Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan terhadap
hak asasi manusia oleh negara kepada warga negaranya. Kebebasan beragama dan
berkepercayaan merupakan salah satu bagian penting dari hak asasi manusia. Jaminan
kebebasan beragama dan berkepercayaan warga negara dijamin secara konstitusional
dalam Pasal 29 UUD 1945.
Hak beragama juga diakui sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun berdasarkan Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945. Konsekuensi dari adanya jaminan
tersebut, setiap orang wajib menghormati kebebasan beragama orang lain (Pasal 28 J ayat
(1) UUD 1945). Sebagai hak konstitusional dan hak asasi, negara bertanggungjawab atau
berkewajiban untuk mempromosikan (to promote), melindungi (to protect), memenuhi
(tofulfill), kebebasan beragama dan berkepercayaan (Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945).
Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 menyatakan
bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya dan beribadat sesuai dengan
kepercayaanya yang diyakini.
Setiap warga negara memiliki hak untuk menganut dan melaksanakan agama dan
kepercayaannya sesuai dengan keyakinan masing-masing, namun dalam konteks nasional,
negara juga wajib mengatur agar dalam kehidupan beragama tidak terjadi benturan antara
penganut agama yang satu dengan penganut agama lainya. Pasal 29 UUD 1945 secara
tegas memberikan tugas kepada negara untuk menjamin kebebasan beragama dan
beribadah bagi para pemeluknya. Peran negara diperlukan untuk menciptakan dan
memelihara suasana kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama guna
mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman, damai, sejahtera, dan bersatu.
Pelaksanaan prinsip kebebasan beragama dan berkepercayaan tersebut, mengalami
pasang surut. Timbulnya kebijakan negara yang menentukan aturan hukum mengenai apa
yang seharusnya berlaku untuk mengatur kehidupan beragama dan berkepercayaan di
Indonesia menjadi hal yang perlu dikaji, untuk menentukan kebijakan yang ideal yang
sesuai dengan cita-cita berbangsa. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini disusun
dalam upaya memahami politik hukum mengenai kebebasan beragama dan
berkepercayaan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian kemerdekaan beragama dan berkepercayaan?
2. Bagaimana cara membangun kerukunan umat beragama?
3. Bagaimana cara saling menghargai tanpa membedakan agama?
4. Apa kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan beragama dan
berkepercayaan?

ii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Kehidupan beragama
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia,
termasuk sebagai pelajar. Setiap awal pelajaran tentunya selalu dipersilakan untuk berdoa
berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing. Begitupun ketika berada di
lingkungan keluarga atau masyarakat, kita dapat melakukan berbagai kegiatan keagamaan
dengan nyaman, aman, dan tertib. Hal itu semua, dikarenakan di negara kita sudah ada
jaminan akan kemerdekaan beragama dan kepercayaan yang dimiliki oleh seluruh rakyat
Indonesia.
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap
manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan
kepercayaannya. Setiap manusia tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh
pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan
beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan
dalam agama apa pun yang mengandung paksaan atau menyuruh penganutnya untuk
memaksakan agamanya kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut
salah satu agama.
Kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk tidak
beragama atau bebas untuk tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan
beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah
beragama atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu kemerdekaan
beragama juga tidak diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai
dengan tuntunan dan ajaran agama masingmasing. Setiap manusia tidak diperbolehkan
menistakan agama dengan melakukan peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama
yang dianutnya.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) sebagai berikut.
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilihpekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hatinuraninya.
Di samping itu, dalam Pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat
(2) disebutkan, bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.”
Ketentuan-ketentuan di atas, semakin menunjukkan bahwa di Indonesia telah
dijamin adanya persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan
menetapkan pilihan agama yang ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang
berhubungan dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan kata lain, seluruh
warga negara berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir negara
akan mengurangi kemerdekaan itu.

ii
Dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyebutkan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.” Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-
hal sebagai berikut.
1. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk
oleh warga negara.
2. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam
negara dan pemerintahan.
3. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu,
apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk
menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.
4. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta
perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan
keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing.

2.2 Membangun Kerukunan Umat Beragama


Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai agama
yang beraneka ragam. Di sekolah, mungkin saja warga sekolahnya (siswa dan guru)
menganut agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. Atau mungkin saja,
mempunyai tetangga yang tidak seagama. Hal itu semua, merupakan sesuatu yang wajar.
Keberagaman agama yang dianut oleh bangsa Indonesia itu tidak boleh dijadikan
hambatan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut tentu saja
akan terwujud apabila dibangun kerukunan umat beragama.
Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial
dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan
terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang seagama maupun yang
berlainan agama. Di negara kita mengenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang
terdiri atas kerukunan internal umat seagama, kerukunan antar umat berbeda agama, dan
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk
melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya
perbedaan yang masih bisa ditolerir. Dengan kata lain, sesama umat seagama tidak
diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetapi
harus mengembangkan sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi apabila
terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama
yang dianut.
Kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan
dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses
pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukkan ajaran agama.
Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrem yang

ii
membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan
adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang di dalamnya bukan membahas
perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam
bermasyarakat.
Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan manusia untuk hidup
dalam kedamaian dan ketenteraman. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah,
maksudnya adalah dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan
pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak
boleh hanya menaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus
menaati hukum yang berlaku di negara Indonesia.

2.3 Saling Menghargai Tanpa Membedakan Agama


Negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Dengan adanya kemerdekaan dalam beragama, negara Indonesia mengakui adanya enam
agama yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pemerintah
membentuk lembaga keagamaan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama yang
berbeda. Lembaga keagamaan bertugas mengatur, mengurus, serta membahas dan
menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan. Adapun fungsi dari
lembaga keagamaan sebagai berikut.
1. Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut
keagamaan.
2. Media menyampaikan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa.
3. Wahana silaturahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan
kekeluargaan.
4. Tempat berdialog antara sesama anggota dan antarkelompok agama.
Sikap saling menghargai antarwarga negara tanpa membedakan agama hanya
dapat dibina dalam lingkungan kehidupan masyarakat dengan suasana seperti berikut.
1. Toleransi antarumat beragama.
2. Kemerdekaan beragama dilaksanakan dengan adil dan benar.
3. Menumbuhkan kerukunan dalam pergaulan.
4. Menumbuhkan saling pengertian dalam pergaulan.
5. Tidak bersikap reaktif dan menentang.
Adapun bentuk sikap saling menghargai tanpa membedakan agama yang dapat
ditunjukkan oleh warga negara Indonesia seperti berikut.
1. Memberi kesempatan kepada pemeluk agama lain yang akan melaksanakan
kegiatan keagamaannya dan tidak mengganggu atau mengacaukan kegiatan
keagamaan agama lain.
2. Saling membantu dalam bidang kemanusiaan atau sosial, seperti gotong royong,
dan membantu korban bencana alam.
3. Mengadakan musyawarah wakil-wakil agama yang berbeda secara mandiri
maupun dengan pihak pemerintah demi kepentingan bersama.

ii
2.4 Kebijakan Pemerintah dalam Pelaksanaan Kemerdekaan Beragama dan
Berkepercayaan
Hak atas kebebasan beragama dan berkepercayaan menjadi tanggung jawab
negara. Hak atas kebebasan beragama dengan tegas dijamin oleh Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 28E dan Pasal 29. Selain dijamin di dalam konstitusi, juga dijamin di berbagai
peraturan perundangan. Tahun 2005 telah diratifikasi konvensi internasional hak-hak sipil
dan politik melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Artinya secara yuridis,
jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat kuat di dalam sistem
hukum di Indonesia. Bahkan, kalau diperhatikan ketentuan di dalam konstitusi, hak atas
kebebasan beragama ini diberikan dengan kualitas non-derogable rights atau hak yang
tidak boleh dicabut dalam situasi apapun. Jadi, kualitas dari hak kebebasan beragama dan
berkepercayaan ini memiliki kedudukan atau status yang sangat tinggi di dalam hierarki
hak asasi manusia. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban
konstitusional untuk menjamin terpenuhinya hak-hak ini.
Komponen hak-hak kebebasan beragama ada dua aspek kebebasan yang
terkandung di dalam hak atas kebebasan beragama itu. Yang pertama adalah, aspek
kebebasan internal atau disebut dengan forum internum, dan yang kedua adalah aspek
kebebasan eksternal atau disebut forum eksternum. Internum adalah kebebasan individual
yang dimiliki oleh setiap orang untuk meyakini, atau berpikir, atau memilih agama yang
diyakininya, meyakini doktrindoktrin keagamaan yang menurut dia benar. Forum
internum tidak bisa diintervensi oleh negara. Sedangkan forum eksternal atau kebebasan
eksternal, yang dimaksud dengan itu adalah kebebasan seseorang untuk mengekspresikan
atau memanifestasikan agama yang diyakininya itu melalui dakwah, melalui pendidikan,
dan melalui sarana-sarana yang lain.
Kebebasan ini juga harus dijamin untuk setiap orang pemeluk agama bebas
menyampaikan misi agamanya, mendakwahkannya, mewariskannya kepada anak-
cucunya, dan sebagainya. Itu harus dijamin oleh setiap negara. Kebebasan juga dikenakan
pembatasan. Walaupun kualitas dari hak ini berstatus sangat tinggi karena bersifat
nonderogable, tetapi terhadap kebebasan ini juga diterapkan pembatasan-pembatasan.
Tetapi, pembatasannya ditujukan terutama kepada kebebasan yang bersifat eksternal,
yaitu dalam konteks menyebarluaskan ajaran agama itu, mewariskannya,
mendakwahkannya, dan seterusnya seperti itu.
Pembatasan yang diperkenankan untuk kebebasan adalah (1) pembatasan dari
sudut keamanan masyarakat, (2) ketertiban masyarakat atau public order, kesehatan atau
moralitas masyarakat, (3) hak dan kebebasan orang lain. Inilah alat ukur untuk membatasi
kebebasan beragama itu, khususnya kebebasan dalam lingkup kebebasan eksternal, tetapi
pembatasan-pembatasan harus dinyatakan oleh hukum, bukan didasarkan oleh
kesepakatan atau apa pun, tetapi harus dinyatakan melalui hukum. Dalam tingkat praktik
kenegaraan, negara membentuk satu kementerian khusus yang membidangi urusan agama
yaitu Kementerian Agama. Hari-hari besar keagamaan dihormati dalam praktik
bernegara. Demikian pula hukum agama dalam hal ini syari’at Islam yang terkait dengan
ibadah haji, nikah, talak, rujuk, waris, hibah, zakat, wasiat, wakaf, ekonomi syari’ah, dan

ii
lain-lain telah menjadi hukum negara khususnya yang berlaku bagi pemeluk agama Islam,
dasar falsafah negara, konstitusi negara, serta praktik dan kenyataan ketatanegaraan.

Penghormatan Negara Indonesia atas berbagai konvensi serta perangkat hukum


internasional termasuk hak asasi manusia haruslah tetap berdasarkan pada falsafah dan
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kerangka itulah dimaknai prinsip
negara hukum Indonesia yang tidak harus sama dengan prinsip negara hukum dalam arti
rechtsstaat maupun the rule of law. Prinsip negara hukum Indonesia harus dilihat dengan
cara pandang UUD 1945, yaitu negara hukum yang menempatkan prinsip Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai prinsip utama, serta nilainilai agama yang melandasi gerak
kehidupan bangsa dan negara, bukan negara yang memisahkan hubungan antara agama
dan negara (separation of state and religion), serta tidak semata-mata berpegang pada
prinsip individualisme maupun prinsip komunalisme.

ii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kemajemukan atau pluralisme dalam beragama dan berkepercayaan adalah suatu
hal yang wajar karena hal tersebut adalah sunatullah yang tidak dapat dihindari dan
diingkari oleh umat manusia, oleh karena itu yang diharapkan adalah dari setiap warga
masyarakat bisa menerima kemajemukan itu sebagaimana adanya dan negara dalam hal
ini bertugas atau melaksanakan fungsi memberikan perlindungan serta jaminan
pelaksanaan kebebasan beragama dan berkeyakinan tanpa membeda-bedakan umat
mayoritas dan minoritas. Agama memainkan peran yang penting dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa terutama di Indonesia.
Kemerdekaan beragama di Indonesia diatur dalam Pasal 28 E, Pasal 28 I, dan
Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemerdekaan beragama
merupakan hak setiap warga negara untuk memeluk dan beribadat sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang diyakininya. Kemerdekaan beragama tidak diartikan sebagai
kebebasan untuk tidak beragama, serta tidak diartikan sebagai kebebasan untuk
memaksakan ajaran agama kepada orang lain.

3.2 Saran
Dalam prinsip persamaan kedudukan warga negara Indonesia, setiap warga negara
mempunyai hak yang sama atas agama dan kepercayaannya. Hal ini berarti bahwa setiap
warga masyarakat mempunyai status yang sama dalam kehidupan sosialnya. Tidak ada
perbedaan di antara manusia yang satu dengan yang lain, suatu kelompok dengan
kelompok lain sama-sama diakui hak-hak sipilnya, dan tidak ada satu golongan pun yang
diistimewakan.

ii
DAFTAR PUSTAKA

El-Muhtaj, Majda. 2007. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Erwin, Muhammad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung:
Refika Aditama.
Hamidi, Jajim & M. Husnu Abadi. 2001. Intervensi Negara terhadap Agama. Yogyakarta:
UII Press.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nuryadi, Heri M.S. Faridy. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Wawasan Kebangsaan.
Jakarta, BSNP-BSE.
Pasha, Musthafa Kamal. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta:
Citra Karsa mandiri.

ii
MAKALAH PPKn
PENGERTIAN
KEMERDEKAAN DAN KEPERCAYAAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : 4 (EMPAT )
KELAS : X MIPA 4
NAMA ANGGOTA :
ANGGUN MUTIARA SARI
SILVIA FITRIANI
FAUZI HIDAYAH
M. RAMA RAMADHANI
NADINE SANDRA WINATA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN

ii
SMAN 1 DARANGDAN
Jl. Raya Sawit Bojong Km. 01 Ds. Sawit Kec. Darangdan Kab. Purwakarta – Jawa Barat 41163

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Kemerdekaan Beragama dan
Berkepercayaan di Indonesia” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya,
dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata pelajaran PPKn. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang
telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan
kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Purwakarta, Agustus 2022


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………. i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan …… 2
2.2 Membangun Kerukunan Umat Beragama ……………………. 3
2.3 Saling Menghargai Tanpa Membedakan Agama ……………… 4
2.4 Kebijakan Pemerintah dalam Pelaksanaan Kemerdekaan …….. 5
Beragama dan Berkepercayaan ………………………………... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 7
3.4 Saran ……………………………………………………………. 7
DAFTAR PUSTAKA

ii

Anda mungkin juga menyukai