Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERANCANGAN KONTRAK
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan..................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 3
A. Istilah dan Pengertian Perancangan Kontrak............................... 3
B. Asas-asas Hukum dalam Perancangan Kontrak.......................... 3
C. Sumber-sumber Perancangan Kontrak........................................ 4
D. Prinsip-prinsip dalam Perancangan Kontrak............................... 5
E. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Perancangan
Kontrak........................................................................................ 6
F. Tahap-tahap Perancangan Kontrak.............................................. 9
G. Format Kontrak........................................................................... 15
BAB III : PENUTUP........................................................................................ 19
A. Kesimpulan................................................................................. 19
B. Saran........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... iv
LAMPIRAN..................................................................................................... v

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekilas apabila kita mendengar kata kontrak, kita akan langsung berpikir
bahwa yang dimaksud dengan ontrak adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya,
kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari
perjanjian. Kesan ini tidaklah salah mengingat penekanan kontrak selalu
dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis.
Kontrak merupakan salah satu bagian penting dari Hukum Perdata yang
mengalami perkembangan dalam rangka memberikan kepastian pada bidang
ekonomi dan stabilitas nasional, baik bagi kegiatan usaha orang-perorangan
maupun badan seperti pemerintah, swasta dan koperasi. Esensi kontrak adalah
sekumpulan janji yang dapat dipaksakan pelaksanaannya.
Sebagai sekumpulan janji yang wajib ditunaikan, maka suatu kontrak akan
memiliki kekuatan yang lebih apabila diwujudkan dalam bentuk tulisan atau
biasa disebut sebagai kontrak tertulis. Penyusunan suatu kontrak (tertulis) tidak
semudah menulis di atas kertas. Karena suatu kontrak disusun atau dirancang
harus memenuhi unsur-unsur dan melewati berbagai tahapan.
Atas dasar tersebut, maka disusunlah makalah dengan judul “Perancangan
Kontrak”, yang diharapkan melalui pemahaman yang diperoleh dari
pembahasan makalah ini, baik penyusun maupun pembaca dapat memahami isi
dan maksud materi, khususnya seputar perancangan.penyusunan kontrak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari makalah
ini adalah:
1. Apa istilah dan pengertian perancangan kontrak?
2. Bagaimana asas-asas hukum dalam perancangan kontrak?
3. Apa sumber-sumber perancangan kontrak?
4. Bagaimana prinsip-prinsip dalam perancangan kontrak?

1
5. Apa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan kontrak?
6. Bagaimana tahap-tahap perancangan kontrak?
7. Bagaimana format kontrak?

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini ialah untuk mengetahui dan
mendalami pemahaman tentang:
1. Istilah dan pengertian perancangan kontrak.
2. Asas-asas hukum dalam perancangan kontrak.
3. Sumber-sumber perancangan kontrak.
4. Prinsip-prinsip dalam perancangan kontrak.
5. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan kontrak.
6. Tahap-tahap perancangan kontrak.
7. Format kontrak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Istilah dan Pengertian Perancangan Kontrak


Istilah perancangan kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract
drafting. Perancangan adalah proses, cara, atau perbuatan merancang.
Sedangkan kontrak adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum hak dan
kewajiban. Jadi, perancangan kontrak merupakan proses atau cara merancang
kontrak.
Merancang kontrak adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi,
dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Struktur kontrak adalah
susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para pihak.
Anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-
bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Substansi kontrak merupakan isi
yang akan dituangkan dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak.
Substansi kontrak ada yang dinegosiasi oleh para pihak dan ada yang telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak. Kontrak semacam ini disebut
dengan kontrak baku (standard contract).1

B. Asas-asas Hukum dalam Perancangan Kontrak


Dalam Buku III KUHPerdata dikenal lima asas hukum, yaitu asas
konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda (asas
kepastian hukum), asas iktikad baik, dan asas kepribadian. Namun dari kelima
asas tersebut yang berkaitan erat dengan perancangan kontrak hanyalah asas
kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum).
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang berbunyi: ”Semua perjanjian yang dibuat sah berlaku

1
Salim HS (et.al.), Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: Sinar
Grafika, 2007), hal. 1.

3
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas kebebasan
berkontrak adalah suatu kontrak yang memberikan kebebasan para pihak
untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan
perjanjian dengan siapapun; (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya; dan (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau
lisan.2
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda disebut juga kebebasan kepastian hukum. Asas
ini berhubungan dengan akibat dari suatu perjanjian. Asas pacta sunt
servanda menggariskan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang, sehingga mereka tidak berhak melakukan intervansi
terhadap substansi kontrak tersebut. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat
sah berlaku sebagai undang-undang.”

C. Sumber-sumber Perancangan Kontrak


Sumber hukum dari perancangan kontrak yang berasal dari undang-
undang adalah sumber hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh pemerintah atas persetujuan DPR, di antaranya:
1. KUHPerdata (BW)
a. Buku III BW tentang Perikatan, khususnya Pasal 1338 ayat (1).
b. Buku IV KUHPerdata tentang pembuktian dan daluarsa, khususnya dari
Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1894 yang berkaitan dengan pembuktian
dan tulisan.
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, yaitu Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 22.
3. Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Serta Benda-
benda yang Berkaitan dengan Tanah.

2
Ibid., hal. 2.

4
4. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia.
5. Pasal 38 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Selain undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat pula sumber


hukum perancangan kontrak lainnya, seperti traktrat dan yurisprudensi. Traktat
adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih dalam bidang
keperdataan, sedangkan yurisprudensi merupakan produk yudikatif yang berisi
kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang berperkara,
dalam hal ini terutama mengenai pembatalan kontrak.

D. Prinsip-prinsip dalam Perancangan Kontrak


Setiap perancangan kontrak, baik itu kontrak yang terdapat dalam
KUHPerdata maupun kontrak yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
tentunya harus memperhatikan prinsip-prinsip di dalam merancang kontrak.
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam perancangan kontrak adalah
dasar atau asas yang harus diperhatikan dalam merancang sebuah kontrak.
Erman Rajaguguk mengemukakan ada sepuluh prinsip dasar yang harus
diperhatikan dalam kontrak-kontrak yang lazim digunakan di Indonesia dan
patut menjadi perhatian perancang kontrak dagang internasional.3 Kesepuluh
prinsip tersebut meliputi:
1. Penggunaan istilah,
2. Prinsip kebebasan berkontrak,
3. Prinsip penawaran dan penerimaan,
4. Iktikad baik,
5. Peralihan risiko,
6. Ganti kerugian,
7. Keadaan darurat,
8. Alasan pemutusan,

3
Erman Rajaguguk, Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik di Indonesia, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 1994), hal. 3-8.

5
9. Pilihan hukum, dan
10. Penyelesaian sengketa.

Di samping itu, Peter Mahmud mengemukakan dua prinsip yang harus


diperhatikan dalam mempersiapkan kontrak, yaitu beginselen der
contractsvrijheid atau party autonomy dan pacta sunt servanda. Beginselen der
contractsvrijheid atau party autonomy, yaitu para pihak bebas untuk
memperjanjikan apa yang mereka inginkan, dengan syarat tidak bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Langkah pertama
yang mesti dilakukan oleh para pihak untuk menghindari ketidakjelasan
maksud para pihak ialah dengan menjelaskan sejelas-jelasnya kepada mereka
yang terlibat dan bertugas di dalam melakukan transaksi. Sementara itu,
kewajiban pertama perancang kontrak adalah mengomunikasikan kepada
kliennya apakah yang telah dirumuskannya tersebut sudah sesuai dengan
keinginan kliennya.4

E. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Perancangan Kontrak


Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pada dasarnya kontrak yang dibuat
oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang yang membuatnya. Oleh
karena itu, untuk merancang suatu kontrak diperlukan ketelitian dan
kecermatan dari para pihak, baik pihak kreditur maupun debitur, pihak investor
maupun pihak yang bersangkutan, perancang kontrak maupun notaris.
Namun dalam kenyataannya, dalam pembuatan kontrak tidak ditentukan
format tertentu karena dalam undang-undang tidak ada yang mengaturnya
secara tegas. Kontrak yang dibuat secara tertulis yang memang telah
diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman bahwa kontrak
tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis, atau biasa disebut
dengan perjanjian formal, biasanya sudah ada format tertentu yang telah
disiapkan oleh notaris kalau kontrak tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
notaris. Tetapi perjanjian tersebut bukan merupakan perjanjian formal, dalam
arti tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat secara tertulis, kontrak
4
Salim HS (et.al.), Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding..., hal. 62.

6
semacam inilah yang biasanya dirundingkan secara langsung oleh para pihak.
Namun ada pula yang dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak atau kontrak
standar.5
Karena tidak ada ketentuan undang-undang yang mengatur tentang format
kontrak maka dalam membuat kontrak, hal yang paling penting yang harus
diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana
diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang pada intinya mengatur tentang:
1. Kesepakatan para pihak,
2. Kecakapan (termasuk juga kewenangan) para pihak;
3. Hal atau objek tertentu; dan
4. Kausa atau sebab yang halal.

Selain syarat sahnya perjanjian, hal yang penting yang harus diperhatikan
oleh para pihak adalah unsur-unsur perjanjian, yakni unsur esensialia, unsur
aksidentalia, dan unsur naturalia.
 Unsur esensialia; dalam perjanjian ini sangat terkait dengan syarat hal
tertentu dalam perjanjian, karena unsur esensialia merupakan unsur pokok
yang harus ada dalam suatu perjanjian. Misalnya unsur pokok dalam
perjanjian jual beli adalah adanya barang yang sudah ditentukan atau dapat
ditentukan dan adanya harga barang. Sedangkan klausul-klausul lainnya
yang bukan merupakan hal pokok dalam kontrak itulah yang disebut unsur
aksidentalia.
 Unsur aksidentalia; biasanya baru akan ada jika diperjanjikan oleh para
pihak, termasuk di dalamnya cara pembayaran, tempat pembayaran, tempat
dan cara penyerahan, dan lain-lain. Apabila tidak dicantumkan oleh para
pihak, pengaturannya diatur dalam undang-undang yang biasa disebut unsur
naturalia.
 Unsur naturalia; merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam
perjanjian, dalam arti apabila para pihak tidak mengaturnya, maka
pengaturannya diatur dalam undang-undang.6

5
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 147.
6
Ibid., hal 151.

7
Dalam sumber lain disebutkan bahwa faktor-faktor yang harus
diperhatikan oleh para pihak yang akan mengadakan dan membuat kontrak
adalah:
1) Kemapuan hukum para pihak
Kemampuan para pihak yaitu kecapakatan dan kemampuan para pihak
untuk mengadakan dan membuat kontrak. Dalam KUHPerdata ditentukan
bahwa orang yang bercakap atau mampu untuk melawan hukum adalah
orang yang telah dewasa, yakni mereka yang telah berumur 21 tahun atau
pernah menikah. Orang di bawah umur atau di bawah pengampuan tidak
wenang membuat kontrak, sehingga apabila mereka membuat dan
menandatangi kontrak dengan orang yang sudah dewasa maka kontrak
tersebut dapat memintakan pembatalan kepada pengadilan.
2) Perpajakan
Pada dasarnya didalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak
mengandung kewajiban untuk membayar pajak pada negara, baik itu PPh,
BPHTB, dan bea materai. Pengenaan pajak ini disesuaikan dengan objek
kontrak.
3) Alas hak yang sah
Yang dimaksud dengan alas hak adalah peristiwa hukum yang
merupakan dasar penyerahan barang, seperti tukar menukar, jual beli, dan
sebagainya. Alas hak yang sah ini berkaitan dengan cara seseorang
memperoleh atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah. Sehingga
sebelum disetujui kontrak para pihak harus memperhatikan objek
kontraknya, apakah objek kontrak tersebut milik yang sah dari para pihak
atau tidak.
4) Masalah keagrariaan
Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masalah yang
berkenaan dengan hukum agraria, apabila objek kontrak atau perjanjian
berupa tanah atau semacamnya.
5) Pilihan hukum

8
Dalam suatu kontrak yang berlaku secara internasional, pilihan hukum
menjadi sangat penting dalam perancangan kontrak. Pilihan hukum ini
berkaitan dengan hukum apakah yang akan digunakan. Apabila terjadi
sengketa antara para pihak.
6) Penyelesaian sengketa
Perjanjian tidak selalu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh
karena itu, dalam setiap kontrak perlu dimasukkan klausul mengenai
sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi).
7) Pengakhiran kontrak
Dalam Pasal 1266 KUHPerdata ditentukan bahwa: “Tiap-tiap pihak
yang akan mengakhiri kontrak harus dengan keputusan pengadilan yang
mempunyai yurisdiksi atas kontrak.” Ketentuan ini bertujuan melindungi
pihak yang lemah.
8) Bentuk perjanjian standar
Perjanjian standar atau biasa disebut dengan standard contract adalah
perjanjian yang ditentukan oleh satu pihak dan dituangkan dalam bentuk
formulir.

F. Tahap-tahap Perancangan Kontrak


Pada dasarnya, setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus dirancang
dengan benar. Dalam merancang kontrak tersebut tentunya harus diperhatian
berbagai tahapan dalam perancangan kontrak. Akan tetapi, hingga kini belum
ada aturan ataupun model yang baku dalam perancangan ini. Para ahli berbeda
pendapat tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam perancangan
kontrak.
Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa terdapat 7 tahap dalam
perancang kontrak khususnya kontrak bisnis, yang meliputi:
1. Kesepakatan para pihak,
2. Pembuatan kontrak,
3. Penelahaan kontrak,
4. Negosiasi perancang kontrak,

9
5. Penandatanganan kontrak,
6. Pelaksanaan, dan
7. Sengketa.7
Namun dalam pandangan ini kurang lengkap karena tidak menganalisis
pada tahap prakontraktual berupa penawaran dan penerimaan, sehingga harus
dilengkapi dengan menjadikan penawaran dan penerimaan sebagai tahap
pertama sebelum adanya kesepakatan para pihak.
Dalam pandangan lain disebutkan bahwa secara sistematis terdapat 3 tahap
dalam perancangan kontrak di Indonesia sebagai berikut:
a) Tahap Pra-Perancangan Kontrak
Tahap pra-perancangan merupakan tahap sebelum kontrak dirancang
dan disusun. Sebelum kontrak disusun, terdapat empat hal yang harus
diperhatikan oleh para pihak, yang meliputi:
1. Identifikasi para pihak
Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk menentukan
dan menetapkan identitas para pihak yang akan mengadakan kontrak itu.
Identitas para pihak harus jelas dan para pihak harus memiliki
kewenangan hukum untuk membuat kontrak sebagaimana di tentukan
pada Pasal 1330 KUHPerdata. Selain itu, hal ini penting untuk
mengetahui para pihak yang benar-benar mempunyai full power sebagai
representatif dari suatu perusahaan yang bonafit atau tidak.8
2. Penelitian awal aspek terkait
Pada dasarnya pihak-pihak yang membuat kontrak berharap bahwa
kontrak tersebut dapat menampung semua keinginan yang menjadi
hakikat kontrak tersebut secara terperinci dan jelas. Perancangan kontrak
harus menjelaskan hal-hal yang tertuang dalam kontrak yang
bersangkutan, konsekuensi yuridis, serta alternatif lain yang mungkin
dapat dilakukan, dalam penelitian ini pula diteliti dalam beberapa aspek
yang berkaitan dengan kondisi politik dakam negeri para pihak, sistem

7
Salim HS (et.al.), Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding..., hal. 83.
8
Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 27.

10
hukum, dampak sosial, dan aspek ekonomi. Hal ini perlu dilakukan agar
pelaksanaan kontrak tersebut tidak banyak mendapat hambatan. Pada
akhirnya perancang kontrak akan menyimpullkan hak dan kewajiban
masing-masing pihak terkait dengan isi kontrak, seperti unsur
pembayaran, ganti rugi, dan perpajakan.
3. Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)
Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) merupakan nota
kesepahaman yang dibuat oleh para pihak sebelum kontrak itu dibuat
sebelum kontrak itu dibuat secara terperinci. Memorandum of
Understanding (MoU) ini memuat berbagai kesepakatan para pihak
dalam berbagai bidang, seperti di bidang investasi, pasar modal,
pengembangan pendidikan, kesepakatan dalam bidang ekonomi, dan
lain-lain. Bentuk MoU ini dalam praktik dapat berbentuk nota
kesepahaman, nota kesepakatan, perjanjian pendahuluan, dan lain
sebagainya.9
4. Perundingan (negosiasi)
Negosiasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting
dalam perancangan kontrak, karena tahap ini merupakan tahap untuk
menentukan objek dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Negosiasi ini memiliki 2 corak, yaitu negosiasi dengan perunding lunak
(soft bergainer) dan negosiasi dengan perunding keras (hard bergainer).
Negosiasi dengan perunding lunak banyak dilakukan di lingkungan
keluarga, antara sahabat dan sebagainya, yang bertujuan untuk membina
hubungan baik. Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan
kesepakatan, namun mengandung risiko berupa pola menang-kalah (win-
lose). Adapun negosiasi dengan perunding keras sering menemui
kebuntuan lantaran adanya tekanan dan ancaman, terutama pada situasi
di mana perunding keras saling bertemu. Sehingga yang paling efektif

9
Ibid.

11
dalam bernegosiasi adalah dengan memadukan kedua corak, yaitu
menganut asas win-win solution.10

b) Tahap Perancangan Kontrak


Tahap kedua dalam membuat kontrak adalah tahap perancangan
kontrak, yang memerlukan ketelitian dan kejelian para pihak maupun
notaris. Tahap perancangan kontrak ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu:
1. Perumusan dan pembuatan naskah kontrak
Naskah atau draf kontrak merupakan konsep kontrak yang dirancng
oleh para pihak. Dengan tahap ini para pihak akan merumuskan dan
membuat kontrak yang mana selanjutnya akan diserahkan pada pihak lain
dan dikaji lebih mendalam. Naskah kontrak ini meliputi judul kontrak,
pembukaan kontrak, pihak-pihak dalam kontrak, resital, substansi
kontrak, dan penutup. Adapun di Amerika, kontrak ini berisi hal-hal
sebagai berikut, yaitu: recital (penjelasan resmi/latar belakang terjadinya
suatu kontrak), consideration (berisi tentang prestasi), warranties and
reseprentation (garansi/jaminan dan perwakilan), risk allocatian
(pembagian resiko), coditions and terms (syaratnya), dates and
termination (mulai dan pengakhiran kontrak), boilerplate dan signature
(tanda tangan para pihak).11
2. Perundingan atau negosiasi lanjutan
Setelah para pihak selesai membuat naskah kontrak, maka naskah
kontrak ini akan ditukar. Hal ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan pada para pihak untuk mempelajari isi kontrak yang telah
disusun. Apabila salah satu pihak tidak menyetujui perihal salah satu
kontrak, pihak tersebut dapat mengusulkannya untuk dirundingkan
bersama. Selanjutnya para pihak akan merundingkan atau
menegosiasikan lanjutan dalam isi kontrak. Apabila pada hasil
perundingan tersebut telah tercapai kesepakatan, usulan tadi dapat

10
Salim HS (et.al.), Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding..., hal. 88.
11
Ibid., hal. 91.

12
dimasukan dalam draf kontrak yang selanjutnya dapat dilakukan revisi
terhadap rancangan naskah kontrak.
3. Pembahasan naskah akhir kontrak
Pembahasan naskah hasil kontrak merupakan tahap penyelesaian
akhir, yaitu upaya untuk membereskan atau menyudahi naskah kontrak
yang dibuat oleh para pihak, dan telah menyetujui naskah kontrak yang
telah dirancang, baik oleh salah satu pihak maupun secara bersama oleh
para pihak.
4. Penandatanganan naskah hasil kontrak
Bagian akhir dari tahap-tahap perancangan kontrak ini adalah tahap
penandatangannan kontrak, yang merupakan wujud persetujuan atau
kesepakatan atas segala substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak

c) Tahap Pasca-Perancangan Kontrak


Setelah melalui tahap pra dan perancangan kontrak, naskah kontrak
yang telah ditandatangani oleh para pihak akan memasuki tahap pasca tahap
peancangan yang meliputi tahap pelaksanaan dan penasfsiran, serta
penyelesaian sengketa.
1. Pelaksanaan
Setelah suatu kontrak selesai disusun dan ditandatangani oleh para
pihak, barulah kontrak tersebut dapat dilaksanakan. Pelaksanan kontrak
ini harus sesuai dengan substansi-substansi yang telah disepakati dalam
isi kontrak, karena sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai
undang-undang bagi para pembuatnya.
2. Penafsiran
Pada dasarnya, suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para
pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Akan tetapi pada
kenyataannya banyak kontrak yang isinya membingungkan bagi para
pihak. Penafsiran kontrak dilakukan apabila dalam kontrak yang telah
disepakati maupun dalam pengimplementasian kontrak terdapat kata-kata

13
atau kalimat yang membingungkan, sehingga menimbulkan hambatan
untuk mewujudkan maksud dan tujuan dari para pihak. Penafsiran dalam
kontrak diatur dalam Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 KUHPerdata.
Dalam Pasal 1342 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila suatu
kontrak memiliki kata-kata yang jelas, maka tidak diperkenankan untuk
menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. Barulah apabila kata-
katanya tidak jelas dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak
dengan memperhatikan beberapa aspek, di antaranya:
a) Jika kata-kata dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran,
maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian
(Pasal 1343 KUHPerdata).
b) Jika suatu janji memberikan berbagai penafsiran, maka harus
diselidiki pengertian untuk memungkinkan perjanjian itu dapat
dilaksanakan (Pasal 1344 KUHPerdata).
c) Jika kata-kata dalam perjanjian mengandung dua macam pengertian,
maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat
perjanjian (Pasal 1345 KUHPerdata).
d) Apabila terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut
kebiasaan dalam negeri atau di tempat perjanjian dibuat (Pasal 1346
KUHPerdata).
e) Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian
orang yang meminta diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan
orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349 KUH
Perdata).12
3. Penyelesaian sengketa
Dalam pelaksanan kontrak tidak menutup kemungkinan terjadinya
sengketa. Dalam hal seperti ini para pihak bebas menentukan cara yang
akan ditempuh jika timbul perselisihan atau sengketa di kemudian hari.
Penyelesaian sengketan ini biasanya diatur secara tegas dalam kontrak.
Secara garis besarnya, penyelesaian sengketa ini dibagi menjadi dua,

12
Ibid., hal. 92.

14
yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non-litigasi),
seperti mediasi, arbitrase dan negosiasi.

G. Format Kontrak
Salah satu unsur paling penting dalam merancang kontrak adalah
memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang dibuat. Struktur kontrak
adalah susunan kontrak yang akan dirancang, sedangkan anatomi kontrak
berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian satu dengan bagian
lainnya.
Apa yang dimuat di dalam masing-masing bagian tentunya tidak sama
pentingnya antara satu kontrak dengan kontrak lainnya, karena biasanya
kontrak yang sederhana tidak banyak dicantumkan hal-hal dalam bagian
pendahuluan maupun penutupnya. Sedangkan bagian isilah yang biasanya
mengatur berbagai hal yang dikehendaki oleh para pihak, baik itu unsur
esensialia maupun unsur aksidentalia.13
Dalam suatu kontrak terdapat beberapa syarat. Banyaknya macam syarat
yang dicantumkan dalam pasal-pasal tentang persyaratan yang diinginkan
beberapa pihak biasanya sangat bergantung pada besarnya nilai ontrak atau
rumitnya permasalahan pada kontrak tersebut.14 Akan tetapi, yang harus diingat
bahwa unsur esensial dari kontrak tersebut harus dicantumkan sedangkan unsur
lainnya boleh juga tidak dimuat karena telah diatur oleh undang undang.
Pada umumnya kontrak terbagi atas tiga bagian utama, yaitu bagian
pendahuluan, bagian isi, dan penutup.
1. Bagian Pendahuluan
a. Sub bagian pembuka (description of the instruments)
Sub bagian ini memuat beberapa hal, yaitu:
 Sebutan atau nama kontrak dan peyebutan lainnya (penyingkatan yang
akan dilakukan);
 Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani; dan

13
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak..., hal. 152.
14
Ibid., hal. 154.

15
 Tempat dibuat dan ditandatanganinya konttak (catatan: tidak selalu
ada).15
b. Sub pencantuman identitas para pihak (caption)
Dalam sub bagian ini dicantumkan identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangi
kontrak. Ada tiga hal yang harus diperhatikan tentang identitas para
pihak, yaitu:
 Para pihak harus disebutkan dengan jelas;
 Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai
apa; dan
 Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.16
c. Sub bagian penjelasan
Pada sub bagian ini diberikan penjelasan mengapa para pihak
mengadakan kontrak (sering disebut sebagai premis, witnesseth,
whereby, recitals, menerangkan terlebih dahulu, dan lain-lain).17

2. Bagian Isi
Pada bagian isi terdapat empat hal pengaturan, yaitu sebagai berikut.18
a. Klausul definisi (definition)
Pada klausul ini biasaanya dicantumkan sebagai definisi untuk
keperluan kontrak, di mana definisi ini hanya berlaku pada kontrak
tersebut dan dapat mempunyai arti khusus dari pengertian umum.
Klausul definisi dalam rangka mengefesienkan klausul-klausul
selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.
b. Klausul transaksi (operative language)
Klausul transaksi adalah klausul-klausul yang berisi tentang
transaksi yang akan dilakukan. Misalnya dalam jual beli aset, harus
diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya. Demikian
15
Sophar Maru Hutagalu, Kontrak Bisnis di Asean: Pengaruh Sistem Hukum Common Law dan Civil
Law, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 167.
16
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak..., hal. 154-155.
17
Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis di Asean..., hal. 167.
18
Salim HS (et.al.), Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding..., hal. 97.

16
pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur tentang kesepakatan
para pihak dalam kontrak tersebut.
c. Klausul spesifik
Klausul spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu
transaksi. Artinya, klausul tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan
transaksi yang berbeda.
d. Klausul ketentuan umum
Klausul ketentuan umum adalah klausul yang seringkali dijumpai
dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya. Klausul ini
antara lain mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa,
pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.

3. Bagian Penutup
Pada bagian penutup terdapat hal-hal berikut.19
a. Sub bagian kata penutup (closing)
Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut
dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas
untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat
dengan isi kontrak.
b. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan
Sub bagian ini merupakan tempat di mana pihak-pihak
menandatangani perjanjian dengan menyebutkan nama pihak yang
terlibat dalam kontrak, nama jelas “orang” yang menandatangani dan
jabatan dari orang yang menandatangani.
c. Lampiran (apabila ada)
d. Status lampiran
Lampiran selalu disebut sebagai sesuatu yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dalam kontrak.
e. Isi lampiran

19
Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis di Asean..., hal. 169.

17
Lampiran pada dasarnya dapat berisi berbagai hal, termasuk
dokumen-dokumen pendukung. Format kontrak-kontrak yang menyertai
kontrak utama, format legal opinion, dan lain-lain.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari makalah
berjudul “Perancangan Kontrak” ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Istilah perancangan kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract
drafting. Perancangan kontrak sendiri dapat diartikan sebagai proses atau cara
merancang kontrak. Dalam perancangan kontrak ini dua asas hukum yang
berlaku adalah asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda (asas
kepastian hukum).
Sumber-sumber hukum perancangan kontrak, di antaranya:
 KUHPerdata (BW)
 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, yaitu Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 22.
 Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Serta Benda-
benda yang Berkaitan dengan Tanah.
 Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia.
 Pasal 38 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
 Traktat.
 Yurisprudensi.
Adapun prinsip-prinsip dalam perancangan kontrak meliputi:
1. Penggunaan istilah, 6. Ganti kerugian,
2. Prinsip kebebasan berkontrak, 7. Keadaan darurat,
3. Prinsip penawaran dan 8. Alasan pemutusan,
penerimaan, 9. Pilihan hukum, dan
4. Iktikad baik, 10. Penyelesaian sengketa.
5. Peralihan risiko,

19
faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh para pihak yang akan
mengadakan dan membuat kontrak adalah:
1. Kemapuan hukum para pihak 5. Pilihan hukum
2. Perpajakan 6. Penyelesaian sengketa
3. Alas hak yang sah 7. Pengakhiran kontrak
4. Masalah keagrariaan 8. Bentuk perjanjian standar
Secara sistematis terdapat tiga tahapan dalam perancangan kontrak di
Indonesia, yakni tahap pra-perancangan, tahap perancangan, dan tahap pasca-
perancangan. Sedangkan untuk format perancangannya sendiri pada umumnya
kontrak terbagi atas tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi,
dan penutup.

B. Saran
Penyusunan makalah “Perancangan Kontrak” ini tidaklah seberapa bila
dibandingkan dengan literatur para ahli. Namun demikian, penulis dengan ini
tetap mengharapkan agar para pembaca senantiasa mendalami pemahaman
terhadap materi ini dan membandingkannya dengan kajian studi yang terkait.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan di masa mendatang.

20
DAFTAR PUSTAKA

AK, Syahmin. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.

HS, Salim, dkk. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding


(MoU). Jakarta: Sinar Grafika.

Hutagalu, Sophar Maru. 2013. Kontrak Bisnis di Asean: Pengaruh Sistem Hukum
Common Law dan Civil Law. Jakarta: Sinar Grafika.

Miru, Ahmadi. 2013. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:


Rajawali Pers.

Rajaguguk, Erman. 1994. Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik di


Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.

iv
LAMPIRAN

v
vi

Anda mungkin juga menyukai