PENDAHULUAN
Bencana alam adalah suatu peristiwa yang dapat merugikan dan merusak
bangunan yang disebabkan oleh faktor alam. Berlokasi di cincin api pasifik (wilayah
dengan banyak aktivitas tektonik), Indonesia harus terus menghadapi resiko
bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, tsunami, angin
topan, dan tanah longsor. Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang
dapat menyebabkan korban jiwa dan kerusakan pada infrastruktur sehingga
mengakibatkan kerugian dalam hal-hal tertentu. Gempa bumi telah lama
meresahkan Indonesia seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2004, Nias pada
tahun 2005, Yogyakarta dan Pangandaran pada tahun 2006, Sumatra Barat pada
tahun 2009, Jayapura pada tahun 2019, dan yang baru-baru ini terjadi di Palu 2018.
(Zamzani 2020)
1
(2018). Dampak yang timbul dari gempa bumi adalah rusaknya
bangunan/infrastruktur, sarana dan prasarana, timbulnya korban jiwa dan juga
menghambat kehidupan dan penghidupan. Gempa bumi adalah getaran atau
guncangan bumi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba yang disebabkan oleh
patahan dan pergeseran lapisan batuan di bawah permukaan bumi.(Veenema
2007).
2
mengevaluasi kerusakan bangunan berdasarkan kejadian gempa yang terjadi
sebelumnya, sehingga bila suatu saat terjadi gempa, kerusakan bangunan dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kapasitas bangunan berdasarkan hasil
evaluasi. (Bawono 2016)
Dari korban gempa bumi tidak sedikit yang mengalami kerugian baik materi
bahkan nyawa salah satunya dikarenakan reruntuhan bangunan, maka dari itu perlu
kita mengevaluasi kerentanan bangunan apakah sudah mampu menerima beban
getaran gempa bumi. Maka dengan itu pada penelitian ini dengan menggunakan
aplikasi inaRisak Personal pada fitur Survey ACebs (Asesmen Cepat Bangunan) kita
akan mengetahui tingkat kerentanan bangunan pada perumahan yang berada di
Kecamatan Telaga Biru dan Kecamatan Limboto.
3
1.2 Manfaat Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut penelitian Rangin, dkk,. (1999) dalam Buku Peta Sumber dan
Bahaya Gempa Bumi Indonesia 2017, yang diungkapkan oleh Ivan Taslim selaku
Staf Khusus Bupati Bidang Mitigasi Bencana yaitu “secara umum kondisi geologi
Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu Kabupaten yang terletak pada patahan
atau sesar Gorontalo. Keberadaan patahan atau sesar Gorontalo terbagi menjadi 2
patahan. Pertama, patahan jalur patahan pantai utara yang mengiris wilayah Gorut
hingga ke Laut Sulawesi yang merupakan batas sisi utara daerah ini. Patahan yang
kedua, merupakan jalur patahan pantai selatan yang membentang dari arah
tenggara di Teluk Tomini ke arah barat laut, memotong Kota Gorontalo hingga sisi
timur Kabupaten Gorontalo, termasuk di Danau Limboto patahan atau sesar
Gorontalo memiliki kecepatan pergeseran sekitar 11 mm per tahunnya dengan
mekanisme strike-slip, dimana ini berkaitan dengan adanya subduksi di sepanjang
palung di sisi utara Pulau Sulawesi. pada daerah-daerah yang dilewati oleh
patahan/sesar Gorontalo sudah masuk dalam kawasan rawan bencana gempa bumi
tinggi, dimana potensi goncangannya berkisar pada skala intensitas lebih besar dari
5
VIII (skala MMI). Adanya keberadaan patahan/sesar Gorontalo ditambah secara
litologi tersusun oleh batuan yang berumur Kuarter (berupa aluvium, kolovium,
endapan pantai dan rombakan batuan gunung api muda yang sifatnya lepas), maka
tentu akan memperkuat efek dari goncangan gempa bumi” Ika. (2019, September,
03). Gorontalo Dilalui 2 Patahan Aktif, Begini Tanggapan Ahli Geologi [Hulondalo.id]
Diakses dari https://hulondalo.id/gorontalo-dilalui-2-patahan-aktif-begini-tanggapan-
ahli-geologi/amp/
6
Gambar 2.1 Peta Patahan Provinsi Gorontal
7
2.2 Bencana
8
manusia, harta benda atau aktivitas sampai pada tingkat yang menimbulkan
bencana. (Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)
9
(divergen) ataupun saling bergeser ke samping (transform). Hal ini mengakibatkan
bergetarnya benda benda yang terdapat di permukaan tanah, termasuk juga
didalamnya bangunan perumahan. (Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)
Gempa bumi terdiri dari 2 jenis yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik:
10
meletusnya gung berapi. Gempa ini hanya dirasakan pada daerah sekitar
kaki gunung berapi. Untuk bahaya, lebih kecil dibandingkan dengan
gempa Tektonik. (Luis et al. 2020).
Berdasarkan sifat fisik (fisik dari materialnya) bumi dapat dibedakan menjadi
beberapa lapisan yaitu sebagai berikut:
Akibat dari terjadinya gempa bumi dapat berupa akibat secara langsung
maupun tidak langsung (The Center for Earthquake Engineering, Dynamic Effect,
and Disaster Studies, 2004). Akibat gempa bumi secara langsung, antara lain:
11
1. Kerusakan bangunan rumah tinggal sederhana dari yang retak-retak
hingga yang roboh, atau kerugiankerugian lainya, misalnya rusaknya
gedung teknis, jembatan, instalasi listrik, telepon, dan pipa-pipa air
minum serta gas,
2. Penurunan atau peninggian permukaan tanah,
3. Tanah longsor,
4. Tanah pecah atau rekah,
5. Likuifaksi, dimana sewaktu gempa terjadi sifat lapisan tanah berubah
menjadi seperti cairan sehingga tak mampu menopang beban bangunan
di dalam atau di atasnya, dan
6. Tsunami.
12
Data katalog gempa bumi Provinsi Gorontalo yang signifikan dan merusak
OT
NO. Tanggal/Wilayah (Origin Koordinat0 Depth (km) Mag Wilayah yang Korban/Kerusakan Sumber
Time) Lat Long merasakan
UTC
1. 18 April 1990 13:39:19 1.186 122.8 26 7.3 - Bolaang – Gorontalo Korban Meninggal:
Minahasa 57 - semenanjung Minahasa - 3 orang
( dirasakan kuat ) Korban Luka-Luka:
TIDAK TSUNAMI - Sulawesi bagian tengah - 25 orang USGS
Kerusakan:
- 1.140 rumah rusak di sekitar
Bolaang-Gorontalo.
2. 20 Juni 1991 5:18:53 1.196 122.7 31 7.2 - Gorontalo : VI Kerusakan:
Minahasa 87 - Manado : IV - 1.500 rumah rusak di USGS
- Poso : II Gorontalo sekitarnya
TIDAK TSUNAMI
3. 25 Nov 1997 12:14:34 1.241 122.5 24 7.0 - Gorontalo : VI Kerusakan:
Minahasa 36 - Manado : III - Sedikitnya 90 bangunan rusak
di Gorontalo USGS
TIDAK TSUNAMI
4. 04 Mei 2000 4:21:20 -1.65 123.7 68 6.5 - Luwuk : VII Korban Meninggal:
Sulawesi Tengah 9 - Gorontalo dan Palu : V - sedikitnya 46 orang
- Manado dan Tolitoli : IV Korban Luka-Luka:
TIDAK TSUNAMI - Balikpapan : IV - 264 orang
- Ternate : III Kerusakan:
- Tawau, Malaysia - 30.000 kehilangan tempat
tinggal
- Listrik terputus di Luwuk dan
13
sekitarnya.
- 8 % bangunan rusak atau
hancur di Banggai.
- Kerusakkan juga terjadi di USGS
Peleng &
- Puluhan rumah rusak di Luwuk BMG
- Pelabuhan rusak berat di
Luwuk
- Bandara rusak
5. 21 Januari 2007 11:27:48 1.18 126.4 63 6.7 - Ternate, Manado : VI Korban Meninggal:
Sulawesi Utara 2 - Bitung dan Tondano : VI - 1 orang meninggal terserang
- Kotamobagu : V penyakit jantung
TIDAK TSUNAMI - Halmahera Selatan : IV - 3 orang lainnya juga
- Gorontalo : IV meninggal
Korban Luka-Luka:
- 4 orang
Kerusakan: BMG
- beberapa bangunan di &
Manado rusak ringan USGS
- di Pulau Mayu & Tifore
1 gereja, 1 jembatan, dan
beberapa rumah rusak
14
6. 16 Nov 2008 17:02:32 1.41 122.1 10 7.7 - Baolan : VII Korban Meninggal:
Minahasa 8 - Gorontalo dan Toli-toli : - sedikitnya 6 orang
VI Korban Luka-Luka:
TIDAK TSUNAMI - Manado dan Poso : IV - 77 orang terluka
- Luwuk : III - 10.000 orang terlantar
- Bandar Seri Begawan, Kerusakan:
Brunei : IV - 1.444 bangunan rusak, BMG
- Malaysia : II komunikasi terputus di Buol &
- Philiphina : II dan di Gorontalo USGS
15
BT kedalaman 115 km, 111 BMKG
km Barat Daya Gorontalo)
9. 29 Mei 2017 14:35:22 -1,25 120,4 16 6,6 -Poso dan Toroe : V MMI Korban Meninggal : -
Poso 1 -Palu : III - IV MMI Korban luka-luka :
Sulawesi Tengah -Pasang kayu dan Tana -Lore Utara : 4 orang luka berat,
Toraja : III MMI 17 orang luka ringan
TIDAK TSUNAMI -Palopo, Gorontalo, Bone -Poso Pesisir dan Lore Peore :
Bolango, dan Soroako : II masing-masing 1 orang luka
MMI ringan
-Poso Pesisir Utara : 2 orang
(Update parameter gempa luka ringan.
: Magnitudo : 6,6, pusat Kerusakkan : Kerusakkan
gempa 1,28 LS dan 120,48 tersebar di delapan kecamatan
BT kedalaman 11 km, 33 -Lore Utara : 209 bangunan
km Barat Laut Poso - rusak berat (RB), 153 rusak
Sulawesi Tengah) ringan (RR)
-Lore Timur : 7 unit bangunan
(RB), 39 unit bangunan (RR)
-Poso Pesisir : 2 unit bangunan
(RB), 19 unit bangunan (RR)
-Poso Pesisir Utara : 4 unit
bangunan (RB), 26 unit
bangunan (RR)
-Lore Peore : 2 unit bangunan
(RB), 6 unit bangunan (RR)
-Poso Kota : 1 unit bangunan
rusak ringan.
-Poso Kota Utara : 4 unit
16
bangunan (RB), 4 unit bangunan
(RR) Lage : 2 unit bangunan
rusak ringan.
(Sumber : Pos Komando
Tanggap darurat Kabupaten
Poso - Sulawesi Tengah, update
hingga 1 Juni 2017)
10. 28 September 2018 10:02:42 -0,18 119.8 11 7.4 - Donggala : VII-VIII MMI Korban Meninggal:
Donggala-Palu-Sigi (17:02:44 2 - Palu, Mapaga : VI-VII total 2.037 orang,
Sulawesi Tengah WIB) MMI Hilang:
- Poso, Gorontalo : III-IV total 671 orang,
TSUNAMI MMI Tertimbun:
- Majene, Soroako : III total 152 orang
MMI Korban Luka-Luka:
- Kendari, Kolaka, Konawe total 4.084 orang
Utara, Bone, Makasar, Kerusakan:
Gowa : II-III MMI -Rumah rusak : total 67.310 unit
- Kalimantan Timur, -Fasilitas Ibadah : total 99 unit
Kalimantan Utara : II MMI -Fasilitas kesehatan : total 20
(Pusat gempa berada di unit
darat 26 km Utara -Infrastruktur : jalan (12 titik),
Donggala - Sulawesi jembatan (1), Bandara (1),
Tengah) Update Hotel (2), Mall (1), anjungan
parameter gempabumi : Talise (1), Kantor TVRI (1),
M7,4 ; 0,22 LS - 119,89 BT kantor Kepolisian (5)
kedalaman 11 km
BMKG mengeluarkan (Sumber : Laporan Harian
Peringatan Dini Tsunami Penanganan Gempabumi dan
Estimasi ketinggian Tsunami Palu dan Donggala di
17
tsunami hasil survei tim bnpb.go.id update pada Selasa,
BMKG 30 September s.d 09 Oktober 2018)
'04 Oktober 2018.
Sumber: BMKG
18
2.4 Kontruksi Bangunan
Dari itu maka dapat disimpulkan dengan adanya pemahaman tersebut dapat
dilakukan upaya pengurangan risiko bencana gempa bumi melalui evaluasi maupun
analisa terhadap kerentanan bangunan, sehingga dapat meminimalisir korban akibat
tertimpa reruntuhan bangunan.
19
3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik
pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan
tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat. (Rinaldi and
Purwantiasning 2015)
Coburn dan Spence dikutip dalam Zulfiar (2018), kerentanan didefinisikan “as
the degree of loss to a given element at risk resulting from a given level of hazard”.
Kerentanan bangunan merupakan derajat atau tingkat kerusakan elemen konstruksi
yang diperkirakan terjadi akibat tingkat bahaya gempa tertentu.
20
bangunan yang menjaga bangunan tidak roboh apabila terjadi gempa bumi. Untuk
itu diperlukan upaya pengurangan risiko gempa bumi (earthquake risk reduction),
salah satunya dengan mewujudkan bangunan tahan gempa di daerah rawan
bencana gempa bumi. (Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)
1. Lokasi Bangunan
a. Topografi: bangunan di atas lahan miring/lereng menyebabkan
perbedaan penurunan
b. Geologi: bangunan berada di daerah patahan/rawan pergerakan
tanah, menimbulkan keretakan dan penurunan tanah
21
c. Daya dukung tanah: bangunan berada di atas jenis lapisan tanah
yang daya dukungnya rendah (misalnya tanah mengalami
likuifaksi dapat menyebabkan kehilangan kekuatan)
2. Masa dan Bentuk Bangunan
a. Pembebanan: penggunaan material terlalu berat, memperberat
kinerja struktur,
b. Keteraturan vertikal dan horizontal: konfigurasi bangunan yang
tidak beraturan dan tidak simetris menyebabkan torsi,
c. Bukaan: ukuran bukaan cenderung memperlemah struktur.
3. Struktur Konstruksi Bangunan
a. Sistem Struktur: kecocokan sistem struktur disesuaikan dengan
tingkat kerawanan daerah setempat terhadap gempa.
1) Struktur atas : konstruksi dinding pemikul (unconfined
masonry) tanpa rangka dan konstruksi dinding dengan
rangka (confined masonry): rangka kayu, kolom balok
praktis, struktur rangka beton pengisi dan rangka baja.
2) Struktur bawah: kerusakan bangunan struktur atas akibat
kegagalan pondasi atau penurunan pondasi yang tidak
merata,
b. Prinsip struktur: taraf keamanan bangunan yang direncanakan
terhadap gempa.
1) Kekuatan dan kesatuan bangunan (kemampuan struktur
untuk menahan goncangan dan bergetar sebagai satu
kesatuan).
2) Distribusi kekakuan (kemampuan struktur berdeformasi
untuk menahan gaya yang bekerja) arah vertikal dan
horizontal harus terdistribusi merata,
3) Daktilitas (kemampuan struktur menahan lendutan besar
tanpa mengalami keruntuhan) untuk bangunan tingkat
banyak.
22
c. Mutu konstruksi: mutu bahan rendah dan pelaksanaan tidak
sesuai dapat memperlemah konstruksi bangunan
4. Kondisi Bangunan
a. Pemanfaatan: merubah peruntukan bangunan (pembebaan
struktur yang berlebihan tidak sesuai perencanaan awal).
b. Perawatan: minimnya perawatan mempertahankan dan
memulihkan kinerja bangunan.
c. Usia pakai bangunan: berkurangnya kinerja struktur bangunan.
1. Soft story effect dikarenakan kegagalan lentur dan geser kolom pada
lantai 1.
2. Kerusakan konstruksi terjadi pada lantai di atasnya (untuk bangunan
lantai 2) terutama diakibatkan oleh kurangnya kapasitas lentur kolom
dalam menahan gaya lateral yang terjadi.
3. Kualitas material konstruksi kurang baik, ditandai rendahnya mutu beton,
penggunaan besi polos sebagai tuluangan utama, sambungan tulangan
pada daerah momen maksimum, ukuran dan jarak besi sengkang tidak
memadai, sengkang tidak terikat dengan benar. (Perdana, Satyarno, and
Saputra 2018)
23
inaRISK Personal merupakan aplikasi yang berisikan informasi tingkat
bahaya suatu wilayah dan dilengkapi dengan rekomendasi aksi untuk melakukan
antisipasinya secara partisipatif. Aplikasi ini disusun bersama antara pemerintah dan
pihak lain yang memiliki pengalaman dalam edukasi kebencanaan di Indonesia.
BNPB sebagai badan nasional mengembangkan aplikasi yang berfungsi untuk
menampilkan pantauan indeks risiko bencana. (inaRISK. BNPB).
24
1. Alat diseminasi hasil kajian risiko bencana kepada Pemerintah, Pemda,
dan stakeholder lainnya sebagai dasar perencanaan program
pengurangan risiko bencana.
2. Membantu Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan para pihak dalam
menyusun strategi pelaksanaan program, kebijakan, dan kegiatan untuk
mengurangi risiko bencana di tingkat nasional hingga daerah.
3. Membantu Pemerintah dalam melakukan pemantauan terhadap capaian
penurunan indeks risiko bencana di Indonesia.
25
Gambar 2.3 Pilihan Fitur aplikasi inaRISK gambar 2.4 metode ACeB
26
2.7 Kajian Relevan
27
Pagaralam Sumatera kami lakukan, bahwa faktor ketahanan
Selatan gempa suatu bangunan kayu meliputi,
Keseimbangan, Kekokohan dan
Elastisitas.
3. Felia Ramadhanti, Analisis Kerentanan Rapid Visual Screening Rapid Visual Screening (RVS)
Hanantatur Bangunan Gedung (RVS) merupakan merupakan metode monitoring secara
Adeswastoto, Beny Terhadap Gempa metode monitoring cepat yang dipelopori oleh Federal
Setiawan Bumi dengan Rapid secara cepat yang Emergency Management Agency
Visual Screening dipelopori oleh Federal (FEMA) untuk mendata dan
Emergency Management menganalisis kondisi suatu bangunan
Agency (FEMA) untuk secara visual yang berpeluang
mendata dan terhadap bahaya gempa bumi.
menganalisis kondisi
suatu bangunan secara
visual yang berpeluang
terhadap bahaya gempa
bumi.
4. Adi Setiabudi Bawono Studi Kerentanan Metode yang digunakan Berdasarkan hasil penelitian yang
Bangunan Akibat dalam penelitian ini dilakukan pada perumahan-perumahan
Gempa : Studi Kasus adalah metode Fuzzy di kawasan Bantul dengan model
Perumahan Di Bantul Analythic Hierarchi bangunan dan umur bangunan yang
Prosess (FAHP). sama diperoleh kesimpulan bahwa nilai
28
probabilitas kerusakan pada tiap rumah
berbeda-beda. Hal ini disebabkan
karena jarak dari pusat gempa, kondisi
geologi tanah, topografi tanah, dan
jenis tanah yang terdapat di bawah
masing-masing rumah. Nilai
probabilitas kerusakan tersebut
dibedakan berdasarkan perbedaan
kriteria kerusakan pada tiap rumah.
Bila dibandingkan dengan bangunan
tembokan versi HAZUS, bangunan
yang diteiti pada penelitian ini
mendekati tipe bangunan HAZUS yaitu
tembokan tanpa perkuatan atau URML
(Unreinforced Masonry Bearing Walls).
29
BAB III
METODE PENELITIAN
30
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
31
3.2 Alat dan Sumber Data
3.2.1 Alat
Adapun alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
HandPhone
1. Aplikasi inaRISK
2. Global Positioning System (GPS)
3. Kamera/Handphone untuk dokumentasi
3.2.2 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian. Adapun data primer sebagai berikut:
a. Foto kondisi bangunan perumahan baik dari developer maupun pribadi,
b. Foto masalah pada bangunan perumahan dilakukan di rumah yang
memiliki masalah
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari permintaan data
perencanaan bangunan dan data yang diperlukan untuk penelitian yang
dilakukan. Adapun data sekunder sebagai berikut:
a. Lokasi dan siteplane dari developer perumahan
b. Gambar asbuilt drawing dari developer perumahan
c. Peta patahan Gorontalo dan data gempa bumi signifikan dan merusak
dari BMKG
32
3.3 Tahapan Penelitian
Adapun rencana tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
33
5. Menentukan hasil akhir dari semua survey perumahan berupa rumah-rumah
yang rentanan bangunan terhadap bahahaya gempa bumi.
Data Sekunder :
Data Primer :
1. Kondisi geologi wilayah penelitian
1. Foto kondisi 2. Lokasi & sitepline dari developer
bangunan 3. Gambar absuilt drawing dari developer
2. Foto masalah 4. Peta patahan Gorontalo
bangunan 5. Peta zona & peta zona gempa bumi
dari Kementrian ESDM
Screening Lokasi
34