a. Arti Pacaran : Proses untuk saling mengenal GIVE AND TAKE belajar untuk saling memberi dan menerima dan memegang tanggung jawab. Proses bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagai pribadi dewasa (bagi remaja) untuk masuk dalam dewasa termasuk dalam hal mengenal seks Menghayati daya rahmat Allah menemukan rencana Allah dalam hidupnya b. Makna Pacaran : Relasi dan komunikasi yang relatif menuntut rasa saling percaya dan memberi ruang gerak kebebasan untuk mengeksporasi dan mendewasakan diri Suatu proses belajar untuk menghargai dan menghormati pasangan dengan memberi motivasi Sebagai sarana untuk mencapai kondisi pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab Membantu dan dibantu dalam mencapai prestasi Memberi kesempatan diri sendiri untuk mengembangkan diri dan untuk mencari jati diri memungkinakan menjadi persiapan membina keluarga c. Manfaat Pacaran : Untuk saling melengkapi Salling mendewasakan Saling meneguhkan Saling memberdayakan dan menyemangati untuk mencapai prestasi Suatu proses bukan tujuan akhir dari sebuah relasi d. Aspek Pacran yang Sehat : Belajar untuk saling mencintai Belajar membedakan hak dan kewajiban (2Petrus 1:5-7) Belajar untuk menjadi realistis e. Tujuh Kriteria memilih pacar atau pasangan hidup dalam iman Katolik : Komitmen terhadap pertumbuhan pribadi : sungguh-sungguh terhadap Firman Allah dan gaya hidup yang saleh; bersedia dibantu menerima bimbingan; menyadarai kelemahan dan masalah emosinya; memiliki target yang real untuk berubah (1Korintus 9:26) Keterbukaan emosional Integritas : jujur terhadap diri sendiri, pada pasangan, dan orang lain Dewasa dan bertanggung jawab : mengurus dirinya sendiri; bertanggung jawab dan menunjukkan rasa hormat Memiliki citra diri yang sehat Bersikap positif dalam hidupnya Ada perasaan tertarik f. Ajaran Kitab Suci tentang Pacaran : Jagalah hatimu (Amsal 4 : 23) Kamu akan menjadi sama teman-temanmu bergaul (1Korintus 15:33) Orang Kristen hanya boleh berpacaran dengan yang seiman (2Korintus 6:14) Apakah itu cinta yang sesungguhnya (1Korintus 13: 4-7) g. Perubahan Pola Pikir dan Pola Sikap : Proses perallihan dari Subjective Love ke Objective Love : dari kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulasi orang yang menerima, menuju sikap memberi sesuai dengan apa yang betul-betul dibutuhkan si penerima Proses peralihan dari Envious Love ke Jealaus Love : dari kecemburuan negatif yang ingn mengambil dan merebut apa yang tidak menjadi haknya, menuju kecemburuan positif yang menuntut apa yang menjadi haknya Prose peralihan dari Romantic Love ke Real Love : dari kasih yang didasarkan pada pngertian yang salah bahwa : kehidupan ini manis menuju kasih yang berpegang pada hal-hal realistis Prose peralihan dari Activity Love ke Dilaog Center : dari selalu melakukan aktivitas menuju komunikasi dialogis Prose peralihan dari Seksual Oriented ke Personal Oriented : dari sekedar memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan seksual menuju pada pengenalan pribadi yang mendalam 2. Persiapan Perkawinan a. Berbabagai Pandangan tentang Perkawinan : 1. Pandangan Tradisional : Perkawinan merupakan suatu Ikatan yang melibatkan kerabat kedua mempelai dalam sebuah hubungan khusus, dalam suatu proses lamaran, pemberian mas kawin (belis) serta peneguhan perkawinan 2. Pandangan Yuridis (Hukum) : Perkawinan merupakan suatu Perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama di depan masyarakat negara dan masyarakat agama 3. Pandangan Sosiologis : Perkawinan merupakan suatu Persekutuan Hidup yang mempunyai bentuk, tujuan, dan hubungan khusus. Suami istri mencapai kesempurnaan dan kesempurnaan hidup menjadi bapak dan ibu 4. Pandangan Antropologis Perkawinan merupakan suatu Persekutuan Cinta sebuah jalinan persekutuan yang dimulai dengnan cinta, berkembang atas dasar cinta behagia karena cinta b. Pemahaman umum tentang Perkawinan : Negara yang berdasarkan Pancasila sila pertama, perkawinan erat hubungannya dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahiriah/jasmani tetapi juga unsur batin/rohani UU No.1 Tahun 1975 tentang perkawinan pasal 1 :” Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kelluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan. Pemelilharaan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua c. Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang Perkawinan : Matius 19 : 1 – 6 : a. Perkawinan merupakan persekutuan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk selamanya. b. Tuhan menghendaki agar kesatuan antara suami dan istri tidak terceraikan karena perkawinan merupakan tanda kesetiaan Allah kepada manusia dan kesetiaan Kristus pada Gereja-Nya c. Menjadi saksi akan kesetiaan perkawinan yang tak terceraikan merupakan salah tugas pasangan Kristiani yang paling penting. Gaudium et Spse art. 52 : “Pengembangan perkawinan dan keluarga merupakan tugas semua orang” 3. Perkawinan Dalam Tradisi Gereja Katolik a. Dasar Perkawinan : Perjanjian Perkawinan : perkawinan itu dari kodratnya adalah suatu perjanjian suatu hubungan sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan mengikat sama seperti hubungan antara orang-orang yang mempunyai hubungan darah. Kebersamaan seluruh hidup : dari kodratnya perkawinan itu adalah suatu kebersamaan seluruh hidup. Antara pria dan wanita: menjadi satu daging (Kejadian 2:24) Sifat kodrati keterarahan kepada kesejahteraan suami istri : Santo Agustinus mengajarkan (a) Bonum Prolis : kebaikan anak bahwa perkawinan ditujukan kepada kelahiran dan pendidikan anak, (b) Bonum Fidei : kebaikan kesetiaan, perkawinan menunjuk pada sifat kesetiaan dalam perkawinan, (c) Bonum Sacramenti: kebaikan sakramen, menunjuk pada sifat permanensi perkawinan; dalam Gaudium et Spes menambah satu bonum yaitu Bonum Coniugum : kebaikan kesejahteraan suami istri. Sifat kodrati keterarahan pada anak Perkawinan sebagai sakramen b. Landasan Bibilis Perkawinan Katolik Dari awal penciptaan dunia, Allah menciptakan manusia pertama laki-laki dan perempuan menurut citra Allah agar mendapatkan teman “penolong” yang sepadan dengannya.(Kejadian 1 : 26-28; Kejadian 2 : 24) Perkawinan monogam adalah yang dimaksudkan Allah bagi manusia sejak semula. (Matius 19 : 5 - 6; Markus 10 : 7 – 9) Perkawinan juga direncanakan Allah sebagai gambaran akan hubungan kasih- Nya dengan umat-Nya (Yehezkiel 16:3-14; Yesaya 54:6; Yeremia 2:2; Hosea 2:19) untuk menggambarkan kesetiaan-Nya kepada umat manusia Yesus menyempurnakan nilai perkawinan dengan mengangkatnya menjadi gambaran akan hubungan kasih-Nya kepada Gereja-Nya (Efesus 5:23-32) Kesatuan antara Kristus dengan Gereja-Nya menjadi inti dari setiap sakramen karena pada dasarnya membawa manusia ke dalam persatuan yang mendalam dengan Allah. Keagungan makna perkawinan, tidak semua dipanggil untuk hidup menikah. Kehidupan seliabt demi Kerajaan Allah bahkan merupakan kesempurnaan perwujudan kasih Allah Allah yang bebas, setia, total dan menghasilkan banyak buah (Matius 19 : 12,29) Misteri persatuan ini disingkapkan oleh Sakramen Perkawinan yang membawa dua akibat. Pertama agar kita semakin mengagumi kasih Allah dan memperoleh gambaran kasih Allah Tritunggal. Dua agar kita mengambil bagian perwujudan kasih Allah seturut dengan panggilan hidup masing- masing c. Hakikat Spiritual Perkawinan Cinta sebagai dasar hidup berkeluarga Menanggapi panggilan Allah Makna Sakramental Perkawinana : berkat sakramen perkawinan, suami istri menerima kehadiran Allah dengan rahmat-Nya yang melimpah guna menguduskan, menyempurnakan cinta dan persatuan hidup mereka, dan mendampingi serta membimbing mereka agar semakin dekat dengan Tuhan. Konsekuensinya : suami istri menjadi tanda kehadiran Allah satu sama lain sebab mereka berdua pada hakikatnya menjadi tanda, lambang, dan perwujudan kasih setia Kristus kepada Gereja-Nya (Efesus 5:24-28) Keluarga sebagai Gereja Mini : mengandung makna bahwa keluarga tersebut terpanggil untuk turut serta dalam perutusan Gereja, maka perlu menampilkan corak kehidupan umat beriman berpangkal pada pola kehidupan Gereja Perdana dalam persatuan historisnya dengan Tuhan (Kisah 2:41-47). Konsekuensinya bahwa keluarga Kristiani bukanlah semata-mata merupakan rukun hidup melainkan rukun iman d. Hakikat Sosial Perkawinan : Persekutuan Hidup dan Cinta Monogam dan Tak Terceraikan Tujuan Perkawianan : terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak (KHK. Kan 1055.1) dan Gaudium et Spes art.50 Nilai Sosial dan Legal e. Proses Perkawinan Katolik : 1. Yang membuat perkawinan itu sah dan layak : Perkawinan Katolik yang sah adalah adana kesepakatan perjanjian perniakahan yang diikat oleh seorang pria dengan seorang wanita yang telah dibaptis, dan kesepakatan ini dibuat dengan bebas dan sukarela, tidak ada paksaan, dan tidak dihalangi oleh hukum kodrat atau Gereja. Kesepakatan perkawinan ini diajukan dan diterima oleh imam atau diakon dan untuk memberi berkat Gereja. Pentingnya kesepakatan yang bebas dan bertanggung jawab, perjanjian perkawinan itu harus didahului oleh persiapan menjelang perkawinan 2. Penyelidikan Kanonik : Dimaksudkan supaya imam atau gembala umat mempunyai kepastian moral dan legal bahwa perkawinan yang akan dilaksanakan nanti layak (licit) dan sah (valit) karena yakin tidak ada halangan yang bisa membatalkan dan tidak ada larangan yang membuat perkawinan tidak layak 3. Halangan Perkawinan : a. Halangan Nikah dari Hukum Ilahi : Impoten seksual yang besifat tetap Ikatan perkawinan yang sah sebelumnya Hubungan darah dalam garis lurus baik keatas maupun ke bawah b. Halangan Nikah dari Hukum Gereja : Umur Beda agama Tahbisan suci Kaul kemurnian yang bersifat publik dan kekal dalam tarekat religius Penculikan Kriminal Hubungan darah garis menyamping Hubungan semenda Kelayakan publik Pertalian hukum adopsi