
cara melihat kesenjangan antara pelayanan yang diberikan atau diharapkan pelanggan (expected
service) dengan pelayanan yang dirasakan oleh penerima layanan(percieved service).
ii. Dimensi Kualitas Pelayanan
Membangun sebuah pelayanan yang berkualitas memang bukanlah hal mudah diraih. Secara umum
akan ditemui beberapa tantangan dan kendala yang harus disikapi positif demi pengembangan pelayanan
selanjutnya. Tantangan dan kendala ini wajar terjadi mengingat banyaknya komponen-komponen
penunjang pengelolaan pelayanan publik. Dalam Buku Penyusunan Standar Pelayanan Publik LAN RI
(2003:24-27) tantangan dan kendala yang mendasar dalam pelayanan publik adalah :
1. Kontak antara pelanggan dengan penyedia pelayanan.
2. Variasi pelayanan.
3. Para petugas pelayanan.
4. Stuktur organisasi.
5. Informasi.
6. Kepekaan permintaan dan penawaran.
7. Prosedur.
8. Ketidakpercayaan publik terhadap kualitas pelayanan.
Umumnya yang sering muncul di mata publik adalah pelayanan yang diberikan para petugas
pelayanan. Petugas pelayanan merupakan ujung tombak terdepan yang berhadapan langsung dengan
publik. Itu sebabnya, sebagai petugas terdepan harus memiliki professionalisme,bagaimana cara
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat? Pertanyaan pokok yang harus dijawab
dan berkaitan dengan petugas atau pekerja yang terlibat dalam pelayanan antara lain; (1). Berapa banyak
orang yang diperlukan? (2). Bagaimana perbandingan antara pegawai yang langsung berhadapan dengan
pelanggan dan pegawai yang bekerja di belakang layar? (3). Apa saja keterampilan yang harus dimiliki?
dan (4). Bagaimana perilaku yang diharapkan dari pegawai tersebut kepada pelanggan?.
Menurut Lovelock dan Wright (2005:15) ada 4 (empat) fungsi inti yang harus dipahami penyedia
layanan jasa, yaitu:
1) Memahami persepsi masyarakat yang senantiasa berubah tentang nilai dan kualitas jasa atau produk,
2) Memahami kemampuan sumber daya dalam menyediakan pelayanan,
3) Memahami arah pengembangan lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas yang diinginkan masyarakat
terwujud, dan
4) Memahami fungsi lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas jasa/produk tercapai dan kebutuhan
setiapstakeholders terpenuhi.
Memang, untuk mengetahui kepuasan pelanggan, dapat dilakukan melalui survei pelanggan yang
didasarkan pada dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang berkaitan erat dengan kebutuhan pelanggan.
Bagaimana mengukur kualitas pelayanan yang diberikan penyelenggara pelayanan, sesungguhnya banyak
dimensi-dimensi yang dirancang para ahli yang dapat diadopsi, atau sebagai alat pemandu bagi aparatur.
Dimensi-dimensi kualitas pelayanan jasa menurut para ahli tidak hanya satu, dus ada berbagai macam,
namun perlu diketahui bahwa dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik yang akan dieksplorasi “tidak
ada satupun metafora tunggal” yang bisa memberikan teori umum atau berlaku secara umum, setiap
dimensi memberikan keunggulan komparatif sebagai penjelasan dalam konteks yang berbeda-beda. Hal
ini dipertegas oleh Winardi (2000:145 ):
”Apabila kita ingin melaksanakan eksplorasi hingga melampaui model sederhana yang dikemukakan
maka akan kita menghadapi kenyataan bahwa tidak ada teori yang diterima secara universal dan yang
mencakup segala hal. Yang ada adalah banyak teori yang mendekati persoalan pokok dari sudut macam-
macam perspektif”.
Menurut Van Looy (dalam Jasfar, 2005:50), suatu model dimensi kualitas jasa yang ideal baru
memenuhi beberapa syarat, apabila:
• Dimensi harus bersifat satuan yang komprehensif, artinya dapat menjelaskan karakteristik secara
menyeluruh mengenai persepsi terhadap kualitas karena adanya perbedaan dari masing-masing
dimensi yang diusulkan.
• Model juga harus bersifat universal, artinya masing-masing dimensi harus bersifat umum dan valid
untuk berbagai spektrum bidang jasa.
• Masing-masing dimensi dalam model yang diajukan haruslah bersifat bebas.
• Sebaiknya jumlah dimensi dibatasi (limited).
Dengan demikian, untuk dapat menilai sejauhmana mutu pelayanan publik yang diberikan aparatur
pemerintah, memang tidak bisa dihindari, bahkan menjadi tolok ukur kualitas pelayanan tersebut dapat
ditelaah dari kriteria dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik. Adapun kriteria pelayanan publik yang
baik menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Zeithaml (1990) mengemukana tolok ukur kualitas pelayanan publik meliputi:
1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
2. Resliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan
dengan tepat.
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggungjjawab terhadap mutu layanan
yang diberikan.
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aparatur
dalam memberikan layanan.
5. Courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau
melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi
pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Produk organisasi publik adalah pelayanan publik. Karenanya produk pelayanan yang berkualitas
menjadi tuntutan pemberi pelayanan. Gibson, Ivancevich & Donnelly dalam Depdagri (2006: 29-30)
memasukkan dimensi waktu, yaitu menggunakan ukuran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang dalam melihat organisasi publik. Dalam hal ini kinerja pelayanan publik terdiri dari :
1. Produksi, adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran
yang dibutuhkan oleh lingkungannya.
2. Mutu, adalah kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan pelanggan dan clients.
3. Effisiensi, adalah perbandingan terbaik antara keluaran (output) dan masukan (input).
4. Fleksibilitas, hádala usuran yang menunjukkan daya tanggang organisasi terhadap tuntutan
perubahan internal dan eksternal. Fleksibilitas berhubungan dengan kemampuan organisasi untuk
mengalihkan sumberdaya dari aktivitas yang satu ke aktivitas yang lain guna menghasilkan
produk dan pelayanan baru yang berbeda dalam rangka menanggapi permintaan pelanggan.
5. Kepuasan menunjuk pada perasaan karyawan terhadap pekerjaan dan peran mereka di dalam
organisasi.
6. Persaingan menggambarkan posisi organisasi di dalam berkompetisi dengan organisasi lain yang
sejenis.
7. Pengembangan, adalah ukuran yang mencerminkan kemampuan dan tanggungjawab organisasi
dalam memperbesar kapasitas dan potensinya untuk berkembang melalui investasi sumberdaya.
8. Kelangsungan hidup hádala kemampuan organisasi untuk tetap eksis di dalam menghadapi segala
perubahan.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1998) dan KepMenPan No. 81 Tahun 1995 membuat
beberapa kriteria pelayanan publik yang baik dapat dilihat dari indikator-indikator antara lain meliputi:
prosedur, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, ekonomis, keadilan yang merata,
ketepatan waktu dan kriteria kuantitatif.
1. Kesederhanaan, prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak
berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
2. Kejelasan dan kepastian, artinya adanya kejelasan dan kepastian mengenai: (a) prosedur/tatacara
pelayanan, (b) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif,
(c) uit verja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan, (d) rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, dan (e) jadwal waktu
penyelesaian pelayanan.
3. Keamanan, ini mengandung arti proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan,
kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Keterbukaan, artinya segala yang berkait atau berhubungan dengan proses pelayanan wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta
maupun tidak diminta.
5. Effisiensi, yaitu (a) persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan
dengan produk pelayanan. (b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal
proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan
persyaratan dari satuan verja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ekonomis, ini mengandung arti pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan
memperhatikan : (a) nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang
terlalu tinggi di luar kewajaran; (b) kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar; (c)
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Keadilan yang merata, mencakup/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan
distribuís yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapaisan masyarakat.
8. Ketepatan Waktu, ini berarti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
9. Kriteria Kuantitatif, kriteria ini antara lain meliputi: a) jumlah warga/masyarakat yang meminta
pelayanan (per hari, per bulan, atau per tahun), perbandingan periode pertama dengan periode
berikutnya menunjukkan adanya peningkatan atau tidak; b) lamanya waktu pemberian pelayanan
masyarakat sesuai dengan permintaan (dihitung secara rata-rata); c) penggunaan perangkat-
perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan lepada masyarakat; d)
frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyarakat penerima pelayanan terhadap pelayanan yang
diberikan oleh unit kerja/kantor pelayanan yang bersangkutan.
Dengan demikian, dapat diketahui dan dipahami bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan publik
yang baik tidak cukup hanya menggunakan indikator tunggal, Namun secara niscaya harus
menggunakan multi-indicator atau indikator ganda dalam pelaksanaannya.
Karena itu dimensi-dimensi pelayanan yang disajikan di atas, sangat berpengaruh kepada kualitas
pelayanan yang diberikan oleh aparat, pada bidang pelayanan pemerintahan dan pembangunan; bidang
ekonomi; bidang pendidikan; bidang kesehatan; bidang sosial; bidang kesejahteraan rakyat; dan bidang
pertanahan dan sebagainya
J. Referensi
1. Manajemen Pelayanan Publik : Ratminto & Atik Septi Winarsih
2. Reformasi Pelayanan ; Lijan Poltak dkk, 2006
3. Good Governance, Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi, Joko Widodo
4. Manajemen Kinerja Sektor Publik; Mahmudi
5. Reinventing Pembangunan; Riant Nugroho D.
6. Reformasi Birokrasi Pemerintahan di Daerah Menuju Good Governance, LAN Bandung
7. Measuring Customer Satisfaction; Freddy Rangkuti
8. Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintahan Daerah Bidang Pelayanan Publik; Depdagri Direktorat
Jenderal Pemerintahan Umum
9. Manajemen Yang Berorientasi Pada Peningkatan Kinerja Instansi Pemerintah (Suatu
Profil);Kementerian Negara BAPPENAS
10. Akuntabilitas dan Good Governance; LAN dan BPKP
11. Kajian Pengukuran Indeks Pelayanan Publik (IPP) di Daerah; PKP2A I LAN Bandung
12. Jurnal-Jurnal:
b. Jurnal Ilmu Administrasi Vol. 1 No. 1/2004 (STIA LAN Bandung)
c. Jurnal Administratur, Vol 1, No. 1/2006 (STIA Bagasasi)
d. Jurnal Administratur Vol. 1, No., 2/2007 (STIA Bagasasi)
e. Jurnal Administrasi Publik, Vol. 2 No. 2/ 2003(FISIP UNPAR)
f. Jurnal Wacana Kinerja, Vol. 10 No. 1/2007 (LANBandung)

Diposting oleh Silahudin di 17.19 
Label: Pelayanan

1 komentar:

1.
pandu maulana11 Maret 2012 22.36

trimakasih sangat membantu :)

Balas

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)


Breaking News

 KEJAKSAAN RI
 LPSK
 Pikiran Rakyat Cetak
 HU Pikiran Rakyat Cetak
 KOMPAS
 KOMPAS CETAK
 hambaro
 Mahkamah Agung
 Depdagri
 ICW
 PPATK
 Mahkamah Konstitusi
 Departemen hukum dan ham
 Kepolisian
 DPR RI
 http://www.ziddu.com/download/6298900/PembangunanPerkotaan.doc.html
 http://www.ziddu.com/download/6567194/MemaknaiStrukturalKonflik.doc.html
 http://www.ziddu.com/download/6598608/
ABSTRAKTESISPILKADALANGSUNGSILAHUDIN.pdf.html
 http://www.alvoices.com/contributed-news/4532632-nationality-of-indonesia
 http://www.allvoices.com/4532489-peoples-political-participation-in-election-regional-
head-and-deputy-head-of-regional-direct-case-study-using-the-voter-no-vote-in-bandung-
regency-direct-election
 http://www.allvoicess.com/contributed-news/448036-kabinet koalisi
Menuai Penghasilan Via Internet

Menuai Penghasilan Via Internet

Dapatkan buku Kumpulan trik teknik Hacking jaringan & website. Hacker Book, Cara cepat
menguasai komputer di http://bukugeratis.4shared.com

Menggapai Penghasilan dengan Bijak

http://www.komisiGRATIS.com/?id=silah" target="blank" > 

Merajut Info, Menuai Pengetahuan

Sil, mengundang anda semua tuk berbagi informasi di blog ini.


Bila mengutif tulisan-tulisan dari silahudin66.blogspot.com, cantumkan sumbernya.
Salam.

Komisi.GRATIS.com

Info Saya

Silahudin
Pengajar di STIA (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi) Bagasasi Bandung Jln.
Cukang Jati No. 5 Gatot Subroto Bandung 40273
Lihat profil lengkapku

Merajut impian, Menambah Penghasilan.

http://www.ziddu.com

Meraup penghasilan via internet


Dengan Internet, Dapat Penghasilan

Bisnis Online yang menjanjikan

Langganan
 Postingan

 Komentar

Arsip Blog
 ►  2009 (17)
 ▼  2010 (5)
o ►  Februari (1)
o ▼  Mei (4)

 Konsep Manajemen Pelayanan Publik


 Good Governance
 Standard Pelayanan Publik
 Tribunnews.com - 1.000 Lilin Dukungan dari Kampung...

Cari Blog Ini


Telusuri

Daftar Blog Saya


AsetVirtual.com : Sistem Aset Virtual


-

Blog Bisnis Internet | JokoSusilo.com


Tips dan Triks untuk Menghasilkan Keuntungan Luar Biasa (Part II) - Melanjutkan tulisan
terdahulu khususnya mengenai bagaimana menentukan judul di blog serta tips dan triks untuk
menghasilakan keuntungan luar biasa kini ak...
6 jam yang lalu

http://semuthitam.net
-

http://www.Ziddu.com
-

IDLO News & Press Releases
-

JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS
Mengulik Peruntungan dengan Suku Bunga Negatif - Memasuki tahun 2016, peristiwa yang
mengejutkan datang dari negeri samurai Jepang. Tepat tanggal 29 Januari 2016 bank sentral
Jepang telah memutuskan untuk...
3 tahun yang lalu

Recently Uploaded Slideshows


Read Book Economics of Development TRIAL EBOOK -[PDF] Download Economics of
Development Ebook | READ ONLINE Download File => http://downloadanybooks.com/?
book=0393934357 Download Economics of Developmen...
29 menit yang lalu

sosiologi
sosiologi gender - sosiologi gender-nya Bu Partini asyik bgt loh.....ayo anak-anak 2005 rugi
klau klian ga gabung....... dari kuliah ini qt bisa mengerti or paling gak qt bis...
12 tahun yang lalu

www.allvoicess.com
-

www.facebook.com
-

Pengikut

Breaking News

Meraup Penghasilan via internet

CARI

Cari

 Beranda
 Perihal
 Berlangganan
 kontak
 TENTANG YKU
 DEPARTEMEN YKU
 KEGIATAN YKU
 KONTAK KAMI

//
you're reading...
HUMANITARIAN SERVICES, PEMBERDAYAAN

Standar Minimal Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi di


Daerah Bencana
POSTED BY ADMIN WEBBLOGS ⋅ 26 JANUARI 2012 ⋅ TINGGALKAN KOMENTAR

Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya bidang kesehatan. Timbulnya masalah ini berawal dari kurangnya

air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri dan sanitasi lingkungan. Akibatnya berbagai jenis penyakit menular

muncul.

Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai

pengungsian. Saat ini sudah ada standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan
pengungsi. Standar ini mengacu pada standar  internasional. Kendati begitu di lapangan, para pelaksana tetap diberi keleluasaan

untuk melakukan penyesuaian sesuai kondisi keadaan di lapangan.

Beberapa standar minimal yang harus dipenuhi dalam menangani korban bencana khususnya di pengungsian dalam hal

lingkungan adalah:

A. Pengadaan Air.

Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak

dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat

kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur kunci

1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang   per hari
2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang

B. Kualitas air

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga

kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–

penyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur kunci ;

1. Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak
lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.
3. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua
pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu
sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram
perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
5. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis
dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan,
menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk
mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya
masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

C. Prasarana dan Perlengkapan

Tolok ukur kunci :

1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20
liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara
teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki.

Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh

100 orang.

D. Pembuangan Kotoran Manusia

Jumlah Jamban dan Akses

Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya

bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam

Tolok ukur kunci :

1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang


2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau
jamban laki–laki dan jamban perempuan)
3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam
jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
4. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar
penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber
air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya
6. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang

E. Pengelolaan Limbah Padat

Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat

Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.

1. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi
kesehatan.
2. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan
kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.
3. Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang,
dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
4. Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–
pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
5. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema
kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
6. 2 (dua) drum sampah untuk 80 – 100 orang

Tempat/Lubang Sampah Padat

Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif.

Tolok ukur kunci :

1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga,
atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur
ditempat.
F. Pengelolaan Limbah Cair

Sistem pengeringan

Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air

hujan, air luapan dari sumber–sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis. Hal–hal

berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :

1. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam
maupun di sekitar tempat pemukiman
2. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
3. Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak
terkikis oleh air.

(Sumber: Kepmenkes No. 1357 /Menkes/SK/XII/2001)


Iklan
REPORT THIS AD

Anda mungkin juga menyukai