Anda di halaman 1dari 6

BAB IX

HUKUM UNTUK KESEHATAN REPRODUKSI

NAMA : INDRI ANNISA


NIM : K011211089
KELAS : ETIKA & HUKUM KESMAS B

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021/2022
Hukum Untuk Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera secara utuh (complete


well being) fisik, mental, dan sosial, yang berkaitan dengan reproduksi. Kesehatan
reproduksi merupakan bagian integral dari kesehatan umum seseorang dan
berkaitan erat dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku menyangkut alat-alat
reproduksi dan fungsi-fungsinya serta gangguan yang mungkin timbul antara lain
kehamilan yang tidak diinginkan, abortus, penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS. Dalam kesehatan masyarakat modern berlaku paradigma kesehatan
adalah hak setiap manusia, yang merupakan bagian dari harkat dan martabatnya
sebagai manusia.

Di samping itu beberapa peraturan perundang-undangan nasional yang


berkaitan dengan kesehatan reproduksi seperti UndangUndang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Undang-Undang No. 36
tahun 2009 tentang Kesehatan. Beberapa permasalahan yang dihadapi berkaitan
dengan kesehatan reproduksi antara lain tingginya angka usia kawin muda,
kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy), serta banyaknya tindakan
abortus sebagai “side effect’ dari kehamilan yang tidak diinginkan.

Usia minimum calon mempelai, 16 tahun bagi perempuan dan


19 tahun bagi laki-laki dimaksudkan bahwa calon suami istri harus telah masak
jiwanya untuk melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan perkawinan
secara luhur tanpa berakhir dengan perceraian dan mendapatkan keturunan yang
baik dan sehat. Perbedaan usia kawin ini tentu berimplikasi yang berbeda pada
kesehatan reproduksi. Kesejahteraan Anak, maka sebetulnya usia kawin dalam UUP
adalah masih dalam masa usia anak-anak, karena menurut undang-undang tersebut
anak adalah mereka yang berusia di bawah 21 tahun Atau jika bandingkan dengan
definisi WHO anak adalah mereka yang berusia 15 tahun-24 tahun. Penegakan hak-
hak kesehatan reproduksi bagi suami istri ini, tentunya tidak terlepas dari hak dan
kedudukan istri yang seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat sebagai diatur dalam pasal
31ayatUUP.
Istri sebagai ibu mempunyai peranan yang besar dalam
merawat, mendidik, dan membesarkan anaknya. Sehingga adalah wajar jika
kesehatan istri mulai dari masa prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca
persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan mendapat perhatian yang
serius. Umur minimum untuk kawin termasuk dalam perkawinan yang diatur dalam
pasal 6 - pasal 12 UUP. Dengan demikian dapat dihindarkan kawin paksa yang
biasanya juga merupakan kawin pada usia muda.

Persyaratan usia minimum bagi kedua calon mempelai 19 tahun bagi pria
dan 16 tahun bagi perempuan dimaksudkan bahwa calon suami istri itu harus telah
masak jiwanya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan
yang baik dan sehat. Selain itu, dalam perspektif kependudukan, batas usia yang
lebih rendah bagi seorang perempuan untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran
yang tinggi. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kanker leher rahim. Dampak
dari usia muda perkawinan tersebut di atas mengisyaratkan perlunya meninjau
kembali UUP terutama yang berkaitan dengan batas usia minimum untuk
melangsungkan perkawinan.

Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan


dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (UUPKPKS) pasal 16 menetapkan upaya
pembentukan keluarga kecil sejahtera. Kriteria keluarga ini adalah Terbentuk
berdasarkan perkawinan yang sah,bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota keluarga
dengan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya dengan jumlah anak
yang ideal.

Hak-hak kesehatan reproduksi menurut undang-undang ditetapkan dalam


merencanakan jumlah anak yang ideal, jarak kelahiran anak, usia ideal
perkawinan, serta usia ideal untuk melahirkan anaknya agar dapat hidup sehat. Ini
berarti bahwa tidak ada dominasi suami dalam keluarga untuk mengambil dan
menetapkan keputusan yang berkaitan dengan upaya penyelenggaraan keluarga
berencana.
Meskipun dalam UUPKPKS tidak ditemukan ketentuan tentang batas
jumlah anak dalam keluarga, ini tidak berarti jumlah anak dalam keluarga tidak
disinggung dalam UUPKPKS. Dijelaskan bahwa jumlah anak dalam keluarga dilihat
bukan hanya dari kemampuan biologis, tetapi hendaknya dipertimbangkan dari segi
kesehatan, agama dan kesejahteraan.

Salah satu masalah kependudukan yang cukup menarik dewasa ini


adalah pertambahan jumlah penduduk, terutama pada negaranegara berkembang
yang tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mendorong negara-
negara yang bersangkutan untukmencari pemecahan masalah yang mereka anggap
paling berdaya guna, sehingga sering kali tidak mengindahkan pertimbangan-
pertimbangan etis. Secara etis, penyalahgunaan teknologi kedokteran sering kali
mudah terjadi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan
kesehatan.

Salah satu usaha pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan


adalah dengan program keluarga berencana nasional.Program KB dikaitkan dengan
program kependudukan melalui 64 Tahun 1983 yang memperbaharui struktur dan
tugas BKKBN, maka disempurnakanlah Keppres No. Kontra berarti mencegah atau
melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dari perempuan
dengan sel mani dari lelaki yang menyebabkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah
penggunaan alat atau obat atau cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan sel telur dengan sel mani yang sudah matang. Cara kerja
kontrasepsi yang digunakan adalah melumpuhkan sperma atau menghalangi
pertemuan sel telur dengan sel mani.
Para petugas KB di lapangan masih dilindungi oleh pasal 21.Jelas pasal ini
dimaksud kan untuk melindungi masyarakat dari tindakan yang dapat menurunkan
moral bangsa Indonesia. Dengan UUPKPKS perbuatan untuk mempertunjukkan dan
atau memperagakan alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan, tetap diperbolehkan
namun hanya terbatas pada pelaksanaan keluarga berencana. Mengenai tanggung
jawab hukum para petugas KB dalam hal pemasangan alat kontrasepsi itu
didasarkan pada hubungan antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya dipandang
segi hukum perdata, di mana dokter dan tenaga pelaksana KB lainnya berjanji akan
berusaha semaksimal mungkin berdasarkan ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang
dimiliki. Sebab bila tidak, maka dokter atau tenaga pelaksana kontrasepsi lainnya
dapat dianggap lalai dan harus bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul.Apabila dokter misalnya, tidak cermat melakukan tindakan kontrasepsi sesuai
indikasi yang ada dan tanpa didapati kontra indikasi, sedang pasien tetap hamil
maka dokter tidak dapat dibebani tanggung jawab hukum. Sudah barang tentu
bahwa tindakan medik di atas telah dilakukan dengan sebaik-baiknya dalam arti
telah dilakukan dengan hati-hati dan akurat serta sesuai dengan persetujuan yang
diberikan oleh pasien

Mengenai hak-hak kesehatan reproduksi ini secara eksplisit


Ini berarti bahwa suami dan istri harus sepakat mengenai pengaturan kelahiran dan
cara yang akan dipakai agar tujuannya tercapai. Kewajiban yang sama antara
keduanya juga berarti bahwa apabila istri tidak dapat memakai alat, obat, dan cara
pengaturan kehamilan, misalnya karena alasan kesehatan, maka suami seyogianya
mempergunakan alat, obat, dan cara yang diperuntukkan bagi laki-laki. Malah
sebaliknya si suami seyogianya mendukung inisiatif istri yang secara dini
menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah dan jarak antara
kelahiran anak dalam keluarga. Selain itu dalam perspektif kependudukan, batas
umur yang lebih rendah bagi seorang perempuan untuk kawin, mengakibatkan laju
kelahiranyangtinggi.
Upaya ini dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami
istri mendapatkan keturunan yakni jikalau secara medis dapat dibuktikan bahwa
pasangan suami istri yang sah tersebut benar-benar tidak dapat memperoleh
keturunan. Dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah. Hasil pembuahan sperma
dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari
mana ovum berasal. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang.
Dilakukan pada sarana kesehatan tertentu yang memiliki tenaga dan peralatan yang
telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan di luar cara
alami.

Sebagian ulama Islam berpendapat bahwa pengguguran kandungan tidak


diperbolehkan dari sejak pembuahan. Abortus merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian. Komplikasi
perdarahan dan sepsis juga merupakan penyebab kematian ibu hanya saja sering
tidak muncul dalam laporan sebagai kematian, akan tetapi dilaporkan sebagai
pendarahan atau sepsis. Secara statistik frekuensi terjadinya abortus di Indonesia
sangat sulit dihitung secara akurat karena abortus buatan sangat sering
terjadi, tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi.
Berdasarkan perkiraan BKKBN ada sekitar 2.000.000 kasus abortus yang
terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Hal ini mengingat sampai saat ini abortus masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak abortus dianggap
ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan
kejadian abortus. Di lain pihak abortus terjadi di masyarakat, terbukti dari berita baik
dari media massa maupun media elektronik.
Abortus buatan yaitu abortus yang dibuat dengan sengaja. Abortus
terapeutis yaitu abortus yang dilakukan atas pertimbangan medik semata. Abortus
kriminalis yaitu abortus yang dilakukan dengan sengaja, baik dilakukan sendiri
maupun dilakukan oleh orang lain

Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan


berencana atau karena satu kejahatan berdasarkan pasal 344
Dokter yang menangani abortus terikat oleh rahasia jabatan. Perempuan yang
menggugurkan atau menyuruh menggugurkan kandungan enggan
bicara. Pertama, dalam UUK tidak dijelaskan lebih jauh tentang indikasi medis
terutama yang berkaitan dengan jenis penyakit yang diderita baik oleh ibu maupun
yang diderita oleh janinnya. Tidak pernah dipersoalkan pelaku yang menyebabkan
kehamilan yang tidak diinginkan.

Dengan dasar ini maka sudah perlu dipikirkan peninjauan kembali ketentuan-
ketentuan hukum yang berkaitan dengan abortus, terutama merumuskan ketentuan
hukum yang berkaitan dengan indikasi medis serta ketentuan hukum yang dapat
menjerat pelaku yang tidak bertanggung jawab dari kehamilan yang tidak diinginkan
sebagai akibat pergaulan bebas.

Anda mungkin juga menyukai