Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun oleh:

dr. Mira Kurnia

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS SUKAJADI
KABUPATEN BANYUASIN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukut penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan
kasus berjudul “Diabetes Melitus Tipe 2”. Laporan kasus ini disusun untuk
melengkapi tugas program dokter internsip Indonesia di Puskesmas Sukajadi,
Banyuasin.

Saya ucapkan terimakasih kepada dr. sebagai pembimbing yang telah


membimbing dan membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan internsip
dan dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
laporan kasus ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran penulis terima
untuk melengkapi dan menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata,
penulis berharap laporan kasus ini dapat berguna bagi dunia kesehatan dan
masyarakat.

Talang Kelapa, Juli 2022

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Secara epidemiologis, DM seringkali tidak terdeteksi
dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum
diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus
yang tidak terdeteksi ini (Purnamasari, 2009).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kejadian DM akan


meningkat pada milenium ketiga ini termasuk di Indonesia, sebagaian besar dari
penyakit ini adalah DM tipe 2 (Lubis, 2009). Dalam perjalanan penyakit DM,
dapat terjadi penyulit akut dan menahun. Penyulit akut yaitu ketoasidosis
diabetikum (DKA), keadaan hiperosmolar non ketotik (HONK), atau koma
hipoglikemia. Penyulit menahun dapat berupa makroangiopati yaitu peningkatan
risiko penyakit arteri koroner, serta mikroangiopati yaitu nefropati, retinopati, dan
neuropati (PERKENI, 2011).

Berdasarkan masalah diatas penulis berupaya untuk melaporkan salah satu kasus
di Puskesmas Sukajadi Talang Kelapa untuk menganalisis dan membandingkan
kasus yang ada di lapangan dengan literatur yang ada. Diharapkan dari laporan
kasus ini bisa dipetik beberapa hal yang sekiranya berguna dalam ilmu
pengetahuan.

1.2. Tujuan

1
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menelaah kasus serta memperluas
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai penyakit metabolik, yaitu Diabetes
Melitus.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. W

Usia : 48 tahun

Alamat : LK V Sukamakmur 20/9 Air Batu, Talang Kelapa

Pekerjaan : Buruh harian lepas

Agama : Islam

BB : 60

TB : 168

Tanggal Pemeriksaan : 2 Juni 2022

2.2. Subject:
a. Keluhan Utama : Lemas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Sukajadi dengan keluhan lemas sejak
beberapa minggu belakangan ini. Pasien juga mengeluhkan adanya
keringat dingin, tidak bergantung waktu. Belakangan ini pasien
mengeluhkan semakin kurus dari hari ke hari walaupun sudah makan
banyak lebih dari biasanya. Pasien juga sering merasa haus walaupun
sudah minum banyak. Keluhan nyeri kencing disangkal, tapi pasien
merasakan kencing terus menerus bahkan saat tidur di malam hari. Saat
tidur pasien bisa terbangun 2-3 kali untuk kencing. Pasien mengeluhkan
kembung dan nyeri perut. Keluhan kesemutan disangkal. Keluhan mata

3
buram disangkal. Mual muntah disangkal. Batuk pilek disangkal. BAB
normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat sindrom dispepsia, terakhir muncul  dua bulan
yang lalu yang membaik setelah minum Antasida.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis pada keluarganya, asma (-),
HT (-) penyakit jantung (-).
e. Riwayat Sistemik
Lemas (+), mata kabur (-), dada terasa nyeri, (-) dada berdebar debar (-),
kesemutan (-), terasa tertindih beban berat (-), batuk (-), sesak nafas (-),
penurunan berat badan (+). Buang air besar normal, buang air kecil sering.

2.3. Object:
a. Pemeriksaan Fisik
Composmentis, GCS: E4V5M6 , tampak sakit sedang.
TD: 130/70 Nadi: 96x/menit RR: 24 kali/ menit Temp: 36,6 C
Kepala dan Leher
- Anemia (+/+) - Ikterik (-/-)
- Sianosis (-) - Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thorak
Pulmo
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi ICS (-)
- Palpasi : Trakea di tengah +/+
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesikuler +/+; Wheezing -/-; Rhonki -/-

Cor
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi :

4
o Batas jantung kanan: ICS 3 dekstra sejajar dengan para sternal line
dekstra
o Batas jantung kiri: ICS 5, mid klavikula line sinistra
- Auskultasi : BJ 1-2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Nyeri tekan Abdomen _ _
_ _

Ekstremitas - -
- Akral hangat, edema
- -

- Edema pada ekstremitas atas dan bawah (-), warna kulit sawo matang,
kemerahan (-), deformitas (-) massa (-), rangsang nyeri (+) pada
eksterimas bawah. Akral hangat, nyeri (-), ektremitas atas dan bawah tidak
mengalami kelemahan ataupun nyeri saat bergerak.

b. Pemeriksaan Penunjang
- Lab 02/06/2022
KIMIA DARAH NILAI NORMAL
GDS 315 120-200 mg/dL

- EKG: tidak dilakukan pemeriksaan

- Foto Thorax : tidak dilakukan pemeriksaan

5
2.4 Assessment
DM tipe 2

2.5 Saran
- IVFD RL + Neurobion drip 20 tpm dilanjutkan dengan RL 20 tpm
- Lansoprazole 1 x 30 mg
- Metformin 2 x 500 mg
- Sukralfat 3 x 500 mg
- Diet DM 2300 kkal

Tanggal S O A P
02/06/2022 Lemas CM, TD: DM tipe 2 IVFD RL + Neurobion
(12.30 WIB) Perut kembung 130/70; N: drip 20 tpm lanjut RL
Keringat 96x; RR: 24x; 20 tpm
GDS: 315 mg/dL dingin Diet DM 2300 kkal
An (-/-), Lansoprazole tab 1 x 1
Ikterik (-/-), Metformin 2 x 500 mg
Rho (-), Whz Sukralfat 3 x 500 mg
(-) BJ 1-2 Saran;
normal, BU Cek GDP, G2PP
(+) N, NTE
(+), edema (-)

(19.00 WIB) Badan lemas TD: 130/60, DM tipe 2 Terapi lanjutkan


Perut kembung N: 84, RR: Puasa dari pukul 22.00
Sulit tidur 20x, T: 36,5C – 06.00 esok hari
03/06/2022 Lemas CM, TD: DM tipe 2 IVFD RL + Neurobion
(06.00 WIB) Sulit tidur 130/80; N: drip 20 tpm lanjut RL
82x; RR: 20x; 20 tpm
GDP: 156 mg/dL T: 36C Diet DM 2300 kkal
G2PP: 211 Lansoprazole tab 1 x 1
mg/dL An (-/-), Metformin 2 x 500 mg
Ikterik (-/-), Sukralfat 3 x 500 mg
Rho (-), Whz Saran:

6
(-) BJ 1-2 Cek GDS perhari
normal
BU (+) N,
NTE (+),
edema (-)

Badan lemas CM, TD: DM tipe 2 Cairan RL ganti


(19.00 WIB) 130/80; N: menjadi NaCl 0,9%
82x; RR: 20x; Terapi lain lanjut
T: 36,7C Saran:
Cek GDS perhari
04/06/2022 Keluhan (-) CM, TD: DM tipe 2 Pasien boleh pulang
(06.00 WIB) 130/70; N: dengan kondisi baik
80x; RR: 32x; IVFD stop
GDS; 187 mg/dL T; 36,8C Metformin 2 x 500 mg
Sucralfat syr 4 x 1 C
An (-/-), Lansoprazole 2 x 30
Ikterik (-/-), mg
Rho (-), Whz Amopros 1 x 1
(-) BJ 1-2
normal.
BU (+) N,
NTE (-),
edema (-).

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Diabetes Melitus


3.1.1. Definisi
Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (ADA, 2010).

3.1.2. Klasifikasi
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Dekstruksi sel β, menjurus ke defisiensi insulin absolut.
- Autoimun
- Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
3. Diabetes Melitus yang Berhubungan dengan Keadaan/Sindrom Lainnya
Defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakin eksokrin
pankreas (contoh: pankreatitis), endokrinopati (contoh: akromegali),
karena obat/zat kimia (contoh: pentamidin ), infeksi (contoh LCMV),
imunologi (antibodi anti reseptor insulin), penyakit genetik lain (Sindrom
Down, Turner) (ADA, 2010).
4. Diabetes Melitus Gestasional
Gangguan toleransi karbohdirat yang mengakibatkan kadar gula darah
meningkat dan pertama kali diketahui pada saat hamil (Kurniawan F,
2017).

3.1.3. Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus adalah :

8
1. Usia > 45 tahun
2. Gemuk: BB > 120% BB idaman , IMT > 25 kg/m2
3. Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
4. Riwayat DM di keluarga
5. Riwayat melahirkan bayi BB > 4.000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan (DM gestasional)
7. Riwayat TGT dan GDPT
8. Penderita PJK, TBC, dan hipertiroid
9. Kadar lipid (kolesterol HDL ≤ 35 mg/ dL dan atau trigliserida ≥ 200
mg/dL (Harrison, 2000)

3.1.4. Patogenesis
Pasien DM tipe 2 mempunyai 2 defek fisiologi: sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringtan sasaran (target). Secara deskripsi
dapat dikenali 3 fase, fase pertama yaitu glukosa plasma tetap normal meskipun
terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua
resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin
meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata. Hal yang
pertama terjadi adalah resistensi insulin, hal yang kedua hiperinsulinemia, jadi
sekresi insulin meningkat untuk mengkompensasi keadaan resistensi namun
hipersekresi insulin menyebabkan resistensi insulin. Defek sekresi insulin dan
resistensi insulin merupakan ciri khas DM tipe 2. Masa sel beta intak pada DM
tipe 2. Populasi sel alfa meningkat, menyebabkan peningkatan rasio sel alfa dan
beta. Hal ini menyebabkan kelebihan relatif glukagon dibanding insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe 2, gambaran semua keadaan hiperglikemia
(Harrison, 2000).

Meskipun resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan jumlah


reseptor insulin, sebagian besar resistensi adalah pascareseptor. Telah lama
diketahui bahwa endapan amiloid ditemukan dalam pankreas pasien diabetes tipe

9
2. Bahan ini adalah peptida amino 37 yang disebut amilin. Amilin normalnya
terbungkus bersama-sama dengan insulin dalam granula sekretori dan dikeluarkan
bersama-sama sebagai reseptor terhadap pengeluaran insulin. Penumpukan amilin
dalam pulau pankreas mungkin merupakan akibat kelebihan produksi insulin
dengan DM tipe 2 yang sudah berjalan lama. Dalam hal ini peranan amilin belum
dibuktikan (Harrison, 2000)

Blok metabolik utama terjadi pada sintesis glikogen (metabolisme non oksidatif).
Metabolisme nonoksidatif glukosa yang terganggu seperti hiperinsulinemia dan
resistensi insulin dapat terlihat pada individu non obesitas, relatif normoglikemik
dengan DM tipe 2. Pada DM tipe 2, produksi insulin abnormal tidak terikat baik
pada reseptor insulin. Individu seperti ini berespon terhadap insulin eksogen
(Harrison, 2000).

3.1.5. Gejala Klinis


Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes melitus berupa (PERKENI,
2011):
1. Keluhan Klasik DM: poluria, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

3.1.6. Diagnosa
Diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011):
1. Jika ditemukan keluhan klasik, dan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL.
2. Jika ditemukan keluhan klasik, dan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL.
3. Jika tidak ditemukan keluhan klasik, tetapi TTGO GD 2 jam ≥ 200 mg/dL.

1
0
Gambar 1. Alur Penegakkan Diagnosis DM

3.1.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes (PERKENI, 2011):
1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM. Mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah
2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit berupa
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

1
1
Terdapat empat pilar penatalaksanaan DM, antara lain edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Berikut ini akan dijelaskan
satu persatu:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, warga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala


hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.

2. Terapi Nutrisi Medis


Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksaan diabetes secara total.
Prinsip pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin.
a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
(i). Karbohidrat
 46-65 % dari total asupan energi
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama berserat tinggi
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% toltal asupan energi

1
2
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
 Makanan 3 kali / hari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Jika diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah
atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari

(ii). Lemak
 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan >30% total asupan
energi
 Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda <10% selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk)
 Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/ hari.

(iii). Protein
 10-20% total asupan energi
 Sumber protein yang baik adalah seafood (udang, ikan, cumi-cumi,
dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 gr/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.

(iv). Natrium
 Anjuran asupan natrium pasienDM sama dengan untuk masyarakat
umum yaitu <3000 mg atau sama dengan 9-7 gram (1 sendok teh)
garam dapur.
 Paien yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

1
3
 Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

(v). Serat
 Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari
kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan
lain yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 gr/hari.

(vi). Pemanis Alternatif


 Pemanis dikelompokkan pemanis berkalori dan tidak berkalori.
Pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol,
xylitol.
 Dalam penggunaannya pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
 Pemanis tidak berkalori masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesukfame potassium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ ADI).

b. Kebutuhan Kalori
Cara menentukan kebutuhan kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.
Diantaranya dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-
30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
seperti : jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan , dll.

1
4
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dapat
dimodifikasi :
 Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
 Untuk pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
BBI = (TB dalam cm -100) kg
BB Normal : BB ideal ± 10%
Kurus : <BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%
 Perhitungan berat badan ideal menurut indeks massa tubuh. Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus :
IMT = BB(kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT*
- BB kurang < 18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih > 23,0
 Faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
- Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB
- Umur
Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 %,
untuk usia 40-59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60-69 tahun dan
dikurangi 20 % jika usia diatas 70 tahun.
- Aktivitas fisik atau pekerjaan
Penambahan sejumlah 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada
keaadaan istirahat, 20 % pada pasien dengan aktivitas ringan, 30 dengan
aktivitas sedang, dan 50 % aktivitas sangat berat.
- Berat badan
Bila kegemukan diberikan 20-30 % tergantung kepada tingkat
kegemukan

1
5
Bila kurus ditambahkan sekita 20-30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
Untuk tujuan menurunkan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kkal untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari
untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi.

3. Olahraga
Dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani teratur, 3- 4 kali per minggu selama
30 menit yang sesuai dengan prinsip CRIPE. Perlu diingat bahwa jangan memulai
olehraga sebelum makan, menggunakan sepatu yang ukurannya sesuai, harus
didampingi orang yang tahu mengatasi hipoglikemia, harus selalu membawa
permen dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.

C (Continous) : Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa


berhenti
R (Ritmik) : Olahraga berirama yaitu kontraksi dan relaksasi otot secara
teratur, seperti berjalan kaki, berenang, berlari dan bersepeda,
atau mendayung.
I (Interval) : Latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan
lambat.
P (Progreif) : Latihan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas
ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
E (Endurance) : Latih daya tahan untuk meningkatkan pernafasan dan jantung
seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.

Apabila dalam waktu 1-3 bulan tidak tercapai sasaran pengobatan yang baik
dengan diet dan olahraga maka diberikan medikasi (PERKENI, 2011 ; Yunir &
Soebardi, 2009).

1
6
4. Medikasi
a. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Golongan Nama Obat Mekanisme Pemberia Keterangan
n
Sulfonilurea Glibenklamid, Membantu Segera Hipoglikemi
glimepirid pankreas untuk sebelum penurunan
meningkatkan makan gula yang
produksi insulin drastis
Biguanid Metformin Mengurangi Bersama/ Mual atauu
resistensi insulin sesudah nafsu
dengan cara makan makan
meningkatkan berkurang
uptake glukosa
otot dan jaringan
lemak,
menurunkan
glukoneogenesis
hepat, serta
meningkatkan
sekresi insulin
pankreas.
Tiazoldindiom Pioglitazon, Mengurangi
Rosiglitazon resistensi insulin
dengan cara
meningkatkan
uptake glukosa
otot dan jaringan
lemak,
menurunkan

1
7
glukoneogenesis
hepat, serta
meningkatkan
sekresi insulin
pankreas.
Inhibitor Acarbose Obat bekerja Bersama Sering
Glukosidase memperlambat suapan buang angin
Alfa pencernaan pertama
makanan menjadi
glukosa
Inhibitor DPP Sitagliptin Obat merangsang
Vidagliptin insulin dan
menekan
glukagon

Cara pemberian obat berbeda-beda karena :


i. Obat yang diminum sebelum makan berfungsi agar obat memiliki waktu
untuk diserap untuk merangsang produksi insulin. Dengan demikian jika
terjadi kenaikan gula beberapa waktu sesudah makan, insulin telah siap
untuk menurunkan gula tersebut.
ii. Obat yang diminum setelah makan adalah obat yang dapat merangsang
lambung apabila diminum dalam perut kosong dapat menyebabkan rasa
mual.
iii. Tidak tergantung makanan, biasanya berlaku untuk obat yang tidak
merangsang pengeluaran insulin, tetapi untuk perbaikan resistensi insulin,
sehingga obat bisa bekerja kapan saja dan tidak hanya untuk menurunkan
gula sesudah makan.
iv. Segera setelah suapan pertama, maksudnya agar obat bekerja pada waktu
makanan sedang dicerna, yaitu dengan menghambat satu enzim
pencernaan yang penting.

1
8
b. Insulin ( (PERKENI, 2006)
Insulin diberikan sebagai obat DM tipe 1. Dan digunakan pada DM tipe 2
pada kondisi khusus, yaitu :
i. Bila bermacam jenis OHO telah digunakan sampai dosis maksimum, tetapi
gula darah tidak terkendali, obat diganti insulin.
ii. Insulin biasanya diberikan sebagai obat pertama pada diabetis yang pada
waktu datang berobat, berat badannya telah turun drastis dalam waktu
singkat dengan gula darah yang tinggi.
iii. Insulin biasanya juga diberikan pada seseorang diabetis yang menderita
infeksi hebat atau menjalani operasi besar.
iv. Pada komplikasi seperti gagal ginjal, gagal hati, dan gagal jantung yang
berat.

Suntikan 1x/hari Suntikan 2x/hari Suntikan 3x/hari


Insulin long acting Insulin campuran dari Insulin kerja cepat
insulin kerja pendek (disuntikkan ½ jam
dan kerja sedang sebelum makan)
(premixed) (Mixtard, (Actrapid, humulin R)
novomix, humalog mix)
Insulin intermediate Insulin kerja supercepat
acting. Dapat juga 2 kali (fast acting)disuntikkan
per hari. (contoh : segera sebelum makan.
Insulatard, humulin N) (Humalog, novorapid)
Insulin basal, insulin
yang bekerja terus
menerus selama 24 jam
dan kadarnya tetap
sepanjang hari (Lantus,
levemir)

Penentuan dosis insulin : 0,5 unit x BB, dibagi menjadi dua yaitu 60 % insulin
prandial (Rapid Insulin), 40% insulin basal (humulin N).

1
9
3.1.8. Komplikasi
Komplikasi diabetes terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Komplikasi akut adalah: KAD (Ketoasidosis Diabetikum), Koma Hiperosmolar
Hiperglikemia Non Ketotik (HONK), dan Koma Hipoglikemia (PERKENI,
2011). Dan komplikasi kronik dibagi menjadi makroangiopati, mikroangiopati,
neuropati dan gastropati diabetika. Makroangiopati pada pembuluh darah jantung
dapat menyebabkan infark miokard, pada pembuluh darah otak dapat
menyebabkan stroke. Mikroangiopati dapat menyebabkan retinopati diabetika dan
nefropati diabetika. Neuropati diabetika dan gastropati diabetika (Waspadji,
2009).

2
0
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Anamnesis

Fakta Teori
Seorang laki-laki usia 48 tahun Faktor resiko diabetes usia diatas
45 tahun.
Lemas Gejala lemas dapat diakibatkan
karena glukosa tidak dapat
diproses menjadi ATP, sumber
utama metabolisme tubuh.
Terdapat riwayat penurunan berat Gejala dari diabetes Melitus tipe 2
badan meskipun banyak makan meliputi polifagi, polidipsi, poliuri
dan minum serta sering terbangun dan penurunan berat badan yang
malam hari untuk kencing tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Pada kasus ini pasien berusia 48 tahun, usia ini sesuai dengan bahwa berdasarkan
referensi faktor resiko diabetes yaitu usia di atas 45 tahun (Harrison, 2000).
Riwayat pasien pada tabel sesuai dengan gejala klasik pada diabetes melitus tipe
2, yaitu polifagia, polidipsi, poliuria dan penurunan berat padan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya (PERKENI, 2011). Poliuria, polidipsia terjadi akibat
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan yang disebut diuresis osmotik. Polifagia terjadi akibat menurunnya
simpanan kalori dan defisiensi insulin mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan (Purnamasari, 2009). Lemas
pada pasien diakibatkan karena sumber energi, ATP, hasil akhir siklus krebs tidak
terbentuk (Dahlan, 2009 ; Bakta, 2009 ; GAC, 2005).

2
1
4.2. Pemeriksaan Fisik

Fakta Teori
Anemis Anemis pada diabetes merupakan
Nyeri tekan epigastrium tanda bahwa penyakit tersebut
dialami secara kronis.
Nyeri epigastrium pada diabetes
bisa disebabkan oleh gastroparesis
diabetik

Pasien mengalami anemis, hal ini sesuai dengan salah satu komplikasi jangka
panjang dari diabetes dengan nefropati yaitu defisiensi eritropoiten yang pada
akhirnya menyebabkan kekurangan pembentukan sel darah. kekurangan sel darah
merah dapat dilihat dari mata yang disebut anemis (Hendromartono, 2009).

Nyeri tekan pada epigastrium pada kasus ini dapat disebabkan oleh riwayat
penyakit dahulu pasien berupa sindrom dispepsia. Namun kemungkinan lain yang
dapat terjadi adalah gastropati diabetika, yaitu gangguan gerak pada lambung
yang menyebabkan makanan lebih lama dikosongkan dari lambung (Waspadji,
2009). Untuk dapat menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang
lainnya, yaitu USG.

4.3. Pemeriksaan Laboratorium

Fakta Teori
02/06/2022 Pemeriksaan gula pada pasien DM
GDS: 315 terdapat beberapa jenis. Pada
03/06/2022 pasien ini dilakukan pemeriksaan
GDP: 156 mg/dL GDS, GDP, G2PP. Nilai normal
G2PP: 211 mg/dL dari GDS adalah <200, pada pasien
04/06/2022 ini pertama kali dilakukan
GDS: 187 mg/dL pemeriksaan hasilnya 315 mg/dL.

2
2
Pemeriksaan laboratorium yang didapat pada pasien ini tanggal 02/06/2022 adalah
hiperglikemia, hal ini sesuai dengan kriteria diabetes melitus dengan kadar
glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL. Pada tanggal 03/06/2022 dilakukan
pemeriksaan dengan hasil GDP: 156 mg/dL dan G2PP: 211 mg/dL, hal ini
mendukung diagnosis diabetes melitus (PERKENI, 2011).

4.4. Diagnosa

Fakta Teori
DM tipe 2 Keluhan klinis diabetes berupa
polifagia, polydipsia, dan poliuri
ditemukan pada pasien ini. Terdapat
juga penurunan BB tanpa penyebab
Pemeriksaan GDS pertama kali
didapatkan hasil 315 mg/dL,
melebihi nilai normal (>200 mg/dL)

Pada kasus ini diabetes melitus telah ditegakkan dengan gejala klasik dan
pemeriksaan gula darah yang sesuai dengan literatur (PERKENI, 2011).

4.5. Tatalaksana
Tatalaksana pada DM tipe 2 di kasus ini merupakan tatalaksana jangka
pendek, yaitu menghilangkan keluhan dan tanda DM, serta
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa
darah.
4.5.1 Dari pengendalian gula darah
Fakta Teori
02/06/2022 Gizi :
Diet DM 2300 kkal Penentuan jumlah kalori makan
Metformin 2 x 500 mg pada pasien DM berdasarkan
03/06/2022 dengan BBI dengan rumus
Diet DM 2300 kkal BROCA yang disesuaikan degan

2
3
Metformin 2 x 500 mg jenis kelamin, usia, aktivitas dan
04/06/2022 BMI.
Diet DM 2300 kkal
Metformin 2 x 500 mg

Tatalaksana yang diberikan adalah diet DM 2300 kkal dan Metformin 2 x 500 mg.
Pengaturan makanan yang diberikan pada pria usia 48 tahun, berat badan 60 kg,
tinggi badan 168 cm, dan aktivitas sedang adalah 2300 kkal. Berdasarkan jumlah
tersebut, maka pada jumlah kalori yang diberikan sesuai dengan perhitungan
jumlah kalori makanan.
Dengan perhitungan sebagai berikut :
Tinggi Badan = 168 cm
BB = 60 kg
Usia = 48 tahun

BB Ideal (Broca) = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg


= 90% x (168-100) x 1 kg
= 90% x 68 x 1 kg
= 61,2 kg
Status Gizi: Normal = BBI ± 10 % BBI
Normal = (61,2 -10%) sampai (61,2 + 10 %)
Normal = 55,08 sampai 67,32 kg
BB pasien = 60 Kg  Normal

Jumlah kebutuhan Kalori per hari :


Kebutuhan kalori basal = BBI x 30 kkal (untuk pria)
= 61 kg x 30 kkal
= 1.830 kkal
Koreksi kebutuhan kalori :
Usia > 40 tahun = -5%
Aktivitas sedang = + 30%
Status gizi normal = +0 %

2
4
Kebutuhan kalor = kalori basal + (-5% + 30% + 0%) x kalori basal
= 1.830 kkal + 25% x 1.830 kkal
= 1.830 + 457,5
= 2.287 kkal  2.300 kkal

Pemberian obat pada kasus ini, jika dilihat menurut algoritme pengelolaan DM
tipe 2 menurut PERKENI 2015 belum sesuai. Pasien yang baru terdiagnosis
Diabetes Melitus tipe 2 sebaiknya dianjurkan untuk melakukan modifikasi gaya
hidup sehat terlebih dahulu. Lalu setelah itu dilakukan pemeriksaan HbA1C untuk
menentukan jenis pengobatan (PERKENI, 2015). Namun, karena keterbatasan
sarana prasarana maka pemeriksaan HbA1C belum bisa dilakukan. Sehingga
pilihan untuk memberikan monoterapi berupa Metformin 2 x 500 mg terlebih
dahulu dan selalu melakukan pengecekan GDS perhari untuk menentukan
keberhasilan terapi masih bisa dilakukan. Selanjutnya apabila ternyata hasil terapi
tidak sesuai yang diharapkan, dapat ditambahkan satu jenis obat dari golongan
lain.

Edukasi merupakan salah satu pilar yang penting untuk mengontrol kadar gula
darah. pada kasus ini pasien telah diberikan edukasi mengenai kontrol gula darah
sehingga hal ini sesuai dengan literatur dimana pentingnya edukasi bagi penderita
DM (PERKENI, 2011).

2
5
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Diagnosis pada kasus ini adalah DM tipe 2 dengan tatalaksana
menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,
serta mencapai target pengendalian glukosa darah yang telah dilakukan
namun belum sepenuhnya sesuai dengan literatur.
5.2. Saran
a. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
terhadap pasien seharusnya dilakukan secara holistik dan optimal sehingga
diagnosis dapat lebih ditegakkan sesuai dengan masalah yang dihadapi
pasien.
b. Penatalaksanaan terhadap pasien sebaiknya mengikuti algoritme
pengelolaan DM tipe 2. Sebaiknya intervensi farmakologis mulai
dilakukan jika setelah modifikasi gaya hidup dilakukan namun kadar
glukosa pada darah belum normal. Tidak hanya dari intervensi
farmakologis, mulai dari edukasi, pengaturan diet dan aktivitas sebaiknya
sudah dilakukan sejak awal penatalaksanaan.
c. Penatalaksanaan yang didapatkan oleh pasien ini memenuhi standar terapi
yang sesuai dengan literatur namun perlu dilakukan penyesuaian dosis dan
kebutuhan diet sesuai dengan berat badan pasien, tinggi badan, serta
aktivitas pasien.
d. Sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap pengobatan dan perkembangan
penyakit pasien.

2
6
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2010). Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert


Commite on the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus
Diabetes Care. New York: American Diabetic Association.

Bakta, I. M. (2009). Pendekatan Terhadap Anemia. In A. W. Sudoyo, B.


Setiyohadi, I. Alwi, S. M. K, & S. Setiadi, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (pp. 1109-1115). Jakarta: EGC.

Dahlan, Z. (2009). Pneumonia. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, S. M. K,


& S. Setiadi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 2196-2206). Jakarta:
EGC.

Harrison. (2000). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Kurniawan, F. (2017). Diabetes Mellitus Gestasional. Jakarta: FK UI.

Lubis, H. R. (2009). Penyakit Ginjal Diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.


Alwi, M. S. K., & S. Setiadi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 979-
982). Jakarta: EGC.

PERKENI. (2006). Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Diabetes Melitus.


Jakarta: PERKENI.

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.

PERKENI. (2015). Konsensus Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: PERKENI.

Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In A. W.


Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S. Setiati, Buku Ajar Penyakit
Dalam (pp. 1880-1883). Jakarta: EGC.

Waspadji, S. (2009). Komplikas Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya,


Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.

2
7
Alwi, S. M. K., & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1922-
1929). Jakarta: EGC.

Yogiantora, M. (2009). Hipertensi Esensial. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.


Alwi, S. M. K, & S. Setiadi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1079-
1085). Jakarta: EGC.

Yunir, E., & Soebardi, S. (2009). Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes
Melitus. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, S. M. K., & S. Setiati,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1891-1895). Jakarta: EGC.

2
8

Anda mungkin juga menyukai