Anda di halaman 1dari 2

Perkembangan Bahasa Anak

pada Usia 9-10 Tahun

Kelompok 3:
XI IPS 2
1. Mira Devriyanti
2. Nail Gastiadirrijal Hartana ee
3. Nazwa Naisniatunnisa Sholihah
4. Rhevina Uswatunhasanah
5. Zean Nugraha Putra

SMA Kemala Bhayangkari Bandung


Jl. Palasari No.46, Malabar, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa
Barat 4026
A. Latar Belakang
Alat komunikasi manusia yang paling utama dalam kehidupan adalah bahasa. Seluruh
manusia membutuhkan saat komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya digunakan oleh orang dewasa. Anak-anak
bahkan anak bayi pun juga menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Menurut Chaer,
(2009: 226) menangis merupakan salah satu cara pertama bayi untuk berkomunikasi dengan
dunia sekitarnya. Seiring dengan bertambah usia, bahasa anak pun akan berkembang juga.
Perkembangan bahasa anak akan diperoleh melalui proses pembelajaran bahasa. Menurut
Chaer, (2009: 167) pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada
waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah memperoleh bahasa
pertamanya.

Keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek, yaitu keterampilan mendengarkan,


berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai anak
adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis adalah keterampilan mengungkapkan
gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami secara
tepat seperti yang dimaksudkan oleh penulis. Menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tanpa tatap muka
dengan orang lain.

Pemerolehan bahasa anak merupakan satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang
seharusnya tidak luput dari perhatian pendidik (Aziya, 2016: 69). Permasalahan dalam
penelitian ini tampak peran guru sebagai otoritas utama dan cenderung mudah marah
menyebabkan terhambatnya pemerolehan atau perkembangan bahasa kedua peserta didik.
Peserta didik menjadi cenderung diam dan menunjukkan ekspresi “takut” untuk
mengungkapkan gagasan yang dimiliki. Padahal, peserta didik dengan usia 9-10 tahun sudah
mampu menunjukkan tuturan yang matang (Aitchison, dalam Andika dan Haras 2009: 50-
56).

Pemerolehan bahasa melibatkan kemampuan sintaksis, fonetik, dan kosa kata yang luas pada
selain bahasa ibu/pertama, yaitu bahasa kedua, ketiga, keempat, dst atau disebut bahasa target
atau target language (Saville, 2005: 2-3). Dalam hal ini, pemerolehan bahasa kedua peserta
didik masih bersifat tradisional. Artinya, masih mengesampingkan komunikasi, teknik belajar
mengajar hanya bersandar pada silabus sehingga memberi kesan kaku dan kurang imajinatif,
berkutat pada teori atau struktur kebahasaan, guru memiliki otoritas utama dan peserta didik
hanya sebagai participant, dan peserta didik hampir tidak pernah menguasai penggunaan
struktur dalam percakapan (Setiyadi dan Salim, 2013: 274).

Peserta didik usia 9-10 tahun dalam perkembangan bahasa menurut King (2007: 58), yakni
peserta didik sudah pada tahap pendefinisian kata meliputi sinonim dan memiliki strategi
pembicaraan terus meningkat. Jadi, pemerolehan bahasa kedua yang bersifat formal
seharusnya memberikan ruang untuk terus mengembangkan bahasa yang dimiliki.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini menjadi menarik untuk dibahas.
Kekhasan penggunaan bahasa yang digunakan guru ke peserta didik atau pun
sebaliknya dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan menunjukkan tipe
pemerolehan bahasa yang menjadi kekurangmampuan bersifat gangguan atau
keterlambatan berbahasa.

Anda mungkin juga menyukai