Anda di halaman 1dari 30

BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

BAB III
METODOLOGI & PERENCANAAN IRIGASI

3.1 UMUM

Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan “Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK


2014” ini adalah selama 90 (Sembilan Puluh) hari kalender terhitung sejak surat SPMK
diterbitkan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:

a. Kegiatan Persiapan, Pengumpulan Data dan Pemetaan


A. Persiapan (administrasi, personil, peralatan dan rencana kerja)
B. Pengumpulan data sekunder (hidrologi, sosial ekonomi, peta geologi, peta
topografi, peta tata guna lahan, lingkungan, RT/RW, kebijakan pemerintah,
kajian-kajian terdahulu pada wilayah studi, dll.)
C. Survey Pendahuluan

b. Kegiatan Inventarisasi dan Pengukuran


A. Survey/Inventarisasi Jaringan Irigasi dan Bangunan Utama
B. Pengukuran Trase Saluran yang ada

c. Kegiatan Pembuatan System Planning dan Pengukuran Trase Saluran


A. Pembuatan System Planning
B. Pengukuran Trase Saluran

d. Kegiatan Detail Desain


A. Detail Desain Jaringan Irigasi dan Bangunan Pelengkap
B. Penggambaran Desain BAngunan Utama
C. Perhitungan Volume Pekerjaan dan Rencana Anggaran Biaya
D. Penyusunan Dokumen Tender dan Spesifikasi Teknis

LAPORAN PENDAHULUAN III - 1


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

e. Kegiatan Pelaporan
Jenis pelaporan yang diminta oleh pihak proyek dapat dilihat di bawah ini:
A. Laporan Pendahuluan
B. Laporan Antara (Interim Report)
C. Laporan Akhir
D. Executive Summary
E. Laporan Lainnya :
1. RAB dan Dokumen Lelang
2. Gambar Perencanaan Ukuran A-3
3. CD-R berisi Seluruh Laporan

3.2 PENGUMPULAN DATA


Untuk melakukan pekerjaan perencanaan irigasi, konsultan akan mengumpulkan data-data
yang diperlukan baik berupa data primer maupun data sekunder. Data-data primer
diperoleh baik dari hasil pengukuran, investigasi lapangan, penelitian laboratorium maupun
wawancara langsung (penyebaran kuesioner) di lokasi pekerjaan, sedangkan data sekunder
diperoleh dari data-data yang sudah ada pada instansi-instansi terkait maupun laporan-
laporan studi terdahulu.

3.3 INVENTARISASI DAN PENGUKURAN

Inventarisasi Bangunan Eksisting


Kegiatan survai inventarisasi pada saluran yang ada dilakukan dengan melakukan
penelusuran terhadap rute saluran. Dari survai tersebut kemudian dibuat catatan tentang
kondisi dan dimensi saluran. Apabila terdapat kerusakan pada saluran, dibuat usulan
perbaikan termasuk volume perbaikannya dan rekomendasi pemanfaatannya dalam sIstem
yang baru.

Kegiatan inventarisasi bangunan dilakukan dengan meninjau setiap bangunan yang ada,
membuat catatan tentang nama, kondisi dan dimensi bangunan. Kemudian dibuat usulan
perbaikan bila perlu, dan membuat rekomendasi tentang pemanfaatannya pada sistem yang
baru.

Semua hasil inventarisasi ini dibuatkan sketsa gambar lengkap dengan dimensi dan
elevasinya, dan dituangkan dalam suatu format yang telah mendapat persetujuan dari pihak
LAPORAN PENDAHULUAN III - 2
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

direksi pekerjaan. Penyajian ini harus dicantumkan posisi bangunan dalam sistem,
dilengkapi dengan foto dan catatan-catan lain yang diperlukan.

3.4 SYSTEM PLANNING DAN PENGUKURAN TRASE SALURAN


Berdasarkan peta situasi daerah irigasi yang telah dibuat selanjutnya dilakukan penarikan
rencana tata letak saluran primer, sekunder, dan tersier (irigasi & drainase), bangunan
utama, bagi, sadap, talang, siphon, gorong-gorong dan lain-lain.

Penyusunan System Planning dilakukan dengan terlebih dahulu membuat analisa


kesetimbangan air yang dilakukan dengan memadukan kebutuhan air untuk irigasi dan juga
kebutuhan air lainnya (bila ada) dibandingkan dengan ketersediaan air. Analisa ini dilakukan
untuk memperoleh manfaat secara optimal terhadap pemanfaatan air yang ada.

Berdasarkan hasil optimasi pemakaian air tersebut maka dapat disusun system planning
secara menyeluruh pada daerah irigasi tersebut.

Berdasarkan hasil lay-out saluran yang telah disetujui dalam system planning selanjutnya
akan dilakukan pengukuran trase saluran rencana yang meliputi rencana saluran primer,
sekunder, dan tersier (irigasi dan drainase) dan situasi bangunan yang ada di dalam trase
rencana tersebut. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Pemasangan patok di rencana trase saluran dan CP pada rencana bangunan
b. Pengukuran poligon dan waterpass
c. Pengukuran penampang memanjang dan melintang saluran
d. Pengukuran situasi bangunan

Spesifikasi pengukuran sama dengan yang telah diuraikan dalam sub bab survai topografi di
atas.

3.5 KRITERIA DESAIN JARINGAN IRIGASI

Untuk melakukan perencanaan irigasi teknis, maka kriteria desain sistem irigasi yang
digunakan adalah sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi Departemen Pekerjaan
Umum seperti yang diuraikan berikut ini.

3.5.1 LAYOUT

LAPORAN PENDAHULUAN III - 3


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Peta layout sebuah daerah irigasi terdiri dari:


a). Bangunan Utama
b). Jaringan Irigasi
c). Jaringan Drainase
d). Saluran utama, sekunder, dan tersier
e). Lokasi bangunan sadap dan bangunan penunjang lainnya
f). Batas daerah irigasi
g). Jalan
h). Daerah yang tidak diairi (seperti pedesaan)
i). Daerah yang tidak dapat diairi (tanah yang tidak sesuai untuk dikembangkan menjadi
lahan pertanian, daerah yang terlalu tinggi, dan sebagainya).

Secara umum peta layout ini dibuat berdasarkan peta topografi dengan skala 1:25.000.
Secara detail peta layout untuk sebuah daerah irigasi disiapkan pada skala 1:5.000 dan
untuk jaringan tersiernya menggunakan skala 1:5.000 atau 1: 2000.

A. Petak Tersier

Perencanaan dasar dari sebuah layout daerah irigasi adalah petak tersier. Petak ini
menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier.
Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.

Pada petak tersier, pembagian air, pengoperasian dan pemeliharaan menjadi tanggung
jawab dari para petani dengan mendapat bimbingan dari pemerintah setempat. Hal ini juga
menentukan ukuran petak tersier, dimana apabila terlalu besar akan mengakibatkan tidak
efisien dalam pembagian air. Faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam sebuah
petakt tersier, jenis tanaman dan topografi daerah tersebut. Luas petak tersier biasanya
berkisar diantara 50 dan 100 ha serta adakalanya bisa mencapai 150 ha.

Sebuah unit tersier mempunyai batasan yang jelas seperti alur alam, batas desa dan lahan
yang tidak bisa diairi. Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kwarter masing-masing
seluas kurang lebih 8-15 ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier
sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
pembagian air secara efisien.

Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran
primer. Perkecualian bila petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang
LAPORAN PENDAHULUAN III - 4
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

jaringan saluran irigasi utama yang demikian, memerlukan saluran muka tersier yang
membatasi petak-petak tersier lainnya.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m; tetapi dalam kenyataan kadang-
kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kwarter lebih baik di bawah
500 m, tetapi pada prakteknya kadang-kadang dapat mencapai 800 m.

B. Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang dilayani oleh satu saluran sekunder.
Sebuah saluran sekunder biasanya menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau saluran sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda-tanda topografi yang, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa
berbeda-beda, tergantung pada daerah tersebut.

Saluran sekunder sering ditempatkan pada punggung medan; mengairi kedua sisi saluran
hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana
sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.

C. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari
saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai dua
saluran primer yang menghasilkan dua petak primer.
Apabila saluran primer melewati garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus
dilayani langsung dari saluran primer.

3.5.2 JARINGAN IRIGASI


Jaringan irigasi terdiri dari dua komponen saluran yaitu saluran irigasi dan saluran
pembuang.

A. Saluran Irigasi
Terdiri dari dua bagian yaitu jaringan irigasi utama (saluran primer, saluran sekunder,
saluran pembawa, dan saluran muka tersier) dan jaringan saluran irigasi tersier (saluran
tersier dan kwarter).
i) Jaringan irigasi utama
Terdiri dari empat jenis saluran, yaitu:

LAPORAN PENDAHULUAN III - 5


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

1) Saluran primer : membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan
ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran
primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
2) Saluran sekunder : membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung
saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.
3) Saluran pembawa : membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke
jaringan irigasi primer.
4) Saluran muka tersier : membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier
yang terletak di seberang petak tersier lainnya.

ii) Jaringan saluran irigasi tersier


Terdiri dari dua jenis saluran, yaitu:
1) Saluran tersier : membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kwarter. Batas
saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir.
2) Saluran kwarter : membawa air dari boks bagi kwarter melalui bangunan
sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.

B. Saluran Pembuang
Terdiri dari dua jaringan saluran pembuang yaitu jaringan saluran pembuang tersier dan
jaringan saluran pembuang utama.
i) Jaringan saluran pembuang tersier
Terdiri dari dua jenis saluran pembuang, yaitu:
1) Saluran pembuang kwarter : terletak di dalam satu petak tersier, menampung air
langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke
dalam saluran pembuang tersier.
2) Saluran pembuang tersier : terletak di antara petak-petak tersier yang termasuk
dalam satu unit irigasi sekunder yang sama dan
menampung air, baik dari pembuang kwarter
maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
ii) Jaringan saluran pembuang utama

LAPORAN PENDAHULUAN III - 6


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Terdiri dari dua jenis saluran pembuang, yaitu:


1) Saluran pembuang sekunder: menampung air dari jaringan pembuang tersier dan
membuang air ke pembuang primer atau langsung
ke jaringan pembuang alamiah dan ke luar daerah
irigasi.
2) Saluran pembuang primer : mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer
sering berupa saluran pembuang alamiah yang
mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak
sungai atau ke laut.

3.5.3 BANGUNAN BAGI DAN BANGUNAN SADAP

a. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan saluran sekunder pada suatu titik
percabangan dan berfungsi untuk membagi aliran pada dua saluran atau lebih.
b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau saluran sekunder ke
saluran tersier penerima.
c. Bangunan bagi sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan.
d. Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih (tersier,
sub-tersier dan/atau kwarter).

3.5.4 BANGUNAN-BANGUNAN PENGUKUR DAN PENGATUR

Aliran akan diukur di hulu saluran primer, di cabang saluran primer dan di bangunan sadap
sekunder maupun tersier. Peralatatan ukur dapat dibedakan menjadi alat ukur aliran atas
bebas (free overflow) dan alat ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari alat-alat
pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air.

3.5.5 BANGUNAN PENGATUR MUKA AIR

Bangunan-bangunan pengatur muka air berfungsi untuk mengatur/mengontrol muka air di


jaringan utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan kepada bangunan sadap tersier.
Bangunan-bangunan pengatur diperlukan di tempat-tempat dimana tinggi muka air di
saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring. Untuk mencegah meninggi atau
LAPORAN PENDAHULUAN III - 7
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

menurunnya muka air di saluran, dipakai mercu tetap atau celah control trapezium
(trapezoidal notch).

3.5.6 BANGUNAN PELENGKAP

Macam-macam jenis bangunan pada saluran dibutuhkan untuk penghubung saluran irigasi.
Bentuk dan jenis bangunan dipilih dengan tepat berdasarkan fungsi, layout saluran, program
O & P dan kondisi sosial masyarakat di sepanjang saluran. Bangunan-bangunan pelengkap
dapat dikelompokkkan sesuai dengan fungsinya, sebagai berikut :

a) Sebagai bangunan pembawa (conveyance structure) seperti contohnya siphon,


bangunan terjun, gorong-gorong, talang got miring dll.
b) Sebagai pelindung bangunan (protective structure) seperti spill-way dan cross drain,
wasteway, overchute dll.
c) Sebagai fasilitas pelayanan (service facilities) seperti tempat cuci, tempat mandi
hewan, jembatan pejalan kaki dll.

A. BANGUNAN PEMBAWA
Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran. Aliran yang
melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.
a. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis
Bangunan pembawa dengan aliran superkritis diperlukan di tempat-tempat dimana
lereng medannya lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran.
1) Bangunan terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi) dipusatkan pada
satu tempat. Bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring.
2) Got miring
Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got
miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran
superkritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah.

b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis


1) Gorong-gorong

LAPORAN PENDAHULUAN III - 8


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat di mana saluran lewat di bawah


bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila lewat di bawah saluran. Aliran di dalam
gorong-gorong umumnya aliran bebas.
2) Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran lainnya, saluran
pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran di dalam talang
adalah aliran bebas.
3) Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi di bawah
saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga dipakai untuk
melewatkan air di bawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain.
Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara
penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.
4) Jembatan sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan
dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang
dalam.
5) Flum (flume)
Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-
situasi medan tertentu, misalnya:
a). Flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit yang
curam
b). Flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat di atas
saluran pembuang atau jalan air lainnya
c). Flum, dipakai apabila batas pembebasan tanah terbatas atau bahan tanah tidak
cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapezium biasa.
Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat.
Aliran dalam flum adalah aliran bebas.
6) Saluran tertutup
Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu daerah di mana
potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam dengan lereng-lereng
tinggi yang tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun di daerah-daerah permukiman
dan di daerah-daerah pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan
melintang saluran tertutup atau saluran gali-dan-timbun adalah segi empat atau
bulat. Biasanya aliran di dalam saluran tertutup adalah aliran bebas.

LAPORAN PENDAHULUAN III - 9


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

7) Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran memungkinkan untuk
saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi.
Biasanya di dalam terowongan adalah aliran bebas.

B. BANGUNAN LINDUNG
Bangunan lindung diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar.
Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang
berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan
eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar saluran.
1) Bangunan pembuang silang
Apabila ada alur drainase yang memotong alur / saluran irigasi maka dibutuhkan
bangunan cross drain. Gorong-gorong lebih sering digunakan sebagai bangunan
crossdrain yang berfungsi sebagai pelindung saluran pembawa/saluran irigasi.
2) Over chute
Dirancang bila elevasi dasar saluran pembuang di sebelah hulu saluran irigasi lebih
besar daripada permukaan air normal di saluran.
3) Pelimpah (spillway)
Ada tiga tipe yang umum dipakai yaitu saluran pelimpah, sipon pelimpah, dan pintu
pelimpah otomatis. Pengatur pelimpah diperlukan tepat di hulu bangunan bagi, di
ujung hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain yang dianggap
perlu demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja otomatis dengan
naiknya muka air.
4) Bangunan penguras (wasteway)
Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan,
dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan.
5) Saluran pembuang samping
Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang mengalir
paralel di sebelah atas saluran irigasi. Saluran-saluran ini membawa air ke bangunan
pembuang silang atau jika debit relatif kecil dibandng aliran air irigasi, ke dalam
saluran irigasi melalui lubang pembuang.

C. FASILITAS PELAYANAN
1) Jalan dan Jembatan

LAPORAN PENDAHULUAN III - 10


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Jalan inspeksi dibutuhkan untuk menginspeksi/memeriksa pengoperasian dan


pemeliharaan saluran dan jaringan irigasi dalam pelayanan irigasi. Jalan inspeksi
bisa dipakai oleh umum sampai pada batas yang diijinkan. Apabila saluran dibangun
sejajar dengan jalan umum di dekatnya, maka tidak diperlukan jalan inspeksi di
sepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi terletak di sepanjang sisi
saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk saling menghubungkan jalan-jalan inspeksi
di seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi
dengan jalan umum.
2) Tempat cuci dan mandi ternak
Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk memberikan
sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng.
3) Pagar, rel pengaman dan sebagainya

3.6 DESAIN SALURAN IRIGASI

3.6.1 SALURAN TANAH TANPA PASANGAN


A. Rumus Aliran

Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap aliran tetap, dan untuk itu diterapkan
rumus Strickler.

…………………………………………………………...………………….(1)

……………………………………………………………………………….………………(2)

…………………………………………………………………………...………….
(3)

……………………………………………………………………………….(4)

………………………………………………………………………………………...……
(5)

dimana :
Q = debit saluran, m3/det
v = kecepatan aliran, m/det
A = luas basah, m2
R = radius hidrolik, m
P = keliling basah, m
LAPORAN PENDAHULUAN III - 11
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/det
m = kemiringan dinding saluran (1 vert : m hor)

Gambar 3.1 Parameter potongan melintang saluran


B. KOEFISIEN KEKASARAN STRICKLER
Koefisien kekasaran bergantung pada faktor-faktor berikut:
a). Kekasaran permukaan saluran
b). Ketidakteraturan permukaan saluran
c). Trase
d). Vegetasi (tumbuh-tumbuhan)
e). Sedimen

Tabel 3.1 Angka koefisien kekasaran Strickler untuk saluran irigasi tanah

Debit Rencana m3/dt k (m1/3/det)


Q>10 45
5<Q<10 42,5
1<Q<5 40
Q<1 dan saluran tersier 35
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

C. KECEPATAN ALIRAN SALURAN


Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan
menyebabkan partikel dengan diameter maksimum yang dizinkan (0,06 – 0,07 mm).
Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum yang
tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran.

LAPORAN PENDAHULUAN III - 12


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Formula untuk menentukan kecepatan maksimum yang diizinkan adalah sebagai berikut:

vmaks = vb x A x B x C ...........................................................................................................(6)

dimana:
vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/det
vb = kecepatan dasar, m/det
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung

D. POTONGAN MELINTANG SALURAN


Saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/det saja yang potongan melintangnya
dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan debit rencana yang tinggi
pada umumnya lebar dan dangkal dengan perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih.
(i) Rasio lebar dasar – ketinggian air ( b/h)
Perbandingan b/h berikut ini digunakan untuk perencanaan saluran tanah, dan lebar
minimum adalah 0,30 m. Lebar dasar saluran sebaiknya didesain dengan interval 10 cm.

Tabel 3.2 Rasio lebar dasar – ketinggian air (b/h)


debit (m3/det) b/h
< 0.30 1
0,30 – 0,50 1,0 – 1,2
0,50 – 0,75 1,2 – 1,3
0,75 – 1,00 1,3 – 1,5
1,00 – 1,50 1,5 – 1,8
1,50 – 3,00 1,8 – 2,3
3,00 – 4,50 2,3 – 2,7
4,50 – 5,00 2,7 – 2,9
5,00 – 6,00 2,9 – 3,1
6,00 – 7,50 3,1 – 3,5
7,50 – 9,00 3.5 – 3,7
9,00 – 10,0 3,7 – 3,9
10,00 – 11,00 3,9 – 4,2
11,00 – 15,00 4,2 – 4,9
15,00 – 25,00 4,9 – 6,5
25,00 – 40,0 6,5 – 9,0
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

(ii) Kemiringan Saluran

LAPORAN PENDAHULUAN III - 13


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut saluran direncana securam
mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukan
kemiringan maksimum untuk talut yang stabil.
Kemiringan galian minimum untuk berbagai bahan tanah disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Kemiringan galian talut minimum untuk berbagai jenis bahan tanah
Bahan tanah Simbol Kisaran kemiringan, 1:m
batu < 0.25
gambut kenyal, lempung kenyal Pt 1.0 - 2.0
tanah lepas, lempung pasiran, CL, CH, MH 1.0 - 2.0
tanah pasiran
kohesif SC, SM 1.5 - 2.5
Pasir lanauan SM 2.0 - 3.0
Gambut lunak Pt 3.0 - 4.0
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

Tabel 3.4 Kemiringan minimum untuk saluran timbunan dipadatkan dengan baik
Kedalaman air + tinggi jagaan D (m) Kemiringan minimum talut
D ≤ 1,0 1:1
1,0 <D≤ 2,0 1:1,5
D > 2,0 1:2
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

(iii) Lengkung Saluran


Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah tergantung pada ukuran dan kapasitas
saluran, jenis tanah, dan kecepatan aliran. Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur
pada as harus diambil sekurang-kurangnya 8 kali lebar pada lebar permukaan air rencana.

(iv) Tinggi Jagaan


Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel
berikut.
Tabel 3.5 Tinggi jagaan untuk saluran tanah

Debit (Q) Tinggi Jagaan


[m3/det] [m]
< 0,5 0,40
0,5 – 1,5 0,50
1,5 – 5,0 0,60
5,0 – 10,0 0,75
10,0 – 15,0 0,85
>15,0 1,00
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

(v) Lebar Tanggul

LAPORAN PENDAHULUAN III - 14


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi akan diperlukan tanggul di


sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang disajikan berikut ini.

Tabel 3.6 Lebar minimum tanggul


Debit (Q) Tanpa jalan inspeksi denganJalan Inspeksi
[m3/det] [m] [m]
Q<1 1,00 3,00
1< Q ≤ 5 1,50 5,00
5 < Q ≤ 10 2,00 5,00
10 < Q ≤ 15 3,50 5,00
Q > 15 3,50 5,00
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

3.6.2 SALURAN PASANGAN

A. Kegunaan Saluran Pasangan


Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk:
1) Mencegah kehilangan air akibat rembesan
2) Mencegah gerusan / erosi
3) Mencegah merajalelanya tumbuhan air
4) Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
5) Tanah yang dibebaskan lebih kecil
Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat dilihat
dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan sumuran uji di alur saluran
akan lebih banyak memberikan informasi kemungkinan terjadinya rembesan. Besarnya
rembesan dihitung dengan rumus Moritz (USBR).
S = 0,035 C (Q/v)1/2 ……………………………………………………………………………….(7)
Dimana:
S = kehilangan akibat rembesan, m3/dt/km
Q = debit, m3/dt
v = kecepatan, m/dt
C = koefisien tanah rembesan, m/hari
0,035 = faktor konstanta, m/km
Harga –harga C dapat diambil seperti pada table berikut.

Tabel 3.7 Harga-harga koefisien tanah rembesan C

Jenis tanah Harga C


Kerikil sementasi dan lapisan lapisan penahan (hardpan) dengan geluh pasiran 0,10
LAPORAN PENDAHULUAN III - 15
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Lempung dan geluh lempungan 0,12


Geluh pasiran 0,20
Abu vulkanik 0,21
Pasir dan abu vulkanik atau lempung 0,37
Lempung pasiran dan batu 0,51
Batu pasiran dan kerikil 0,67

B. Jenis-jenis Pasangan
Pada prakteknya di Indonesia hanya ada tida bahan yang dianjurkan pemakaiannya untuk
pasangan saluran, yaitu pasangan batu, beton, dan tanah. Pasangan batu dan beton lebih
cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah
hanya cocok untuk pengendalian rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul.
Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk tebalnya paling
tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik (sampai dengan 6 m3/dt) dan
10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum pasangan beton bertulang adalah 7
cm. tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk talut saluran.
Stabilitas pasangan permukaan keras hendaknya dicek untuk mengetahui tekanan air tanah
di balik pasangan. Jika stabilitas pasangan terganggu (pembuang), sebaiknya
dipertimbangkan untuk membuat konstruksi pembebas tekanan (lubang pembuang).

LAPORAN PENDAHULUAN III - 16


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Pasangan campuran (kombinasi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 dapat juga
dipakai. Pemilihan jenis pasangan akan bergantung pada kondisi dan bahan yang tersedia.

Gambar 3.2 Tipe-tipe pasangan saluran

Gambar 3.3 Parameter Potongan Melintang Saluran Pasangan (Tegak)


LAPORAN PENDAHULUAN III - 17
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

C. Perencanaan Hidrolis
1) Kecepatan Maksimum
Kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran subkritis ini dianjurkan pemakaiannya:
i. Pasangan batu : 2 m/dt
ii. Pasangan Beton : 3 m/dt
iii. Pasangan Tanah : kecepatan maksimum yang diizinkan
Penghitungan bilangan Froude adalah penting apabila dipertimbangkan pemakaian
kecepatan aliran dan kemiringan saluran yang tinggi. Untuk aliran yang stabil, bilangan
Froude harus kurang dari 0,55 untuk aliran subkritis, atau lebi dari 1,4 untuk aliran
superkritis. Saluran dengan bilangan Froude antara 0,55 dan 1,4 dapat memiliki pola aliran
dengan gelombang tegak (muka air bergelombang, yang akan merusak kemiringan talut).
Untuk perencanaan saluran dengan kemiringan medan yang teratur, bialangan Froude akan
kurang dari 0,3. Apabila terjadi aliran superkritis, bangunan diperhitungkan sebagai got
miring.
Bilangan Froude untuk saluran ditentukan sebagai:

Fr = v{gh(m+n)/(2m+n)} -1/2 …………………………………………………………………………..……..(8)


dimana:
Fr = bilangan Froude
v = kecepatan aliran, m/dt
w = lebar permukaan air, m
A = luas penampang basah, m2
g = percepatan gravitasi, m/dt (=9,8)
m = kemiringan talud saluran
n = perbandingan lebar dasar/kedalaman air

2) Koefisien Kekasaran

Tabel 3.8 Angka koefisien kekasaran Strickler untuk saluran pasangan


Kondisi saluran k (m1/3/det)
Pasangan Batu 60
Pasangan Beton 70
Pasangan Tanah 35 - 45
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

3) Perencanaan Untuk Aliran Subkritis

LAPORAN PENDAHULUAN III - 18


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Untuk saluran pasangan, kemiringan talut bisa dibuat lebih curam. Untuk saluran yang lebih
kecil (h < 0,40 m) kemiringan talut dibuat vertikal. Saluran-saluran besar mungkin juga
mempunyai kemiringan talut yang tegak dan direncanakan sebagai flum. Untuk saluran yang
lebih besar, kemiringan samping minimum 1:1 untuk h sampai dengan 0,75 m. Untuk
saluran yang lebih besar, harga-harga kemiringan talut pada table berikut dianjurkan
pemakaiannya.

Tabel 3.9 Kemiringan talut untuk saluran pasangan


Jenis tanah H < 0,75 m 0,75 < h < 1,50
Lempung pasiran, tanah pasiran kohesif 1,00 1,00
Tanah pasiran lepas 1,00 1,25
Geluh pasiran, lempung berpori 1,00 1,50
Tanah gambut lunak 1,25 1,50
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

4) Lengkung Saluran
Jari-jari minimum untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar permukaan air. Jika
dibutuhkan tikungan yang lebih tajam, maka mungkin diperlukan kincir pengarah (guide
vane) agar sebaran aliran di ujung tikungan itu lebih merata. Kehilangan tinggi energi
tambahan juga harus diperhitungkan.

5) Tinggi Jagaan
Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel
berikut. Tabel ini juga menunjukkan tinggi jagaan tanggul tanah yang sama dengan tanggul
saluran tanah tanpa pasangan.

Tabel 3.10 Tinggi jagaan untuk saluran pasangan


Debit (Q) Tanggul (F) Pasangan (Fl)
[m3/det] [m] [m]
< 0,5 0,40 0,20
0,5 – 1,5 0,40 0,20
1,5 – 5,0 0,50 0,25
5,0 – 10,0 0,75 0,30
10,0 – 15,0 0,85 0,40
>15,0 1,00 0,50
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

3.6.3 SALURAN PEMBUANG


A) Data Topografi
LAPORAN PENDAHULUAN III - 19
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Data-data topografi yang diperlukan untuk perencanaan saluran pembuang adalah:


1. Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang skala 1 : 5 000 dan 1 : 25 000
2. Peta trase saluran skala 1 : 2 000 dilengkapai dengan garis-garis ketinggian setiap
interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit-bukit
3. Profil memanjang dengan kala horizontal 1:2000 dan skala vertical 1:200
4. Potongan melintang dengan skala 1:200 dengan interval garis kontur 50 m untuk
potongan lurus dan 25 m untuk potongan melengkung
5. Peta foto udara dan ortofoto
6. Data mekanika tanah as rencana saluran pembuang

B) Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Padi


Kelebihan air di dalam petak tersier bias disebabkan oleh: hujan lebat, melimpahnya air
irigasi dari jaringan primer atau sekunder, dan rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi
di dalam petak tersier.
Pembuang permukaan untuk petak dinyatakan sebagai:
D(n) = R(n)T + n(I-ET-P)-ΔS ……………………………………………………………………………..….(9)
dimana:
n = jumlah hari berturut-turut.
D(n) = limpasan pembuang selama n hari, mm
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun, mm
I = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evaprotranspirasi
P = perkolasi, mm/hari
ΔS = tampungan tambahan

Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan periode ulang 5 tahun.
Modulus pembuangan diperoleh dengan rumus :
Dm = D(3)/(3 X 8,64) ……………………………………………………………………………………….(10)
dimana:
Dm = modulus pembuangan, l/dt/ha
D(3) = limpasan pembuang permukaan selama 3 hari
1 mm/hari = 1/8,64 l/dt.ha

Debit pembuang rencana dari sawah dihitung sebagai berikut:


Qd = 1,62.Dm.A0,92 …………………………………………………………………………………………(11)
dimana:
Qd = debit pembuang rencana, l/dt
LAPORAN PENDAHULUAN III - 20
Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Dm = modulus pembuangan, l/dt/ha


A = luas daerah yang dibuang airnya

C) Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Non Padi


Untuk pembuang sawah yang ditanami selain padi, ada beberapa daerah yang perlu
diperhatikan, yaitu:
i. Daerah aliran sungai yang berhutan
ii. Daerah dengan tanaman ladang (daerah terjal)
iii. Daerah rencana permukiman
Dalam merencanakan saluran pembuang untuk daerah-daerah ini ada 2 debit yang perlu
dipertimbangkan:
i. Debit puncak maksimum dalam waktu pendek, dan
ii. Debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran

D) Perencanaan Saluran Pembuang


1. Rumus Aliran
Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap aliran tetap dan untuk itu
diterapkan rumus Strickler (Persamaan 1).

2. Koefisien Kekasaran Strickler


Koefisien Strickler k bergantung pada sejumlah faktor yaitu:
a. Kekasaran dasar dan talur saluran
b. Lebatnya vegetasi
c. Panjang batang vegetasi
d. Ketidakteraturan dan trase
e. Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran

Tabel 3.11 Angka koefisien kekasaran Strickler untuk saluran pembuang


Sistem pembuang utama k (m1/3/det)
h > 1,50 m 30
h ≤ 1,50 m 25
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

3. Kecepatan Maksimum

LAPORAN PENDAHULUAN III - 21


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Penentuan kecepatan maksimum yang diizinkan untuk saluran pembuang dengan bahan
kohesif mirip dengan yang diambil untuk saluran irigasi.
Vmaks = Vb X A X B X C X D ……………………………………………………………………………….(12)
dimana:
Vmaks = kecepatan maks yang diijinkan
Vb = kecepatan dasar
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung
D = faktor akibat periode ulang yang dipakai
Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana denganperiode ulang yang tinggi.

Gambar 3.4 Koefisien koreksi untuk berbagai periode ulang D


Untuk konstruksi pada tanah-tanah non-kohesif, kecepatan dasar yang dizinkan adalah 0,6
m/dt.

4. Tinggi Muka Air


Tinggi muka air di jaringan pembuang primer yang berfungsi untuk pembuang sawah dan
mungkin daerah-daerah bukan sawah dihitung sebagai berikut:
a. Untuk pengaliran debit rencana, tinggi muka air mungkin naik sampai sama dengan
tinggi permukaan tanah
b. Untuk pengaliran debit puncak, pembuang dari sawah dianggap nol; harga-harga tinggi
muka air yang diambil ditunjukkan pada Gambar 3.5.

LAPORAN PENDAHULUAN III - 22


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Gambar 3.5 Tipe-tipe potongan melintang saluran pembuang

5. Geometri
Potongan melintang saluran pembuang direncana relative lebih dalam daripada saluran
irigasi dengan alas an:
a. Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah
b. Variasi tinggi muka air lebih besar; perubahan-perubahan pada debit pembuangan dapat
diterima untuk jaringan pembuang permukaan

LAPORAN PENDAHULUAN III - 23


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

c. Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran yang lebih stabil pada debit-debit
rendah, sedangkan saluran pembuang yang lebar akan menunjukkan aliran yang
berkelok-kelok.
Perbandingan kedalaman lebar dasar air 9n=b/h) untuk saluran pembuang sekunder
diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran pembuang yang lebih besar, nilai banding ini harus
paling tidak 3. Untuk saluran pembuang sekunder dan primer, lebar dasar minimum diambil
0,60 m.

6. Kemiringan Talut
Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talut sebuah saluran pembuang buatan mirip
dengan pertimbangan untuk saluran irigasi.

Tabel 3.12 Kemiringan talut minimum untuk saluran pembuang


Kedalaman galian D (m) Kemiringan minimum talut (1 hor : m vert.)
D ≤ 1,0 1,0
1,0 ≤ D < 2,0 1,5
D > 2,0 2,0
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

7. Lengkung Saluran
Jari-jari minimum lengkung sebagai yang diukur dalam as untuk saluran pembuang buatan
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.13 Jari-jari lengkung saluran pembuang tanah

Q rencana, m3/dt Jari-jari minimum, m

Q ≤ 5,0 3 X lebar dasar*)


5,0 < Q ≤ 7,5 4 X lebar dasar
7,5 < Q ≤ 10,0 5 X lebar dasar
10,0 < Q ≤ 15,0 6 X lebar dasar
Sumber: Kriteria Perencanaan Saluran, KP-03

8. Tinggi Jagaan
Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5 tahun, maka
tinggi air rencana maksimum diambil sama dengan tinggi muka tanah. Galian tambahan
tidak lagi diperlukan.
Apabila jaringan pembuang utama juga mengalirkan air hujan buangan dari daerah-daerah
bukan sawah dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir, maka tinggi
jagaan akan diambil 0,4 – 1,0 m.

LAPORAN PENDAHULUAN III - 24


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

3.7 DESAIN BANGUNAN SADAP


Kebutuhan elevasi muka air pada jaringan irigasi utama berdasarkan pada kebutuhan
elevasi muka air pada lahan irigasi. Prosedur yang harus dilakukan pertama kali adalah
menghitung kebutuhan elevasi muka air pada sadap tersier. Kemudian tambahkan dengan
kehilangan energi pada sadap tersier agar mendapatkan variasi muka air untuk dapat
mengoperasikan jaringan irigasi.

Dalam menentukan bangunan bagi dan bangunan sadap yang harus diperhatikan adalah:
(1) Memperhatikan lebar bangunan, kecepatan aliran sama atau kurang dari kecepatan
aliran pada hulu.
(2) Kecepatan aliran pada pintu pengatur muka air (regulator gate) dan pintu sadap
harus lebih besar dari kecepatan aliran pada bangunan.
(3) Head-loss minimal melalui pintu 0,05 m.
(4) Pintu sadap harus dirancang untuk dapat menghantar debit penuh (Q100%) ketika
tingkatan air pada bangunan Q 70%.
(5) Jika head-loss di hilir pintu lebih besar dari kehilangan kritis, maka dipertimbangkan
dibuat bangunan terjun.
(6) Masing-masing bangunan sadap harus dilengkapi dengan bangunan ukur untuk blok
tersier.

Untuk melayani areal kurang dari 10 ha maka dibuat bangunan sadap sederhana dimana
bangunan tersebut tidak dilengkapi dengan pintu regulator. Penyadapan dilakukan dengan
menggunakan pipa 4 inci, dengan asumsi head-loss 20 cm kapasitas sadap sederhana bisa
9,60 liter/det sehingga dapat mencukupi areal seluas kurang lebih 10 ha.

Gate

Main/Secondary
Canal
Main/Secondary
WL100 Canal
WL70 WL100
WL70

WL70 < WL < WL100 Gate is Fully Open.


WL <WL70 Gate should be oretated
At Fully closed, top elevation shall be WL100 + 0.10
At Fully open, bottom elevation shall be WL100

LAPORAN PENDAHULUAN III - 25


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Gambar 3.6 Pengaturan muka air pada pintu regulator

Gate

Main/Secondary
Canal

WL100 Secondary/Tertiary
WL70 Canal
WL100

Gambar 3.7 Pengaturan tinggi muka air pada sadap sekunder atau tersier

3.8 DESAIN BANGUNAN PEMBAWA


A. GORONG-GORONG
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi
atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran), bawah jalan, atau
jalan kereta api.
Gorong-gorong (Gambar 3.8) mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas
basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada di atas
muka air. Dalam hal ini gorong-gorong berfungsi sebagai saluran terbuka dengan aliran
bebas.
Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat dengan mudah,
tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal disbanding gorong-gorong tenggelam.
Dalam hal gorong-gorong tenggelam, seluruh potongan melintang berada di bawah
permukaan air. Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya tersumbat lebih besar.
(i) Kecepatan aliran
Kecepatan yang dipakai di dalam perencanaan gorong-gorong bergantung pada
jumlah kehilangan energI yang ada dan geometri lubang masuk dan keluar. Untuk
tujuan-tujuan perencanaan, kecepatan diambil 1,5 m/det untuk gorong-gorong di
saluran irigasi dan 3 m/det untuk di saluran pembuang

(ii) Ukuran-ukuran standar


Diameter minimum pipa yang dipakai di saluran primer adalah 0,60 m.

(iii) Penutup minimum

LAPORAN PENDAHULUAN III - 26


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Penutup di atas gorong-gorong pipa di bawah jalan atau tanggul yang menahan berat
kendaraan harus paling tidak sama dengan diameternya, dengan minimum 0,60 m.
Gorong-gorong pembuang yang dipasang di bawah saluran irigasi harus memakai
penyambung yang kedap air, yaitu dengan ring penyekat dari karet. Seandainya sekat
penyambung ini tidak ada, maka semua gorong-gorong di bawah saluran harus
disambung dengan beton tumbuk atau pasangan.

LAPORAN PENDAHULUAN III - 27


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Gambar 3.8 Gorong-gorong

(iv) Gorong-gorong segi empat


Gorong-gorong segi empat dibuat dari beton bertulang atau dari pasangan batu
dengan pelat beton bertulang sebagai penutup.

Gambar 3.9 Gorong-gorong Segi Empat

(v) Kehilangan tinggi energi untuk gorong-gorong yang mengalir penuh


Untuk gorong-gorong pendek (L < 20 m) seperti yang biasa direncana dalam jaringan
irigasi dipergunakan rumus berikut:
Q = µ A 2gz ………………………………………………………………………(21)
dimana:
Q = debit, m3/det
µ = koefisien debit
A = luas pipa, m3
g = percepatan gravitasi, m/det 2
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong, m

Tabel 3.14 Harga-harga µ dalam gorong-gorong pendek

Tinggi dasar di bangunan Tinggi dasar di bangunan


sama dengan di saluran lebih tinggi daripada saluran
Sisi µ Ambang Sisi µ
Segi empat 0,80 Segi empat Segi empat 0,72

Bulat 0,90 Bulat Segi empat 0,76


Bulat Bulat 0,85

LAPORAN PENDAHULUAN III - 28


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Untuk gorong-gorong yang lebih panjang dari 20 m atau di tempat-tempat di mana


diperlukan perhitungan yang lebih teliti, kehilangan tinggi energi berikut dapat diambil:

Kehilangan masuk:
(va – v)2
Hmasuk = ξmasuk ---------------- ……………………………………………………………..(22)
2g

Kehilangan akibat gesekan:


v2 v2L
Hmasuk = Cf ------ = -------- ………………………………………………………………(23)
2g C2R

dimana:
C = kR1/6, k adalah koefisien kekasaran Strickler (k = 1/n = 70 untuk pipa beton)
R = jari-jari hidrolis, m
L = panjang pipa, m
v = kecepatan aliran dalam pipa, m/dt
va = kecepatan aliran dalam saluran, m/dt

B. TALANG
Talang adalah saluran buatan dari beton, baja,atau kayu dengan aliran permukaan bebas
yang melintasi lembah, drainase, saluran, sungai, jalan raya atau jalan KA. Flum adalah
saluran buatan dari beton, pasangan batu, dengan aliran permukaan bebas yang melalui
lereng sepanjang bukit dan sebagainya. Perbandingan lebar dan tinggi air talang atau flum
di anjurkan (1 – 3) : 1. Kemiringan dianjurkan 0,002.
Bangunan talang direncanakan jika ruang bebas antara tinggi air di sungai atau drainase
dengan struktur terendah pada bagian talang mencukupi. Ruang bebas tersebut pada
internal drain adalah Q5+0,50m, eksternal drain Q5+1,00 m dan sungai Q25+1,50 m.
Bangunan talang dirancang persegi empat menggunakan beton bertulang dengan
perbandingan lebar/kedalaman air pada kisaran 1 sampai 3. Kecepatan dan kemiringan
dasar sebuah talang adalah lebih tinggi dari bentuk saluran biasa. Kemiringan maksimum
dasar talang yang direkomendasi adalah 0,002. Komponen dari kehilangan energi (head-
loss) terdiri dari bagian inlet, gesekan pada dinding talang dan bagian outlet.

LAPORAN PENDAHULUAN III - 29


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014
BAB 3 METODOLOGI DAN PERENCANAAN IRIGASI

Gambar 3.10 Talang

LAPORAN PENDAHULUAN III - 30


Lanjutan Perencanaan Teknis Irigasi DAU/DAK 2014

Anda mungkin juga menyukai