Anda di halaman 1dari 21

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Disusun oleh :
MIEN IBADHIATI,SSi,APT
Nip :19680926 199103 2 005

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SYEKH YUSUF


KABUPATEN GOWA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Makalah :
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Disusun oleh :
MIEN IBADHIATI,SSi,APT
Nip :19680926 199103 2 005

Sungguminasa-Gowa, April 2018

Disahkan oleh;
Direktur RSUD Syekh Yusuf Kab.Gowa

dr. H.SALAHUDDIN, M.Kes.


Nip. 19630910 199503 1 002
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk
secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase
eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain
faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan
cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain
diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor
tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan
penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga
pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma bronchial membentuk
kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial antara
bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara
penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan etiologi,
pathogenesis dan pengobatan.
PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap
disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan
saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-
turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah
suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Menurut Carpenito (1999) COPD atau yang lebih dikenal
dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan
obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma.
PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan
tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

B. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
 Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot
halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat,
kimia dan infeksi.
 Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun,
dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis
paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
 Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
disertai kerusakan dinding alveolus.

C. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer,
1999) adalah :
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan
langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkusdan metaplasia skuamulus
epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut.
Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel
rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
Riwayat Perokok :
a. Perokok Aktif
b. Perokok Pasif
c. Bekas Perokok
2. Derajat berat merokok
3. (Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):
a. Ringan: 0 - 200
b. Sedang: 200 – 600
c. Berat: >600

Polusi Udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan
ozon.
1. Polusi di dalam ruangan:
 asap rokok
 asap kompor
2. Polusi di luar ruangan:
 Gas buang kendaranan bermotor
 Debu jalanan
3. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
Riwayat infeksi saluran nafas.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis
koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri.Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Para pekerja tambang emas
atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja
yang terpapar debu katun, debu gandum, dan debu asbes, mempunyai risiko yang
lebih besar daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
1. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien
yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita
gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya
dialami < 1% pasien PPOK.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait
dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan peningkatan
prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang
merokok.
3. Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK,
misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi
pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan
gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-parulebih besar
sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih
berisiko terhadap berkembangnya PPOK. Termasuk di dalamnya adalah orang
yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah,
ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.
4. Patogenesis & Patofisiologi PPOK
Inhalasi bahan berbahaya Inflamasi Mekanisme perbaikan Mekanisme
perlindungan Kerusakan jaringan Hipersekresi mukus Bronkitis kronis
Penyempitan saluran nafas & fibrosis Destruksi Parenkim Paru Emfisema
Oksidative streesoksi dan Anti oksidan Inhalasi bahan berbahaya.
D. Patofisiologi
Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan, bronkiolus dan
parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear yang diaktivasi dan
makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi secara efektif oleh
antiprotease. Hal ini mengakibatkan destruksi paru. Peningkatan tekanan oksidatif
yang disebabkan oleh radikal-radikal bebas di dalam rokok dan pelepasan oksidan
oleh fagosit, dan leukosit polimorfonuklear menyebabkan apoptosis atau nekrosis sel
yang terpapar. Penurunan usia dan mekanisme autoimun juga mempunyai peran
dalam patogenesis PPOK (Kamangar, 2010).
Bronkitis kronik
Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran pernafasan
termasuk atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia, hiperplasia otot lurik,
proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus adalah tanda-tanda bronkitis
kronik. Neutrofilia terjadi di lumen saluran pernafasan dan infiltrasi neutrofil
berkumpul di submukosa. Di bronkiolus, terjadi proses inflamasi mononuklear,
oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel goblet, hiperplasia otot lurik, dan distorsi
akibat fibrosis. Semua perubahan ini dikombinasikan bersama kehilangan supporting
alveolar attachments menyebabkan pernafasan yang terbatas akibat penyempitan
lumen saluran pernafasan dan deformitas dinding saluran pernafasan (Kamangar,
2010).
Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal
dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut
morfologinya: Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus
dan meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering terjadi
akibat kebiasaan merokok yang telah lama. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang
melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada
bagian paru bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi
pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.
Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal, duktus
dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005):
 Batuk produktif, kronis pada bernapas
 Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
 Anoreksia.
 Penurunan berat badan dan kelemahan.
 Takikardia, berkeringat.
 Hipoksia, sesak dalam dada.bulan-bulan musim dingin.
 Sputum putih,
 Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan

E. Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesa (keluhan)
- Umumnya dijumpai pada usia tua (>45 th)
- Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama)
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak (infeksi nafas berulang,
lingkungan asap rokok)
- Batuk berulang dengan / tanpa dahak
- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi
- Sesak nafas bila aktivitas berat
Pemeriksaan fisik:
- Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
- Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
- Suara nafas berkurang.
- Pemeriksaan radiologi
- Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
- Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
Tes fungsi paru:
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab
dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi,
untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya
bronkodilator.
Pemeriksaan gas darah.
Pemeriksaan EKG Pemeriksaan Laboratorium darah: hitung sel darah putih.

F. Penatalaksanaan
Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan: Antibiotik, karena eksaserbasi akut
biasanya disertai infeksi: Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5
g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B.
Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin
pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari
selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
MANFAAT OKSIGEN:
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki Aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN:
PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % + adanya:
a. Kor Pulmonale
b. P Pulmonal
c. Hematokrit > 55%
d. tanda gagal janyung kanan
e. Sleep apneu
f. Penyakit paru lain
Macam Terapi Oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Alat bantu pemberian Oksigen:
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup Non rebreathing
- Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
- Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya
golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan
sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizeratau protropium
bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secaraperlahan.
Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
- Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
- Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
fungsi foal paru.
- Fisioterapi.
- Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
- Mukolitik dan ekspekteron.
- Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II
dengan PaO2
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi
untuk pasien PPOK/COPD :
- Fisioterapi
- Rehabilitasi psikis
- Rehabilitasi pekerjaan.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD
a. Pengkajian
Diagnosa Keperawatan Identitas klien Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap
meliputi: nama, alamat, hubungan dengan klien.
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan. Kaji status riwayat kesehatan
yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan
kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.
Pola nutrisi metabolik. Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan
jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan
berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi
intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi
badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk
memperoleh gambaran status nutrisi.
Pola eliminasi. Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,kesulitan/masalah
defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam BAB.
Pola aktivitas dan latihan Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau
keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan
lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah
keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
Pola tidur dan istirahat Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah
jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti
mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.
Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur
dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
Pola persepsi kognitif Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu
pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu,
bagaimana klien mengatasi tak nyaman: nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori
seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi
terhadap tempat waktu dan orang.
Pola persepsi dan konsep diri Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien
pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien
mengenai dirinya.
Pola peran hubungan dengan sesame Apakah peran klien dimasyarakat dan
keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman
sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam
interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
Pola produksi seksual Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi
dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan
klien.
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress. Kaji faktor yang membuat
klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan
mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini
terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri
sendiri.
Pola sistem kepercayaan Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut
agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut
bertentangan dengan kesehatan. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).Gangguan rasa
nyaman: nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus
bronkokonstriksi dan iritan jalan napas. Intoleransi aktivitas akibat keletihan
hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif.
b. Perencanaan Keperawatan.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan
produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi : Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio
inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi
akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang disbanding inspirasi.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan
menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat
akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain
membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat
ekspansi dada.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya: mengi, krokels dan
ronki.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya
bunyi napas adventisius, misalnya: penyebaran, krekels basah
(bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
Catat adanya /derajat disepnea, misalnya: keluhan "lapar udara", gelisah, ansietas,
distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada
tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk, misalnya: menetap, batuk pendek, basah, bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila
pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif
pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah
perkusi dada.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat
menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol
(proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol,
bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local,
menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa.
Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil : Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami
sesak napas.
Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot
aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan
kronisnya proses penyakit. Kaji/awasi secara rutin kulit dan
warna membrane mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan
dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas,
dispnea dan kerja napas. Dorong mengeluarkan sputum,
pengisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan
pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan.
Rasional:
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara
atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme
bronkus/ter-tahannya sekret.
Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi
jantung. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
Catatan; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien
ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan
peningkatan PaO2 berlebihan.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada
selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
Ekspresi wajah rileks.
Intervensi : Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya; tajam, konsisten, di
tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia,
juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan
endokarditis.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa
pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk
perubahan tanda-tanda vital.
Berikan tindakan nyaman, misalnya; pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional : Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut
dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek
terapi analgesic.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan
umum.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan upaya batuk.
Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non
produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan,
meningkatkan kenyamanan/istirahat umum
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus
bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan : perbaikan dalam pola pernapasan
Kriteria Hasil : Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta
menggunakannya ketika sesak nafas dan saat melakukan
aktivitas.
Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak
dalam aktivitas Menggunakan pelatihan oto-otot inspirasi seperti yang diharuskan
selama 10 menit setiap hari
Intervensi : Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan
teknik ini pasien akan bernapas dengan efisien dan lebih
efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan
pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya
berdasarkan tingkat toleransi pasien.
Rasional : Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk
melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan
Rasional : Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan
Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola
pernapasan tidak efektif
Tujuan : perbaikan daalam toleransi aktivitas
Kriteria Hasil : Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.
Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari
Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak
berjalan untuk memprbaiki kondisi fisik
Intervensi : Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur
dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau
latihan lainnya yang sesuai seperti berjalan perlahan. Kaji
tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen portable untuk
berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih
bnyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-
paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini
menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih
banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap
memutus siklus yang melemahkan ini.

Contoh Kasus
Seorang pria berusia 54 tahun dengan riwayat medis hipertensi menyajikan ke
klinik dengan keluhan sesak napas yang mulai sekitar 4 sampai 5 tahun yang lalu.
gejalanya telah secara bertahap memburuk sejak saat itu. dia sekarang tidak
mampu berjalan 100 yard tanpa harus stop dan istirahat. ia juga memiliki batuk
sehari-hari yang biasanya produktif sputum kekuningan. ia merokok sekitar 1 1/2
bungkus rokok sehari dan telah melakukannya selama 30 tahun terakhir. ia juga
minum rata-rata 6 sampai 7 bir sehari. ia tidak memiliki pekerjaan dengan ruang
terbuka yang signifikan debu, gas, asap.
Penyelesaian Kasus
Data Subjektif
Umur : 54 th
Jenis kelamin : laki-laki
Riwayat penyakit : hipertensi, perokok, pemabuk,sesak napas sekitar 4 sampai
5 tahun yang lalu, tidak sanggup berjalan lebih dari 100
kaki (91,44 m) tanpa istirahat dan berhenti dan batuk
berdahak.
Data Objektif
Dahak berwarna kekuningan
Asessment
Dari data subjektif yang diperoleh diketahui bahwa pasien mengidap penyakit
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) berdasarkan gejala-gejala yang timbul
seperti pasien merupakan perokok yang termasuk jenis perokok berat, pemabuk,
sesak nafas sejak 4 sampai 5 tahun terakhir, tidak sanggup berjalan kaki lebih
dari 100 kaki (91,44 m), batuk yang mengeluarkan dahak kekuningan. PPOK ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan hambatan pada saluran
pernafasan yang biasanya diderita oleh perokok. Pasien juga merupakan pasien
dengan penyakit hipertensi namun hipertensinya tidak terkontrol dengan baik dan
riwayat pengobatannya tidak dijelaskan dengan jelas. Pasien seharusnya
mendapatkan pengobatan hipertensi dan pengobatan PPOK. Sesak nafas pada
pasien ini disebabkan inflamasi kronis pada salura nafas yang diakibatkan
paparan inhalasi dari asap rokok sehingga mengakibatkan terganggunya klirens
produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi penyempitan atau tersumbatnya
jalan nafas kemudian timbul sesak nafas. Serta batuk berdahak pada pasien
dikarenakan adanya peradangan pada paru yang sudah lama akibat perokok berat
sehingga sputum menjadi berwarna kekuningan.
Planning
Untuk penatalaksanaan farmakologis diberikan :
Pengobatan untuk PPOK diberikan Brokidilator (Salbutamol inhaler d0sisny 1-2
tarikan nafas setiap 4-6 jam) saya memilih inhaler karena pertimbangan penyakit
pernafasan si pasien telah akut dan karena pasien tersebut juga merokok makanya
dibutuhkan sediaan obat yg kerjanya lebih cepat Anti hipertensi (amlodipine)
Antibiotik (amoksisilin) untuk batuk berdahak diberikan mukolitik (Sirup
Ambroxol).
Perlu di berikan antibiotik karena Sputum dalam jumlah besarBerhubungan
dengan infeksi bakteriRonki kasar pada auskultasi.
Untuk hipertensi belum dapat diberikan obat secara rasional karena data subjektif
tekanan darah belum jelas, disarankan untuk melihat riwayat penyakit atau
memeriksakan berapa tekanan darahnya.
Yang diperlu diperhatikan adalah dosis pemberian dan waktu pemberian untuk
mengurangi efek samping.
Terapi non-farmakologis :
Rehabilitasi : latihan fisik, latihan ketahanan, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial.
Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari):
Pada PPOK stadium III
- PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan/tanpa hiperkapnia
- PaO2 55-60 mmHg atau Sa02 < 88% dengan hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan
penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis,
emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh
iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan
kambuh.Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya merokok, polusi,
infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Tanda dan
gejala dari PPOK antara lain batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin,
batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak,
dispnea, nafas pendek dan cepat (Takipnea).
Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan terapi sesuai dengan gejala yang
dialami misalnya terapi oksigen. Dan asuhan keperawatan dimulai dari mengkaji
keadaan fisik, memperoleh data subjektif dan objektif dari pasien, kemudian
menetukan diagnose berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh yaitu bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret,
sekresi tertahan, tebal dan kental dan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme
bronkus), kemudian melakukan intervensi sampai dengan evaluasi.

B. Saran
Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi klinis
dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar menghindari atau
mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.
DAFTAR PUSTAKA

Ikawati, Z., 2011. “Penyakit Sistem Pernafasan dan Terapinya” Bursa Ilmu,
Yogyakarta
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 “Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Pedoman Diagnostik & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Sukandar, Ellin Yulinah. Et al, 2008 “ISO Farmakoterapi” PT.ISFI. Penerbitan
Jakarta.
Tjay, T.H dan Kirana, R.,2007 “Obat-obat Penting edisi Keenam, Elex Media
Komputindo, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai