Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi kematian maternal menurut WHO (World Health
Organization), ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42
hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari
tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan. Kemajuan yang telah dicapai dalam kira-kira setengah abad
terakhir telah diumumkan oleh banyak penulis. Di Inggris angka kematian
menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran dalam tahun 1928 menjadi 2,5 per
10.000 dalam tahun 1970 (Chamberlain dan
Jeffcoate, 1966, Stallworthy,1971).
Perkembangan ini terlihat pula pada semua negara-negara maju;
umumnya angka kematian maternal kini di Negara-negara itu berkisar
antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian yang tinggi
setengah abad yang lalu umumnya mempunyai dua sebab pokok: (1)
masih kurangnya pengetahuan mengenai sebab-musabab dan
penanggulangan komplikasi-komplikasi penting dalam kehamilan,
persalinan serta nifas; (2) kurangnya pengertian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi; dan (3) kurang meratanya pelayanan
kebidanan yang baik bagi semua yang hamil (Prawirohardjo, 2005).
Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 KH. Jika
dibandingkan dengan AKI tahun 2007 sebesar 248 per 100.000 KH, AKI
tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015
(102 per 100.000 KH). Sedangkan untuk angka kematian bayi (AKB) tahun
2008 sebesar 34/1000 KH, adapun target AKB pada MDG’s 2015 sebesar
17 per 1000 KH. Sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua
komponen untuk mencapai target tersebut (MDGs dan Badan Pusat
Statistik: 2007).
Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa
tahun terakhir. Rasio kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per
100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selama dekade terakhir,
meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu. Hal ini bertentangan dengan negara-negara miskin di
sekitar Indonesia yang menunjukkan peningkatan lebih besar pada MDG
kelima (Unicef, 2012).
Masa persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung
resiko bagi ibu hamil. Kematian ibu, kematian bayi dan juga berbagai
komplikasi lainnya pada umumnya terjadi pada masa persalinan, setelah
melahirkan dan 1 minggu setelah melahirkan.
Salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian
yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
berkualitas. Pelayanan kebidanan dalam hal ini memiliki peran yang sangat
penting. Pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna,
berfokus kepada aspek pencegahan, promosi kesehatan dan berlandaskan
kemitraan adalah halpenting yang dapat membantu menurunkan angka
kematian ibu dan angka kesakitan serta kematian bayi.
Pelayanan kebidanan yang bermutu ditentukan oleh faktor input dan
proses dari pelayanan itu sendiri. Faktor input dari pelayanan diantaranya
meliputikebijakan, tenaga yang melayani, sarana dan prasarana,standar
asuhan kebidanan dan standar lain atau metode yang di sepakati.
Sedangkan faktor proses adalah suatu kinerja dalam mendayagunakan
input yang ada dalam interaksi antara bidan dengan pasien yang meliputi
penampilan kerja sesuai dengan standar dan etika kebidanan.
Untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang bermutu di RS
Yasyfin Darussalam Gontor, maka disusunlah Pedoman Pelayanan Ruang
Kebidanan ini dengan harapan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan kebidanan.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan di RS Yasyfin
Darussalam Gontor dalam menentukan sikap menghadapi
perkembangan pelayanan kesehatan global, nasional maupun
regional.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai acuan dalam memberikan pelayan asuhan kebidanan
secara professional.
b. Sebagai bahan dasar pengembangan pelayanan asuhan
kebidanan dan organisasi profesi bidan.
c. Sebagai pedoman menilai mutu pelayanan dan asuhan
kebidanan
D. Batasan Operasional
1. Administrasi dan pengelolaan pelayanan kebidanan
2. Sumberdaya manusia, staf dan pimpinan
3. Kebijakan dan prosedur
4. Pengendalian mutu
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor : 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1575/Menkes/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata kerja departemen
Kesehatan.
4. Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1457
Tahun 2003 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan/Kota
5. Keputusan menteri kesehatan Republik IndonesiaNomor :
836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan
Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
369/Menkes/SK/VIII/2007 Tentang Standar Asuhan Kebidanan.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Kebutuhan tenaga bidan dihitung dengan menentukan :
Jumlah hari kerja efektif selama 1 tahun
Keterangan :
6 jam adalah konstanta : Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan
normal mencakup kala I s/d kala IV
Contoh soal :
Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan mencakup kala I s/d
kala IV = 6 jam / pasien
Jam efektif kerja bidan = 7 jam / hari
Rata – rata pasien per hari = 3 pasien
Berapa jumlah bidan yang diperlukan :
2 pasien X 6 = 12 = 1,7 ( 2 orang + lossday )
7
Loss Day : 53 + 15 = 68 X 8 = 1,8 ( 2 )
299
25 % x 7 = 2
jadi jumlah bidan yang dibutuhkan = 8 orang
2) Kebutuhan Tenaga Bidan Untuk Pasien Kegawatan :
7
Loss day : 65 x 5 = 1
299
25 % x 4 = 1
l Jadi jumlah bidan yang dibutuhkan = 5
l Total bidan untuk kamar bersalin : 8 + 5 = 13
l Pola ketenagaan di ruang Kebidanan adalah sebagai berikut :
Dengan 13 tenaga Bidan Pelaksana di
Ruang Kebidanan + 1 kepala ruangan
maka Kepala Ruang Kebidanan
membagi pengaturan jadwal dinas
sebagai berikut :
1) Dinas Pagi jam 07.00 – 14.00
Petugas yang berdinas terdiri dari Karu, PJ Shift, dan 1 orang bidan
pelaksana
2) Dinas Sore jam 14.00 – 21.00
Terdiri dari PJ Shift dan 1 bidan pelaksana
BAB III
KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
a. Kegiatan Pokok
Kepala ruangan bersalin membuat program
kerja, memantau, mengawasi dan menilai
pelaksanaan pelayanan kebidanan yang
dilaksanakan di ruang bersalin, ruang bersalin
b. Rincian Kegiatan
1. Mengajukan penambahan personil atau bidan untuk unit kamar bersalin (vk)
dengan jumlah sesuai dengan kebijakan Rumah Sakit
2. Mengusulkan program In House Training untuk pemasangan siring pump, infuse
pump, cara penggunaan USG, CTG, dan EKG.
3. Membuat usulan pengadaan cairan khusus untuk membersihkan alat-alat medis
yang berkarat di ruang bersalin.
4. Membuat usulan pengadaan poster edukasi kebidanan untuk ruang bersalin.
5. Membuat jadwal dinas setiap bulannya
6. Membuat jadwal rapat bulanan
7. Mengevaluasi setiap kegiatan pelayanan kebidanan yang dilakukan di ruang
bersalin
BAB IV
CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
NO. KEGIATAN PELAKSANAAN
6. Membuat jadwal rapat setiap Triwulan Membuat jadwal rapat pada minggu ke
enam setiap triwulan
BAB V
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
B. STANDAR FASILITAS
Standar alat kebidanan di ruangan kebidanan/kamar bersalin dengan
kapasitas persalinan 10 orang/hari
BAB VII
LOGISTIK
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses
mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan materi atau alat. Lebih lanjut,
logistik diartikan bagian dari instansi yang bertugas menyediakan bahan atau
barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional suatu instansi dalam jumlah,
kualitas dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah
mungkin (Adiatama, 2002).
Pelaksanaan manajemen yang baik, maka unsur manajemen di proses
melalui fungsi manajemen dan fungsi tersebut merupakan pegangan umum untuk
dapat terselenggaranya fungsi logistik.
Rumah sakit merupakan suatu usaha yang melakukan produksi jasa
sehingga logistik dalam rumah sakit bukan logistik pendistribusian barang, tetapi
hanya menyangkut manajemen persediaan bahan barang serta peralatan yang
dibutuhkan untuk memproduksi jasa tersebut.
Logistik dalam rumah sakit bermula dari perolehan (procurement) dan
berakhir dengan dokumen penuh dari usaha pembedahan dan pengobatan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen logistik dalam lingkungan rumah
sakit adalah suatu proses pengolahan secara strtegis terhadap pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, serta pemantauan persediaan barang (stock,
material, supplies, inventory, etc) yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
Menurut bidang pemanfaatannya bahan dan barang yang harus disediakan
di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi :
a. Logistik Obat
Meliputi aktivitas logistik yang terkait dengan obat yang digunakan
dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit. Obat merupakan salah
satu komponen utama pendapatan rumah sakit. Tantangan dalam
melaksanakan logistik obat di rumah sakit secara baik tergolong tinggi.
Berbagai pihak terlibat dalam logistik obat di rumah sakit.
b. Logistik Alat Kesehatan
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan alat kesehatan yang
digunakan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Masalah utama yang
sering terjadi adalah manajemen inventaris yang kurang baik, sehingga
mengakibatkan alat kesehatan yang disimpan berlebihan.
c. Logistik Food and Baverages
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan pelayanan gizi, baik
untuk pasien atau untuk karyawan rumah sakit. Masalah yang sering muncul
adalah barang hilang atau berkurang dan mutu proses yang bervariasi.
d. Logistik Barang Kuasi
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan barang kelengkapan
administrasi rumah sakit. Masalah yang sering terjadi adalah sediaan barang
kuasi ynag terlalu banyak.
e. Logistik Peralatan Medis dan Non Medis
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan peralatan medis dan non
medis yang digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Masalah
yang sering dihadapi adalah penyimpanan alat dan persediaan suku
cadang.
g. Logistik Linen
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan kelompok linen.
Masalah yang dihadapi adalah sediaan yang berlebihan dan proses yang
bervariasi.
h. Logistik Bahan Habis Pakai
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan-bahan yang
dikategorikan sebagai bahan habis pakai. Masalah yang paling sering
dihadapi adalah sediaan bahan habis pakai yang berlebihan,
Bahan Habis Pakai (BHP) di Ruang Kebidanan di amprah ke bagian
logistik RS YASYFIN Darussalam Gontor sebelum habis. Jika BHP yang
digunakan sehari-hari cepat habis, maka amprah dilakukan setiap 1 minggu
sekali dan untuk BHP yang tidak cepat habis akan diamprah 1 bulan sekali.
BAB VIII
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
Assesmen resiko
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
Pelaporan dan analisis insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
H. Kesalahan Medis
Medical errors :
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien termasuk gagal
melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang
salah untuk mencapai tujuannya, dapat merupakan akibat dari melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission).
J. Kejadian Sentinel
Sentinel event :
BAB IX
KESELAMATAN KERJA
A. Pendahuluan
HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman tersebut menjadi lebih
tinggi dan berbahaya karena penderita HIV/AIDS tidak menampakan gejala
dan yang lebih mengkhawatirkan hal tersebut banyak terjadi di negara-negara
berkembang yang belum mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan
pencegahan dan penanggulangan secara memadai.
Penderita penyakit HIV/AIDS terus meningkat sejalan dengan semakin
tingginya potensi penularan dimasyarakat. Hal ini di tunjang dengan perilaku
seks bebas tanpa pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena
belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik dan penggunaan
bersama peralatan yang menembus kulit, tato, tindik dan lain-lain.
Selain HIV/AIDS, juga wajib diwaspadai Penyakit Hepatitis B dan C yang keduanya
potensial menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Kedua
penyakit ini sering tidak dapat terkenali secara klinis karena tidak
menampakan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit-penyakit tersebut di atas
memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur
yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya
pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “Universal Precaution”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan yang melakukan kontak 24 jam
dengan pasien mempunyai resiko terpajan lebih besar, oleh sebab itu tenaga
kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular
penyakit agar dapat bekerja maksimal.
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan dapat melindungi dirinya sendiri, pasien,dan
masyarakat dari penularan infeksi dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya.
2. Petugas kesehatan harus menerapkan prinsip universal precaution dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengurangi resiko terpajan
atau terinfeksi penyakit menular.
BAB X
PENGENDALIAN MUTU
Sepsis ≤ 0,2 %
2. Audit pendokumentasian
3. Audit prosedur pelayanan kebidanan
8. Radiologi
Pasien Kamar bersalin yang membutuhkan pemeriksaan radiologi, akan dibuatkan
formulir permintaan pemeriksaan radiologi oleh dokter, dan formulir diserahkan ke
petugas radiologi oleh bidan Kamar Bersalin (prosedur pemeriksaan radiologi pasien
Kamar Bersalin sesuai SPO terlampir).
9. Operator
Apabila Kamar Bersalin membutuhkan sambungan telphone keluar RS Yasyfin
Darussalam Gontor maka bagian Kamar bersalin akan menelpon ke RS lain dengan
menggunakan handphone Kamar Bersalin RS Yasyfin Darussalam Gontor.
10. Kasir
Pasien yang telah selesai berobat ke Kamar Bersalin akan diantar ke bagian kasir oleh
perawat Kamar Bersalin untuk menyelesaikan administrasi.
11. IRNA
Pasien Kebidanan yang akan dirawat, dibuatkan surat pengantar rawat oleh dokter
Obgyn, penanggung jawab/keluarga pasien dianjurkan ke bagian admission untuk
memilih kamar perawatan bila pasien dengan status Umum, Jika pasien BPJS kamar
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setelah penanggung jawab/keluarga pasien
menandatangani surat persetujuan rawat inap, maka pasien diantar oleh bidan Kamar
Bersalin ke bagian IRNA.(Prosedur pasien Kamar Bersalin yang akan rawat inap sesuai
dengan SPO terlampir).
12. Gizi
a) Pasien Kebidanan yang memerlukan kebutuhan nutrisi segera, akan dimintakan
langsung ke bagian gizi melalui telephone dengan memberitahukan nama pasien
dan makanan/minuman (teh manis) yang diperlukan.
b) Dokter Obgyn yang praktek akan mendapat snack dan makan malam dari bagian
gizi sesuai dengan jadwal jaga dokter Jaga yang diserahkan ke bagian gizi.
13. Intensive Care Unit (ICU)
Apabila ada pasien dari Kamar Bersalin yang memerlukan perawatan intensif, maka
pasien akan dibuatkan surat Rujukan ICU oleh dokter ke RS lain yang memiliki fasilitas
ICU, penanggung jawab/keluarga pasien di informed consen untuk memilih RS sesuai
dengan peraturan, setelah penanggung jawab/keluaraga pasien menyetujui , maka
pasien diantar oleh bidan Kamar Bersalin ke RS lain yang memiliki fasilitas ICU dengan
diantar oleh Ambulance.
14. Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
Pasien Kebidanan yang memerlukan tindakan lanjut/konsul ke dokter spesialis pada jam
kerja, perawat akan menghubungai dokter konsulen dan bila kondisi pasien
memungkinkan untuk tindak lanjut di poliklinik, maka pasien diantar oleh bidan jaga ke
bagian IRJ, ( Prosedur konsul pasien Kamar Bersalin ke dokter spesialis yang sedang
praktek sesuai SPO terlampir).
15. Umum/Supir
Pasien Kebidanan yang memerlukan rujukan ke RS lain dapat menggunakan ambulance
RS Yasyfin Darussalam Gontor, bila keadaan memungkinkan (prosedur merujuk pasien
sesuai dengan SPO terlampir).
16. Umum /Keamanan
Bila ada pasien Kebidanan yang meninggal, maka setelah jenazah dirapikan akan
diantar ke kamar jenazah dengan terlebih dahulu menginformasikan kebagian
Umum/Keamanan (prosedur pasien meninggal sesuai SPO terlampir).
BAB XI
PERTEMUAN / RAPAT
A. Pengertian
Rapat merupakan suatu pertemuan yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama untuk membicarakan atau memecahkan suatu masalah
tertentu.
B. Tujuan
C. Kegiatan Rapat
Rapat dilakukan dan diadakan oleh Kebidanan yang dipimpin oleh Sub Bidang
Pelayanan Keperawatan dan Kepala Ruang (Karu) dan diikuti oleh seluruh stafnya. Rapat
yang diadakan ada 2 macam yaitu :
1) Rapat Terjadwal :
Rapat terjadwal merupakan rapat yang diadakan oleh Sub Bidang Pelayananan
Keperawatan dan kepala ruang di Kamar bersalin setiap bulan 1 kali dengan
perencanaan yang telah dibuat selama 1 tahun dengan agenda rapat yang telah
ditentukan oleh Karu
2) Rapat Tidak Terjadwal :
Rapat tidak terjadwal merupakan rapat yang sifatnya insidentil dan diadakan oleh
kepala ruang untuk membahas atau menyelesaikan permasalahan di Kamar bersalin
dikarenakan adanya permasalahan yang ditemukan bersifat insiden.
BAB XII
PELAPORAN
A. Pengertian
Pelaporan merupakan sistim atau metode yang dilakukan untuk melaporkan segala bentuk
kegiatan yang ada terkait dengan pemberian pelayanan Kamar bersalin.
B. Jenis Laporan
Laporan dibuat oleh kepala ruang Kamar bersalin. Adapun jenis laporan yang dikerjakan
terdiri dari :
1. Laporan Harian
Laporan yang dibuat oleh Penanggung Jawab Shift dalam bentuk tertulis setiap hari.
Adapun hal – hal yang dilaporkan adalah :
a. Laporan kunjungan pasien Kamar bersalin
b. Laporan SDM Kamar bersalin
c. Laporan keadaan sarana dan fasilitas Kamar bersalin
d. Laporan mutu pelayanan
2. Laporan Bulanan
Laporan yang dibuat oleh Karu Kamar bersalin dalam bentuk tertulis setiap bulannya dan
diserahkan kepada Sub Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan setiap tanggal 1 -
10. Adapun hal-hal yang dilaporkan adalah :
a. Laporan kunjungan pasien Kamar bersalin yang meliputi :
1. Jumlah kunjungan pasien Kamar bersalin berdasarkan kasus (Gawat darurat,
gawat tidak darurat/darurat tidak gawat, tidak gawat darurat).
2. Jumlah kunjungan pasien Kamar bersalin berdasarkan kasus (Pulang, Rawat,
Konsul, Rujuk, Observasi dan menolak rawat).
3.Jumlah Pasien Meninggal.
4.Jumlah kasus penyakit terbanyak di Kamar bersalin
5.Jumlah pemeriksaan penunjang pasien Kamar bersalin
b. Laporan SDM Kamar bersalin yang meliputi :
1. Kuantitas SDM (Dokter dan Perawat Kamar bersalin)
2. Kualitas SDM (Dokter dan Perawat Kamar bersalin)
c. Laporan keadaan fasilitas dan sarana Kamar bersalin yang meliputi :
1. Sensus harian ruangan (jumlah penderita gawat darurat yang dilayani > 5 menit).
2. Angka keterlambatan pelayanan gawat darurat (emergency respon time rate).
e. Laporan pemasukan dan pengeluaran Kamar bersalin meliputi:
3. Laporan Tahunan
Laporan yang dibuat oleh Karu dalam bentuk tertulis setiap tahun dan diserahkan
kepada Sub Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan Per tiap tanggal yang telah
ditentukan. Adapun hal- hal yang dilaporkan adalah :
1. Laporan kunjungan pasien Kamar bersalin dan Evaluasi dalam 1 tahun.
BAB XIII
PENUTUP
Rumah sakit merupakan sistem pelayanan yang komplek, terdiri dari beberapa profesional
pemberi pelayanan, sehingga diperlukan peran, fungsi, dan tugas yang jelas untuk masing
masing profesi, namun diperlukan kerjasama yang kohesif antar profesi pemberi pelayanan.
Pelayanan kebidanan adalah salah satu pelayanan di rumah sakit yang diberikan oleh dokter
spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan tenaga lain di kamar bersalin.
Keberhasilan pelayanan kebidanan tergantung pada kesiapan ruangan, alat dan SDM. Untuk
pelayanan rujukan kebidanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh keberadaan dan kesiapan
tenaga pelayanan kebidanan di kamar bersalin yang pro aktif dan kompeten dalam penanganan
pertama sebelum kedatangan dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Pedoman standar pelayanan kebidanan di kamar bersalin ini diharapkan dapat mendukung
keberhasilan upaya peningkatan mutu pelayanan kebidanan di kamar bersalin. Standar
pelayanan kebidanan di kamar bersalin yang actual dapat dikembangkan di masing-masing
rumah sakit dengan kondisi dan kebutuhan masing masing daerah. Disamping itu diperlukan
juga dedikasi serta rasa tanggung jawab yang tinggi dari setiap tenaga pelayanan kebidanan di
kamar bersalin untuk menyebar-luaskan informasi tentang pedoman standar pelayanan
kebidanan di kamar bersalin ini serta melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang telah
diuraiakan dalam buku ini.
Harapan dan tujuan penyusunan buku ini dapat terwujud dalam rangka membangun sistem
pelayanan kebidanan dan perinatal risiko tinggi melalui penerapan standar dan pembinaan
tenaga pelayanan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Pedoman Operasional dan Pemeliharaan Peralatan Kesehatan. Jakarta; 2001.
Juni, Tri, Angkasawati, dkk. Kajian Pemanfaatan dan Pemeliharaan Sarana dan Alat Kesehatan
di Rumah Sakit dan Puskesmas. Web Page [Online] 2006. Dari
http://www.p3skk.litbang.depkes.go.id [diakses tanggal 15 September 2016].
Prasetyo, Adi. Peralatan Kesehatan. Bandung: Angkasa; 2002.