BIDANG KEGIATAN:
ESAI KRITIS
Diusulkan Oleh:
CITRA YUDA NUR FATIHAH
NPM 1006761502
Universitas Indonesia
Depok
2012
Surat Pernyataan Sumber Essai Kritis
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan
pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
REVITALISASI POTENSI LOKAL MENUJU KEJAYAAN INDONESIA
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN SEKTOR PARIWISATA LOKAL
MELALUI PROGRAM “ONE VILLAGE ONE ATTRACTION”1
Oleh: Citra Yuda Nur Fatihah2
ternyata bukanlah suatu jaminan. Masih banyak manusia Indonesia yang jauh dari
kata sejahtera dan makmur. Bahkan, negara Indonesia sendiri masih sangat
tertinggal dengan negara-negara lainnya, terutama dari sektor perekonomian.
Sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan dan
kesengsaraan. Sulit dimengerti memang. Negara yang memiliki kekayaan alam
melimpah justru terbebani dengan masalah kemiskinan dan kesengsaraan bangsa.
Ternyata benar jika kaya saja namun tidak mampu mengolah belum
cukup. Bahkan, pengalaman saya berada di beberapa negara sangat maju yang
notabene tidak memiliki kekayaan alam dan baru merdeka seumur jagung, telah
menyadarkan saya bahwa ada suatu sektor teramat vital yang terlupakan pada
negara ini (atau mungkin dilupakan?), dan belum begitu maksimal dalam
pengembangan dan pemanfaatannya. Sektor vital ini, tidak lain dan tidak bukan
adalah sektor pariwisata. Mengapa saya katakan “vital”? Sektor pariwisata di
Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009,
pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah
komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit3. Berdasarkan data
tahun 2010, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7
juta lebih atau tumbuh sebesar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya4, dan
menyumbangkan devisa bagi negara sebesar 7.603,45 juta dolar Amerika Serikat5.
Data-data “hitam di atas putih” seperti yang telah saya kemukakan
sebelumnya telah membuktikan kepada kita semua bahwa betapa pentingnya
sektor pariwisata dalam mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Kini, saya akan berbagi sedikit cerita sekaligus memberikan ilustrasi berdasarkan
fakta yang terjadi di lapangan mengenai dahsyatnya sektor pariwisata bagi suatu
negara, jika pandai dalam mengolah dan memanfaatkannya. Kesempatan saya
mengunjungi beberapa negara sangat maju di kawasan Timur Tengah yang berdiri
di atas tanah berpasir yang sangat tandus, gersang, dan tidak subur, telah
3
Kementerian
Pariwisata
dan
Ekonomi
Kreatif
RI,
Ranking
Devisa
Pariwisata
Terhadap
Komoditas
Ekspor
Lainnya
Tahun
2004-‐2009,
diakses
pada
18
Juli
2012
pada
http://www.budpar.go.id/filedata/5436_1695-‐Rankingdevisa.pdf.
4
Kementerian
Pariwisata
dan
Ekonomi
Kreatif
RI,
Rekapitulasi
Wisatawan
Mancanegara
Tahun
2004-‐2010,
diakses
pada
18
Juli
2012
pada
http://www.budpar.go.id/filedata/5436_1695-‐Rankingdevisa.pdf.
5
Ibid.
membuka mata saya dengan sangat lebar bahwa kekayaan alam yang melimpah
saja ternyata belum cukup. Ditambah lagi, negara-negara muda ini baru saja
merdeka jika dibandingkan dengan bangsa kita yang sudah melewati separuh
abad. Lantas apa yang kemudian membuat bangsa-bangsa seumur jagung ini kini
menjadi sangat maju, kaya, makmur dan sejahtera?
Sektor pariwisata adalah jawabannya! Uni Emirat Arab (UEA), dalam hal
ini Dubai sebagai salah satu emiratnya yang paling maju, adalah salah satu contoh
negara “tidak subur” di kawasan Timur Tengah yang berhasil memakmurkan dan
mensejahterakan rakyatnya lewat persinggahan wisatawan mancanegara. Produk
Domestik Bruto (PDB) Dubai pada tahun 2005 mencapai US$37 miliar 6 .
Meskipun ekonomi Dubai dibangun dengan latar belakang industri minyak,
pendapatan dari minyak dan gas alam hanya menyumbang kurang dari 6%
pendapatan emirat ini7. Sektor pariwisatalah yang menyumbang PDB terbesar,
mengingat posisi Dubai saat ini yang telah menjadi salah satu kota tujuan wisata
terkemuka di dunia, dimana pada tahun 2011 tercatat 9,3 juta wisatawan asing
berkunjung ke Dubai, dengan peningkatan rata-rata 10% setiap tahun8.
Hal ini tentu saja berimbas dengan tingginya volume lalu lintas manusia
dari berbagai bangsa yang berkunjung atau melewati Dubai dan semakin
meningkatnya GDP per kapita - tahun 2011 mencapai US$.49 ribu9. Sungguh
merupakan sebuah fenomena yang patut kita pelajari dan jadikan contoh. Penting
juga untuk kita garisbawahi bahwa kemajuan pembangunan sektor pariwisata
Dubai serta berbagai capaian yang telah berhasil diraih dalam kurun waktu kurang
dari 10 tahun, sehingga negara yang baru merdeka tahun 1974 ini kini terlihat
sangat makmur dan sejahtera. Visi dan fokus pembangunan yang kuat dari
pemerintah lokal Dubai dalam mendorong sektor bisnis yang dikolaborasi dengan
pariwisata telah menjadi faktor utama keberhasilan Dubai. Satu hikmah yang
dapat kita petik dari Dubai adalah bahwa pemerintahnya memilki visi dan misi
yang kuat serta fokus terarah pada keberhasilan sektor pariwisata lokalnya.
6
D.
Long
and
B.
Reich,
The
Government
and
Politics
of
the
Middle
East
and
North
Africa,
hlm.
157.
7
Dubai
Healthcare
City,
An
Economic
Profile
of
Dubai,
2000.
8
Pikiran
Rakyat,
Dubai
Jadi
Kota
Tujuan
Wisata
Terkemuka,
Edisi
Selasa
24
April
2012.
9
Ibid.
Demikian halnya dengan negara tetangga kita, Singapura, yang luas
wilayahnya tidak lebih besar dari Jakarta dan masih harus mengimpor semua jenis
bahan baku kebutuhan makanan (negeri tersebut tidak mampu menghasilkan
sumber daya hayati, dikarenakan luas lahannya yang sangat sempit) juga sangat
menggantungkan kelangsungan hidupnya dari sektor pariwisata. Menurut data
Dinas Pariwisata Singapura, pendapatan dari sektor pariwisata Singapura
sepanjang tahun 2010 mencapai US$ 18,8 miliar atau sekitar US$ 14,6 miliar10,
mencapai rekor tertinggi. Jumlah wisatawan yang datang ke negara itu tahun lalu
tercatat sebanyak 11,6 juta orang, lebih tinggi daripada tahun 200911. Hal ini
membuat Singapura menempati urutan pertama negara ASEAN dengan sektor
pariwisata yang paling menarik bagi investor disusul oleh Malaysia dan Thailand.
Dengan demikian, sampailah kita pada kesimpulan bahwa sektor
pariwisata di Indonesia harus dimanfaatkan dan dikelola dengan lebih baik lagi.
Terutama sektor pariwisata lokal haruslah yang terutama direvitalisasi dan
dikembangkan, mengingat bangsa dan negara kita yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke ini memiliki karakteristik wilayah yang berbeda-beda serta
potensi pariwisata lokal yang beragam, yang kesemuanya akan melebur menjadi
satu komponen penting dalam mendukung pariwisata nasional Indonesia. Dan,
pada akhirnya kelak pariwisata nasional Indonesia akan mendongkrak laju
pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia, seperti halnya UEA dan Singapura.
Bila negara Jepang memajukan perekonomian lokalnya melalui program
One Village One Product (OVOP), maka sempat tersirat di dalam benak saya
bagaimana bila kemudian pemerintah daerah (lokal) mencanangkan sebuah
program One Village One Attraction (OVOA), atau kasarnya saya artikan
sebagai “satu daerah satu daya tarik/atraksi”. Daya tarik atau atraksi ini tidak
harus berupa tempat wisata, tetapi juga dapat merupakan makanan khas daerah,
lagu, kesenian, tarian daerah, maupun pertunjukan daerah, yang menjadi ciri khas
dan karakteristik masing-masing daerah di Indonesia yang tentunya tidak sama,
memiliki keunikan tersendiri, dan bernilai tinggi.
10
AntaraNews.com,
Pariwisata
Singapura,
Malaysia,
Thailand,
Terdepan
di
ASEAN,
diakses
pada
tanggal
18
Juli
2012
pada
http://www.antarakalbar.com/berita/303058/pariwisata-‐
singapura-‐malaysia-‐thailand-‐terdepan-‐di-‐asean.
11
Ibid.
Dalam program OVOP yang ada di Jepang, dituntut paling sedikit satu
kecamatan menghasilkan satu produk unggulan yang unik khas daerah masing-
masing dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Dengan produk-produk
unggulan tersebut, diharapkan dapat bersaing sacara global tidak hanya dengan
produk nasional taetapi juga dengan produk-produk mancanegara. Dengan
mengambil perbandingan OVOP yang ada di Jepang ini, maka OVOA yang ada di
Indonesia ini akan menghasilkan satu potensi pariwisata unggulan yang paling
unik dan khas dari daerah masing-masing yang juga dengan memanfaatkan
sumber daya lokal. Dengan demikian, akan semakin terlihat bahwa kekayaan dan
keanekaragaman bangsa yang ada dan hidup di Indonesia.
Tentu saja hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri, mengingat negara-
negara seperti UEA maupun Singapura tidak ada yang se-Bhinneka seperti halnya
di Indonesia. Sektor pariwisata UEA dan Singapura maju dan berkembang sangat
pesat saat ini tidak lebih hanya karena kelengkapan sarana dan prasarana, serta
infrastruktur yang sangat memadai, faktor keamanan dan kenyamanan serta
ditambah keunikan negara-negara kecil itu dengan icon yang serba “ter”, terbesar,
termahal, termegah, dan sebagainya. Namun, tidak ada keunikan tersendiri
maupun corak khas yang berbeda dari sektor pariwisata negara-negara tersebut.
Dengan begitu, apabila kita melihat kesuksesan dari negara-negara
tersebut, seharusnya Indonesia juga bisa maju bahkan harus bisa jauh lebih maju
dari negara-negara lainnya, terutama dalam mengembangkan dan memanfaatkan
sektor pariwisata lokal. Dengan kekayaan dan keberagaman sektor pariwisata
lokal yang ada pada masing-masing daerah di Indonesia, ditambah dengan potensi
sumber daya alam dan manusia yang dimiliki, serta kondisi lahan yang subur dan
mendukung, menjadikan Indonesia tidak hanya memiliki keunggulan
Comparative, tetapi juga keunggulan Competitive dibandingkan negara-negara
lainnya. Negara ini hanya perlu kemandirian dari masyarakatnya untuk
memanfaatkan potensi pariwisata lokal sekaligus mendayagunakan sumber daya
yang dimiliki untuk pada akhirnya menghasilkan berbagai produk unggulan.
Masyarakat harus memiliki kesadaran yang tinggi dan pemahaman tentang
OVOA, sehingga diharapkan mereka dapat mengetahui dan kemudian menggali
potensi yang tersembunyi dari wilayah/daerahnya masing-masing.
Pengembangan sistem OVOA ini dalam penerapannya kemudian dapat
disesuaikan dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah/wilayah, baik itu
potensi pertanian, potensi budaya, potensi energi maupun potensi alam yang bisa
dijadikan sebagai kawasan wisata. Selain itu, pengembangan potensi pariwisata
lokal melalui OVOA ini, dapat pula dilakukan sekaligus untuk meningkatkan
daya saing wilayah. Hal ini karena setiap daerah/wilayah dengan potensi alam dan
hasil produksinya masing-masing memiliki keterkaitan dan saling ketergantungan
(hubungan pemasok dan pembeli) dalam suatu jaringan produksi dan penjualan
produk. Dengan kata lain, ada daerah yang menjadi pemasok bahan baku
(pengembangan pertanian) dan ada daerah yang menjadi pembeli dari bahan baku
tersebut yang kemudian diolah untuk menjadi suatu produk dan jasa yang
memiliki daya saing (pengembangan industri maupun pariwisata).
Dengan adanya rantai produksi tersebut, tentunya akan memberikan
keuntungan yang berlipat bagi masing-masing wilayah. Tidak hanya dari sektor
pariwisata, tetapi juga pengembangan daya saing wilayah dari sektor yang lain.
Demikian pula peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan
permintaan akan produk dan jasa dari kegiatan ekonomi setempat pula (domestic
demand). Demikian selanjutnya, mata rantai ini jika berhasil diperluas akan
mengembangkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga bukan
tidak mungkin melalui revitalisasi potensi lokal, dengan mengembangkan dan
memanfaatkan sektor pariwisata lokal yang ada pada masing-masing daerah di
Indonesia melalui program “One Village One Attraction (OVOA)”, ini pada
akhirnya mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi nasional menuju kejayaan
Indonesia yang makmur dan sejahtera, mengalahkan UEA dan Singapura.
Namun, dalam pengembangan sektor pariwisata lokal baik melalui sistem
OVOA ini, salah satu hal yang perludiperhatikan adalah masyarakat sebagai
sumber daya manusia. Dalam mengembangkan potensi lokalnya, masyarakat
harus memiliki kemandirian dan kesadaran yang tinggi terhadap program OVOA.
Untuk itu, dalam pengembangan potensi lokal, pemberdayaan dan pembinaan
masyarakat merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan. Masyarakat harus
kreatif mampu melakukan inovasi-inovasi dan usaha secara terus menerus untuk
meningkatkan kualitas produk unggulan sehingga dapat bersaing secara global.
DAFTAR PUSTAKA
David Long and Bernard Reich. Government and Politics of the Middle East and
North Africa.
Halliday, Fred. 2005. The Middle East in International Relations: Power, Politics
and Ideology. Cambridge.