Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu Negara kepulauan yang berada di kawasan


cincin api (ring of fire), sehingga sering terjadi bencana seperti gempabumi, tsunami
dan letusan gunung api. Secara geografis Indonesia terletak pada dua Benua yaitu
Benua Asia dan Benua Australia dan dua samudera yaitu Samudera Pasifik,
Samudera Hindia. Indonesia juga terletak pada tiga pertemuan lempeng utama
dunia (triple junction plate) yakni lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Lempeng Eurasia dan Indo-Australia bertumbukan di lepas pantai barat pulau
Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai selatan kepulauan Nusa
Tenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan,
sedangkan lempeng Australia dan Pasifik bertumbukan di sekitar Pulau Papua. Hal
ini yang menjadikan Negara Indonesia yang sangat rawan terhadap bencana gempa
bumi, khususnya gempa bumi tektonik.(Hardjono, Imam 2017)

Bencana alam adalah suatu peristiwa yang dapat merugikan dan merusak
bangunan yang disebabkan oleh faktor alam. Berlokasi di cincin api pasifik (wilayah
dengan banyak aktivitas tektonik), Indonesia harus terus menghadapi resiko
bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, tsunami, angin
topan, dan tanah longsor. Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang
dapat menyebabkan korban jiwa dan kerusakan pada infrastruktur sehingga
mengakibatkan kerugian dalam hal-hal tertentu. Gempa bumi telah lama
meresahkan Indonesia seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2004, Nias pada
tahun 2005, Yogyakarta dan Pangandaran pada tahun 2006, Sumatra Barat pada
tahun 2009, Jayapura pada tahun 2019, dan yang baru-baru ini terjadi di Palu 2018.
(Zamzani 2020)

Gempa bumi tektonik yang pernah terjadi di Indonesia sebagai akibat


aktivitas tektonik diantaranya adalah gempa bumi Aceh (2004) dan gempabumi Palu

1
(2018). Dampak yang timbul dari gempa bumi adalah rusaknya
bangunan/infrastruktur, sarana dan prasarana, timbulnya korban jiwa dan juga
menghambat kehidupan dan penghidupan. Gempa bumi adalah getaran atau
guncangan bumi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba yang disebabkan oleh
patahan dan pergeseran lapisan batuan di bawah permukaan bumi.(Veenema
2007).

Gorontalo merupakan wilayah rawan bencana gempa bumi dikarenakan


keberadaan patahan/sesar yang masih aktif bergerak. patahan dari jalur pantai utara
dimana dari wilayah Gorontalo Utara hingga ke laut Sulawesi, dan patahan lain
merupakan jalur patahan pantai selatan yang membentang dari arah tenggara di
Teluk Tomini hingga arah barat laut melalui wilayah Kota Gorontalo hingga sisi timur
Kabupaten Gorontalo. Gorotalo masuk dalam kawasan rawan bencana gempa bumi
tinggi dikarenakan secara litologi Gorontalo tersusun oleh batuan yang berumur
Kuarter yang bersifat lepas maka akan mempengaruhi skala goncangan gempa
bumi.

Pada kenyataanya, belum semua gedung direncanakan tahan gempa dan


tidak ada data mengenai kondisi kerentanan gempa untuk gedung-gedung di
Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya bangunan yang mengalami
kerusakan dan runtuh saat gempa, yang seharusnya dirancang tahan gempa,
sehingga banyaknya korban jiwa yang tidak dapat dihindari, maka diperlukan suatu
evaluasi untuk menilai kerentanan bangunan terhadap gempa supaya bisa
mengantisipasi atau meminimalisir korban dari gempa bumi itu sendri.(Hartanty
2015)

Kerusakan bangunan merupakan faktor yang paling besar dalam


menyebabkan korban jiwa dan korban harta. Jumlah korban jiwa dan korban harta
dapat diminimalkan apabila ada upaya mitigasi yang telah dilakukan. Salah satu
kegiatan mitigasi tersebut adalah dengan memprediksi probabilitas kerusakan serta
estimasi kerugian yang ditimbulkan akibat gempa pada tiap tipikal bangunan pada
suatu daerah. Di negara-negara maju upaya untuk memprediksi probabilitas
kerusakan bangunan akibat gempa sudah banyak dilakukan, yaitu dengan cara

2
mengevaluasi kerusakan bangunan berdasarkan kejadian gempa yang terjadi
sebelumnya, sehingga bila suatu saat terjadi gempa, kerusakan bangunan dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kapasitas bangunan berdasarkan hasil
evaluasi. (Bawono 2016)

Dari korban gempa bumi tidak sedikit yang mengalami kerugian baik materi
bahkan nyawa salah satunya dikarenakan reruntuhan bangunan, maka dari itu perlu
kita mengevaluasi kerentanan bangunan apakah sudah mampu menerima beban
getaran gempa bumi. Maka dengan itu pada penelitian ini dengan menggunakan
aplikasi inaRisak Personal pada fitur Survey ACebs (Asesmen Cepat Bangunan) kita
akan mengetahui tingkat kerentanan bangunan pada perumahan yang berada di
Kecamatan Telaga Biru dan Kecamatan Limboto.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengetahui kerentanan bangunan perumahan di Kecamatan


Telaga Biru, Kecamatan Limboto dan Kecamatan Limbo Barat terhadap
bahaya gempa melalui survey ACeB dari aplikasi inaRIAK personal ?
2. Berapakah jumlah bangunan rumah yang rentan terhadap bahaya gempa
bumi di perumahan Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan Limboto dan
Kecamatan Limboto Barat melalui evaluasi survey ACeB dari aplikasi
inaRISK ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kerentanan bangunan perumahan di Kecamatan Telaga


Biru, Kecamatan Limboto dan Kecamatan Limboto Barat,
2. Untuk mengetahui jumlah bangunan rumah yang rentan di Kecamatan
Telaga Biru, Kecamatan Limboto dan Kecamatan Limboto Barat.

3
1.2 Manfaat Penelitian

1.3.1 Manfaat sains

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan informasi terkait kerentanan bangunan rumah terhadap


bahaya gempa bumi perumahan di Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan
Limboto dan Kecamatan Limboto Barat,
2. Untuk mengetahui berapa jumlah bangunan rumah yang rentan terhadap
bahaya gempa bumi Perumahan di Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan
Limboto dan Kecamatan Limboto Barat.

1.3.2 Manfaat Khusus

Adapun manfaat khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaku kontruksi untuk mengoptimasi


ketahanan bangunan akibat gempa bumi,
2. Dapat dijadikan pertimbangan dalam mitigasi bahaya gempa bumi untuk
mengurangi resiko bahaya gempa bumi.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Evaluasi kerentanan bangunan terhadap gempa dengan mengacu pada


survey ACeB ( Asesmen Cepat Bangunan) pada aplikasi inaRISK,
2. Penelitian ini tidak berpatokan pada skala gempa,
3. Peneliian hanya pada bangunan rumah 1 lantai,
4. Penelitian hanya dilakukan dalam ruang lingkup perumahan yang berada di
Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan Limboto dan Kecamatan Limboto Barat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Lokasi penelitian berada di tiga Desa Kabupaten Gorontalo yaitu Desa


Timuato, Desa Pentadio Timur dan Desa Pentadio Barat. Dimana letak geografis
Kabupaten Gorontalo berada pada posisi diantara 1210,159” – 1230,32” BT dan
00,24” – 100,02” LU dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Gorontalo Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone
Bolango dan Kota Gorontalo, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boalemo
dan sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. Secara administratif
Kabupaten Gorontalo terdiri dari 19 Kecamatan (14 Kelurahan dan 191 Desa), dan
Kecamatan Telaga Biru merupakan salah satu Kecamatan dari Kabupaten
Gorontalo ini.

Menurut penelitian Rangin, dkk,. (1999) dalam Buku Peta Sumber dan
Bahaya Gempa Bumi Indonesia 2017, yang diungkapkan oleh Ivan Taslim selaku
Staf Khusus Bupati Bidang Mitigasi Bencana yaitu “secara umum kondisi geologi
Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu Kabupaten yang terletak pada patahan
atau sesar Gorontalo. Keberadaan patahan atau sesar Gorontalo terbagi menjadi 2
patahan. Pertama, patahan jalur patahan pantai utara yang mengiris wilayah Gorut
hingga ke Laut Sulawesi yang merupakan batas sisi utara daerah ini. Patahan yang
kedua, merupakan jalur patahan pantai selatan yang membentang dari arah
tenggara di Teluk Tomini ke arah barat laut, memotong Kota Gorontalo hingga sisi
timur Kabupaten Gorontalo, termasuk di Danau Limboto patahan atau sesar
Gorontalo memiliki kecepatan pergeseran sekitar 11 mm per tahunnya dengan
mekanisme strike-slip, dimana ini berkaitan dengan adanya subduksi di sepanjang
palung di sisi utara Pulau Sulawesi. pada daerah-daerah yang dilewati oleh
patahan/sesar Gorontalo sudah masuk dalam kawasan rawan bencana gempa bumi
tinggi, dimana potensi goncangannya berkisar pada skala intensitas lebih besar dari

5
VIII (skala MMI). Adanya keberadaan patahan/sesar Gorontalo ditambah secara
litologi tersusun oleh batuan yang berumur Kuarter (berupa aluvium, kolovium,
endapan pantai dan rombakan batuan gunung api muda yang sifatnya lepas), maka
tentu akan memperkuat efek dari goncangan gempa bumi” Ika. (2019, September,
03). Gorontalo Dilalui 2 Patahan Aktif, Begini Tanggapan Ahli Geologi [Hulondalo.id]
Diakses dari https://hulondalo.id/gorontalo-dilalui-2-patahan-aktif-begini-tanggapan-
ahli-geologi/amp/

Berikut peta patahan Provinsi Gorontalo yang dikeluarkan oleh Badan


Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPPEDA) Provinsi
Gorontalo.

6
Gambar 2.1 Peta Patahan Provinsi Gorontal

7
2.2 Bencana

Bencana adalah peristiwa atau suatu rangkaian peristiwa yang mengancam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, maupun kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (Mandela & Wanane, 2020). Definisi bencana
mengandung tiga aspek dasar yaitu:

1. Terjadinya peristiwa atau gangguan terhadap masyarakat.


2. Peristiwa atau gangguan tersebut membahayakan kehidupan dan fungsi
dari masyarakat.
3. Mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk
mengatasi sumber daya mereka. (Luis et al. 2020)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


menyebutkan bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan bersama
pemerintah, masyarakat, dunia usaha, organisasi non-pemerintah, internasional,
maupun pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Oleh karenanya landasan
nasional dalam penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana akan
memberikan advokasi dan dukungan kepada pemerintah dalam upaya
melaksanakan pengurangan risiko bencana secara terencana, sistematis, dan
menyeluruh. Pada tataran global, pelaksanaan dari undang-undang tersebut juga
merupakan upaya implementasi dari komitmen dunia yang tertuang dalam Kerangka
Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action/HFA) 2005-2015 yang menjadikan bangsa
Indonesia memiliki komitmen terhadap dunia internasional dalam pengurangan risiko
bencana. (Zulfiar, Jayady, and Jati Saputra 2018).

Amanat Undang Undang No.24 Tahun 2007 dengan terbentuknya BNPB


melalui Kepres No.8 Tahun 2008. (Zulfiar, Jayady, and Jati Saputra 2018)

Selain itu menurut United Nation Development Program (UNDP) (dalam


Soehatman Ramli, 2010), Bencana adalah suatu kejadian yang ekstrem dalam
lingkungan alam atau manuisa secara merugikan mempengaruhi kehidupan

8
manusia, harta benda atau aktivitas sampai pada tingkat yang menimbulkan
bencana. (Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)

2.2.1 Jenis-jenis Bencana

Indeks Risiko Bencana Indonesia menggolongkan bencana kedalam tiga jenis


yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial (Mandela & Wanane,
2020).

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
bencana gempa tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
2. Bencana non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antara kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terror. (Luis
et al. 2020)

2.3 Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi dipermukaan bumi akibat


pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismic.
Gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). (Luis et al.
2020)

Pawirodikromo (2012) menjelaskan bahwa gempa bumi adalah bergetarnya


permukaan tanah karena pelepasan energi secara tiba-tiba dari pecah atau slipnya
massa batuan di lapisan kerak bumi. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
bergetarnya permukaan tanah akibat gempa bumidisebabkan akibat energi gempa
yang yang merambat dari pusat gempa ke segala arah. Pelepasan energi dari pecah
atau slipnya massa di lapisan kerak bumi tersebut disebabkan aktifitas tektonik, atau
pergerakan lempeng tektonik baik saling mendekat (konvergen), saling menjauh

9
(divergen) ataupun saling bergeser ke samping (transform). Hal ini mengakibatkan
bergetarnya benda benda yang terdapat di permukaan tanah, termasuk juga
didalamnya bangunan perumahan. (Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)

Gempa bumi terdiri dari 2 jenis yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik:

1. Gempa bumi Tektonik


Menurut Hasmar dalam Birawaputra & Tethool (2019), mengartikan
bahwa gempa bumi tektonik merupakan gempa bumi yang disebabkan
dari pelepasan energy yang dihasilkan oleh tekanan disebabkan oleh
lempengan yang bergerak. gempa ini terjadi karena besarnya tenaga
yang dihasilkan akibat adanya energi yang dilepaskan saat terjadi
patahan lempeng bumi. Energi yang dilepaskan dirambatkan oleh pusat
gempa berupa gelombang getaran ke permukaan tanah.
a. Dampak primer
Dampak primer yaitu dampak yang diakibatkan oleh getaran gempa,
seperti:
1) Dapat merusak bangunan dan infrastruktur lainnya
2) Banyak korban jiwa akibat reruntuhan bangunan
3) Kehilangan harta benda akibat tertimbun reruntuhan
bangunan
b. Dampak sekunder
Dampak sekunder merupakan dampak lain yang dipacu adanya
gempa, seperti:
1) Tsunami
2) Tanah longsor
3) Kebakaran
2. Gempa Vulkanik
Gempa yang dikakibatkan oleh pergerakan magma gunung berapi.
Gempa ini sering terjadi ketika gunung berapi sedang aktif atau akan
aerupsi. Gempa vulkanik terjadi karena adanya tekanan gas yang sangat
besar pada sumbatan kawah sehingga menimbulkan getaran dan

10
meletusnya gung berapi. Gempa ini hanya dirasakan pada daerah sekitar
kaki gunung berapi. Untuk bahaya, lebih kecil dibandingkan dengan
gempa Tektonik. (Luis et al. 2020).

Berdasarkan sifat fisik (fisik dari materialnya) bumi dapat dibedakan menjadi
beberapa lapisan yaitu sebagai berikut:

1. Kerak (Crust), merupakan lapisan terluar permukaan bumi yang berupa


batuan keras dan dingin setebal 15-60 km. pada lapisan kerak bagian
atas telah mengalami pelapukan membentuk tanah. Daratan terbentuk
dari kerak benua yang terbentuk dari batuan granit. Dasar samudera
terbentuk dari kerak samudera yang sebagian terbentuk dari batuan
basal.
2. Mantel (Mantle) merupakan lapisan mantel dibawah kerak dengan tebal
mencapai 2.900 km. lapisan mantel merupakan lapisan paling tebal,
lapisan ini terdiri atas magma kental yang bersuhu 1.400oC-2.500oC.
Terdiri dari besi dan mineral SIMA, density sekitar 3,5 SG. Tekanan dari
lapisan diatasnya membuat lapisan ini selalu dalam kondisi solid, tapi
tetap melelehkan batuan. Lapisan mantel paling luar sekitar 200 km
dinamai dengan asthenosphere. Pada lapisan ini tekanan dan suhu
berada pada kondisi berimbang sehingga lapisan ini bersifat plastis.
3. Inti bumi bagian luar (outher core) merupakan salah satu bagian dalam
bumi yang melapisi inti bumi bagian dalam. Inti bumi bagian luar
mempunyai tebal 2.250 km dan kedalaman antara 2.900-4.980 km.inti
bumi bagian luar terdiri atas nikel dan besi cair dengan suhu 3.900oC.
4. Inti bumi bagian dalam (inner core) merupakan bagian bumi paling dalam
atau biasa juga disebut inti bumi, dengan tebal 1200 km dan berdiameter
2600 km. inti bumi terdiri dari besi dan nikel berbentuk padat dengan
temperatur dapat mencapai 4800oC. (Luis et al. 2020)

Akibat dari terjadinya gempa bumi dapat berupa akibat secara langsung
maupun tidak langsung (The Center for Earthquake Engineering, Dynamic Effect,
and Disaster Studies, 2004). Akibat gempa bumi secara langsung, antara lain:

11
1. Kerusakan bangunan rumah tinggal sederhana dari yang retak-retak
hingga yang roboh, atau kerugiankerugian lainya, misalnya rusaknya
gedung teknis, jembatan, instalasi listrik, telepon, dan pipa-pipa air
minum serta gas,
2. Penurunan atau peninggian permukaan tanah,
3. Tanah longsor,
4. Tanah pecah atau rekah,
5. Likuifaksi, dimana sewaktu gempa terjadi sifat lapisan tanah berubah
menjadi seperti cairan sehingga tak mampu menopang beban bangunan
di dalam atau di atasnya, dan
6. Tsunami.

Akibat gempa secara tidak langsung antara lain:

1. Korban jiwa dan luka-luka yang disebabkan oleh keruntuhan bangunan,


2. Korban jiwa dan luka-luka yang disebabkan oleh gelombang besar
tsunami pada daerah di sekitar pantai,
3. Kebakaran yang disebabkan oleh putusnya saluran gas dan hubungan
pendek listrik atau letupan kompor,
4. Wabah penyakit yang disebabkan oleh sarana dan prasarana kesehatan
tidak berfungsi dengan baik,
5. Masalah keamanan akibat terjadi penjarahan, perampokan, dan
6. Ekonomi yang diakibatkan oleh hancurnya sarana dan prasarana
ekonomi, sosial, misalnya terjadi pengungsian dan gelandangan.
(Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)

Salah satu penyebab yang mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan


adalah kondisi tanah setempat. Kondisi tanah setempat adalah kondisi tanah di
bawah suatu bangunan yang mempengaruhi kerusakan pada bangunan. Adanya
kondisi tanah setempat yang berbeda-beda tersebut dapat menyebabkan tingkat
kerusakan yang berbeda beda pada bangunan, ketika terjadi gempa bumi.
(Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)

12
Data katalog gempa bumi Provinsi Gorontalo yang signifikan dan merusak

OT
NO. Tanggal/Wilayah (Origin Koordinat0 Depth (km) Mag Wilayah yang Korban/Kerusakan Sumber
Time) Lat Long merasakan
UTC
1. 18 April 1990 13:39:19 1.186 122.8 26 7.3 - Bolaang – Gorontalo Korban Meninggal:
Minahasa 57 - semenanjung Minahasa - 3 orang
( dirasakan kuat ) Korban Luka-Luka:
TIDAK TSUNAMI - Sulawesi bagian tengah - 25 orang USGS
Kerusakan:
- 1.140 rumah rusak di sekitar
Bolaang-Gorontalo.
2. 20 Juni 1991 5:18:53 1.196 122.7 31 7.2 - Gorontalo : VI Kerusakan:
Minahasa 87 - Manado : IV - 1.500 rumah rusak di USGS
- Poso : II Gorontalo sekitarnya
TIDAK TSUNAMI
3. 25 Nov 1997 12:14:34 1.241 122.5 24 7.0 - Gorontalo : VI Kerusakan:
Minahasa 36 - Manado : III - Sedikitnya 90 bangunan rusak
di Gorontalo USGS
TIDAK TSUNAMI
4. 04 Mei 2000 4:21:20 -1.65 123.7 68 6.5 - Luwuk : VII Korban Meninggal:
Sulawesi Tengah 9 - Gorontalo dan Palu : V - sedikitnya 46 orang
- Manado dan Tolitoli : IV Korban Luka-Luka:
TIDAK TSUNAMI - Balikpapan : IV - 264 orang
- Ternate : III Kerusakan:
- Tawau, Malaysia - 30.000 kehilangan tempat
tinggal
- Listrik terputus di Luwuk dan

13
sekitarnya.
- 8 % bangunan rusak atau
hancur di Banggai.
- Kerusakkan juga terjadi di USGS
Peleng &
- Puluhan rumah rusak di Luwuk BMG
- Pelabuhan rusak berat di
Luwuk
- Bandara rusak
5. 21 Januari 2007 11:27:48 1.18 126.4 63 6.7 - Ternate, Manado : VI Korban Meninggal:
Sulawesi Utara 2 - Bitung dan Tondano : VI - 1 orang meninggal terserang
- Kotamobagu : V penyakit jantung
TIDAK TSUNAMI - Halmahera Selatan : IV - 3 orang lainnya juga
- Gorontalo : IV meninggal
Korban Luka-Luka:
- 4 orang
Kerusakan: BMG
- beberapa bangunan di &
Manado rusak ringan USGS
- di Pulau Mayu & Tifore
1 gereja, 1 jembatan, dan
beberapa rumah rusak

14
6. 16 Nov 2008 17:02:32 1.41 122.1 10 7.7 - Baolan : VII Korban Meninggal:
Minahasa 8 - Gorontalo dan Toli-toli : - sedikitnya 6 orang
VI Korban Luka-Luka:
TIDAK TSUNAMI - Manado dan Poso : IV - 77 orang terluka
- Luwuk : III - 10.000 orang terlantar
- Bandar Seri Begawan, Kerusakan:
Brunei : IV - 1.444 bangunan rusak, BMG
- Malaysia : II komunikasi terputus di Buol &
- Philiphina : II dan di Gorontalo USGS

7. 11 Sept 2008 0:00:03 1.88 127.2 10 7.6 - Galela dan Loloda : V -


Halmahera 7 - Bitung dan Ternate : IV
- Gorontalo dan Manado : BMG
TIDAK TSUNAMI III &
- Philiphines : II - III - USGS
8. 15 Juli 2017 12:12:21 0.46 121.9 108 6.0 - Gorontalo : IV MMI Info BMKG Stasiun Geofisika
Gorontalo 9 - Buol : IV MMI Gorontalo : Tidak ada
- Manado : III - IV MMI kerusakkan. Hanya barang-
TIDAK TSUNAMI - Tondano : III - IV MMI barang di mini market
- Bonebolango : IV MMI berjatuhan
- Tolitoli : III - IV MMI
- Luwuk : III MMI
(Pusat gempa berada di
laut 40 km Barat Daya
Boalemo-Gorontalo)
(Update parameter gempa
: Magnitudo : 5,9, pusat
gempa 0,45 LU dan 122,07

15
BT kedalaman 115 km, 111 BMKG
km Barat Daya Gorontalo)

9. 29 Mei 2017 14:35:22 -1,25 120,4 16 6,6 -Poso dan Toroe : V MMI Korban Meninggal : -
Poso 1 -Palu : III - IV MMI Korban luka-luka :
Sulawesi Tengah -Pasang kayu dan Tana -Lore Utara : 4 orang luka berat,
Toraja : III MMI 17 orang luka ringan
TIDAK TSUNAMI -Palopo, Gorontalo, Bone -Poso Pesisir dan Lore Peore :
Bolango, dan Soroako : II masing-masing 1 orang luka
MMI ringan
-Poso Pesisir Utara : 2 orang
(Update parameter gempa luka ringan.
: Magnitudo : 6,6, pusat Kerusakkan : Kerusakkan
gempa 1,28 LS dan 120,48 tersebar di delapan kecamatan
BT kedalaman 11 km, 33 -Lore Utara : 209 bangunan
km Barat Laut Poso - rusak berat (RB), 153 rusak
Sulawesi Tengah) ringan (RR)
-Lore Timur : 7 unit bangunan
(RB), 39 unit bangunan (RR)
-Poso Pesisir : 2 unit bangunan
(RB), 19 unit bangunan (RR)
-Poso Pesisir Utara : 4 unit
bangunan (RB), 26 unit
bangunan (RR)
-Lore Peore : 2 unit bangunan
(RB), 6 unit bangunan (RR)
-Poso Kota : 1 unit bangunan
rusak ringan.
-Poso Kota Utara : 4 unit

16
bangunan (RB), 4 unit bangunan
(RR) Lage : 2 unit bangunan
rusak ringan.
(Sumber : Pos Komando
Tanggap darurat Kabupaten
Poso - Sulawesi Tengah, update
hingga 1 Juni 2017)
10. 28 September 2018 10:02:42 -0,18 119.8 11 7.4 - Donggala : VII-VIII MMI Korban Meninggal:
Donggala-Palu-Sigi (17:02:44 2 - Palu, Mapaga : VI-VII total 2.037 orang,
Sulawesi Tengah WIB) MMI Hilang:
- Poso, Gorontalo : III-IV total 671 orang,
TSUNAMI MMI Tertimbun:
- Majene, Soroako : III total 152 orang
MMI Korban Luka-Luka:
- Kendari, Kolaka, Konawe total 4.084 orang
Utara, Bone, Makasar, Kerusakan:
Gowa : II-III MMI -Rumah rusak : total 67.310 unit
- Kalimantan Timur, -Fasilitas Ibadah : total 99 unit
Kalimantan Utara : II MMI -Fasilitas kesehatan : total 20
(Pusat gempa berada di unit
darat 26 km Utara -Infrastruktur : jalan (12 titik),
Donggala - Sulawesi jembatan (1), Bandara (1),
Tengah) Update Hotel (2), Mall (1), anjungan
parameter gempabumi : Talise (1), Kantor TVRI (1),
M7,4 ; 0,22 LS - 119,89 BT kantor Kepolisian (5)
kedalaman 11 km
BMKG mengeluarkan (Sumber : Laporan Harian
Peringatan Dini Tsunami Penanganan Gempabumi dan
Estimasi ketinggian Tsunami Palu dan Donggala di

17
tsunami hasil survei tim bnpb.go.id update pada Selasa,
BMKG 30 September s.d 09 Oktober 2018)
'04 Oktober 2018.

Tabel 2.1 Katalog Gempa Bumi Signifikan dan Merusak

Sumber: BMKG

18
2.4 Kontruksi Bangunan

Banyaknya korban jiwa akibat gempabumi umumnya disebabkan oleh


kegagalan (failure) bangunan nonengineering (seperti rumah tinggal). (Yoresta
2018).

Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun


prasarana yang meliputi pembangunan gedung (building construction),
pembangunan prasarana sipil (Civil Engineer), dan instalasi mekanikal dan
elektrikal. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga
dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada
beberapa area. Secara ringkas konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan
bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misal, Konstruksi Struktur
Bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur bangunan.
(Rinaldi and Purwantiasning 2015)

Dari itu maka dapat disimpulkan dengan adanya pemahaman tersebut dapat
dilakukan upaya pengurangan risiko bencana gempa bumi melalui evaluasi maupun
analisa terhadap kerentanan bangunan, sehingga dapat meminimalisir korban akibat
tertimpa reruntuhan bangunan.

Bangunan Tahan Gempa Membangun bangunan yang dapat menahan


beban gempa adalah tidak ekonomis. Oleh karena itu prioritas utama dalam
membangun bangunan tahan gempa adalah terciptanya suatu bangunan yang dapat
mencegah terjadinya korban, serta memperkecil kerugian harta benda. Dari hal
tersebut pengertian bangunan tahan gempa adalah:

1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan


baik pada komponen non-struktural maupun pada komponen
strukturalnya.
2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada
komponen non-strukturalnya (plafond runtuh, dinding retak) akan tetapi
komponen struktural (kolom, balok, sloof) tidak boleh rusak.

19
3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik
pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan
tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat. (Rinaldi and
Purwantiasning 2015)

Berdasarkan pedoman Dinas Pekerjaan Umum SNI 03-1726-2002, Tata


Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan dan RSNI T – 02 - 2003,
Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia, prinsip utama dalam konstruksi
tahan gempa meliputi:

1. Denah yang sederhana dan simetris


Penyelidikan kerusakan akibat gempa menunjukkan pentingnya
denah bangunan yang sederhana dan elemen-elemen struktur penahan
gaya horisontal yang simetris. Struktur seperti ini dapat menahan gaya
gempa Iebih baik karena kurangnya efek torsi dan kekekuatannya yang
lebih merata,
2. Bahan bangunan harus seringan mungkin,
3. Sistem Konstruksi yang memadai.
Perlunya sistem konstruksi penahan beban yang memadai Supaya
suatu bangunan dapat menahan gempa, gaya inersia gempa harus
dapat disalurkan dari tiap-tiap elemen struktur kepada struktur utama
gaya horisontal yang kemudian memindahkan gaya-gaya ini ke pondasi
dan ke tanah. (Rinaldi and Purwantiasning 2015)

2.5 Kerentanan Bangunan

Coburn dan Spence dikutip dalam Zulfiar (2018), kerentanan didefinisikan “as
the degree of loss to a given element at risk resulting from a given level of hazard”.
Kerentanan bangunan merupakan derajat atau tingkat kerusakan elemen konstruksi
yang diperkirakan terjadi akibat tingkat bahaya gempa tertentu.

Secara umum kerentanan bangunan adalah faktor-faktor yang dapat


menyebabkan suatu bangunan rusak atau tidak dapat memenuhi kinerja yang
diharapkan apabila terjadi gempa. Kinerja yang diharapkan yaitu kinerja struktur

20
bangunan yang menjaga bangunan tidak roboh apabila terjadi gempa bumi. Untuk
itu diperlukan upaya pengurangan risiko gempa bumi (earthquake risk reduction),
salah satunya dengan mewujudkan bangunan tahan gempa di daerah rawan
bencana gempa bumi. (Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)

Filosofi bangunan tahan gempa adalah apabila terjadi gempa ringan


bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non struktural
(dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dan lainnya) maupun
pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dan lainnya).
Apabila terjadi gempa sedang, bangunan dapat mengalami kerusakan pada
komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.
(Perdana, Satyarno, and Saputra 2018)

Naoi, dkk (2009) menyatakan bahwa “masyarakat pemilik rumah cenderung


tidak menghiraukan risiko gempa bumi pada suatu rumah apabila tidak baru saja
terjadi gempa bumi besar. Hal ini berpengaruh pada tingkat kerentanan bangunan
yang di bangun oleh masyarakat, meskipun terletak pada daerah rawan bencana
gempa bumi. Kesadaran masyarakat untuk menempati rumah yang tahan gempa
belum muncul apabila belum pernah mengalami gempa bumi besar”.

Dengan adanya pemahaman tersebut maka dapat dilakukan upaya


pengurangan risiko bencana gempa bumi melalui analisa terhadap kerentanan
bangunan, sehingga dapat meminimalisir korban akibat tertimpa reruntuhan
bangunan.

Kategori penyebab utama kerentanan pada bangunan (Boen, 2010) dapat


dikelompokkan:

1. Lokasi Bangunan
a. Topografi: bangunan di atas lahan miring/lereng menyebabkan
perbedaan penurunan
b. Geologi: bangunan berada di daerah patahan/rawan pergerakan
tanah, menimbulkan keretakan dan penurunan tanah

21
c. Daya dukung tanah: bangunan berada di atas jenis lapisan tanah
yang daya dukungnya rendah (misalnya tanah mengalami
likuifaksi dapat menyebabkan kehilangan kekuatan)
2. Masa dan Bentuk Bangunan
a. Pembebanan: penggunaan material terlalu berat, memperberat
kinerja struktur,
b. Keteraturan vertikal dan horizontal: konfigurasi bangunan yang
tidak beraturan dan tidak simetris menyebabkan torsi,
c. Bukaan: ukuran bukaan cenderung memperlemah struktur.
3. Struktur Konstruksi Bangunan
a. Sistem Struktur: kecocokan sistem struktur disesuaikan dengan
tingkat kerawanan daerah setempat terhadap gempa.
1) Struktur atas : konstruksi dinding pemikul (unconfined
masonry) tanpa rangka dan konstruksi dinding dengan
rangka (confined masonry): rangka kayu, kolom balok
praktis, struktur rangka beton pengisi dan rangka baja.
2) Struktur bawah: kerusakan bangunan struktur atas akibat
kegagalan pondasi atau penurunan pondasi yang tidak
merata,
b. Prinsip struktur: taraf keamanan bangunan yang direncanakan
terhadap gempa.
1) Kekuatan dan kesatuan bangunan (kemampuan struktur
untuk menahan goncangan dan bergetar sebagai satu
kesatuan).
2) Distribusi kekakuan (kemampuan struktur berdeformasi
untuk menahan gaya yang bekerja) arah vertikal dan
horizontal harus terdistribusi merata,
3) Daktilitas (kemampuan struktur menahan lendutan besar
tanpa mengalami keruntuhan) untuk bangunan tingkat
banyak.

22
c. Mutu konstruksi: mutu bahan rendah dan pelaksanaan tidak
sesuai dapat memperlemah konstruksi bangunan
4. Kondisi Bangunan
a. Pemanfaatan: merubah peruntukan bangunan (pembebaan
struktur yang berlebihan tidak sesuai perencanaan awal).
b. Perawatan: minimnya perawatan mempertahankan dan
memulihkan kinerja bangunan.
c. Usia pakai bangunan: berkurangnya kinerja struktur bangunan.

Berdasarkan penelitian BPPT Kegagalan konstruksi terjadi akibat:

1. Soft story effect dikarenakan kegagalan lentur dan geser kolom pada
lantai 1.
2. Kerusakan konstruksi terjadi pada lantai di atasnya (untuk bangunan
lantai 2) terutama diakibatkan oleh kurangnya kapasitas lentur kolom
dalam menahan gaya lateral yang terjadi.
3. Kualitas material konstruksi kurang baik, ditandai rendahnya mutu beton,
penggunaan besi polos sebagai tuluangan utama, sambungan tulangan
pada daerah momen maksimum, ukuran dan jarak besi sengkang tidak
memadai, sengkang tidak terikat dengan benar. (Perdana, Satyarno, and
Saputra 2018)

2.6 Aplikasi InaRISK Personal

Aplikasi InaRISK dapat digunakan oleh masyarakat secara luas, dimana


peran masyarakat sebagai responden dalam pendataan dengan cara mengisi
kuisioner yang diberikan di dalam apikasi tersebut. Adapun manfaat bagi
masyarakat melalui penggunaan aplikasi InaRISK ini adalah sebagai sarana edukasi
dalam memahami tingkat risiko bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana. Aplikasi InaRISK khususnya InaRISK Personal penting
dimiliki oleh masyarakat agar mampu mempersiapkan diri dan keluarga dalam
menghadapi situasi ancaman bencana terutama gempa bumi. (Pradini et al. 2020)

23
inaRISK Personal merupakan aplikasi yang berisikan informasi tingkat
bahaya suatu wilayah dan dilengkapi dengan rekomendasi aksi untuk melakukan
antisipasinya secara partisipatif. Aplikasi ini disusun bersama antara pemerintah dan
pihak lain yang memiliki pengalaman dalam edukasi kebencanaan di Indonesia.
BNPB sebagai badan nasional mengembangkan aplikasi yang berfungsi untuk
menampilkan pantauan indeks risiko bencana. (inaRISK. BNPB).

Gambar 2.2 Tampilan Apliaksi inaRISK

InaRISK Personal telah secara resmi diluncurkan penggunaannya oleh


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tanggal 10
November 2016 yang mana peluncurannya juga dihadiri Kementerian/Lembaga,
perwakilan dari Badan PBB, perwakilan organisasi dari negara-negara donor lain
(NGO), BMKG dan institusi pemerintah terkait lainnya dalam penyediaan data.
Diharapkan InaRISK dapat digunakan oleh semua pihak, termasuk masyarakat
dalam menyusun rencana-rencana penanggulangan bencana dan selain sebagai
portal untuk sharing data spasial dalam bentuk service gis adalah sebagai:

24
1. Alat diseminasi hasil kajian risiko bencana kepada Pemerintah, Pemda,
dan stakeholder lainnya sebagai dasar perencanaan program
pengurangan risiko bencana.
2. Membantu Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan para pihak dalam
menyusun strategi pelaksanaan program, kebijakan, dan kegiatan untuk
mengurangi risiko bencana di tingkat nasional hingga daerah.
3. Membantu Pemerintah dalam melakukan pemantauan terhadap capaian
penurunan indeks risiko bencana di Indonesia.

InaRISK Personal dengan menggunakan fitur survey ACeBS (Asesmen


Cepat Bangunan) merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengevaluasi
kerentanan bangunan terhadap goncangan gempa dengan dua metode yaitu:

1. Metode pertama digunakan untuk obyek bangunan sederhana 1 (satu)


lantai berdinding tembokan dan
2. Metode ke dua digunakan untuk obyek bangunan bertingkat 2 (dua)
sampai 4 (empat) lantai berstruktur beton bertulang dengan dinsing
tembokan, yang berada dilokasi yang mempunyai hazard goncangan
gempa bumi.

Tujuan ACeB adalah sebagai berikut:

1. Mengedukasi masyarakat terkait dengan konsep dan karakteristik rumah


tahan/aman gempa,
2. Mengindentifikasi awal sebaran kualitas bangunan tahan/aman gempa
(kebalikan dari kerentanan) bangunan rumah tinggal masyarakat di
kawasan rawan bencana gempa bumi,
3. Mensosialisasikan dan mengkampanyekan budaya membangun
bangunan/rumah yang aman terhadap gempa bumi.

25
Gambar 2.3 Pilihan Fitur aplikasi inaRISK gambar 2.4 metode ACeB

26
2.7 Kajian Relevan

NO. Nama Peneliti Judul Metode Hasil


1. Intan Putra Perdana, Evaluasi Kerentanan Metode deskriptif Hasil evaluasi kerentanan bangunan
Iman Satyarno, Ashar Bangunan Rumah kualitatif dengan sampel rumah masyarakat di Desa Bugisan
Saputra Masyarakat Terhadap sumber data kondisi menunjukan kondisi bangunan rumah
Gempa Bumi di Desa bangunan dan persepsi secara umum memiliki tingkat
Wisata Bugisan masyarakat di Desa kerentanan sedang yang dapat dilihat
Kecamatan Wisata Bugisan dari hasil evaluasi kerentanan untuk
Prambanan tingkat kerentanan sedang (skor 33,4-
Kabupaten Klaten 66,3%) yaitu sebanyak 63% atau 287
rumah. Untuk hasil evaluasi kerentanan
yang menunjukkan tingkat kerentanan
tinggi (skor 0- 11 33,3%) sebanyak 35
% atau 159 rumah dan tingkat
kerentanan rendah atau paling aman
(skor 66,4- 100%) sebanyak 2% atau 9
rumah.
2. Zelly Rinaldi, Ari Analisa Kontruksi Metode yang digunakan Secara keseluruhan konstruksi Rumah
Widyati Tahan Gempa Rumah Observasi/Survey, Besemah telah memenuhi semua
Purwantiasning, Tradisional Suku Wawancara, Studi prinsip rumah tahan gempa.
Ratna Dewi Nur’aini Besemah di Kota Literatur Berdasarkan hasil penelitian yang telah

27
Pagaralam Sumatera kami lakukan, bahwa faktor ketahanan
Selatan gempa suatu bangunan kayu meliputi,
Keseimbangan, Kekokohan dan
Elastisitas.
3. Felia Ramadhanti, Analisis Kerentanan Rapid Visual Screening Rapid Visual Screening (RVS)
Hanantatur Bangunan Gedung (RVS) merupakan merupakan metode monitoring secara
Adeswastoto, Beny Terhadap Gempa metode monitoring cepat yang dipelopori oleh Federal
Setiawan Bumi dengan Rapid secara cepat yang Emergency Management Agency
Visual Screening dipelopori oleh Federal (FEMA) untuk mendata dan
Emergency Management menganalisis kondisi suatu bangunan
Agency (FEMA) untuk secara visual yang berpeluang
mendata dan terhadap bahaya gempa bumi.
menganalisis kondisi
suatu bangunan secara
visual yang berpeluang
terhadap bahaya gempa
bumi.
4. Adi Setiabudi Bawono Studi Kerentanan Metode yang digunakan Berdasarkan hasil penelitian yang
Bangunan Akibat dalam penelitian ini dilakukan pada perumahan-perumahan
Gempa : Studi Kasus adalah metode Fuzzy di kawasan Bantul dengan model
Perumahan Di Bantul Analythic Hierarchi bangunan dan umur bangunan yang
Prosess (FAHP). sama diperoleh kesimpulan bahwa nilai

28
probabilitas kerusakan pada tiap rumah
berbeda-beda. Hal ini disebabkan
karena jarak dari pusat gempa, kondisi
geologi tanah, topografi tanah, dan
jenis tanah yang terdapat di bawah
masing-masing rumah. Nilai
probabilitas kerusakan tersebut
dibedakan berdasarkan perbedaan
kriteria kerusakan pada tiap rumah.
Bila dibandingkan dengan bangunan
tembokan versi HAZUS, bangunan
yang diteiti pada penelitian ini
mendekati tipe bangunan HAZUS yaitu
tembokan tanpa perkuatan atau URML
(Unreinforced Masonry Bearing Walls).

Tabel 2.2 Kajian Relevan penelitian

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di 3 perumahan yang terletak Kecamatan


Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Kecamatan Telaga Biru yang secara astronomi
terletak pada 1210,159” – 1230,32” BT dan 00,24” – 100,02” LU dengan batas wilayah
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara, Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo, sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Boalemo dan sebelah Selatan berbatasan dengan
Teluk Tomini.

30
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

31
3.2 Alat dan Sumber Data

3.2.1 Alat

Adapun alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
HandPhone

1. Aplikasi inaRISK
2. Global Positioning System (GPS)
3. Kamera/Handphone untuk dokumentasi
3.2.2 Sumber Data

Sumber data menyangkut factor yang menyangkut kualitas dari hasil


penelitian. Maka dari sumber data menjadi bahan pertImbangan dalam penentuan
pengumpulan data. Adapun sumber data dari penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder yang dimana:

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian. Adapun data primer sebagai berikut:
a. Foto kondisi bangunan perumahan baik dari developer maupun pribadi,
b. Foto masalah pada bangunan perumahan dilakukan di rumah yang
memiliki masalah
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari permintaan data
perencanaan bangunan dan data yang diperlukan untuk penelitian yang
dilakukan. Adapun data sekunder sebagai berikut:
a. Lokasi dan siteplane dari developer perumahan
b. Gambar asbuilt drawing dari developer perumahan
c. Peta patahan Gorontalo dan data gempa bumi signifikan dan merusak
dari BMKG

32
3.3 Tahapan Penelitian

Adapun rencana tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:

1. Studi literature untuk referensi penelitian ini tentang evaluasi kerentanan


bangunan terhadap bahaya gempa bumi,
2. Mengumpulkan data primer maupun data sekunder,
3. Menyiapkan aplikasi inaRISK Personal untuk survey evaluasi kerentanan
bangunan terhadap bahaya gempa bumi,
4. Survey/pengisian quesioner ACeB (Asesmen Cepat Bangunan) aplikasi
inaRISK, pegisiannyan survey quesioner perumahan berdasarkan jumlah
lantai bangunan dari data developer maupun survey secara langsung di
rumah-rumah perumahan,
5. Dokumentasi lapangan terkait kondisi bangunan rumah,
6. Mendapatkan hasil dari survey quesione ACeB (Assesmen Cepat Bangunan)
dari apliaksi inaRISK Personal tiap rumah,
7. Menyimpulkan rumah-rumah yang rentan terhadap bahaya gempa bumi.

3.4 Teknik Pengumpulan data pada apliaksi inaRISK personal

Adapun teknik pengumpulan data quesioner survey pada aplikasi inaRISK


personal yaitu sebagai berikut:

1. Memilih survey quesioner berdasarkan jumlah lantai bangunan,


2. Mengevaluasi kerentanan rumah perumahan dengan mengisi quesioner
berdasarkan kebutuhan quesioner itu sendiri baik data dari developer
maupun data dari perumahan secara langsung/fisik yang didukung dengan
foto dokumentasi,
3. Menentukan hasil dari survey quesioner kerentanan bangunan terhadap
bahaya gempa bumi,
4. Melakukan pengisian quesioner yang sama dirumah-rumah yang berbeda
dan di perumahan yang berbeda pula,

33
5. Menentukan hasil akhir dari semua survey perumahan berupa rumah-rumah
yang rentanan bangunan terhadap bahahaya gempa bumi.

3.5 Diagram Alir Penelitian

EVALUASI KERENTANAN BANGUNAN TERHADAP


BAHAYA GEMPA BUMI PADA PERUMAHAN DI KEC.
TELAGABIRU & KEC. LIMBOTO

Pengumuplan Data Awal

Data Sekunder :
Data Primer :
1. Kondisi geologi wilayah penelitian
1. Foto kondisi 2. Lokasi & sitepline dari developer
bangunan 3. Gambar absuilt drawing dari developer
2. Foto masalah 4. Peta patahan Gorontalo
bangunan 5. Peta zona & peta zona gempa bumi
dari Kementrian ESDM

Screening Lokasi

Survey ACeB (inaRISK) perumahan


dari data developer & langsung

Hasil Survey ACeB


Rumah-Rumah yang Rentan
Terhadap Gempa Bumi

34

Anda mungkin juga menyukai