Komunitas Menyusur Citarum Cieunteung Kini Sungai Yang Kini Mati Ibarat Toko Serba Ada Kampung Adat di Kelokan Sungai Apa Kata Mereka?
xx
DAFTAR ISI
Komunitas Menyusur Citarum Cieunteung Kini Sungai Yang Kini Mati Ibarat Toko Serba Ada Kampung Adat di Kelokan Sungai Apa Kata Mereka?
2 6 10 14 18 20
Sumber: Solusi Aspiratif Penanganan Masalah Sungai Mati oleh Dr.Ir.Dede Rohmat, M.T Dinas Pariwisata Budaya Propinsi Jawa Barat Foto: Ng Swan Ti /Dok Cita-Citarum Teks dan Layout: Diella Dachlan
Komunitas Menyusur
CITARUM
omunitas-komunitas yang tergabung dalam Perhimpunan Kelompok Kerja Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum bersama masyarakat di Kecamatan Bale Endah dan Dayeuh Kolot, melaksanakan kegiatan susur sungai Citarum selama seminggu, yaitu mulai tanggal 27 September hingga 3 Oktober. Penyusuran sungai dilakukan mulai dari Sapan hingga ke Nanjung, dengan fokus untuk menyisir dan melihat permasalahan di daerah-daerah yang sering terkena banjir. Kecamatan Bale Endah dan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung menjadi langganan banjir, terutama jika hujan deras turun. Selain kerugian moril dan material, Banjir menyebabkan permasalahan baru, yaitu saling curiga di antara masyarakat. Ada yang bilang kalau banjir besar ini akibat daerah hulu yang gundul dan gerusan tanah masuk ke sungai hingga sungai dangkal. Lalu ada lagi yang bilang karena sungai Citarum ini diluruskan. Kata Edi Yusuf, tokoh masyarakat Cigosol, Andir, yang akrab dipanggil Abah Edi. Saling tuding karena permasalahan banjir ini pun terjadi di tingkat masyarakat. Karena itu, kami berharap melalui kegiatan ini, masyarakat bersama-sama dapat mengetahui kondisi permasalahan dengan lebih jelas agar tidak saling tuding lagi Kata Abah Edi, yang juga merupakan koordinator kegiatan susur Citarum bersama masyarakat ini. Selama ini kita hanya mendengar permasalahan banjir dan Sungai Citarum dari media dan pemerintah. Sebagai masyarakat, kami ingin mengetahui sendiri benarkah apa yang dikatakan itu, kami ingin mengenali permasalahan sungai di daerah kami ini lebih jauh Kata Deni Riswandi atau Kang Deni, Ketua Perhimpunan Kelompok Kerja Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. 2
Kalau dari sisi instansi pemerintahan, permasalahannya lain lagi, permasalahan ditangani di instansi yang berbeda-beda. Sebagai masyarakat, kami seringkali bingung untuk melaporkan ke beberapa instansi yang berbeda-beda. Padahal kalau ada penanganan terpadu dan instansi pemerintah bisa bekerja lebih luwes antar instansi, akan lebih mudah menangani kompleksnya permasalahan di Citarum. Kata Kang Deni.
Photo by: Diella Dachlan/Doc. Cita-Citarum
Anak Sungai dan Sungai Mati Penyusuran sungai dilakukan juga di anak-anak sungai Citarum seperti Sungai Citarik, Cikeruh, Cikaranyapu, Cikapundung, Cisangkuy, Citepus, Cijagra dan Ciputat. Tim dibagi menjadi tim susur yang menggunakan perahu motor dan perahu dayung, dan tim darat yang menggunakan motor atau mobil Abah Edi menjelaskan. Selain melihat kondisi anak-anak sungai, juga sekalian sosialisasi kegiatan bersama masyarakat yang dilalui dan juga untuk mengetahui harapan masyarakat. Total seluruh anggota susur sungai yaitu 50 orang yang terdiri dari komunitas lembaga swadaya masyarakat, unsur Muspika (RT, RW, Kecamatan), remaja karang taruna dan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC). Selain menyusuri anak sungai, tim penyusur juga melihat kondisi beberapa bekas sungai (oxbow) dari normalisasi Sungai Citarum. Bekas sungai seperti di daerah Cigosol, Kelurahan Andir, kondisinya memprihatinkan. Daerah ini sebagian besar tertutup sampah. Jika bukan penduduk setempat, agak sulit melihat kalau daerah ini dulunya merupakan sungai yang cukup lebar. Meskipun demikian, ada pula bekas sungai yang masih dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat beternak ikan dan pemancingan, seperti di daerah Mekarrahayu. Kondisi airnya pun masih baik dan tempat ini menjadi tempat rekreasi warga sekitarnya. 3
Difasilitasi oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Kegiatan penyusuran sungai bersama masyarakat ini difasilitasi oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) Ir. Mudjiadi, M.Sc. Melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pendayagunaan Tata Guna Air Tanah (PTGA) dan PPK Operasi dan Pemeliharaan (OP), BBWSC membantu fasilitasi alat seperti mesin perahu, pelampung dan juga logistik lainnya untuk menunjang kegiatan penyusuran sungai ini. Survey bersama masyarakat ini juga perlu untuk persiapan penanganan jangka pendek banjir nanti. Masyarakat akan membantu memetakan lokasi-lokasi yang perlu segera ditangani seperti untuk pengerukan, perbaikan tanggul, yang memang menjadi mandat dari BBWSC. Kata Pak Asep Kuryana, PPK PTGA. Menurut Pak Asep, masyarakat lebih mengenali permasalahannya sendiri, karena sehari-hari mereka yang tinggal di sana. Kami membantu memfasilitasi saja, semoga hasilnya dapat berguna untuk mengkomunikasikan kondisi dan situasi saat ini kepada masyarakat sendiri. Kata Pak Asep. Inginnya, kami juga mengajak instansi pemerintah seperti dari Kementerian Lingkungan Hidup, Bappenas, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan agar semuanya ikut serta. Kang Deni berharap. Untuk kegiatan ini, kami mengajak rekan-rekan jurnalis untuk ikut serta agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui kondisi Sungai Citarum. Hasil penyusuran sungai ini menurut rencana, akan dipresentasikan oleh tim penyusur sungai kepada BBWSC dan masyarakat.
Cieunteung Kini
Cieunteung, sebuah desa yang terletak di sisi bawah jembatan
Bale Endah dan persis di sisi sungai Citarum, menjadi salah satu daerah paling parah terimbas banjir, terutama jika hujan deras turun di daerah Majalaya dan Banjaran. Tanggul setinggi 1.5 meter yang dibangun antara desa dan sungai, tidak sanggup menahan luapan air yang bisa mencapai ketinggian 3 meter jika hujan deras turun berhari-hari seperti yang terjadi di awal tahun ini. Akibatnya air masuk ke desa dan merendam rumah-rumah warga. Ketika banjir besar datang sebagaimana yang terjadi di akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010, dari atas jembatan Bale Endah, desa Cieunteung berubah menjadi ibarat danau besar, dimana batas antara sungai dan desa tidak lagi jelas. Banjir pun meninggalkan lumpur tebal yang ketika awal tahun 2010 menutupi nyaris seluruh desa dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyingkirkannya. Situasi ini membuat sebagian besar warganya memilih bertahan di pengungsian di bangunan-bangunan umum di daerah Bale Endah. Salah satu yang paling parah terkena banjir adalah RW 20 dengan penduduk sekitar 370 keluarga atau 1,047 jiwa. Menurut data Posko banjir Desa Cieunteung (per tanggal 29 September 2010), sekitar 30 kk atau 180 jiwa penduduk masih bertahan di pengungsian. 6
Sekarang setiap hujan turun, hati saya tidak bisa tenang. Banjir bisa datang sewaktuwaktu. Sejak banjir akhir tahun lalu, sampai sekarang masih banyak warga yang memilih bertahan di pengungsian. Mereka hanya kembali ke rumah pada siang hari untuk membersihkan rumah Kata Pak Rohmat, wakil ketua RW 20, yang juga merupakan salah satu pengurus Posko banjir Cieunteung. Banjir besar kembali datang pada sebelum Hari Raya Idul Fitri, 8 September yang lalu, dan Idul Fitri dirayakan warga di pengungsian. Kini lumpur tidak lagi setebal awal tahun 2010, dimana lumpur mencapai lebih dari setengah meter di berbagai tempat. Kalau dulu jalan desa tidak bisa dilalui karena tertutup lumpur tebal, kini meskipun becek dan tergenang air, tetapi masih dapat dilalui kendaraan dan berjalan kaki. Namun hingga kini bekas-bekas banjir tetap terasa. Di sana-sini terlihat warga mengecat ulang tembok rumahnya, namun tetap saja tidak dapat menghapus bekas batas banjir yang membentuk garis coklat panjang di tembok rumah. Perahu-perahu kayu masih terlihat di sisi jalan desa dan jika kita melongok ke dalam rumah-rumah di Cieunteung, banyak rumah yang terlihat kosong tanpa barang. Tanda Rumah ini dijual atau dikontrakkan terlihat di beberapa rumah.
xx
Sungai Citarum kini lebih lebar tapi juga lebih dangkal. Pengerukan dan upaya memperdalam sungai memang dapat menjadi alternatif solusi dari permasalahan yang ada saat ini.
Harga tanah disini murah, kalau tidak salah 1 tumbak-nya (14 meter) hanya Rp 1 juta. Siapa yang mau tinggal di daerah yang terusterusan terkena banjir? Kata Pak Rohmat setengah bertanya pada dirinya sendiri. Menanggapi isu relokasi, Pak Rohmat mengatakan saat ini ada kerisauan warga karena adanya informasi simpang siur mengenai kejelasan relokasi. Ada yang bilang kalau tanah ini sengaja dibeli murah karena akan dijadikan tempat wisata, ada yang bilang lokasi relokasi di gunung yang aksesnya susah, masih belum jelas mana yang benar. Kata Pak Rohmat. Yang diharapkan warga adalah kejelasan mengenai isu pemindahan ini. Harapan beliau adalah lokasi baru nanti lebih layak dan tidak terlalu jauh dan jika benar kalau ada pembebasan tanah, maka beliau berharap harganya layak atau tidak dibeli dengan harga yang terlalu murah.
Mesin penyedot air. Biaya operasional mesin ini cukup mahal karena kapasitasnya juga besar. Sehari bisa makan bensin 100 liter, wah tidak kuat deh kalau hanya swadaya masyarakat Kata Pak Rohmat, wakil ketua RW 20 desa Cieunteung.
Sungai dangkal tidak dapat menahan ribuan meter kubik air yang datang melintasi sungai ketika hujan datang. Namun solusi ini tidak tepat untuk solusi jangka panjang. Perlu upaya terpadu, baik struktural ( seperti pembuatan tanggul dan pengerukan) dan non-struktural (penghijauan, pertanian ramah lingkungan dan tidak menanam tanaman sayuran di lerenglereng gunung, perbaikan tata ruang) juga harus dilakukan.
xx
10
Kondisinya berbeda-beda Daerah Cigosol, kelurahan Andir, Kecamatan Bale Endah, adalah salah satu desa yang dilewati aliran Sungai Cisangkuy. Setelah normalisasi, bekas sungai ini sama sekali tidak terlihat tanda-tanda kehidupan bekas sungai. Lahan ini kini ditutupi oleh gulma, ilalang dan sampah. Sungai yang dulunya mengalir dan digunakan warga untuk beraktifitas sehari-hari dari mandi, mencuci hingga kegiatan rekreasi seperti berenang dan memancing, kini seperti sungai mati. Hanya genangan air dan cerita penduduk setempat-lah yang mengingatkan bahwa kalau lokasi ini dulunya adalah sungai. Penduduk masih mengingat batasnya sebelum tertutup tanah dan sampah.
xx
Permasalahan lain di sungai mati ini antara lain permasalahan genangan air atau banjir jika musim hujan tiba. Masalah lainnya adalah buruknya kondisi sanitasi karena genangan air dan sampah yang tertinggal setelah banjir. Selain itu penyalahgunaan terhadap lahan sungai mati, antara lain dengan mendirikan bangunan tanpa ijin dan menjadikan area tersebut menjadi tempat sampah baru. Lahan sungai mati ini statusnya milik negara. Sungai mati ini jika ditata dan dimanfaatkan dengan benar dapat menjadi ruang terbuka untuk warga sekitar, misalnya dengan memanfaatkannya sebagai taman. Atau bisa juga menggunakan bekas aliran air sebagai tempat beternak ikan. Jika di Cigosol, kondisi sungai mati ini amat memprihatinkan, berbeda kondisinya dengan oxbow di Cigosol, di Kampung Mahmud di daerah Mekarrahayu, Kecamatan Marga Asih. Bekas sungai Citarum yang disodet ini masih digunakan warga kampung ini sebagai tambak untuk tempat memancing. Airnya relatif bersih. Tanah hasil penggalian sungai di ujung daerah oxbow kini digunakan warga kampung itu untuk ditanami padi. Kondisi keseluruhannya lebih rapi dan tertata. Sesungguhnya, jika dimanfaatkan dengan baik dan benar, bekas sungai ini masih bisa berfungsi dan dimanfaatkan oleh warga sehingga tidak perlu menjadi sungai mati.
xx
xx
motor tidaklah berjalan lancar. Perahu sering berhenti karena baling-balingnya tersangkut sampah kain atau plastik. Perahu mengarungi sungai bersama dengan sampah-sampah yang mengambang di sepanjang badan sungai. Di beberapa tempat terlihat gundukan sampah di sisi-sisi sungai. Ketika hujan, sampah pun akan jatuh ke sungai. Tidak hanya itu, seringkali terlihat warga yang membuang sampah dengan melemparnya langsung ke sungai. Di Bojong Citepus, anak sungai Citarum, misalnya. Pemulung yang memungut sampah dengan menggunakan perahu sekilas tidak terlihat sedang mendayung di atas air. Lebar badan sungai nyaris tidak terlihat karena tertutup sampah. Mengenaskan memang. Jika Anda berhenti sejenak di pinggir sungai ini, cobalah ambil waktu sejenak untuk melihat barang-barang yang ada mengambang perlahan-lahan di atas air. Ibarat toko serba ada, demikianlah kondisi sungai ini. 16
Botol-botol plastik, bungkus rokok, bungkus sabun, kemasan makanan dan minuman dari berbagai macam merk. Sendal jepit, sepatu, kain, ban bekas, botol kaca, dan lain sebagainya. Ketiadaan tempat pembuangan sampah di tingkat RT disebut-sebut menjadi penyebab warga membuang sampah ke sungai. Ada juga yang menyebutkan bahwa perilaku dan kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya juga menjadi alasan utama. Sekali lagi saling tuding dan duga-menduga terjadi, siapa yang harus bertanggungjawab terhadap sampah ini? Membuang sampah di sungai memang praktis, karena dalam waktu sekejap, sampah akan hilang bersama aliran air. Namun jika sungai yang bertanggung jawab atas sampah yang dibuang ke badannya, maka kita semua ikut merasakan dampak kekenyangan sungai terhadap sampah, yang seringkali muncul dalam wujud bencana. 17
Bekas sungai Citarum lama yang dibuat tanggul oleh warga untuk jalan kampung
Konon, pendiri Kampung Mahmud, Embah Eyang Abdul Manaf, masih keturunan Syarif Hidayatullah, seorang wali yang berasal dari Cirebon. Nama Mahmud, menurut cerita, diambil dari nama tempat ketika Embah Eyang Abdul Manaf naik haji ke Mekkah. Menurut cerita turun temurun, segenggam tanah yang dibawa beliau dari Mekkah mengubah rawa yang terletak di belakang kampung ini menjadi lahan kering, sehingga dapat dibangun permukiman warga hingga sekarang. Dede (38 tahun), seorang warga Kampung Mahmud yang ditemui sedang mengerjakan sawahnya mengatakan di belakang kampung ini terdapat hutan yang menurut adat Sunda adalah hutan larangan. Hutan larangan adalah kearifan setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan menetapkan daerah-daerah yang dilindungi, dimana pohon tidak boleh ditebang dan binatang tidak boleh diburu. Tapi sejak jaman Belanda pun, hutan larangan ini sudah ditebang dan berubah menjadi kebun kata Dede. Pada tahun 2000, Sungai Citarum yang mengalir melalui kampung Mahmud ini diluruskan. Bekas sungai Citarum lama masih dapat ditemui di belakang kampung ini. Airnya relatif masih bersih dibandingkan dengan Sungai Citarum baru.
19
Dulu warga menggunakan Sungai Citarum untuk mandi, cuci dan mengambil air untuk minum dan memasak. Ketika mulai banyak limbah, warga tidak berani memakai air sungai, maka di kampung ini warga menggunakan sumur tanah. Cerita Dede. Sungai Citarum lama masih dimanfaatkan warga kampung untuk memancing dan beternak ikan. Pohon-pohon bambu di sekitar sungai lama memberikan keteduhan sehingga kegiatan memancing atau sekedar bersantai sering dilakukan bukan saja oleh warga kampong, namun juga masyarakat pengunjung. Gambaran kehidupan relijius terlihat dari penampilan warga Kampung Mahmud. Terlihat rata-rata kaum laki-laki menggunakan sarung dan baju koko untuk beraktivitas, sedangkan kaum perempuannya menggunakan penutup kepala seperti selendang atau jilbab. Untuk pekerjaan sehari-hari, mayoritas penduduk kampung bekerja sebagai petani. Usaha pembuatan mebel dari kayu pun terlihat di berbagai sudut kampung. Sayangnya ketika mengunjungi Kampung Mahmud, para tetua yang memahami sejarah kampung ini sedang tidak berada di tempat, sehingga keingintahuan lebih jauh mengenai asal usul dan adat istiadat kampung apik di kelokan Sungai Citarum ini terpaksa harus ditunda di lain waktu. 20
26
27
xx
xx
xx
www.citarum.org