Anda di halaman 1dari 17

Pengertian PUisi

Puisi

Puisi adalah karya sastra padat yang sangat hemat menggunakan kata-kata. Kekuatannya terletak
pada kata-kata yang dipilih, dengan prinsip sedikit kata tapi banyak makna. Dengan kata lain,
bisa disimpulkan bahwa puisi adalah karangan yang terikat oleh pemilihan diksi, rima dan suku
kata dengan bentuk yang berangkap.

Karakter puisi yang seperti ini mengharuskan penulis atau pengarangnya memiliki pemikiran yang
dalam, dengan sensitifitas perasaan yang tinggi. Di samping kedalaman makna, dalam puisi juga
terkandung keindahan kata. Dalam masyarakat Melayu, konsep keindahan tersebut biasanya berkaitan
dengan unsur kekaguman pada alam, makna yang bersifat oposisi biner (seperti tinggi-rendah) ataupun
pelbagai perasaan dalam menjalani kehidupan (seperti suka-duka).

Selain itu, keindahan juga dipengaruhi oleh kesamaan bunyi dalam bahasa itu sendiri (seperti ubi
dengan budi; talas dengan balas). Unsur alam, persamaan dan pertentangan makna, pengalaman hidup
dan kesamaan bunyi inilah yang membentuk konsep keindahan di mata orang Melayu. Berkaitan dengan
unsur alam, contoh-contoh berikut menunjukkan jelasnya pengaruh tersebut dalam perkembangan puisi
Melayu lama, di antaranya: keindahan rambut perempuan dianalogikan dengan mayang terurai, dagunya
bak lebah bergantung dan matanya bagai bintang timur. Contoh-contoh lain yang berkaitan dengan
persamaan dan pertentangan makna, pelbagai ungkapan perasaan dan kesamaan bunyi sangat banyak
terdapat dalam puisi Melayu lama.

Pertumbuhan puisi dimulai dari ungkapan dengan susunan kata dan makna estetis yang
sederhana, seperti: ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Seiring perkembangan, susunan kata dan
makna estetisnya semakin dalam dan rumit. Dalam kehidupan sehari-hari, puisi tersebut diciptakan dan
berkembang bukan sekedar untuk hiburan, tapi juga sebagai alat pengajaran dan alat berkomunikasi, baik
secara umum maupun khusus untuk ritual keagamaan dan upacara adat.

Ada banyak jenis puisi yang berkembang dalam masyarakat Melayu. Berdasarkan aspek
keasliannya, jenis puisi dapat dibagi dua: puisi asli Melayu dan yang berasal dari tradisi asing. Secara
umum, genre puisi Melayu asli adalah pantun, gurindam, seloka, mantra, teromba (puisi adat) dan
peribahasa. Sedangkan puisi Melayu yang mendapat pengaruh asing adalah syair, nazam, rubai, ghazal,
barzanji dll. Berdasarkan bentuknya, ada puisi yang berbentuk bebas dan ada pula yang terikat. Puisi
bebas adalah puisi yang tidak terikat pada rangkap, baris, jumlah perkataan, suku kata dan rima yang
tetap. Sedangkan puisi terikat sebaliknya, terikat pada rangkap, baris, jumlah perkataan, suku kata dan
rima yang tetap. Dalam portal ini terdapat uraian lebih rinci mengenai puisi ini dengan segala jenis dan
bentuknya

Penulisan Puisi Bebas Dengan Memperhatikan Unsur Persajakan 8.2


Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

1. Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan.

Menulis Puisi

Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran
dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa
dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Untuk dapat membuat puisi dengan baik, kita
harus memerhatikan unsur fisik dan unsur batin puisi. Struktur fisik puisi meliputi:

1. Diksi (diction)
2. Pencitraan
3. Kata konkret (the concentrate word)
4. Majas (figurative language)
5. Bunyi yang menghasilkan rima dan ritma (rhyme and rytem)

Adapun struktur batin meliputi:

1. Perasaan (feeline)
2. Tema (sense)
3. Nada (tone)
4. Amanat (atention)

Kemampuan untuk mengolah kata menjadi sebuah puisi yang indah akan dapat dikuasai jika kita sering
berlatih. Selain itu, kita juga dapat belajar membuat puisi dengan membaca puisi karya penyair Indonesia
dan dunia.

Berikut contoh puisi.

" Ketika Esok Menyapa "

Dengan memapah beberapa pegangan saja


Landasan akan berpijak di daratan baru

             Tepi jalan tak selalu bertumpu pada kelurusan


             Kadang berpasir dan berbatu

Tidak ada sebuah keputusan yang selayaknya matahari


Tidak ada sebuah keputusan
Tanpa sebuah bara api yang tergenggam             Jika ingin melanjutkan napas dengan arah yang menerus
            Akan kuraih dan kurangkul
            Segenap kata-kata untuk segera tersampaikan pada waktu Karya Lita Juliantini
Desember.2007 Persajakan atau rima merupakan salah satu unsur pembangun sebuah puisi. Persajakan
dalam puisi bebas tentu berbeda dengan persajakan dalam pantun atau syair yang terikat aturan tertentu.
Persajakan dalam puisi bebas juga memiliki kebebasan sendiri. Puisi bebas tidak lagi ditekankan pada
pemakaian kata yang indah dan tidak efektif. Puisi bebas lebih ekspresif dengan menggunakan pilihan
diksi yang padat dan sarat makna. Apabila dalam pantun ada ikatan aturan persajakan, yaitu a b a b dan
dan dalam syair a a a a, dalam puisi bebas tidaklah demikian. Puisi bebas dapat menggunakan persajakan
a a a a, a b a b, a a b b, a a b c, a b c d, dan sebagai mana sesuai dengan kebutuhan dan pilihan katanya.
Dalam menulis puisi bebas, hal pertama yang harus kamu perhatikan adalah tematiknya, yaitu tema isi
puisi. Selanjutnya, tulislah puisi kata demi kata dengan pilihan diksi yang tepat. Meskipun persajakan
bebas, hal itu juga harus diperhatikan demi menjaga keindahan puisi tersebut.

Simaklah salah satu contoh puisi bebas berikut!

                                         IBUMU LAUT
                                          Karya Adin

Ibumu laut
yang melepas kapal-kapal tanpa bertanya mengapa
dan menitipkan doanya pada gemuruh ombak
supaya angin menjadi penunjuk
agar karang-karang tak tertabrak
ibumu laut
seberapa jauh kau berlayar
akan kembali pada pantainya juga

RIMA ATAU PERSAJAKAN DALAM PUISI


Kompetensi Dasar
16.2 Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan atau rima
Indikator :
• Mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan untuk penulisan puisi
• Mampu mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis
• Mampu menyunting sendiri puisi yang ditulisnya

RINGKASAN MATERI
Rima atau persajakan adalah persamaan bunyi yang terdapat pada larik-larik puisi. persamaan bunyi ini
bisa terjadi di awal baris, tengah baris, atau di akhir baris. secara umum, orang melihat rima pada akhir
baris setiap bait pada puisi.

dilihat dari akhir baris setiap bait, rima terbagi atas beberapa yaitu:
1. Rima silang yaitu persamaan bunyi akhir dengan pola [ab ab]
2. Rima sama yaitu persamaan bunyi akhir dengan pola [aa aa]
3. Rima berpasangan yaitu persamaan bunyi akhir dengan pola [aa bb]
4. Riam berpeluk yaitu persamaan bunyi akhir dengan pola [ab ba]
5. Rima patah atau rusak yaitu rima yang polanya selain pola di atas dengan jumlah yang berbeda
yang perlu diketahui dalam penentuan rima adalah
1. rima dilihat setiap bait
2. baris pertama pada bait puisi selalu berkode rima (a)
3. baris-baris selanjutnya apabila berbeda, maka berkode rima (b) dan seterusnya.

perhatikan contoh berikut ini:


Sawah di bawah emas padu (a)
Padi melambai, malai terkulai (b)
Naik suara salung serunai (b)
Sejuk didengar mendamaikan kalbu (a)

baris pertama berakhir dengan bunyi /u/ kita beri kode (a). baris yang memiliki bunyi sama dengan baris
pertama adalah baris ke empat. oleh karena itu, baris keempat juga kita beri kode (a). baris kedua
berakhir dengan bunyi /ai/. Karena berbeda dengan baris pertama, baris kedua kita beri kode (b). baris
ketiga berakhir dengan bunyi /ai/ seperti baris kedua. oleh karena itu kodenya pun sama yaitu (b).

Di samping rima dilihat dari bunyi akhirnya, ada juga beberapa rima lain seperti rima aliterasi. rima
aliterasi adalah rima tengah yang dibuat dengan cara setiap awal kata dalam satu baris menggunakan
bunyi yang sama. sebagai contoh adalah
Bukan Beta Bijak Berperi

Dalam menulis Puisi, unsur rima merupakan satu hal yang cukup penting untuk menciptakan efek bagus
atau indah. hal tersebut karena puisi apapun bentuknya, masih mengutamakan segi keindahan dan
kedalaman makna suatu kata.
perhatikan contoh puisi berikut ini!

HANYA HARAP

Kalau boleh kupinta padamu


Temui aku dalam batas perjalananku

Aku tahu
Aku bukanlah lelaki pilihan
Yang mampu menyuarakan suaramu
Aku tahu
Aku bukanlah lelaki harapan
Yang mampu mengusung panji-panjimu

Aku papa tanpamu


Buta dalam benderangnya lampu
Terpuruk sedalam lorong kelabu
Yang aku ingin hanyalah
Temui aku dalam batas perjalananku
Dengan senyumMu
kian kurindu
Terpahat dalam hatiku pasrah
Mengalir bersama darah di degup jantung membiru
Karena rindu itu begitu menyatu
Mengharap tetes kasihmu

Puisi : Pengertian dan Unsur-unsurnya 27 Juli, 2009


Posted by abdurrosyid in Hobiku Menulis.
Tags: definisi, pengertian, puisi, unsur
trackback

Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara
etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,
membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti
orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci,
yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.

Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya
terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.

Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan
yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.

Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya
disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan
terindah.

Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak
mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.

Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan
samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.

Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara
padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling
berkesan.

Yang Membedakan Puisi dari Prosa

Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi.
Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah
kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan
dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula
sampai akhir.

Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan
pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses
penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa
merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan
dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).

Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang
padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif,
menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)

Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa
menyatakan sesuatu secara langsung.

Unsur-unsur Puisi

Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi,
dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa
diuraikan sebagai berikut.

Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat
menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi
menjadi sebuah larik.

Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa
satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam
sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.

Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan
makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi
baru tidak dibatasi.

Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan
oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi
rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh
perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan
kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat
konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah
salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima
maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi
menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.

Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi
isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.

Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur
batin dan struktur fisik.

Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai
berikut.

(1)   Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.

(2)   Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi
penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan
dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk
oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.

(3)   Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.

(4)   Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisinya.

Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana
yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi
hal-hal sebagai berikut.

(1)   Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-
kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
(2)   Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-
katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.

(3)   Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.

(4)   Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret
“salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-
rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.

(5)   Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.

(6)   Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap
bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola
bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

engertian Drama dan Unsur-Unsurnya


Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa pengertian dan istilah dasar yang bersangkutan dengan
sastra drama dan teknik keterampilan membaca naskah-naskah sastra sejenis ini.

Secara beruntun akan dibicarakan mengenai anatomi sastra drama, plot atau alur cerita, struktur
dramatic Aristoteles, tokoh cerita atau karakter, bahasa, buah pikiran atau tema, dan dorongan
atau motivasi.

Anatomi Sastra Drama


Walaupun tidak semua, namun kebanyakan naskah-naskah drama dibagi-bagi di dalam babak.
Suatu babak dalam naskah drama adalah bagian dari naskah drama itu yang merangkum semua
peristiwa yang terjadi di satu tempat pada urutan waktu tertentu.

Suatu babak biasanya dibagi-bagi lagi dalam adegan-adegan. Suatu adegan ialah bagian dari
babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan peristiwa berhubung datangnya atau perginya
seorang atau lebih tokoh cerita ke atas pentas.

Bagian lain yang sangat penting dan secara lahiriah membedakan sastra drama dari jenis fiksi
lain adalah dialog. Dialog adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu
tokoh dengan yang lain. Begitu pentinya kedudukan dialog di dalam sastra drama, sehingga
tanpa kehadirannya, suatu karya sastra tidak dapat digolongkan ke dalam karya sastra drama.

Umumnya naskah sastra drama mempunyai bagian lain yang jarang tidak hadir, yaitu petunjuk
pengarang. Petunjuk pengarang adalah bagian dari naskah yang memberikan penjelasan kepada
pembaca atau awak pementasan—misalnya sutradara, pemeran, dan penata seni—mengenai
keadaan, suasana, peristiwa atau perbuatan dan sifat tokoh cerita.
Bagian naskah lainnya ialah prolog, namun tidak semua naskah memiliki prolog. Prolog adalah
bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal. Pada dasarnya prolog merupakan
pengantar naskah yang dapat berisi satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang
tentang cerita yang akan disajikan.

Disamping prolog terdapat pula epilog. Epilog biasanya berisi kesimpulan pengarang mengenai
cerita; kadang-kadang kesimpulan itu disertai pula dengan nasihat atau pesan.

Solilokui adalah bagian lain dari naskah drama. Solilokui merupakan suatu konvensi, yaitu suatu
hal yang diterima pembaca atau penonton sebagai suatu yang wajar di dalam kerangka sastra
drama.

Aside adalah bagian naskah drama yang diucapkan oleh salah seorang tokoh cerita dan
ditunjukan langsung kepada penonton dengan pengertian bahwa tokoh lain yang ada di pentas
tidak mendengar.

Plot atau Alur Cerita

Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum
sebab-akibat. Seorang dramawan menyusun plot untuk mencapai beberapa tujuan, yang
terpanting diantaranya adalah untuk mengungkapkan buah pikiran. Selain itu plot juga memiliki
fungsi menangkap, membimbing, dan mengarahkan perhatian pembaca atau penonton. Meskipun
pesan yang akan disampaikan dalam sebuah drama adalah pesan yang berharga, kalau penonton
tidak merasa tertarik kepada karya yang dicipta, maka buah pikiran atau pesan yang ingin
disampaikan tidak akan sampai sasaran. Tugas menarik pembaca atau penonton diemban plot
dengan mempergunakan unsur-unsurnya.
Ketegangan (suspense) adalah unsur plot yang pertama. Plot baik akan menimbulkan ketegangan
pada diri pembaca atau penonton melalui kemamuannya untuk menumbuhkan dan memelihara
rasa ingin tahu dan kepenasaran penonton dari awal sampai akhir.
Unsur kedua adalah dadakan (surprise). Pengarang yang baik akan menyusun ceritanya
sedemikian rupa hingga dugaan-dugaan pembaca atau penontonnya selalu keliru dan peristiwa
membelok ke arah lain yang tidak disangka-sangka dan bahkan mengagetkan.

Ironi dramatik dapat berbentuk pernyataan-pernyataan atau perbuatan-perbuatan tokoh cerita


yang seakan-akan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian. Ironi diciptakan agar tidak
mengganggu ketegangan dan hilangnya unsur dadakan. Sebaliknya, ironi dramatik justru untuk
mendukung kedua unsur yang lain. Ironi dramatik akan menyebabkan pembaca dan penonton
lebih penasaran di satu pihak, di pihak lain akan memperkuat kesan dadakan kalau kemudian
terjadi peristiwa yang ternyata berhubungan erat dengan apa yang terjadi sebelumnya.

Struktur Dramatik Aristoteles

Struktur dramatik digunakana untuk memelihara kesinambungan hukum sebab akibat dari awal
sampai akhir cerita. Di dalam cerita-cerita konvensional, struktur dramatik yang dipergunakan
adalah struktur dramatik aristoteles. (384-322 SM) dari karya-karya Sophocles (495-406 SM).

Struktur adalah suatu kesatuan dari bagian-bagian, yang kalau satu di antara bagiannya diubah
atau dirusak, akan berubah atau rusaklah seluruh struktur itu. adapun bagian-bagian itu ialah
eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan konklusi.

Eksposisi adalah bagian awal atau pembukaan dari suatu karya sastra drama. Komplikasi atau
penggawatan merupakan lanjutan dari eksposisi dan peningkatan daripadanya. Di dalam bagian
ini, salah seorang tokoh cerita mulai mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu. Akan
tetapi, hasil dari prakarsa itu tidak pasti. Denga demikian timbullah kegawatan.

Komplikasi disusl klimaks, bagian selanjutnya dari struktur dramatik aristoteles. Dalam bagian
ini pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, berhadapan untuk melakukan perhitungan
terakhir yang menentukan. Resolusi menyusul klimaks. Dalam bagian ini semua masalah yang
ditimbulkan oleh prakarsa tokoh.

Bagian terakhir adalah konklusi. Dalam bagian ini nasib-nasib tokoh cerita sudah pasti plot dan
alur cerita, di samping mengembang faal (fungsi) untuk mengungkapkan buah pikiran pengarang
dan menarik serta memelihara perhatian pembaca atau penonton, juga mengungkapkan dan
mengembangkan watak tokoh-tokoh cerita.

Tokoh Cerita atau Karakter

Cerita yang disajikan dalam suatu drama umumnya adalah totkoh-tokoh yang berupa manusia,
selain binatang atau makhluk lain. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tokoh cerita
adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari
peristiwa-peristiwa yang digambarkan di daam plot.

Sifat dan kedudukan tokoh cerita di dalam suatu karya sastra drama beraneka ragam. Ada yang
bersifat penting (major) dan ada pula yang digolongkan dalam golongan tidak penting (minor).
Ada yang berkedudukan sebagai protagonis, yaitu tokoh yang pertama-tama berprakarsa dan
dengan demikian berperan sebagai penggerak cerita. Protagonis adalah tokoh yang pertama-tama
mendapat masalah dan dihadapkan dengan kesukara-kesukaran. Biasanya kepadanya para
pembaca berempati.

Lawan protagonis adalah antagonis, yaitu peran sebagai penghalang dan masalah bagi
protagonis. Tokoh lain adalah confidant, yaitu tokoh yang menjadi penengah atau tokoh
kepercayaan dari kedua tokoh protagonis atau antagonis sehingga keduanya bisa
mengungkapkan isi hati di pentas dan oleh karena itu membuka peluang lebih besar kepada
pembaca atau penonton untuk mengenal watak dan niat-niat tokoh-tokoh dengan lebih baik.

Watak para tokoh bukan saja merupakan pendorong untuk terjadinya peristiwa, akan tetapi juga
merupakan unsur yang menyebabkan gawatnya masalah-masalah yang timbul dalam peristiwa-
peristiwa tersebut. Tingkah laku dan perkataan tokoh-tokoh cerita itu niscaya akan
membangkitkan perhatian dan membimbing pembaca atau penonton yang peka untuk
memahami, menghayati, dan menyimpulkan buah pikiran pengarang.

Bahasa

Unsur drama yang sangat penting adalah bahasa. dalam hubungannya dengan plot, bahasa
memiliki beberapa peran. Bahasa juga menggerakkan plot dan alur cerita. Bahasa juga
menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahasa yang diucapkan oleh para tokoh
cerita atau petunjuk pengarang, kita mengetahui tentang tempat, waktu atau zaman dan keadaan
di mana cerita itu terjadi.

Bahasa juga berperan menciptakan suasana terpenting dalam cerita. Bahasa pun sangat penting
hubungannya dengan tokoh. Di samping oleh perbuatannya, watak tokoh cerita dilukiskan
melalui apa yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang dia sehingga
bahasa berperan besar dalam mengungkapkan buah pikiran pengarang. Kalaupun tokoh-tokoh
tidak mengungkapkan buah pikiran pengarang secara langsung, pembaca atau penonton akan
menyimpulkan buah pikiran itu terutama melalui bahasa di samping perbuatan tokoh-tokoh
cerita.

Buah Pikiran atau Tema

Kalau seorang seniman tergolong pada kelompok masyarakat yang disebut cendekiawan, hal itu
berarti bahwa sebagai anggota masyarakat ia senantiasa peka dan memperhatikan apa yang
terjadi di sekelilingnya. Seorang dramawan atau penulis naskah drama pertama kali pasti
menemukan masalah, artinya ia melihat kesenjangan antara kenyataan (das Sein) dan harapan
(das Sollen).

Unsur buah pikiran dalam karya sastra drama yang terdiri dari masalah, pendapat, dan pesan
pengarang itu secara langsung dan intuitif disimak oleh pembaca atau penonton yang baik. Buah
pikiran merupakan tujuan akhir yang harus diungkapkan oleh plot, karakter, maupun bahasa.
Oleh karena itu, buah pikiran justru menjadi pedoman dan pemersatu bagi unsur-unsur drama
lainnya.
Dorongan atau Motivasi

Salah satu unsur yang tidak kalah pentingnya dari unsur-unsur yang lain adalah dorongan atau
motivasi. Motivasi adalah unsur yang menentukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap
percakapan (dialog) yang diucapkan oleh tokoh cerita, khususnya tokoh utama atau protagonis.
Jika ingin memahami, menghayati, dan menikmati karya sastra drama, seyogianya berusaha
secepat mungkin untuk menangkap motivasi utama dalam karya itu.

Hubungan Langkah-langkah Apresiasi dengan Unsur-unsur Dramatik.

Langkah pertama dalam apresiasi karya drama adalah keterlibatan jiwa, yaitu suatu peristiwa
ketika pembaca atau penonton menyimak pikiran dan perasaan pengarang dalam hubungannya
dengan suatu masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya.

Langkah kedua dalam apresiasi karya drama adalah kemampuan pembaca atau penonton untuk
melihat hubungan mantik (logis) antara gerak-gerik pikiran, perasaan, dan khayalnya dengan
unsure-unsur drama yang terdapat di dalam karya itu. Dalam langkah kedua apresiasi
initermasuk pula drama sebagai pengungkap buah pikiran dramawan.

Langkah ketiga dalam apresiasi karya drama dicapai ketika pembaca atau penonton
memasalahkan dan menemukan atau tidak menemukan hubungan (relevansi) antara buah pikiran
pengarang dengan pengalaman pribadinya dan pengalaman kehidupan masyarakat secara umum.
Dalam tingkat ini, pembaca atau penonton menetapkan apakah buah pikiran dramawan itu ada
manfaatnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.

Unsur-unsur Pementasan
a. Naskah
Naskah adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-
nama dan lakon tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh dan keadaan panggung
yang diperlukan. Bahkan kadang-kadang juga dilengkapi penjelasan tentang tata busana, tata
lampu dan tata suara (musik pengiring)
b. Pemain
Pemain adalah orang yang memeragakan cerita, berapa jumlah pemain yang disesuaikan dengan
tokh yang dibutuhkan dalam cerita, setiap tokoh akan diperankan seorang pemain
c. Sutradara
Sutradara adalah pemimpin dalam pementasan, tugas sutradara sangat banyak dan beban
tanggung jawabnya cukup berat, sutradara memilih naskah, menentukan pokok-pokok penafsiran
naskah, pemilihan pemain, melatih pemain dan mengkoordinasikan setiap bagian
d. Tata Rias
Fungsi tata rias adalah menggambarkan tokoh yang dituntut misalnya seorang pemain
memerankan tokoh kakek maka wajah dan rambutnya dibuat tamak tua.
e. Tata Busana
Penata rias dan penata b usana harus bekerjasama saling memahami, saling menyesuaikan,
penata ris dan penata busana harus mampu menafsirkan dan memantaskan ris dan pakaian yang
terdapat dalam naskah cerita misal tokoh nenek melarat, maka pakaian yang dikenakan tidak
menggunakan pakaian yang bagus dan mahal, karena kesalahan dalam busana dapat juga
mengganggu jalannya cerita.
f. Tata Lampu
Pengaturan cahaya di panggung dibutuhkan untuk mendukung jalan cerita yang menerangkan
tempat dan waktu kejadian pada sebuah cerita, untuk menggambarkan kejadian pada malam hari
atau siang hari, menggambar kejadian misal di tempat romantis.
g. Tata Suara
Musik dalam pertunjukan drama adalah untuk mendukung suasana, misal penggambaran
kesedihan, ketakutan, kemarahan dan lain-lain misal penggambaran cerita kesedihan seorang
anak, kalau diiringi musik yang sesuai, tentu kesedihan ini akan lebih terasa diiringi musik
berirama lembut, alat musik yang digunakan hanya seruling yang mendayu-dayu, ketika adegan
kemarahan diiringi musik berirama cepat dan keras, piñata musik berirama cepat lagu yang
sudah ada ataupun menciptakan lagu sendiri, penata suara harus memiliki kreativitas yang tinggi.
h. Penonton
Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan. Bagaimanapun sempurnanya persiapan,
kalau tak ada penonton rasanya tak akan dimainkan. Jadi, segala unsur yang telah disebutkan
sebelumnya pada akhirnya untuk penonton.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Drama berasal dari bahasa yunani yang berarti perbuatan atau gerakan. Dalam perkembangan
selanjutnya yang dimaksud drama adalah bentuk karya sastra yang berusaha yang berusaha
mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak percakapan di atas panggung ataupun suatu
karangan yang disusun dalam bentuk percakapan dan dapat dipentaskan. Oleh karena itu, dalam naskah
drama selain percakapan pelaku berisi pula penjelasan mengenai gerak-gerik dan tindakan pelaku,
peralatan yang dibutuhkan, penataan pentas atau panggung, music pengiring dan lain-lain.
Ciri khas dari drama adalah, naskahnya berbentuk percakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog,
pengarang harus memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari dan pantas
untuk diucapkan di atas panggung.
Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam
bahasa tulis, melaiknkan bahasa tutur. Pilihan kata (diksi) pun dipilih sesuai dengan dramatic action dari
plat out. Diksi berhubungan dengan irama lakon, artinya panjang pendeknya kata-kata dalam dialog
berpengaruh terhadap konflik yang dibawakan lakon.
Dialog dalam sebuah dramapun harus bersifat estetis atau memiliki keindahan bahasa. Namun nulai
estetis tersebut tidak boleh mengganggu makna yang terkandung dalam naskah. Selain itu, dialog harus
hidup. Artinya, dapat mewakili tokoh yang dibawakan. Untuk itu observasi di lapangan perlu dilakukan
untuk membantu menulis dialog drama agar realistis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Unsur-Unsur Drama Dalam Karya Sastra


Drama dalam bentuk karya sastra yang melukiskan kehidupan manusia melalui lakuan atau dialog.
Drama diproyeksikan di atas pentas sebagai seni pertunjukan. Hakikat drama adalah dialog dan konflik
yang bersifat hakiki. Dialog adalah percakapan tokoh dengan tokoh lainnya. Adapun macam-macam
drama adalah:
1. Tragedi adalah drama yang diwarnai kesedihan
2. Komedi adalah drama yang diwarnai kegembiraan
3. Tragedi-komedi adalah drama gabungan antara drama tragedi dan komedi
4. Pantonim adalah drama yang hanya menampilkan mimik dan gerak
Adapun unsur-unsur drama antara lain:
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah drama di dalam drama itu sendiri. Berikut adalah
uraian unsur intrinsik drama:
a. Tokoh
Tokoh adalah orang yang berperan dalam suatu drama. Dalam drama tokoh diperankan oleh seorang
actor. Berdasarkan perannya terhadap jalan cerita tokoh dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
1) Tokoh protagonis
Adalah tokoh yang membangun cerita, biasanya ada satu atau dua figure tokoh protagonist utamayang
dibantu oleh tokoh-rokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita.
2) Tokoh antagonis
Adalah tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita beberapa
figure pembantu yang ikut menentang cerita.

3) Tokoh tritagonis
Adalah tokoh pembantu, baikuntuk tokoh protagonist maupun untuk tokoh antagonis. Watak seorang
tokoh dalam drama dapat dilihat dari ucapan-ucapan. Seorang tokoh dapat diketahui usia, latar
belakang sosial, moral dan suasana kejiwaan.
b. Alur/Plot
Adalah rangkaian peristiwa dalam drama. Alur dalam drama dibagi dalam babak-babak dan adegan-
adegan.
c. Amanat
Adalah pesan penulis naskah drama kepada pemirsa
d. Akting
Adalah perilaku pemain di panggung
e. Latar atau Setting
Adalah penjelasan tentang suasana tempat dan waktu yang ada dalam pertunjukan drama bila
dipentaskan. Latar diwujudkan dalam:
1) Tata panggung
2) Tata sinar
3) Tata bunyi
f. Percakapan
Percakapan dalam drama dibedakan atas:
1) Prolog : percakapan awal sebagai pembuka pertunjukan drama
2) Monolog : percakapan sendiri
3) Dialog : percakapan dua orang atau lebih
4) Epilog : percakapan akhir sebagai penutup pertunjukan
g. Gerak atau Action
Gerak atau aksion dibedakan atas
1) Mimik : gerak raut muka
2) Pantomimik : gerak-gerik anggota tubuh
3) Blocking : posisi aktor di atas pentas
h. Tata Artistik
Adalah setting panggung

i. Konflik
Adalah masalah dalam drama
j. Tema
Adalah inti cerita
k. Perwatakan
Adalah watak tiap-tiap tokoh
2. Unsur Ekstinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur factor yang terjadi di luar drama, namun berkaitan dengan cerita drama
tersebut. Adapun unsur yang dimaksud adalah:
a. Sosial budaya
b. Politik
c. Hankam
d. Agama
e. Ideologi
B. Mementaskan Drama
1. Penyampaian dialog naskah drama
Drama adalah karya sastra yang berbentuk dialog. Dialog tersebut tidak jauh beda dengan kehidupan
sehari-hari. Perbedaan dalam drama dialog sudah diatur sebelumnya oleh penulisnya. Namun demikian,
penyampaian dialog dituntut sewajar dan sealamiah mungkin. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penyampaian dialog naskah drama adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan bahasa yang meliputi pelafalan dan intonasi harus relevan. Pemeran tokoh dituntut
memerankan tokoh secara total sesuai dengan karakter tokoh. Logat yang diucapkan hendaknya
disesuaikan dengan asal suku (daerah), usia, dan status sosial tokoh yang diperankan.
b. Ketepatan ekspresi tubuh dan mimik muka dengan dialog. Misalnya ekspresi dan mimik muka merah,
sedih, hembira dan lain-lain.
c. Menghidupkan suasana dan menjadikan dialog lebih wajar dan alamiah, serta dapat berimprovisasi di
luar naskah.
d. Tekanan cepat lambatnya pengucapan suku kata dalam kalimat.
e. Tekanan tinggi rendahnya pengucapan suku kata dalam kalimat.
f. Pengucapan pengembangan, dapat dicapai dengan menaikkan atau mengurangi volume suara, tinggi
nada dan kecepatan tempo suara.
g. Tekanan keras lembutnya pengucapan (tekanan dinamik).
Selain hal-hal di atas ada hal lain yang tidak kalah penting yaitu menjiwai watak tokoh. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam menjiwai watak tokoh adalah sebagai berikut:
a. Membaca naskah drame dengan seksama, khususnya watak (karakter) tokoh yang akan diperankan
sevara berulang-ulang.
b. Memahami ciri-ciri tokoh yang hendak diperankan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Ciri biologis, yaitu jenis kelamin, umur, tampilan fisik dan lain-lain.
2) Ciri sosiologis, yaitu mencakup pekerjaan, kelas sosial, latar belakang, status sosial masyarakat dan
sebagainya
3) Ciri psikologis yang meliputi sifat-sifat, pandangan hidup, motivasi, keadaan betin dan lain-lain.
c. Memahami tema dan makna naskah drama dan aspek-aspek lain yang secara keseluruhan
memerlukan pemahaman hubungan antar peran.
d. Berlatih berulang-ulang, menghayati emosi dan perkembangan psikologis tokoh yang diperankan
secara berulang-ulang untuk mencapai kesesuaian antara karakter tokoh yang diperankan dengan akting
dan vokal yang ditampilkan.
2. Tahapan pementasa drama
Dalam memerankan tokoh, diperlukan penghayatan isi dan jiwa cerita drama. Selain itu perlu
memrhatikan petunjuk dalam naskah drama.hal ini dilakukan agar penggambaran karakter tokoh dan
konflik yang timbul di dalamnya dapat dilihat. Untuk itulah, seorang pemain drama perlu memiliki
kemampuan menirukan tingkah laku tokoh yang diperankan dengan wajar dan apa adanya. Untuk
menirukan tokoh tentu saja melalui pengamatan tokoh dengan cermat, baik itu cara berpakaian, cara
berbicara dan kebiasaan-kebiasaan lain dari tokoh yang diperankan.
Memainkan sebuah drama memerlukan pemahaman dan penghayatan drama dengan benar. Untuk itu
diperhatikan petunjuk pemanggungan dan kalimat (dialog) tokoh cerita. Kalimat yang diucapkan harus
sesuai dengan suasana yang dimaksud, begitu juga gerak yang dilakukannya.
Membaca drama memerlukan penghayatan dan teknik vocal yang baik. Pembaca drama tidak saja perlu
memahami isi naskah, tetapi juga harus menghayati dan mampu mendialogkan sesuai karakter tokoh
yang dimainkan. Dalam memerankan drama diperlukan sebuah proses kreatif dari semua pendukung.
Proses dalam pementasan drama melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Menyusun naskah drama atau memilih naskah drama yang sudah ada.
b. Membedah secara bersama-sama isi naskah yang akan dipentaskan. Tujuannya agar semua calon
pemain memahami isi naskah yang akan dimainkan.
c. Reading, yaitu pemain membaca keseluruhan naskah sehingga mengenal masing-masing peran.
d. Casting, yaitu memilih peran yang sesuai dengan kemampuan akting pemain.
e. Mendalami peran yang dimainkan dengan pengamatan di lapangan.
f. Blocking, yaitu latihan secara lengkap mulai dari dialog sampai pengaturan pentas.
g. Gladiresik, yaitu latihan terakhir sebelum pentas.
h. Pementasan, pemain siap dengan kostum dan dekorasi panggung yang sudah lengkap.

Anda mungkin juga menyukai