Perang Dingin
Perang Dingin
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan,
dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet
(beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947-1991. Persaingan
keduanya terjadi di berbagai bidang yaitu: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi;
militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan;
dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, walaupun
yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh
Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan
yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut.
Setelah AS dan Uni Soviet bersekutu dan berhasil menghancurkan Jerman Nazi pada
perang dunia II, kedua belah pihak berbeda pendapat tentang bagaimana cara yang tepat untuk
membangun Eropa pascaperang. Selama beberapa dekade selanjutnya, persaingan di antara
keduanya menyebar ke luar Eropa dan merambah ke seluruh dunia ketika AS membangun
"pertahanan" terhadap komunisme dengan membentuk sejumlah aliansi dengan berbagai negara,
terutama dengan negara di Eropa Barat, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah yang melatarbelakangi terjadinya perang dingin?
2. Bagaimana proses berlangsungnya perang dingin?
3. Apakah dampak dari perang dingin bagi dunia dan Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Periode 1969-1979
Hubungan Amerika Serikat-Uni Soviet mengalami perubahan drastis dengan terpilihnya
Richard Nixon sebagai Presiden AS. Didampingi penasehat keamanannya, Henry A. Kissinger,
Richard Nixon menempuh pendekatan baru terhadap Uni Soviet pada tahun 1969. Tidak
disangka, ternyata Uni Soviet juga sedang mengambil pendekatan yang sama terhadap AS.
Pendekatan ini lazim disebut détente (peredaan ketegangan). Sebagai sebuah strategi politik luar
negeri, détente merupakan upaya menciptakan ”kepentingan tertentu dalam kerjasama dan
perbatasan, sebuah lingkungan dimana kompetitor dapat menghambat perbedaan diantara
mereka dan akhirnya melangkah dari kompetisi menuju kerjasama”.
Sebagai langkah lebih lanjut, pada 26 Mei 1972 Presiden Richard Nixon dan Leonid
Brezhnev menandatangani Strategic Arms Limitation Treaty I (SALT I) di Moskow. SALT I
berisi kesepakatan untuk membatasi persediaan senjata-senjata nuklir strategis/Defensive
Antiballistic Missile System. SALT I juga berisi kesepakatan untuk membatasi jumlah misil
nuklir yang dimiliki oleh kedua belah pihak, sehingga Uni Soviet hanya diijinkan untuk memiliki
misil maksimal 1600 misil, dan AS hanya diijinkan memiliki 1054 misil.
3. Periode 1979-1985
Setelah 10 tahun dijalankan, tampaknya Uni Soviet tidak kuat lagi untuk menjalani
détente. Akhirnya pada tahun 1979 Uni Soviet pun menduduki Afghanistan yang sebenarnya
mengundang pasukan Uni Soviet masuk kesana untuk membantu mereka. Aksi semena-mena ini
mengundang reaksi keras dari pihak AS, Presiden AS Jimmy Carter menyatakan, agresi Uni
Soviet di Afghanistan mengkonfrontasi dunia dengan tantangan strategis paling serius sejak
Perang Dingin dimulai. Lalu akhirnya muncullah Doktrin Carter yang menyatakan bahwa AS
berkeinginan untuk menggunakan kekuatan militernya di Teluk Persia. Setelah Reagan
mengambil alih jabatan presiden, ia juga melancarkan Doktrin Reagan yang mendukung
pemberontakan anti-komunis di Afghanistan, Angola, dan Nikaragua. Para pemberontak ini
bahkan diberi istilah halus ”pejuang kemerdekaan” (freedom fighters).
Bahkan AS juga berbicara tentang kemampuan nuklirnya, termasuk ancaman serangan
pertama. Tapi walaupun di periode ini terjadi ketegangan yang memuncak antara AS dan Uni
Soviet, ternyata masih bisa terjadi perjanjian SALT II (Strategic Arms Limitation Treaty II) pada
pertengahan 1979 di Vienna. Pada saat itu Carter dan Brezhnev setuju untuk membatasi
kepemilikan peluncur senjata nuklir maksimal 2400 unit, dan maksimal 1320 unit Multiple
Independently Targeted Reentry Vehicle (MIRV) . Dan juga Perjanjian Pengurangan Senjata-
senjata Strategis pada tahun 1982 yang berisi kesepakatan untuk memusnahkan senjata nuklir
yang berdaya jarak menengah. Walaupun sudah banyak dilakukan perjanjian-perjanjian
pembatasan dan/atau pengurangan senjata nuklir, namun berdasarkan data pada tahun 1983
ternyata Uni Soviet memiliki keunggulan yang cukup besar dibandingkan dengan Amerika
Serikat.
4. Periode 1985-1991
Pada Maret 1985, Gorbachev mulai memimpin Uni Soviet. Perubahan secara besar-besaran
mulai tampak pada masa ini. Sejak berkuasa, Gorbachev berupaya:
a. Memperbaiki kehidupan perekonomian negaranya yang jauh dibawah standar kehidupan
negara-negara maju.
b. Menyadari bahwa kehidupan yang buruk berpengaruh besar terhadap kehidupan
militernya dan dapat memperlemah kedudukannya dalam percaturan politik internasional.
c. Gorbachev tidak ingin menjungkirkan sosialisme, tetapi berupaya memperkuat sendi
sosialisme melalui Glasnot dan Perestroika.
d. Uni Soviet harus bertindak berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme.
e. Setiap orang harus menyumbangkan pikirannya menurut kemampuannya dan ia akan
menerima dari negara setara dengan apa yang dibutuhkannya.
f. Hubungan dengan dunia luar sangat diperlukan untuk mencapai tingkat kemajuan dan
kesejahteraan rakyat.
g. Tahun 1987 mengumandangkan politik demokrasi, pembaruan, dan keterbukaan yang
dikenal dengan Politik Glasnot dan Perestroika.
B. Saran
Sebagai siswa, kita wajib mengetahui serta memahami permasalahan yang sebenarnya yang
terjadi pada perang dingin, bagaimana jalannya perang dingin serta dampak yang timbul akibat
perang dingin baik bagi dunia secara universal maupun bagi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://ben-ni.blogspot.com/2008/11/dampak-perang-dingin.html.
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dingin.
3. http://rinahistory.blog.friendster.com/2009/03/perang-dingin/
4 http://books.google.co.id/books/about/Perang_Dingin.html?Id=Mu8PywAACAAJ&rediresc=y