Anda di halaman 1dari 51

1.

Keselamatan fasilitas

2. Keselamatan dan Keamanan Gedung/Bangunan Rumah Sakit


a) Melakukan identifikasi risiko dan pengaman keselamatan pasien, staf dan pengunjung.
 Rumah sakit menetapkan area berisiko terhadap keselamatan dan keamanan antara lain: Kamar
Bayi, Kamar Operasi, Kamar bersalin, Tempat Bermain Anak, Laboratorium, Radiologi, Gudang
Umum, Ruang TPS B3, Gudang farmasi, Ruang O 2/Gas Medis, Panel, Genset, Instalasi Air, Listrik
dan area yang terkait dengan sistem kunci lainnya.
 Pengawasan dan pengamanan area berisiko harus dilaksanakan secara ketat dan berkelanjutan.
b) Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan bangunan rumah sakit.
Rumah sakit membuat rencana untuk pemeliharaan dan perbaikan bangunan rumah sakit meliputi
pemeliharaan dan perbaikan lantai, dinding, plafond dan jendela dan dilakukan oleh petugas yang
kompeten dibidangnya.
c) Pengontrolan dan pengecekan kondisi bangunan.
Dilaksanakan oleh Maintenance yang disertai ceklis pengontrolan dan pengecekan.
 Untuk lantai :
 Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin, mudah dibersihkan dan berwarna
terang.
 Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan, mempunyai
kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
 Khusus ruang operasi, lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk berkembang biaknya
bakteri, menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan tidak mudah terbakar.
 Untuk dinding (Mengacu pada KepMenKes No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit) :
 Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak mengandung logam berat.
 Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding dengan langit-langit membentuk
conus (tidak membentuk siku).
 Dinding KM/WC dari bahan yang kuat dan kedap air.
 Permukaan dinding keramik rata, rapi dan sisa permukaan keramik dibagi sama ke kanan dan ke
kiri.
 Khusus Ruang Radiologi dinding dilapis timbal minimal 2 mm atau setara dinding bata ketebalan
30 cm serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
 Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselen atau keramik setinggi 1,5 m dari lantai.
 Untuk pintu/jendela :
 Pintu harus cukup tinggi minimal 210 cm dan lebar minimal 120 cm.
 Pintu dapat dibuka dari luar.
 Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup pintu otomatis
(automatic door closer) dan membuka ke arah tangga darurat/arah evakuasi dengan bahan tahan
api minimal 2 jam.
 Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
 Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar, memakai jeruji.
 Khusus Ruang Operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi harus menutup sendiri
(dipasang penutup pintu/door close).
 Khusus Ruang Radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan dilapisi timbal minimal 2 mm atau
setara dinding bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu merah tanda bahaya radiasi serta
dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
 Untuk plafond :
 Rangka plafond kuat dan anti rayap.
 Permukaan plafond berwarna terang, mudah dibersihkan dan tidak menggunakan bahan asbes.
 Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari lantai.
 Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
1
 Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil baja
double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit.
 Untuk ventilasi :
 Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas minimum 15%
dari luas lantai.
 Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang operasi, kombinasi
antara exhaust fan dan AC harus dapat memberikan sirkulasi udara dengan tekanan positif.
 Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.
 Untuk sanitasi :
 Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak cacat serta mudah
dibersihkan.
 Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, dan berfungsi dengan baik.
 Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau, dilengkapi dengan
disinfektan dan tisu yang sekali buang.
 Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 10 : 1.
 Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 20 : 1.
d) Perbaikan terhadap setiap kerusakan yang ditemukan.
Untuk menghidari terjadinya insiden maka perlu dilakukan perbaikan setiap kerusakan baik berupa
peralatan maupun sarana gedung.
e) Melakukan pengamanan terhadap kegiatan pembangunan dan renovasi bangunan.
Pengamanan terhadap kegiatan renovasi dengan menggunakan ICRA (Infection Control Risk
Assessment) bekerjasama dengan bagian PPI (Perawat Pengendali Infeksi).

A. Keselamatan dan Keamanan Halaman dan Lahan Parkir


1. Perluasan lahan parkir sesuai kebutuhan.
Area parkir harus tertata dengan baik dan apabila jumlah kendaraan semakin bertambah, direncanakan
untuk penambahan lahan parkir.
2. Penambahan marka dan sarana lalu lintas.
Dilakukan penambahan marka dan pengecatan marka jalan yang sudah tidak layak, diberi rambu untuk
penyandang cacat yang bisa membedakan untuk mempermudah dan membedakan dengan fasilitas
parkir bagi umum.Untuk parkir Basement dilengkapi dengan exhauster yang memadai untuk
menghilangkan udara tercemar di dalam Ruang Basement, dilengkapi petunjuk arah dan disediakan
tempat sampah yang memadai serta APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
3. Penambahan tanaman peneduh dan penghijauan.
Tanaman tertata dengan baik dan tidak menutup rambu-rambu yang ada, dipelihara dan berfungsi
memberikan keindahan, kesejukan, kenyamanan bagi pengunjung maupun pekerja dan pasien rumah
sakit.
4. Pengamanan halaman dan lahan parkir rumah sakit.
Pintu gerbang masuk dan keluar berbeda dan dilengkapi dengan gardu jaga. Jalan di area parkir pada
kedua belah tepinya dilengkapi dengan kansten dan di rawat. Dilakukan pemeliharaan dan perbaikan
paving blok agar lahan parkir terlihat rapi.

B. Keselamatan dan Keamanan Fasilitas Peralatan Rumah Sakit


1. Pemeriksaan dan pemeliharaan alat kesehatan dan alat umum.
Agar semua peralatan di rumah sakit selalu dalam kondisi aman dan siap pakai maka dilakukan
pemeriksaan, pemeliharaan, memiliki perizinan, dan di kalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. Peralatan yang
menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang
berwenang. Penggunaan peralatan medis dan non medis di rumah sakit harus dilakukan sesuai dengan
indikasi medis pasien.
2. Perbaikan setiap peralatan rumah sakit yang rusak.

2
Peralatan rumah sakit yang rusak diperbaiki oleh teknisi internal dan jika tidak mampu laksana,
diperbaiki oleh teknisi eksternal.
3. Pencegahan terhadap kejadian kehilangan dan kerusakan asset rumah sakit.
Untuk pencegahan terhadap kehilangan dan kerusakan aset rumah sakit, setiap petugas Security yang
bertugas wajib menanyakan kepada semua tamu/pengunjung tentang maksud dan tujuan berkunjung ke
rumah sakit. Apabila kunjungan tersebut berkaitan dengan penugasan maka petugas yang menerima
tamu wajib menanyakan surat tugas yang bersangkutan. Tamu/pengunjung wajib meninggalkan tanda
pengenal di pos jaga untuk diganti dengan tanda pengenal/kartu tamu. Petugas mencatat nama dan
alamat tamu/pengunjung sesuai dengan identitas yang dimiliki (KTP, SIM, PASPORT). Setelah selesai
berkunjung, tamu/pengunjung kembali ke pos jaga untuk menyerahkan kartu tamu dan mengambil
identitasnya. Petugas Security juga melakukan patrol pengaman secara rutin dan berkelanjutan serta
mewujudkan budaya sadar security di lingkungan rumah sakit.
4. Pengadaan fasilitas untuk keamanan ruangan
Untuk pengamanan ruangan, dipasang CCTV, kunci pengaman dan lampu penerangan dan dilakukan
pemantauan oleh petugas terkait.

C. Pencegahan Terhadap Pencurian, Tindak Kekerasan dan Penculikan


1. Identifikasi pengunjung rumah sakit.
Untuk pencegahan terhadap pencurian, tindak kekerasan dan penculikan di rumah sakit, setiap petugas
Security yang bertugas wajib menanyakan kepada semua tamu/pengunjung tentang maksud dan tujuan
berkunjung ke rumah sakit. Apabila kunjungan tersebut berkaitan dengan penugasan maka petugas yang
menerima tamu wajib menanyakan surat tugas yang bersangkutan. Tamu/pengunjung wajib
meninggalkan tanda pengenal di pos jaga untuk diganti dengan tanda pengenal/kartu tamu. Petugas
mencatat nama dan alamat tamu/pengunjung sesuai dengan identitas yang dimiliki (KTP, SIM,
PASPORT). Setelah selesai berkunjung, tamu/pengunjung kembali ke pos jaga untuk menyerahkan
kartu tamu dan mengambil identitasnya. Untuk mencegah penculikan bayi khususnya di Kamar Bayi
perlu dilakukan :

a. Tentukan siapa saja yang boleh masuk Kamar Bayi (Perawat/Bidan/Dokter/Ibu yang melahirkan).
b. Pengunjung hanya boleh melihat bayi dari luar Kamar Bayi.
c. Kamar Bayi dilengkapi dengan fasilitas berupa pintu pangaman (pintu dibuka dengan kode khusus),
dan CCTV.
d. Lakukan pengamanan secara rutin dan periodik oleh petugas Security.
Apabila ditemukan ada pengunjung yang mencurigakan, perawat Kamar Bayi segera melaporkan
kepada petugas Security setempat untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. Perawat KBBL
harus selalu melakukan pengecekan dan identitas bayi yang ada di Kamar Bayi. Apabila terjadi
kecurigaan ada bayi hilang di Kamar Bayi, maka perawat Kamar Bayi harus segera melaporkan kepada
petugas Security dan atasannya. Atas dasar laporan tersebut petugas Security setempat segera
menghubungi Pos Security dipintu masuk/keluar untuk mengecek melalui monitor CCTV dan
mengambil tindakan pencegahan/pengamanan terhadap kemungkinan bayi dibawa keluar dari rumah
sakit melalui pintu tersebut. Lakukan pengecekan ke rumah keluarga pasien untuk memastikan apakah
bayi tersebut di bawa pulang. Apabila telah dilakukan pengecekan bayi yang hilang tidak ditemukan
segera hubungi Instansi Kepolisian setempat untuk ditindaklanjuti.

2. Pemasangan CCTV.
Perangkat CCTV dipasang di daerah yang rawan dan strategis (Kamar Bayi, Ruang Tunggu, Kamar
Perawatan, objek/sarana vital dll.

3. Pemasangan kunci pengaman otomatis.


Kunci pengaman otomatis dipasang di area Kamar Bayi dapat dibuka dengan menggunakan kode
tertentu.

4. Diklat pencegahan dan penanggulangan terhadap pencurian, tindak kekerasan dan penculikan.

3
Berkoordinasi dengan bagian Diklat untuk memberikan bekal kepada petugas dilapangan agar selalu
siap dan terlatih apabila ada kejadian pencurian, tindak kekerasan dan penculikan.

5. Melakukan koordinasi secara intensif dengan instansi keamanan setempat.


Rumah Sakit Bunda Aliyah melakukan koordinasi dengan Polsek, Polres, Koramil dan Kodim agar
setiap permasalahan yang menyangkut keamanan pasien, pengunjung dan staf dapat dapat diatasi
dengan cepat dan tepat.

D. Pencegahan Pasien Jatuh


1. Pemasangan dan pengawasan anti slip pada anak tangga
Persyaratan keamanan untuk tangga antara lain :
a. Dipasang anti slip pada bibir anak tangga.
b. Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah.
c. Lebar injakan minimum 28 cm.
d. Tinggi injakan maksimum 21 cm.
e. Tidak berbentuk bulat/spiral.
f. Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam.
g. Memiliki kemiringan injakan < 90°.
h. Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya.

Dilakukan ceklis dan apabila ada kerusakan dan segera dilaporkan ke pimpinan untuk dilakukan
perbaikan.
1. Pemasangan dan pengawasan railing tangga.
Railing tangga mudah dipegang, ketinggian 60-80 cm dan bebas hambatan.

2. Pengawasan terhadap penahan tempat tidur anak.


Tempat tidur anak dilengkapi dengan penahan pada kedua tepinya agar tidak berisiko jatuh.

3. Pengawasan terhadap pembersihan lantai.


Lantai yang akan di lakukan pembersihan, diberi tanda “Wet Floor” agar semua orang yang melintas
melihat tanda tersebut dan tidak melewati lantai tersebut, sehingga terhindar dari insiden terpeleset/
terjatuh. Pengawasan dilakukan oleh Tim pengawas yang ditunjuk.

4. Pengadaan dan pengawasan terhadap ram/jalan melandai.


Jalan melandai dipasang alas anti slip agar setiap orang yang lewat tidak terpeleset/terjatuh. Ram dilengkapi
dengan pegangan rambatan, kuat dan ketinggian 80 cm.

3. Pengelolaan bahan dan limbah berbahaya dan beracun (B3)

Untuk menentukan limbah bahan berbahaya dan beracun yang digunakan dan dihasilkan, Rumah Sakit Bunda
Aliyah mengacu pada beberapa peraturan pemerintah yang masih berlaku, peraturan tersebut antara lain:
1. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang peningktan pelayanan mutu Rumah Sakit.
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 14 Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang tata cara perizinan
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
4. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2020
Tentang Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

4
6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2016
Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di Fasilitas
Penimbusan Akhir
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 2002 tentang pedoman
penyusunan standar pelayanan minimal Rumah Sakit yang wajib dilaksanakan Daerah
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Dari acuan peraturan pemerintah tersebut Rumah Sakit Bunda Aliyah melakukan pengelompokan
berdasarkan identifikasi dan klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3). Adapun identifikasi
dan klasifikasi tersebut antara lain :

1. Identifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) dilakukan dengan cara:
 Menginventarisasi jenis B3 yang digunakan di area Rumah Sakit Bunda Aliyah.
 Menginventarisasi sumber penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3).
 Menginventarisasi Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet/MSDS) sesuai
dengan bahan berbahaya dan beracun yang ada di area Rumah Sakit Bunda Aliyah.
 Pengecekan simbol (label) pada penempatan dan kemasan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan
pemberian simbol pada tempat penampungan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun
(LB3).
2. Melakukan klasifikasi jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan simbol dan
sifatnya, terdiri dari :

DAFTAR SIMBOL LIMBAH B3


RUMAH SAKIT BUNDA ALIYAH TAHUN 2022
No. Kategori Simbol / Lambang

1 Radioaktif

2 Infeksius

3 Beracun

4 Korosif

5 Cairan Mudah Terbakar

6 Padatan Mudah Terbakar

5
7 Mudah Meledak

8 Berbahaya Terhadap Lingkungan

9 Tabung Bertekanan

10 Karsinogenik

11 Iritant

12 Oksidataor

13 Label Kemasan

14 Kimia cair

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit Bunda Aliyah menggunakan bahan berbahaya dan
beracun (B3) yang secara otomatis akan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3). Selain
dihasilkan limbah B3 sesuai dengan bahan yang digunakan, juga dihasilkan limbah B3 lain sebagai akibat dari
pelayanan kesehatan. Jenis limbah B3 yang dihasilkan di Rumah Sakit Bunda Aliyah, sesuai Peraturan
Pemerintah RI No.101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

A. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) Rumah Sakit Bunda Aliyah
 Limbah Medis Padat
1. Pengumpulan Limbah B3
1) Limbah B3 dari sumber dipisahkan dengan kemasan/wadah plastik kuning untuk limbah
infeksius, wadah safety box/jerigen untuk limbah infeksius tajam, wadah jerigen/drum untuk B3
cair.

6
2) Wadah yang ada diambil tiap hari atau 2/3 penuh dikumpulkan dalam dua shift, shift 1 dilakukan
pada pukul 05.00-06.00 WIB, shift 2 10.00-11.00 WIB dan shift 3 21.00-22.00 WIB dilakukan
pada pukul oleh petugas.
3) Trolly yang digunakan adalah trolly khusus untuk limbah padat B3 (medis).
4) Pengumpulan yang dilakukan mengikuti rute yang sudah ditentukan.
5) Melakukan penimbangan dan penulisan dilogbook sampah medis.
6) Trolly yang digunakan adalah trolly khusus untuk limbah padat B3 (medis).
7) Kontainer yang kotor langsung dicuci kemudian diganti dengan plastik yang baru.
8) Tempat penyimpanan limbah padat B3 (medis) ditutup rapat dan dikunci oleh petugas yang
berwenang.
9) Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan ke tempat pengumpulan sementara limbah B3 menggunakan jalur terpisah agar tidak
terjadi kontak dengan pasien dan pengunjung sehingga dapat dihindari risiko infeksi nosokomial.
Troli pengangkutan limbah B3 disajikan pada gambar dibawah ini :

10) Penyimpanan Limbah B3


a. Sebelum limbah B3 dimasukan ke dalam TPS limbah B3 dilakukan penimbangan dan dicatat
didalam log book/catatan limbah B3 untuk mengetahui jumlah limbah B3 setiap harinya.
b. Peyimpanan limbah B3 dipisahkan berdasarkan karakteristiknya.
1) Limbah B3 Infeksius (padat dan benda tajam)
2) Limbah B3 Cair
3) Limbah B3 Non Medis (accu bekas, bohlam/lampu, tinta, kaleng cat, oli bekas dll).
Tempat penyimpananan limbah B3 dilengkapi dengan BIN sehingga limbah tertata dengan baik, setelah
dilakukan pengangkutan TPS LB3 dibersihkan dengan menggunakan dekontaminasi. Petugas yang menimbang
harus menandatangani catatan jumlah B3 di dalam logbook/catatan produksi limbah B3.

Ruang penyimpanan limbah B3 harus memiliki ventilasi yang baik, dilengkapi dengan penerangan dan APAR.
Berikut adalah gambar TPS LB3 Rumah Sakit Bunda Aliyah pada saat pengangkutan untuk dibawa ke tempat
pemusnahan.

7
8
ASPEK TEKNIS TPS LIMBAH B3 RUMAH SAKIT BUNDA ALIYAH

DESKRIPSI FASILITAS & PENGELOLAAN


NO ASPEK KELENGKAPAN
LIMBAH B3 RUMAH SAKIT BUNDA ALIYAH

1 Dimensi Bangunan (m) 1,5 x 7 x 2,2 = 23,1 m3

2 Ruang penyimpanan TPS mampu menampung semua limbah B3 yang


dihasilkan

3 Posisi Geografis (GPS) S 6o24’18.1332”

E 106o49’10.6716”

4 Papan nama TPS limbah B3 TPS LB3 dilengkapi dengan papan nama

5 Simbol pada bangunan TPS TPS LB3 dilengkapi simbol pada pintu masuk dan pintu
keluar

6 TPS terlindung / aman TPS hanya dapat diakses oleh petugas Cleaning Service
dan Kesling

7 Atap Dibuat dengan plafon dan memiliki sistem ventilasi


udara yang memadai untuk mencegah terjadinya
akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan

8 Dinding Terbuat dari dinding yang kuat

9 Lantai Konstruksi lantai dilapisi dengan keramik, tidak


bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian
dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan.
Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur
sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir
kearah menjauhi bangunan penyimpanan

10 Penerangan Memiliki sistem penerangan (lampu) yang memadai


untuk operasional atau inspeksi rutin. Lampu
penerangan dipasang minimal 1 meter di atas kemasan
dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar
bangunan

11 Ventilasi Ventilasi memadai untuk sirkulasi udara dalam TPS


LB3,dan dipasang kasa untuk mencegah masuknya
burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang
penyimpanan

12 Pemisahan jenis limbah Ada pemisahan penyimpanan limbah B3 berdasarkan


karakteristik masing-masing limbah, antara lain :

a. Limbah Infeksius (padat)


b. Limbah benda tajam
c. Limbah Lampu TL
d. Limbah Baterai UPS bekas
e. Limbah Oli bekas
f. Limbah Cair B3
9
13 Simbol dan label limbah Setiap kemasan dilengkapi dengan simbol dan label.

B3 a. Limbah Infeksius (kantong plastik kuning)


b. Limbah benda tajam (kardus)
c. Limbah lampu TL (kardus)
d. Limbah Baterai UPS bekas (kardus)
e. Limbah Oli bekas (drum/jerigen)
f. Limbah Cair B3 (drum/jerigen)
14 Kemudahan untuk loading Ada jarak yang memadai antara tapak penyimpanan
dengan pintu TPS LB3

15 Logbook / catatan keluar Tersedia log book di dalam lokasi TPS


masuk limbah B3

16 SPO Penyimpanan Tersedia SPO penyimpanan untuk masing-masing


limbah

17 Perlengkapan tanggap Tersedia APAR, Spill Kit

darurat

18 Keselamatan kerja Tersedia APD & P3K

19 Desinfeksi dan Cuci Tangan Tersedia wastafel dan kran pada dinding area luar TPS
LB3

Penempatan limbah B3 pada TPS di Rumah Sakit Bunda Aliyah dibagi menjadi:

1. TPS Limbah Infeksius : untuk limbah infeksius padat dan benda tajam
2. TPS Limbah Lampu TL : untuk limbah lampu TL
3. TPS Limbah Aki : untuk limbah baterai (UPS & Accu)
4. TPS Limbah Oli : untuk limbah oli bekas
5. TPS Limbah Cair B3 : untuk jerigen limbah cair B3

11) Pembuangan Limbah B3


a. Pembuangan dan pemusnahan limbah B3 di Rumah Sakit Bunda Aliyah dilakukan oleh pihak
ketiga yang telah memenuhi syarat dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
dan dituangkan dalam perjanjian kerjasama. Frekuensi pengangkutan dilakukan setiap 2 hari
sekali (tidak lebih dari 2x24 jam) untuk limbah kategori infeksius dan 90 hari untuk limbah
kategori umum. Sebelum limbah B3 diangkut oleh pihak kedua, dilakukan penimbangan yang
disaksikan oleh petugas Rumah Sakit Bunda Aliyah yang bertanggung terhadap penanganan
limbah B3.
b. Pihak kedua harus memberikan manifest tentang jumlah dan jenis limbah B3 yang akan
dimusnahkan kepada pihak Rumah Sakit Bunda Aliyah yang telah ditandatangani oleh pihak
kedua.

 Limbah Cair
Jenis limbah cair B3 di Rumah Sakit Bunda Aliyah untuk tahun 2019 terdiri dari :

a. Limbah cair infeksius


b. Limbah cair radiologi
c. Limbah cair labolatorium
d. Lumpur IPAL
10
e. Oli Bekas

 Limbah Cair Infeksius


Limbah cair yang berasal dari kegiatan sehari-hari yang dibuang langsung melalui wastafel, toilet dan
spoel hook sebelum diolah di IPAL dan dibuang ke saluran pembuangan perkotaan. Seluruh limbah cair
yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan di Rumah Sakit Bunda Aliyah akan diolah menjadi limbah cair
yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan.

Pengelolaan limbah cair adalah upaya untuk meningkatkan kualitas air limbah yang dihasilkan dari
kegiatan pelayanan Rumah Sakit Bunda Aliyah agar mencapai baku mutu yang ditetapkan sehingga
tidak potensial mencemari lingkungan atau mempengaruhi kesehatan.

Tujuan pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit Bunda Aliyah adalah melakukan pengelolaan limbah
cair yang dihasilkan oleh kegiatan di Rumah Sakit Bunda Aliyah agar memenuhi Baku Mutu Limbah
Cair Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
68/MENLH/SETJEN/kum.1/8/2016 Tentang Baku Mutu Limbah Domestik.
1. Pengolahan Limbah Cair dilakukan secara terpadu pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
2. Kapasitas dan metode pengolahan air limbah disesuaikan dengan kebutuhan dan tetap
mempertimbangkan kualitas hasil pengolahan yang sesuai dengan Baku Mutu Limbah Cair yang
telah ditentukan.
3. Limbah cair disalurkan ke IPAL secara tertutup melalui saluran yang kedap air dan dapat mengalir
dengan lancar.
4. Proses IPAL
 Bak Penyaringan (Grit Chamber)
Dari gedung atau sump pit air limbah masuk pertama kali menuju ke bak ini. Fungsi dari Grit
Chamber adalah sebagai proses awal untuk menyaring kotoran / sampah padatan yang berpotensi
mengganggu proses pengolahan. Grit Chamber dilengkapi dengan fine bar screen sebagai media
proses penyaringan awal.

 Bak Aerasi (Aeration Tank)


Di dalam bak ini bakteri aerob mendapatkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Proses
penguraian zat organik oleh bakteri pengurai terjadi di dalam bak aerasi. Oksigen yang diperlukan
oleh bakteri aerob berasal dari udara yang dihasilkan oleh mesin penghasil udara ( Blower) yang
didistribusikan melalui diffuser. Untuk menjaga jumlah bakteri agar sebanding dengan limbah
yang datang, bakteri ditambahkan secara terus-menerus melalui proses “pengembalian lumpur
aktif”. Yang dimaksud dengan lumpur aktif ialah lumpur hasil proses pengendapan di bak
sedimentasi yang banyak sekali mengandung bakteri pengurai yang telah aktif. Jumlah lumpur
yang dikembalikan ke awal bak aerasi dapat diatur di “Sludge Distributor Box”.
 Bak Pengendap (Sedimentation Tank)
Bak ini berfungsi sebagai bak pengendap yaitu memisahkan bagian yang padat (partikel
tersuspensi) dengan air yang relatif bersih. Pada bak ini waktu tinggal air limbah dan ketenangan
menjadi syarat utama. Lumpur yang mengendap diangkat oleh air lift menggunakan tekanan
udara dari blower menuju instalasi pembagi lumpur “Sludge Distributor Box” untuk
didistribusikan ke bak aerasi dan bak sludge storage sesuai kebutuhan sistem. Lumpur yang
mengapung ditangkap / terhisap scum skimmer untuk ditampung di bak sludge storage dan bak
aerasi.

 Bak Khlorinasi (Chlorination Tank)


Bak ini berfungsi sebagai tempat untuk kontak antara air limbah yang telah diolah dengan zat
desinfektan (kaporit) agar bakteri patogen yang ada dalam limbah mati, sehingga air yang
dibuang ke saluran umum sudah bebas dari bakteri yang berbahaya.
 Bak Penampungan Air Hasil Olahan (Effluent Tank)
11
Air hasil olahan yang telah tercampur secara merata dengan larutan kaporit ditampung di dalam
bak ini sebelum dibuang ke saluran umum dengan menggunakan pompa effluent.

5. Pemantauan, pengawasan, baku mutu dan pelaporan


 Pemantauan yang dilakukan pada limbah cair adalah pencatatan debit limbah harian dan
pengukuran pH pada outlet.
 Pemeriksaan baku mutu terhadap kualitas limbah cair dilakukan setiap bulan pada titik dan outlet
dengan menggunakan jasa laboratorium pihak ketiga.
 Hasil pemantauan harian dan pemeriksaan bakumutu bulanan dilaporkan pada, Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok minimal 3 bulan sekali.
 Bila dalam pemeriksaan kualitas limbah cair ditemukan hasil diluar baku mutu, maka dilakukan
analisa dan segera dilakukan perbaikan.

 Limbah Cair Radiologi


Limbah cair radiologi berasal dari kegitan unit radiologi yang menggunakan cairan B3 sebagai bahan
bakunya.Sisa dari cairan B3 yang sudah tidak dipakai lagi menjadi limbah yang harus mendapatkan
penanganan khusus. Pengelolaan limbah cair radiologi meliputi :

1. Pengumpulan limbah cair radiologi dilakukan setiap kali selesai melakukan kegiatan yang
menggunakan larutan fixer dan developer. Pengumpulan dilakukan oleh petugas radiologi dengan
menggunakan drum/jerigen.
2. Pemindahan limbah radiologi ke TPS Limbah B3 dilakukan sesuai keadaan (bila tempat
penampungan limbah sudah terisi 2/3 bagian). Pemindahan dilakukan oleh petugas Cleaning
Service.
3. Penyimpanan limbah radiologi di TPS limbah B3 maksimal 90 hari dan setelah 90 hari limbah
radiologi harus dibuang menggunakan jasa pihak ketiga.
4. Setelah pembuangan, maka Petugas Kesehatan Lingkungan akan melaporkan manifest
pembuangan limbah B3 yang terlampir pada laporan triwulan ke dinas terkait yaitu Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.

- Oli Bekas
Di Rumah Sakit Bunda Aliyah oli bekas diperoleh dari kegiatan unit Maintenance. Pengelolaan limbah
cair radiologi meliputi :

1. Pengumpulan oli bekas dilakukan setiap kali selesai melakukan kegiatan yang menggunakan oli.
Pengumpulan dilakukan oleh petugas Maintenace.
2. Penyimpanan oli bekas di TPS limbah B3 maksimal 90 hari dan setelah 90 hari limbah oli harus
dibuang menggunakan jasa pihak ketiga.
3. Setelah pembuangan maka Petugas Kesehatan Lingkungan akan melaporkan manifest pembuangan
limbah B3 ke dinas terkait yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.

B. Pengemasan, Pelabelan B3 dan Limbah B3 Rumah Sakit Bunda Aliyah


Pengemasan, pelabelan B3 dan limbah B3 harus memenuhi hal-hal berikut ini:
1. Kemasan Limbah B3 dan limbah wajib diberi simbol dan label yang sesuai.
2. Limbah B3dapat dikemas ulang dengan memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan dan keamanan.
3. Simbol dan label Limbah B3 diberikan pada kemasan, tempat penyimpanan, dan tempat
pengumpulan Limbah B3 sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Simbol dan label yang mengalami kerusakan wajib diganti dengan yang baru.

C. Penanganan Tumpahan Limbah B3 dan Pelaporan Insiden Rumah Sakit Bunda Aliyah

12
Penanganan tumpahan limbah B3 adalah tindakan gawat darurat terhadap tumpahan limbah B3 yang
tercecer di area instalasi yang menghasilkan limbah B3, area Rumah Sakit Bunda Aliyah dan
TempatPenyimpanan Sementara (TPS) limbah B3.Jenis limbah B3 yang dihasilkan di Rumah Sakit
Bunda Aliyah terdiri dari limbah infeksius, limbah B3 cair (laboratorium), dan limbah B3 umum (accu
bekas, lampu TL & Bohlam, tinta, dll).

Upaya penanganan tumpahan Limbah B3 agar berjalan efektif, perlu didukung dengan penyediaan sarana
spill kit tumpahan Limbah B3.Dalam menangani tumpahan Limbah B3 maupun cairan tubuh diperlukan
beberapa peralatan dan bahan (spiil kit) antara lain:

NO JENIS BARANG JUMLAH

1 Tanda tumpahan (warning sign/spill sign) 1 pcs

2 Sarung tangan disposeble 1 pasang

3 Kaca mata safety 1 pcs

4 Pasir kering Sesuai Kebutuhan

5 Sapu dan sekop kecil (dust pun) / kuas cat 1 set

6 Masker Sesuai Kebutuhan

7 Apron Plastik Sesuai Kebutuhan

8 Lap kuning (kanebo) 1 pcs

9 Tissu Sesuai Kebutuhan

10 Hand spray dengan desinfektan 1 set

11 Pinset 1 pcs

13 Kantong plastik berwana (Kuning) Sesuai Kebutuhan

Perlengkapan tersebut (spill kit) di Rumah Sakit Bunda Aliyah tersedia pada masing-masing unit dan
ruangan yang kemungkinan mempunyai resiko tumpahan bahan berbahaya dan beracun dan dimasing-
masing unit yang mempunyai tempat penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan tersusun
rapi pada box container ukuran 30 liter. Selain itu diperlukan cara penagananan tumpahan yang benar
agar tidak terjadi paparan terhadap petugas.

1. Penanganan tumpahan limbah B3 di Rumah Sakit Bunda Aliyah


a. Penanganan Tumpahan Limbah Infeksius
1) Petugas yang menemukan tumpahan segera mengambil kotak spill kit dan memberikan tanda
tumpahan.
2) Petugas memakai APD sesuai dengan jenis tumpahanya.
3) Petugas menaburi sekeliling tumpahan dengan menggunakan pasir halus untuk membendung
aliran tumpahan (jika tumpahan berbentuk cairan kental maka tidak memerlukan pasir).
4) Petugas menyemprotkan cairan desinfektan (alkohol 70%) pada area tumpahan.

13
5) Petugas menutup permukaan tumpahan secara rata dengan menggunakan underpad dan
diamkan sampai tumpahan tersebut meresap kedalam underpad (siapkan kantong plastik
kuning untuk penempatan tumpahan).
6) Petugas mengangkat underpad dengan menggunakan pinset.
7) Petugas memasukan underpad yang telah dipakai kedalam plastik kuning yang telah
disediakan.
8) Petugas menyapu dan membersihkan pasir pembendung tumpahan dengan menggunakan sapu
kecil (duspan) dan tempatkan pada kantong plastik yang telah tersedia.
9) Petugas menyemprotkan desinfektan (Presept yang dicairkan) ke area tumpahan yang telah
dibersihkan.
10) Petugas menutup area tumpahan yang telah diberikan desinfektan dengan underpad secara
merata.
11) Lakukan kembali point no. 6 & 7 dan ikat kantong plastik kuning tersebut dengan kuat.
12) Petugas membuka APD yang digunakan (untuk APD dispolsable tempatkan pada plastik
kuning untuk dimusnahkan terpisah dengan APD yang akan dilakukan sterilisasi.
13) Tutup dan rapihkan kembali box spill kit untuk ditempatkan kembali pada penyimpanan
semula.
14) Petugas membersihkan area bekas tumpahan dengan menggunakan air bersih dan alat pel.
15) Petugas mencuci tangan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
16) Isi kembali spill kit.
17) Buat laporan kejadian tumpahan pada formulir pelaporan.
18) Serahkan kepada Panitia K3 Rumah Sakit Bunda Aliyah paling lama 2 x 24 jam.

b. Penanganan Tumpahan Limbah B3 Non Medis


1) Penanganan tumpahan solar dan cairan accu bekas :
a) Petugas memasang tanda peringatan tumpahan
b) Petugas menggunakan Alat Pelindung Diri (sarung tangan dan sepatu boot).
c) Lokalisir tumpahan solar dengan menggunakan uderpad/pasir/serbuk kayu/kain majun.
d) Hindarkan semua material yang yang berpotensi menimbulkan percikan/ nyala api.
e) Setelah meresap masukkan underpad/pasir/serbuk kayu/kain majun ke dalam kantong
plastik/ember/drum.
f) Bersihkan lantai yang terkena tumpahan solar dengan detergen sampai lantai tidak licin.
g) Bersihkan dan bilas APD dengan air mengalir.
h) Lakukan prosedur cuci tangan dengan sabun.
i) Buat laporan kejadian tumpahan pada formulir pelaporan.
j) Serahkan kepada Panitia K3 Rumah Sakit Bunda Aliyah paling lama 2 x 24 jam.
2) Penanganan pecahan lampu TL dan Bohlam :
a) Petugas memasang tanda peringatan tumpahan
b) Petugas menggunakan Alat Pelindung diri (sarung tangan, masker dan sepatu boot)
c) Lokalisir pecahan lampu TL dan Bohlam
d) Angkat pecahan dengan menggunakan serokan dan sapu kecil (dupan) dan masukkan ke
dalam safety box atau jerigen.
e) Bersihkan lantai dengan lap basah dan buang ke kantong plastik.
f) Bersihkan dan bilas APD dengan air mengalir.
g) Lakukan prosedur cuci tangan sesuai prosedur
h) Buat laporan kejadian tumpahan pada formulir pelaporan.
i) Serahkan kepada Panitia K3 Rumah Sakit Bunda Aliyah paling lama 2 x 24 jam.

2. Pelaporan insiden
Kontaminasi/paparan bahan berbahaya beracun (B3) serta limbahnya dapat menimbulkan bahaya pada
manusia maupun lingkungan. Kejadian kontaminasi/tumpahan dikategorikan sebagai kecelakaan
akibat kerja sehingga perlu pelaporan (accident report).
14
Alur pelaporan insiden sama dengan kejadian pelaporan kecelakaan akibat kerja (SPO pelaporan kecelakaan
akibat kerja di Rumah Sakit Bunda Aliyah . Laporan insiden dilaporkan dan dievaluasi setiap 3 (tiga) bulan oleh
panitia K3 kepada Direktur. Arahan Direktur dijadikan petunjuk untuk meningkatkan/memperbaiki agar tidak
terjadi lagi insiden kecelakaan akibat kerja akibat kontaminasi baik bahan maupun limbah berbahaya beracun.

Tumpahan Pencatatan
Kecelakaan Pengobatan accident report &
/kontamin1asi
akibat kerja di UGD evaluasi
B3/Limbah B3
oleh PK3 RS

Pelaporan data
accident report
ke Direktur

Arahan & tindak


lanjut dari
Direktur

D. Alat Pelindung Diri Penanganan B3 dan Limbah B3 di Rumah Sakit Bunda Aliyah
Bahan dan limbah bahan Berbahaya dan Beracun berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku tentang
Keselamatan Kerja, maka Rumah Sakit Bunda Aliyah harus menyediakan peralatan pelindung diri yang
digunakan secara benar disertai prosedur tertulis cara penggunaannya serta dipelihara dalam kondisi layak
pakai. Pimpinan RS menetapkan secara tertulis jenis dan jumlah alat pelindung diri yang harus ada di
Rumah Sakit Bunda Aliyah, dimana dan pada saat apa dipergunakan  serta  siapa yang mempergunakan
alat pelindung diri tersebut.

Jenis Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di tiap instalasi/unit kerja cukup banyak jenisnya,
diantaranya :

No Jenis APD Instalasi/Unit Risiko Bahaya Gambar

1 Masker IGD Debu penularan


penyakit
Laboratorium

Radiologi

Farmasi

Perawatan

R. Operasi

R. Bersalin

15
Pest Control Pestisida

2 Sepatu Boot Cleaning Service Terpeleset,


tertusuk benda
R. Operasi tajam, kejatuhan
benda
R. Bersalin

OB

3 Hand scoon IGD Iritasi kulit,

Poliklinik Penularan
penyakit
Perawatan

Laboratorium

R. Operasi

R. Bersalin

R. Intensif

Cleaning Service

OB

4 Kaca Mata Maintenance Cahaya pijar las

R. Operasi Penularan kuman

R. Bersalin

5 Helm Maintenance Kejatuhan Benda

6 Ear Muff/ Ear Plug Maintenance Intensitas bising

No Jenis APD Instalasi/Unit Risiko Bahaya Gambar

16
7 Celemek/Apron Dapur Tumpahan Minyak
Medis
R. Operasi Penularan penyakit

R. Bersalin

8 Jas Laboratorium Percikan spesimen

9 Baju operasi R. Operasi Percikan darah

Kontaminasi
kuman

10 Apron Radiologi Paparan sinar


radiasi

4. Proteksi kebakaran

A. Konstruksinya harus dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan tekanan
udara positif (pressurized fan). Hal ini untuk menjamin keamanan minimal 1 jam.
Kompartementasi
Metode pengaturan tata ruang untuk menghambat penjalaran kebakaran ke bagian lain. Metode
dengan menerapkan jarak tertentu atau dengan dinding pembatas dan mengatur posisi bukaan
tidak saling berhadapan. Di Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah daerah untuk menyimpan
bahan yang dapat terbakar atau meledak ditempat kan terpisah.Sistem pengendallan asap dan
panas Asap dan gas pada waktu kejadian kebakaran adalah salah satu produk kebakaran yang
dapat membahayakan bagi manusia kecenderungan asap dan gas akan menyebar keatas. Apabila
terjadi kebakaran dapat menyebarkan asap keseluruh ruangan. Karena itu sistem deteksi asap yang
dapat mengontrol mekanik penutup asap (smoke damper) dan atau mematikan AC sentral sangat
penting artinya.Tempat penimbunan bahan cair atau gas mudah terbakar, tempat penimbunan
bahan cair yang mudah terbakar ditempatkan terpisah.

17
B. M
C. Resiko tempat sampah

TINGKAT TINGKAT
NO RISIKO BAHAYA PROBABILITAS NO
(SKOR) (SKOR)

1 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

a Ledakan/kebakaran B3 2 1 2

b Tumpahan/ceceran B3 2 2 4

c Paparan B3 1 1 1

d Penyalahgunaan B3 1 1 1

D. Pintu darurat (Emergensi)


Pemasangan pintu darurat pada ruangan yang dinilai berbahaya. Pintu darurat tebuat dari bahan
yang tahan api dan mudah diakses. Pintu darurat diletakkan pada tempat-tempat strategis dan
dekat dengan jalur keluar. Pintu keluar tidak hanya berfungsi sebagai jalan keluar darurat namun
juga dapat digunakan untuk memperlambat laju penyebaran kebakaran.
Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi mutlak dibutuhkan agar para penghuni gedung tidak kebingungan saat terjadi
kebakaran. Jalur evakuasi dibuat berdasarkan perencanaan yang matang dan menggiring ke luar
gedung atau area aman. Sepanjang jalur evakuasi juga harus dilengkapai dengan petunjuk (arah
panah) yang jelas dan tidak membingungkan.
Assembly Point (Area Aman).
Area aman evakuasi adalah area aman dari bahaya kebakaran. Area ini jauh dari gedung dan
cukup untuk menampung seluruh penghuni. Selain itu sebisa mungkin mudah diakses dari segala
penjuru.
E. Alat pemadam api ringan
Referensi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980. Alat
pemadam api ringan, direncanakan untuk memadamkan api pada awal kebakaran, desain
konstruksinya dapat dijinjing dan mudah dioperasikan oleh satu orang.
Pemasangan APAR di Rumah Sakit Bunda Aliyah ini, dengan memenuhi syarat tentang APAR,
yaitu :
1. Ditempatkan dan mudah dilihat, dijangkau dan mudah diambil.
2. Jarak jangkauan maksimal 15 m.
3. Tinggi pemasangan maksimal 125 cm.
4. Pemeriksaan secara berkala.
5. Media pemadam diisi ulang sesuai batas waktu yang ditentukan.
 Hydrant
Hydrant adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang permanen berupa jaringan perpipaan
berisi air bertekanan terus menerus yang siap untuk memadamkan kebakaran.
Komponen utama sistem hydrant yang ada terdiri :
1. Penyediaan air yang cukup.
2. Sistem pompa yang handal (pompa utama, pompa cadangan).
3. siamese connection atau sambungan untuk mensuplai air darl mobil kebakaran.
18
4. Jaringan pipa yang cukup.
5. Selang dan nozle yang cukup melindungi seluruh bangunan.
 Springkler
Springkler adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen untuk melindungi
bangunan dari bahaya kebakaran yang akan bekerja secara otomatik memancarkan air; apabila
(nosel/pemancar/kepala springkler) terkena panas pada temperatur tertentu.
 Sarana Evakuasi
1. Evakuasi : usaha untuk menyelamatkan diri sendiri dari tempat berbahaya menuju ke
tempat yang aman.
2. Sarana evakuasi : sarana dalam bentuk konstruksi dari bagian bangunan yang dirancang
aman sementara (minimal jam). Untuk jalan menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran
bagi seluruh penghuni di dalamnya tanpa dibantu orang lain.
3. Ketentuan hukum (Peraturan khusus EE)
4. Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu keluar masuk utama untuk
menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran. Pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak
boleh dikunci. Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu keadaan gelap.
5. Perhitungan teknis
- Percobaan rate of flow 40 orang/menit.
- Standar waktu evaluasi 2,5 menit sesuai klasifikasi bahaya ringan, sedang, berat.
- Lebar unit exit 21 inchi ;
Contoh :
Berapa unit exit yang dibutuhkan untuk mengevakuasi orang sebanyak 350 orang dalam waktu
2,5 menit. 350/40 x 2,5 = 3,5 unit exit -> 4 unit exit
F. K
G. G
H. K
I. h

Konsep sistem proteksi kebakaran

Penerapan sistem proteksi kebakaran atau sumber daya yang direncakan untuk mengantisipasi
bahaya kebakaran, yang direncanakan sesuai dengan tingkat resiko bahaya pada hunian di Rumah
Sakit Bunda Aliyah. Sistem proteksi kebakaran yang direncanakan ada 3 sistem :
1. Sarana proteksi kebakaran aktif
Yaitu berupa alat atau instalasi yang dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan
kebakaran seperti sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, springkel, dll.
2. Sarana proteksi kebakaran pasif
Yaitu berupa alat, sarana atau metode mengendalikan penyebaran asap panas dan gas
berbahaya bila terjadi kebakaran seperti sistem kompartementasi, sarana pengendalian asap
(smoke control system). Sarana evakuasi, sistem pengendalian asap dan api, alat bantu evakuasi
dan rescue.
3. Fire safety manajemen

 Sistem deteksi dan alarm kebakaran


Strategi yang pertama dalam menghadapi bahaya kebakaran adalah berpacu dengan waktu, api
yang masih awal lebih mudah dipadamkan dibandingkan yang telah lama terbakar. Karena itu perlu
adanya sistem pendeteksian dini dan sistem tanda bahaya serta sistem komunikasi darurat. Sistem
yang ada berupa sistem instalasi deteksi dan alarm kebakaran automatik.
19
 Alat pemadam api ringan
Referensi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980. Alat
pemadam api ringan, direncanakan untuk memadamkan api pada awal kebakaran, desain
konstruksinya dapat dijinjing dan mudah dioperasikan oleh satu orang.
Pemasangan APAR di Rumah Sakit Bunda Aliyah ini, dengan memenuhi syarat tentang APAR,
yaitu :
6. Ditempatkan dan mudah dilihat, dijangkau dan mudah diambil.
7. Jarak jangkauan maksimal 15 m.
8. Tinggi pemasangan maksimal 125 cm.
9. Pemeriksaan secara berkala.
10. Media pemadam diisi ulang sesuai batas waktu yang ditentukan.
 Hydrant
Hydrant adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang permanen berupa jaringan perpipaan
berisi air bertekanan terus menerus yang siap untuk memadamkan kebakaran.
Komponen utama sistem hydrant yang ada terdiri :
6. Penyediaan air yang cukup.
7. Sistem pompa yang handal (pompa utama, pompa cadangan).
8. siamese connection atau sambungan untuk mensuplai air darl mobil kebakaran.
9. Jaringan pipa yang cukup.
10. Selang dan nozle yang cukup melindungi seluruh bangunan.
 Springkler
Springkler adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen untuk melindungi
bangunan dari bahaya kebakaran yang akan bekerja secara otomatik memancarkan air; apabila
(nosel/pemancar/kepala springkler) terkena panas pada temperatur tertentu.
 Sarana Evakuasi
6. Evakuasi : usaha untuk menyelamatkan diri sendiri dari tempat berbahaya menuju ke
tempat yang aman.
7. Sarana evakuasi : sarana dalam bentuk konstruksi dari bagian bangunan yang dirancang
aman sementara (minimal jam). Untuk jalan menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran
bagi seluruh penghuni di dalamnya tanpa dibantu orang lain.
8. Ketentuan hukum (Peraturan khusus EE)
9. Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu keluar masuk utama untuk
menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran. Pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak
boleh dikunci. Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu keadaan gelap.
10. Perhitungan teknis
- Percobaan rate of flow 40 orang/menit.
- Standar waktu evaluasi 2,5 menit sesuai klasifikasi bahaya ringan, sedang, berat.
- Lebar unit exit 21 inchi ;
Contoh :
Berapa unit exit yang dibutuhkan untuk mengevakuasi orang sebanyak 350 orang dalam
waktu 2,5 menit. 350/40 x 2,5 = 3,5 unit exit -> 4 unit exit.
11. Konstruksinya harus dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan
tekanan udara positif (pressurized fan). Hal ini untuk menjamin keamanan minimal 1 jam.
- Kompartementasi
Metode pengaturan tata ruang untuk menghambat penjalaran kebakaran ke bagian lain.
Metode dengan menerapkan jarak tertentu atau dengan dinding pembatas dan mengatur
posisi bukaan tidak saling berhadapan. Di Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah

20
daerah untuk menyimpan bahan yang dapat terbakar atau meledak ditempat kan
terpisah.
- Sistem pengendallan asap dan panas
Asap dan gas pada waktu kejadian kebakaran adalah salah satu produk kebakaran yang
dapat membahayakan bagi manusia kecenderungan asap dan gas akan menyebar keatas.
Apabila terjadi kebakaran dapat menyebarkan asap keseluruh ruangan. Karena itu
sistem deteksi asap yang dapat mengontrol mekanik penutup asap (smoke damper) dan
atau mematikan AC sentral sangat penting artinya.
- Tempat penimbunan bahan cair atau gas mudah terbakar, tempat penimbunan bahan cair
yang mudah terbakar ditempatkan terpisah.

 Manajemen Penanggulangan Kebakaran


1. Konsep manajemen kebakaran
Konsep ini berdasarkan pendekatan teknik dengan mencermati fenomena kebakaran, adalah
mencakup semua aktifitas dari prakondisi sampai dengan pasca kejadian.
 Prefire control
- identifikasi potensi bahaya kebakaran.
- identifikasi tingkat ancaman bahaya kebakaran.
- identifikasi scenario.
- perencanaan tanggap darurat.
- perencaan system proteksi kebakaran.
- pelatihan.
 In case fire control
- deteksi alarm
- padamkan
- lokalisasi
- evakuasi
- rescue
- amankan
 post fire control
setiap terjadi kebakaran baik besar maupun keciI termasuk hampir kebakaran harus dilakukan
langkah :

Penerapan manajemen K3 pendekatan


- Pendekatan hukum : K3 merupakan ketentuan perundangan yang bersifat wajib
- Pendekatan ekonomi : K3 mencegah kerugian dan meningkatkan produktivitas.
- Penclekatan kemanusiaan : kecelakaan menimbulkan penderitaan bagi korban dan K3
melindungi pekerja dan masyarakat.
3. Rujukan
- Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Kesehatan Kerja .
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per04/MEN/1987 tentang P2K3.
- Pearturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 05/MEN/1996 tentang SMK3.
- Keputusan Menterl Tenaga Kerja No. Kep 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangi
Kebakaran di tempat kerja

21
4. Untuk menangani masalah K3 penanggulangan kebakaran diperlukan adanya petugas atau unit
organisasi yang bertanggung jawab terhadap usaha pencegahan kebakaran, pemeliharaan sistem
proteksi kebakaran dan melakukan usaha pemadaman pertolongan dan penyelamatan benda
apabila terjadi kebakaran.
E. Sistim tanggap darurat
1. Keadaan darurat adalah sistim/kondisi kejadian yang tidak normal, beberapa keadaan :
- Terjadi tiba-tiba
- Mengganggu kegiatan/organisasi/komunitas
- Perlu segera ditanggulangi karena keadaan darurat dapat berubah menjadi bencana
(disaster) yang mengakibatkan banyak korban atau kerusakan.
2. Keadaan darurat kebakaran
Sistim dalam kejadian kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan semua orang yang
ada didalam bangunan yang terbakar, semua orang merasa terancam dalam bahaya dan ingin
menyelamatkan diri masing-masing. Ada kalanya yang sudah keluar di tempat yang aman
masih ada kemungkinan masuk kembali. Apabila ada orang asing (tamu/pengunjung) mereka
lebih tidak mengenal dengan Iingkungan setempat. Mengatasi situasi panik dapat dilakukan
dengan cara latihan secara teratur dalam peiaksanaan latihan harus ada skenario yang baku
dan diulang-ulang.

F. Fungsi tugas dan tanggungjawab tiap peran kebakaran


1. KOORDINATOR PERAN KEBAKARAN :
- Bertugas dan bertanggungjawab kepada direktur RS Ibu & Anak Bunda Aliyah
- Bertugas dan bertanggungjawab terhadap seluruh proses kegiatan penanganan dan
pengendalian kebakaran yang sedang berlangsung
- Melakukan koordinasi kepada seluruh jajaran peran kebakaran
- Mengatur dan mengawasi setiap anggota peran kebakaran
2. PERAN KOMUNIKASI :
- Menindak lanjuti setiap laporan kejadian yang diberikan oleh orang yang pertama
mengetahui asal/sumber api
- Melaporkan kejadian kepada Koordinator peran kebakaran
- Melaporkan kejadian kepada Kepala peran kebakaran tiap lantai
- Menyampaikan informasi kepada petugas operator untuk menghubungi Dinas Pemadan
Kebakaran 113, apabila api mulai sulit diatasi
- Menyampaikan informasi kepada seluruh penghuni gedung untuk persiapan evakuasi
dengan alat pengeras suara
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
3. PERAN TEHNISI
- Memelihara dan meneliti kondisi alat proteksi kebakaran tiap saat
- Merawat sarana evakuasi
- Memutuskan arus Iistrik pada lokasi kebakaran maupun pusat Iistrik apabila kebakaran
mulai merambat ke bagian lain
- Menghidupkan pompa hydrant kebakaran
- Mematikan Gen-set yang merupakan sumber listrik
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
4. PERAN APAR/APK
- Memelihara dan meneliti kondisi alat pemadan yang menjadi tanggungjawabnya

22
- Bertugas segera menuju sumber api untuk dipadamkan
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran
5. PERAN HIDRANT
- Meneliti kondisi alat hydrant yang menjadi tanggungjawabnya
- Bertanggungjawab merawat alat hydrant yang dibebankan
- Segera bergerak untuk memadamkan api dengan hydrant yang ada, baik gen-set hydrant
maupun hydrant yang ada didalam gedung
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
6. PERAN P3K
- Menyiapkan dan merawat perlengkapan P3K
- Melakukan pertolongan pertama pada setiap korban
- Bertindak cepat dan tepat dengan tidak membeda-bedakan
- Membawa pasien kerumah sakit terdekat
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
7. PERAN TIM EVAKUASI
- Meneliti dan memelihara sarana evakuasi
- Memandu proses evakuasi terhadap penghuni maupun pasien ketempat berhimpun
- Menentukan titik untuk tempat berhimpun bagi seluruh korban
- Mengevakuasi orang dan barang-barang maupun inventaris gedung
- Mendahulukan evakuasi terhadap orang/korban yang memiiiki harapan hidup panjang
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
8. PERAN PENYELAMAT
- Merawat proteksi diri, bangunan,sarana evakuasi
- Mengendalikan situasi TKP
- Mencari dan penyelamatkan Jiwa, harta
- Melakukan koordinasi denganseluruh jajaran peran kebakaran yang lain

G. Peralatan medis
A. Uji Coba Peralatan Kesehatan
 Setiap peralatan medis jenis/tipe yang belum pernah digunakan sebelumnya dalam ruang lingkup rumah
sakit, harus melalui uji coba dan evaluasi terlebih dahulu dengan melibatkan Staf Medis dan Staf
Keperawatan sebagai user.
 Untuk alat medis dengan spesifikasi baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya, diupayakan untuk
dilakukan uji coba penggunaan alat di lapangan untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan antara
pihak rekanan alat dengan user.
 Hasil uji coba berupa rekomendasi pengembalian alat yang ditandatangani oleh Staf Medis dan Kepala
Instalasi yang dilampirkan bersama Formulir Permintaan Alat Kesehatan untuk dilanjutkan ke Direktur
guna mendapatkan persetujuan
 Perencanaan dan Pengadaan Alat Medis
 Dalam kegiatan Perencanaan dan Pengadaan Alat Medis, Kelompok Staf Medis mengajukan usulan
kebutuhan pengadaan alat medis.
 Kelompok Staf Medis (Kepala Instalasi, ManajerKeperawatan, dan Manajer Medis) mengusulkan
melakukan analisa kebutuhan alat medis tersebut.
 Jika analisa disimpulkan bahwa alat tersebut dibutuhkan, maka Kepala Instalasi setempat membuat
permintaan alat medis menggunakan formulir permintaan alat medis.

23
 Jika terjadi kerusakan pada alat medis yang sudah ada sebelumnya, maka analisa kerusakan alat dari
Teknisi Alat Medis dilampirkan bersama Formulir Permintaan Alat Medis yang akan diajukan kepada
Manajer Medis.
B. Inventarisasi Peralatan Medis
a. Kegiatan inventarisasi dilakukan secara berkala yang mencakup jenis, jumlah, tanggal pembelian serta
kondisi dari tiap-tiap peralatan medis yang dimiliki rumah sakit.
b. Data hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar dalam pembuatan perencanaan, pengadaan,
pemeliharaaan dan penghapusan/penarikan peralatan medis.
c. Inventarisasi dilaksanakan oleh Bagian Penunjang Medis.

C. Pengoperasian Peralatan Medis


Beberapa tahapan kegiatan yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam operasional peralatan medis yaitu
tahapan peRSpan, pelaksanaan pengoperasian dalam pelayanan dan penyimpanan peralatan apabila telah
selesai digunakan.
1. PeRSpan Pengoperasian
Berbagai aspek yang harus dipenuhi dan disiapkan agar peralatan siap dioprasikan adalah peralatan harus
dikondisikan dalam keadaan layak pakai lengkapi dengan aksesoris yang diperlukan, terpelihara dengan
baik, sert ifikasi kalibrasi yang masih berlaku, ijin operasional yang diperlukan oleh masing-masing alat
(misal listrik, air, gas, dan uap) tersedia dengan kapasitas dan kualitas yang memenuhi kebutuhan. Bahan
operasional tersedia dan cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kemudian sumber daya manusia baik
dokter, operator maupun paramedis dan lain-lain sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilaksanakan.
2. Pelaksanaan Pengoperasian dalam Pelayanan
Pelaksaaan pengoperasian peralatan dalam pelayanan medis kepada pasien, secara teknik agar mengikuti
urutan yang baku untuk setiap alat, mulai alat dihidupkan sampai alat dimatikan setelah selesai
melakukan suatu kegiatan pelayanan medis.
3. Penyimpanan Peralatan
Penyimpanan peralatan selesai dipergunakan untuk pelayanan medis kepada pasien, agar disimpan dalam
kondisi baik.
4. Pemantauan Operasional Peralatan
Pemantauan operasional peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi alat dalam melaksankan
pelayanan dan seberapa jauh beban kerja setiap alat yang beroperasional. Dalam pemantauan, didatakan
kondisi alat dan beban kerja selama satu bulan atau periode tertentu. Pemantauan dilakukan oleh teknisi
secara periodik pada selang waktu pemeliharaan preventif untuk setiap alat.

D. Kalibrasi
Dokumentasi kegiatan kalibrasi dilaksanakan dengan petugas ahli atau dengan PT atau Badan
Kesehatan yang mempunyai sertifikat kalibrasi. Kalibrasi ini harus dilengkapi dengan alat yang layak
pakai dan sertifikat kalibrasi
E. Pemeliharaan Peralatan Medis
Pemeliharaan peralatan medis adalah suatu upaya yang dilakukan agar peralatan medis selalu dalam kondisi
layak pakai, dapat difungsikan dengan baik dan menjamin usia pakai lebih lama.Dalam pelaksanaan
pemeliharaan peralatan medis terdapat empat kriteria pemeliharaan, yaitu:
1) Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan terhadap alat sesuai dengan
jadwal yang telah disusun. Jadwal pemeliharaan disusun dengan memperhatikan jenis peralatan, jumlah,
kualifikasi petugas sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia.
2) Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif (pencegahan) adalah kegiatan pemeliharaan berupa perawatan rutin yang
dilakukan oleh operator dan kegiatan pemeliharaan lainnya yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.
Yang bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya keruskan.

24
Untuk jenis alat tertentu, pemeliharaanpreventif dapat dilakukan saat alat sedang operasional melalui
pemeriksaan dengan cara melihat dan merasakan alat ukur. Dan dapat pula dilakukan pelumasan dan
penyetelan bagian-bagian alat tertentu apabila diperlukan.
3) Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat perbaikan terhadap peralatan yang
mengalami kerusakan dengan atau tanpa penggantian suku cadang. Pemeliharaan ini dimkasud untuk
mengembalikan kondisi peralatan yang rusak ke kondisi layak pakai dan siap operasional. Tahap akhir
dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran
aspek keselamatan. Sedagkan kalibrasi yang bersifat teknis dan legalitas,penggunaan alat harus dilakukan
oleh Institusi Penguji yang berwenang. Perbaikan korektif dilakukan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan dan dilakukan secara terencana.
4) Pemeliharaan Tidak Terencana
Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat darurat berupa perbaikan
terhadap kerusakan alat yang mendadak / tidak terduga dan harus segera dilaksanakan mengigat alat
sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Untuk dapat melaksanakan pemeliharaan yang tidak terencana, perlu
adanya tenaga yang selalu siap ( stand by ) dan fasilitas pendukungnya. Frekuensi pemeliharaan tidak
terencana dapat ditekan serendah mungkin dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.
F. Aspek Pemeliharaan
Agar peralatan medis dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka unit kerja pemeliharaan
peralatan rumah sakit, perlu dilengkapi dengan aspek-aspekpemeliharaan yang berkaitan dan peralatan
kerja, dokumen pemeliharaan, suku cadang dan bahan pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini
pada umumnya memerlukan pembiayaan.
Untuk menjamin keamanan dalam kegiatan pengadaan, pemeliharaan, kalibrasi, uji fungsi dan penarikan alat di
RS Bunda Aliyah, maka perlu dilakukan pendokumentasian terhadap berbagai tahap pengelolaan mulai dari
pengadaan, perawatan, kalibrasi, uji fungsi dan penarikan alat.
Kalibrasi
Dokumentasi kegiatan kalibrasi dilaksanakan dengan petugas ahli atau dengan PT atau Badan Kesehatan
yang mempunyai sertifikat kalibrasi. Kalibrasi ini harus dilengkapi dengan alat yang layak pakai dan
sertifikat kalibrasi.

Uji Coba Peralatan Kesehatan


a. Setiap peralatan medis jenis/tipe yang belum pernah digunakan sebelumnya dalam ruang lingkup rumah
sakit, harus melalui uji coba dan evaluasi terlebih dahulu dengan melibatkan Staf Medis dan Staf
Keperawatan sebagai user.
b. Untuk alat medis dengan spesifikasi baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya, diupayakan untuk
dilakukan uji coba penggunaan alat di lapangan untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan antara
pihak rekanan alat dengan user.
c. Hasil uji coba berupa rekomendasi pengembalian alat yang ditandatangani oleh Staf Medis dan Kepala
Instalasi yang dilampirkan bersama Formulir Permintaan Alat Kesehatan untuk dilanjutkan ke Direktur
guna mendapatkan persetujuan.
a. Inventarisasi Peralatan Medis
d. Kegiatan inventarisasi dilakukan secara berkala yang mencakup jenis, jumlah, tanggal pembelian serta
kondisi dari tiap-tiap peralatan medis yang dimiliki rumah sakit.
e. Data hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar dalam pembuatan perencanaan, pengadaan,
pemeliharaaan dan penghapusan/penarikan peralatan medis.
f. Inventarisasi dilaksanakan oleh Bagian Penunjang Medis.
G. Pemeliharaan Peralatan Medis
Pemeliharaan peralatan medis adalah suatu upaya yang dilakukan agar peralatan medis selalu dalam kondisi
layak pakai, dapat difungsikan dengan baik dan menjamin usia pakai lebih lama.Dalam pelaksanaan
pemeliharaan peralatan medis terdapat empat kriteria pemeliharaan, yaitu:
5) Pemeliharaan Terencana

25
Pemeliharaaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan terhadap alat sesuai dengan
jadwal yang telah disusun. Jadwal pemeliharaan disusun dengan memperhatikan jenis peralatan, jumlah,
kualifikasi petugas sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia.
6) Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif (pencegahan) adalah kegiatan pemeliharaan berupa perawatan rutin yang
dilakukan oleh operator dan kegiatan pemeliharaan lainnya yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.
Yang bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya keruskan.
Untuk jenis alat tertentu, pemeliharaanpreventif dapat dilakukan saat alat sedang operasional melalui
pemeriksaan dengan cara melihat dan merasakan alat ukur. Dan dapat pula dilakukan pelumasan dan
penyetelan bagian-bagian alat tertentu apabila diperlukan.
7) Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat perbaikan terhadap peralatan yang
mengalami kerusakan dengan atau tanpa penggantian suku cadang. Pemeliharaan ini dimkasud untuk
mengembalikan kondisi peralatan yang rusak ke kondisi layak pakai dan siap operasional. Tahap akhir
dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran
aspek keselamatan. Sedagkan kalibrasi yang bersifat teknis dan legalitas,penggunaan alat harus dilakukan
oleh Institusi Penguji yang berwenang. Perbaikan korektif dilakukan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan dan dilakukan secara terencana.
8) Pemeliharaan Tidak Terencana
Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat darurat berupa perbaikan
terhadap kerusakan alat yang mendadak / tidak terduga dan harus segera dilaksanakan mengigat alat
sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Untuk dapat melaksanakan pemeliharaan yang tidak terencana, perlu
adanya tenaga yang selalu siap ( stand by ) dan fasilitas pendukungnya. Frekuensi pemeliharaan tidak
terencana dapat ditekan serendah mungkin dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.
H. Aspek Pemeliharaan
Agar peralatan medis dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka unit kerja pemeliharaan
peralatan rumah sakit, perlu dilengkapi dengan aspek-aspekpemeliharaan yang berkaitan dan peralatan
kerja, dokumen pemeliharaan, suku cadang dan bahan pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini
pada umumnya memerlukan pembiayaan.
9) Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusiamerupakan unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan
medis. Kualifikasi teknis disesuaikan dengan jenis dan teknologi peralatan medis yang ditanganin,
sedangkan jumlahnya berdasarkan kepada jumlah setiap jenis alat. Semuanya ini merupakan beban kerja
yang harus ditangani oleh teknisi.
10) Fasilitas kerja pemeliharaan guna menunjang terlaksananya pemeliharaan peralatan medis yang
meliputi:
a. Ruangan tempat bekerja, terdiri dari workshop/bengkel, gudang dan ruang administrasi.
b. Peralatan kerja, terdiri dari tool set elektrikal, tool setelektronik, tool setmekanik, tool setgas dan
berbagai macam alat ukur.
I. Pengoperasian Peralatan Medis
Beberapa tahapan kegiatan yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam operasional peralatan medis
yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan pengoperasian dalam pelayanan dan penyimpanan peralatan
apabila telah selesai digunakan.
3. Persiapan Pengoperasian
Berbagai aspek yang harus dipenuhi dan disiapkan agar peralatan siap dioprasikan adalah peralatan harus
dikondisikan dalam keadaan layak pakai lengkapi dengan aksesoris yang diperlukan, terpelihara dengan
baik, sertifikasi kalibrasi yang masih berlaku, ijin operasional yang diperlukan oleh masing-masing alat
(misal listrik, air, gas, dan uap) tersedia dengan kapasitas dan kualitas yang memenuhi kebutuhan. Bahan
operasional tersedia dan cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kemudian sumber daya manusia baik
dokter, operator maupun paramedis dan lain-lain sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilaksanakan.
4. Pelaksanaan Pengoperasian dalam Pelayanan

26
Pelaksaaan pengoperasian peralatan dalam pelayanan medis kepada pasien, secara teknik agar mengikuti
urutan yang baku untuk setiap alat, mulai alat dihidupkan sampai alat dimatikan setelah selesai
melakukan suatu kegiatan pelayanan medis.
5. Penyimpanan Peralatan
Penyimpanan peralatan selesai dipergunakan untuk pelayanan medis kepada pasien, agar disimpan dalam
kondisi baik.
6. Pemantauan Operasional Peralatan
Pemantauan operasional peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi alat dalam melaksankan
pelayanan dan seberapa jauh beban kerja setiap alat yang beroperasional. Dalam pemantauan, didatakan
kondisi alat dan beban kerja selama satu bulan atau periode tertentu. Pemantauan dilakukan oleh teknisi
secara periodik pada selang waktu pemeliharaan preventif untuk setiap alat.

J. Penarikan Peralatan Medis


Peralatan medis yang kondisinya rusak berat dan sudah tidak dapat difungsikan lagi dan/atau jika
dilakukan perbaikan tidak efisien, layak/fleksibel lagi maka terhadap peralatan medis tersebut untuk
diajukan penarikan oleh teknisi yang selanjutnya akan diajukan untuk penggantian alat baru. Selama
menunggu penggantian alat baru, harus ada alternatif penggantian alat/backup sehingga selalu tersedia
alat medis yang siap pakai.

Sedangkan penarikan perlatan medis yang dilakukan oleh rekanan apabila suatu peralatan medis telah
dinyatakan tidak standar oleh pemerintahan dan terdapat peraturan rumah sakit yang melarang penggunaaan alat
tersebut karena ditemukan ketidaksesuaian fungsi dengan mempertimbangkan keselamatan user dan pasien.

K. Sistim utilitas

Pada umumnya Sitem Utilitas di suatu gedung rumah sakit terdiri dari:

1. Sistem Mekanikal
• System plumbing
• System Fire Fighting (System Pemadam kebakaran)
• System Tata Udara (AC / Air Conditioning)
• Sistem transportasi vertical (lift)
2. Sistem Elektrikal
• Sistem Elektrikal / Arus Kuat
• Sistem penangkal petir
• Sistem telepon
• Sistem tata suara (Sound system)
• System fire protection (fierm alarm)
• Sistem Data / Jaringan Komputer
• Sistem MATV (master Television)
• Sistem CCTV (Close Circuit Television)

B. Fungsi Umum masing masing Sistem


1) System plumbing
Sistem plumbing adalah suatu pekerjaan meliputi sistem pembuangan limbah / air buangan (air kotor
dan air bekas), sistem venting, air hujan dan sistem penyediaan Air bersih.
2) System Fire Fighting (System Pemadam kebakaran)
Sistem fire Fighting atau sistem pemadam kebakaran disediakan di gedung sebagai preventif (pencegah)
terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler, sistem hidran dan Fire Extinguisher. Dan
pada tempat-tempat tertentu digunakan juga sistem fire gas.Tetapi pada umumnya sistem yang
digunakan terdiri dari: sistem sprinkler, hidran dan fire extinguisher.
3) System Tata Udara (AC / Air Conditioning)
Secara umum sistem tata udara berfungsi mempertahankan kondisi udara ruanga baik suhu maupun
kelembaban agar udara terasa lebih nyaman. Kenyamanan dalam suatu ruangan diperkantoran / fungsi

27
gedung lainnya merupakan kebutuhan psikologis yang mulai banyak diperhatikan di zaman modern ini
4) Sistem transportasi vertical (lift)
Sudah menjadi suatu kebutuhan pada bangunan-bangunan tingkat tinggi diperlukan suatu alat
transfortasi vertical, untuk memudahkan transfortasi pengguna dan efisiensi bangunan itu sendiri.
Sistem transportasi vertikal didalam bangunan gedung adalah suatu sistem peralatan yang digunakan
untuk memindahkan orang / barang dari lantai bawah ke atas atau sebaliknya, yang disebut lift atau
elevator..
5) Sistem Elektrikal
Sistem elektrikal merupakan suatu rangkaian peralatan penyediaan daya listrik untuk memenuhi
kebutuhan daya listrik tegangan rendah. Dalam rangkaian peralatan yang disediakan meliputi sarana
penyesuaian tegangan listrik (trafo/ transformator), sarana penyaluran utama (Kabel feeder) dan panel
hubung utama atau LVMDP (Low Voltage Main Distribution Panel) dan panel distribusi utama di tiap
gedung (SDP / Sub Distribution Panel) dan terakhir panel-panel di tiap lantai (PP-LP untuk penerangan,
Panel Stop Kontak, Panel Stop Kontak UPS, Panel UPS OK dan PVAC utuk power AC).
6) Sistem penangkal petir
Secara umum sistem ini berfungsi untuk memproteksi gedung dan sekitarnya dari petir. Pekerjaan
penangkal petir menyangkut meliputi pemassangan dan penyediaan instalasi penagkal petir, grounding
dan pembuatan bak kontrol.
7) Sistem telepon
Sistem telepon berfungsi ssebagai alat komunikasi antar instansi dalam gedung. Sistem ini
menggunakan PABX yang berfungsi sebagai sentral komunikasi telepon di dalam gedung (pelanggan)
yang terhubung dengan telkom
8) 8.Sistem tata suara (Sound system)
Sistem ini berfungsi sebagai publik adress, paging dan pengumuman. Sistem ini terdiri dari peralatan
untuk memenuhi background music dan pengumuman darurat.
9) 9.System fire protection (fire alarm)
Sistem fire protection atau disebut juga dengan sistem fire alarm (sistem pengindra api) adalah suatu
sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberi
peringatan (warning) dalam sistem evakuasi dan ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan
deengan sistem instalasi pemadam kebakaran (sistem Fire fighting).
10) Sistem Data / Jaringan Komputer
Berfungsi sebagai jaringan komputer terintegrasi dalam gedung. Sistem kabel data atau disebut juga
Local Area Network (LAN) merupakan jaringan computer yang menghubungkan computer pc dari
workstation untuk memakai bersama sumberdaya(resource, misalnya printer, internet, dan lain-lain) dan
saling bertukar informasi.
11) Sistem MATV (master Television)
Kebutuhan pengelolaan televisi dalam suatu bangungan menjadi kebutuhan di perkantoran. Sistem ini
dinamakan dengan sistem master antena TV (MATV). Sistem MATV terdiri dari beberapa perangkat
penerima (receiver), mixer, dan penguat sinyal.
12) Sistem CCTV (Close Circuit Television)
Sistem CCTV merupakan bagian dari upaya untuk mempermudah pekerjaan sekuriti sistem, yang
terintegrasi untuk  memberikan kemudahan dalam proses pengontrolan dan pemantauan lebih akurat
dan otomatis.  Sekuriti sistem biasanya meliputi pekerjaa untuk Mengawasi keluar masuk orang  ke
gedung,  mengawasi keluar masuk kendaraan  dan mengawasi lokasi parkir kendaraan dan mengamati
ruangan-ruangan yang dianggap penting.

C. Sistem Lainnya
1) Bas ( Building Automatic System)
Bas merupakan system independen yang mengintegrasikan funsgsi-fungsi energy management,
monitoring dan kontrol peralatan AC, pompa, Lift, Ventilasi, panel daya, penerangan, security, CCTV
dan lain-lain. Meskipun sistem ini sangat membantu dalam mengefektikan dalam pengelolaan sistem di
gedung, tetapi kebanyakan gedung tidak memakai sistem ini. Dan sistem ini menjadi suatu keharusan
bagi gedung-gedung modern dan relatif besar, seperti bandara international, mall, Hotel atau apatement
dan lainnya.
2) FIDS (Flay Information Display System)
FIDS merupakan sistem jaringan komputer yang ada di Bandara international, yang mengolah data
tentang informasi yang integral tentang informasi pesawat, baik keberangkatan, kedatangan, check inn
dan lainnya.
28
3) Sistem Gas Medik
Sistem ini ada di rumah sakit, dalam upaya mngefektifkan sistem gas yang ada di rumah sakit, terutama
dalam hubungannya sentralisasi gas medik. Sistem gas medik terdiri dari instalasi oksigen, instalasi
vakum, instalasi N2O dan instalasi compresor.
4) Sistem Transfortasi vertikal dan Horizontal di bandara
sistem transfortasi penumpang dan barang di gedung bandara tidak haya sistem transfortasi vertikal saja
seperti lift dan escalator, tetapi juga transfortasi vertikal, seperti travalator ( untuk penumpang), dan
untuk barang terutama menyangkut check inn dan juga chck out digunakan conveyor.
5) Sistem Pemadam Kebakaran di bank
Pada umumnya digedung, sistem pemadam kebakaran yang digunakan teriri dari sistem instalasi
Hydran, instalasi sprinkler dan Fire extinguiher. Tetapi di bank, karena banyak menyangkut masalah
kertas (bahan uang, atau uang itu sendiri, dan ruang arsip) yang rentan hancur oleh air, maka sistem
pemadam kebakarannya juga ditambahkan sistem pemadaman menggunakan semacam fowder, untuk
menghindari kerusakan pada bahan-bahan yang berasal dari kertas. Sistem fire gas biasanya digunakan
untuk ruangan tertentu, seperti: ruang khazanah, ruang arsip, ruang Genset, ruang panel dan ruangan
eletronik (ruang central komputer: ruang hub dan server, IT, Comunication dan lain-lain). Sistem yang
digunakan biasanya sistem fire gas terpusat, dimana tabung-tabung gas (foam, halon, FM 100, Co2 dan
lain-lain), ditempatkan secara terpusat dan pendistribusiannya ke dalam ruangan dilewatkan melalui
motorized valve / actuator, instalasi pemipaan dan nozzle.Cara kerja sistem ini berdasarkan perintah dari
system fire alarm.
6) Sistem Garbarata (belalai gajah) di bandara
Sistem belalai gajah atau disebut juga sistem garbarata digunakan untuk menghubungkan gedung
dengan pesawat, terutama untuk sarana akses jalan menuju ke dalam pesawat
7) Sistem AC di beberapa gedung
Pada umumnya sistem tata udara / sistem AC yang digunakan untuk gedung yang relatif kecil hanya
menggunakan AC split atau AC cassete atau split duct. Tetapi untuk gedung gedung besar dan
berhubungan dengan publik yang relatif besar, biasanya menggunakan sistem AC AHU dengan media
sistem pendingin air (chiller), seperti di Bandara dan Mall. Di Bandara sistem AC yang digunakan
biasnya menggunakan sistem AHU (air Handling unit) untuk area publik dan menggunakan FCU untuk
perkantoran, dengan media pendingin air (chiller), dan untuk di gedung-gedung yang terpisah dari
gedung utama tetap menggunakan AC split atau AC cassete dengan media refrigeran sebagai
pendinginnya. Untuk Rumah sakit,hotel, apartemen atau Bank disamping AC split, untuk yang lebih
besar lagi biasanya juga digunakan AC VRV, suatu sistem AC yang terdiri dari beberapa indoor AC
tetapi outdoor nya hanya 1. AC VRV ini sangat efektif untuk perawatan dan juga menghilangkan kesan
semrawutnya penataan outdoor AC disamping biaya operasionalnya yang murah, tetapi biasa investasi
awal yang sangat mahal, sehingga tidak dijadikan alternatif. Di Bank atau di gedung lainnya yang
mengharuskan penggunaan AC secara simultan yang tidak boleh padam, sehingga sistem AC harus
berjalan terus, sehingga perlu digunakan sejenis AC presisi yang bekerja secara sequencing (bergantian
satu sama lain), das diletakan berhadapan. Perancangan utilitas tersebut terdiri dari :

A. Perancangan Sistem Plambing


Sistem peratan plambing adalah suatu system penyedian atau pengeluaran air ke tempat-tempat yang
dikehendaki tanpa ada gangguan atau pencemaran terhadap daerah-daerah yang dilaluinya dan dapat memenuhi
kebutuhan penghuninya dalam masalah air.

1. Jenis Peralatan Plambing


Peralatan plambing meliputi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam suatu kompleks perkotaan,
perumahan, dan bangunan
Perlatan tersebut terdiri dari
a.    Peralatan untuk penyedian air bersih
b.   Peralatan untuk penyedian air panas
c.    Peralatan untuk pembuangan air kotor
d.   Peralatan lainnya yang ada hubungannya terhadap perencanaan pemipaan.

29
2.   Syarat-Sayarat dan mutu bahan bangunan
i. Dalam perencanaan pelaksanaan plambing harus diperhatikan syarat-syarat dari bahan
plambing yaitu:
a.    Tidak menimbulkan bahaya kesehatan
b.   Tidak menimbulkan gannguan suara
c.    Tidak menimbulkan radiasi
d.   Tidak merusak perlengkapan bangunan
e.    Instalasi harus kuat dan bersih
ii. Kemudian mutu bahannya harus memenuhi syarat sebagai berikut
a. Daya tahan harus lama minimal 30 tahun
b. Permukaan harus halus dan tahan air
c. Tidakk ada bagian-bagian yan tersembunyi/menyimpan kotoran pada bahan-bahan yang dimaksud
d. Bebas dari kerusakan baik mekanis maupun yang lain
e. Mudah memeliharanya
f. Memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku
Dalam perencanaan pelambing, perlu diperhatikan bahan atau alat plambing. Pipa PVC dan pipa tembaga (untuk air
panasa). Ukuran yang sering digunakan mulai dari diameter ½” sampai dengan 2” sampai dengan 6” untuk bangunan
tinggi. Alat-alat plambing yang merupakan permulaan dari system pembuangan dari instalasi dapat berupa : Kran,
kloset, wastafel (lavatory), urinoir, bidet, beth tub, shower.
3.   Air
Air menurut kebutuhannya dapat dibagi menjadi: air bersih (dingin atau Panas), air kotor (air sisa, air limbah, air
hujan dan air limbah khusus).
Syarat-syarat fisik air minum:
a.    Jernih, bersih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
b.   Mempunyai suhu kira-kira 10-20 derajad Celsius
c.    Memenuhi syarat kesehatan
Kebutuhan air dalam bangunan artinya air yang dipergunakan baik oleh penghuninya ataupun oleh keperluan-
keperluan lain yang ada kaitannya dengan fasilitas bangunan.
Kebutuhan air didasarkan sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk minum, memasak/dimasak. Untuk keperluan mandi, buang air kecil dan air besar.
Untuk mencuci, cuci pakaian, cuci badan, tangan, cuci perlatan dan untuk proses seperti industry
b. Kebutuhan yang sifatnya sirkulasi: air panas, water cooling/AC, kolam renang, air mancur taman
c. Kebutuhan yang sifatnya tetap: air untuk hidran dan air untuk sprinkler
b. Kebutuhan air terhadap bangunan tergantung fungsi kegunaan bangunan dan jumlah penghuninya.
Besar kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan manusia dihitung rata-rata perorang per hari
tergantung dari jenis bangunan yang digunakan untuk kegiatan manusia tersebut.

     4. System pemipaan plambing


Sistem pemipaan menurut cara pengaliran airnya, adalah cara untuk mengalirkan air dan ketempat yang
memerlukan. Ada dua cara pengaturan air yaitu system horizontal dan system Vertikal.
30
    4.1. Sistem Horizontal
           adalah suatu system pemipaan yang banyak digunakan untuk mengalirka kebutuhan air pada suatu
kompleks perumahan atau rumah-rumah tinggal yang tidak bertingkat
Ada dua cara yang dipakai untuk system pemipaan horizontal yaitu sebagai berikut:
1. Pemipaan yang menuju ke satu titik akhir
Keuntungan pemipaan ini adalah pemakaian bahan yang lebih efesien, dan kerugiannnya adalah daya
pancar pada titik kran air tidak sama, semakin jauh semakin kecil daya pancarnya.
2. Pemipaan yang melingkar/membentuk ring
Pemipaan ini menuntut penggunaan bahan pipa yang banyak, padahal kekuatan daya pancar air kesemua
titik-titik akan menghasilkan air yang sama

   4.2. Sestim Vertikal


Sistem pengaliran/distribusi air bersih dengan system vertical banyak digunakan pada bangunan-bangunan
bertingkat tinngi. Cara pendistribusiannya adalah dengan menampung lebih dulu pada tangki air (ground
reservoir) yang terbuat dari beton dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan air pada bangunan tersebut.
Kemudian air dialirkan dengan menggunakan pompa untuk langsung ke titik-titik kran yang diperlukan. Sistem
ini lebih menguntungkan pada penggunaan pipa, tetapi sering mengalami kesulitan kalau sumber tenaga untuk
pompa mengalami pemadaman.
Cara lain dengan menggunakan pompa untuk diteruskan pada tangki di atas bangunan. Kemudian dari tangki
dialirkan ke tempat-tempat yang memerlukan, dengan menggunakan system gravitasi/diturunkan secara
lansung.

5.   Air Panas


Air panas adalah air bersih yang dipanaskan dengan alat tertentu dan digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
tertentu. Sistem air panas ini dapat dipasang pada bangunan perumahan, perkantoran, restoran, hotel, apartemen,
penginapan, rumah sakit dan bangunan umum. Pada daerah yang beriklim sejuk atau dingin air panas
dibutuhkan, oleh Karena itu system plambing air panas ini menggunakan pipa besi tuang atau tembaga yang
dibalut dengan benang-benang asbes sebagai isolator supaya panasnya tidak terbuang.
Alat pemanas yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
a. Pemanas air dengan gas, air mengalir sesaat, dan melewati pipa-pipa yang dipanaskan.
b. Pemanas air listrik
c. Pemas air energy surya dimana tabung penyimpan dipasang diatas atap bangunan untuk
mendapatkan panas matahari.

6.   Penyimpanan Air Bersih


Air bersih dapat disimpan dalam ground reservoir dan tangki air. Tangki  air adalah tangki kedua dari tempat
penampungan air yang diletakkan di atas bangunan, yang terbuat dari fibre glass atau plat-plat baja terdiri dari
komponen plat yang disusun.

7.   Air Buangan/Air Kotor


31
Air buangan atau air kotor adalah air bekas pakai yang dibuang. Air kotor dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan hasil penggunaannya.
a.    Air buangan bekas mencuci, mandi  dan lai-lainnya.
b.   Air Limbah yaitu air untuk memebersihkan limbah/kotoran
c.    Air hujan yaitu air yang jatuh ke atas permukaan tanah atau bangunan.
d.   Air limbah khusus yaitu air bekas cucian dari kotoran-kotoran dan alat-alat tertentu seperti air bekas
dari rumah sakit laboratorium, restoran dan pabrik.
Pipa-pipa yang digunakan dalam ukuran besar mulai dari diameter 3”, sampai dengan 6” dengan kemiringan
tertentu untuk memudahkan pengaliran.
7.1.      Sistem Pembuangan Air Kotor/Air Bekas
Air bekas yang dimaksud adalah air bekas cucian, air bekas cucian pakain, kendaraan, cucian peralatan masakan
dan beberapa macam cucian lainnya.
1.   Air Limbah
Air limbah adalah air bekas buangan yang bercampur kotoran. Air bekas/air limmbah ini tidak diperbolehkan
dibuang sembarangan/dibuang ke seluruh lingkungan tetapi harus ditampung ke dalam bak penampungan.
Untuk bangunan rumah tinggal, satu atau dua titik buangan cukup diperlukan septic tank dengan volume 1 – 1,5
m3 dengan dibuat perembesan.
a. Air Limbah khusus
Air limbah khususdalah air bekas buangan dari kebutuhan-kebutuhan khusus , seperti restoran yang besar,
pabrik industry kimia, bengkel, rummah sakit dan laboratorium.
b. Air hujan
Air hujan adalah air dari awan yang jatuh dipermukaan tanah. Air tersebut dialirkan kesaluran-saluran
tertentu. Air hujan yang jatuh pada rumah tinggal atau komplek perummahan disalurkan melalui talang-
talang-talang vertical dengan deameter 3” (minimal) yang diteruskan ke saluran-saluran horizontal dengan
kemiringan 0,5-1% dengan jarak terpendek menuju ke saluran terbuka lingkungan.

Dalam menghitung besar pipa pembuangan air hujan harus diketahui atap yang menampung air hujan
tersebut dalam luasann m2. Sebagai standar ukuran pipa peambuangan dibuat table sebagai berikut:

Diameter Luasan Atap Volume


(inci) (m2) (liter/menit

3 (7,62 cm) s.d.-180 255


4(10,16 cm) 385 547

32
5(12,70 cm) 698 990
6(15,24 cm) 1135 1610
8 2445 3470

Kebutuhan Peralatan Plambing


Suatu bangunan kantor yang disewakan terdiri dari bangunan berlantai 15 dengan luas 1.400 m2/lantai, dan
dihuni oleh karyawan yang diasumsikan 6-8 m2//orang. Kebutuhan kloset, wastafel dan urinal pada bangunan
tersebut, sesuai dengan table 1.3 no. 6. Jumlah karyawan perlantai = 1.400 m2 : (6 -8) m2/orang = 200 orang,
yang tterdiri dari karyawan pria = 110 orang dan karyawan wanita = 90 orang.

Sesuai dengan table tersebut kebutuhan:


Kloset karyawan pria untuk 110 orang        = 5 buah
Kloset karyawan wanita untuk 90 orang      = 5 buah
Wastafel karyawan pria untuk 110 orang    = 5 buah
Wastafel karyawan wanita untuk 90 orang  = 4 buah
Urenal karyawan pria = kloset                     = 5 buah
Jumlah kloset, wastafel, dan urenal tersebut merupakan kebutuhan peralatan plambing untuk setiap lantai.

L. Penanganan kedaruratan dan bencana


Bencana internal adalah bencana yang terjadi didalam rumah sakit. Potensi jenis bencana internal yang
mungkin terjadi di Rumah Sakit Bunda Aliyah seperti kebakaran, gempa bumi, kebocoran gas dan ledakan.

1) Kebakaran
Kebakaran dapat bersumber dari luar gedung Rumah Sakit Bunda Aliyah maupun dari dalam gedung.

2) Gempa Bumi
Lokasi kepulauan di Indonesia berada pada area lempengan bumi dibawah laut yang sewaktu-waktu
dapat bergerak dan menghasilkan gempa. Selain itu, Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang
sangat memungkinkan terjadinya gempa bumi. Dampak terjadinya gempa bumi ini dapat juga terjadi di
Rumah Sakit Bunda Aliyah dan sekitarnya yang akan menjadi bencana eksternal, namun bila dampak
gempa berada pada area bangunan di rumah sakit maka hal ini merupakan situasi bencana yang terjadi di
rumah sakit.

3) Ancaman Bom
Ancaman bom adalah tindakan orang atau kelompok orang terhadap pegawai, pasien, maupun
pengunjung untuk mengancam atau menyampaikan informasi adanya bom yang akan meledak di Rumah
Sakit Bunda Aliyah.

4) Kecelakaan karena zat-zat berbahaya


Pada saat ini, jutaan jenis bahan kimia yang telah diidentifikasi dan dikenal semakin bertambah. Resiko
terjadinya kecelakaan pun semakin beragam sesuai dengan karakteristik jenis bahan berbahaya dan
beracun (B3) yang dapat terjadi pada saat penggunaan, penyimpanan, pengangkutan, maupun
pendistribusian. Setiap aktivitas di Rumah Sakit Bunda Aliyah akan membawa serta resiko tertentu
terhadap kegagalan peralatan atau peristiwa yang tidak dikehendaki yang dapat berkembang menjadi
suatu kecelakaan. Hasilnya dapat berupa kecelakaan perorangan, kerusakan peralatan serta

33
hilangnya/menurunnya kualitas pelayanan, dan lingkungan sekitar yang tercemar akibat bahan
berbahaya dan beracun.
5) Kebocoran Gas
Kebocoran gas dapat terjadi pada tabung-tabung besar gas maupun central gas rumah sakit yang dapat
disebabkan karena adanya kerusakan maupun kebocoran yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
bahkan terjadinya ledakan akibat kebocoran gas.

1. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana


Dalam penanganan bencana yang terjadi, rumah sakit siap melakukan penanganan pasien termasuk kesiapan
sistem untuk mendukung proses penanganan tersebut. Sistem ini disusun dan diberlakukannya Struktur
Organisasi saat aktivasi sistem penanganan bencana oleh rumah sakit. Persiapan untuk dibangunnya posko
baik berupa tenda maupun pengalihan fungsi beberapa ruangan sebagai posko penanganan bencana,
diaktifkannya Posko Komando sebagai sentral aktifitas selama proses penanganan bencana dan proses
komunikasi dengan penanganan korban di Rumah Sakit Bunda Aliyah.

34
Struktur

35
2. URAIAN TUGAS TIM TANGGAP DARURAT
a. KETUA
Ketua Tim Siaga Bencana (Bag. Umum) bertanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan
kegawatdaruratan dan harus berada di Pusat Komando,untuk mengkaji dan mengarahkan
semua kegiatan. Selama kedaruratan, Ketua bertanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan
tanggap darurat dari Pusat komando yang sudah ditentukan.

Lokasi Pusat Komando Rumah Sakit Bunda Aliyah :

- Lokasi Utama : Ruang Admission


- Lokasi Penganti : Ruang POSKO Keamanan

Peran Khusus bagi Ketua Tim Siaga Bencana sebagai berikut :

1) Secara berkala melakukan pengkajian terhadap situasi yang ada.


2) Mengarahkan Tim Siaga Bencana lainnya.
3) Melihat kebutuhan dan melakukan permintaan bantuan dari pihak eksternal.

b. WAKIL
1) Membuat laporan kinerja Tim Siaga Bencana.
2) Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana tanggap darurat
rumah sakit.
3) Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan tanggap darurat
rumah sakit.
4) Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.

c. KOORDINATOR REGU
Adalah bagian atau tim yang mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan dari tiap-tiap regu atau
kelompok. Koordinator Tim Siaga Bencana mengambil tindakan secara cepat dan melaporkan
kepada masing-masing regu atas kejadian darurat yang terjadi. Mereka mengkoordinir
tindakan penanggulangan keadaan darurat yang timbul serta turut aktif dalam menanggulangi
setiap keadaan darurat yang dihadapi.

d. KOMANDAN REGU
Adalah pejabat yang mengkoordinasi administrasi harian dalam penanganan dan
penanggulangan tim tanggap darurat. Ketua harian mengkoordinasi petunjuk teknis kepada
tiap regu sesuai tugas masing-masing serta mengidentifikasi sumber gawat darurat yang
potensial terjadi.

e. REGU PEMADAM KEBAKARAN


1) Memastikan dimana lokasi kebakaran.
2) Mencari dan bergerak menuju lokasi kebakaran tersebut melalui jalan terdekat dengan
membawa APAR.
3) Melapor kesiagaan untuk tindakan pemadaman kepada Pemimpin Regu Keamanan.

36
4) Melakukan tindakan pemadaman kebakaran tanpa harus membahayakan keamanan
masing-masing personil.
5) Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana pemadam api di
lingkungan perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Tim Siaga Bencana.

f. REGU EVAKUASI
1) Bertanggungjawab untuk evakuasi pasien, pengunjung dan karyawan.
2) Mencari penghuni atau siapa saja, pada saat terjadi kebakaran ada di lantai tersebut,
terutama di ruang-ruang tertutup dan memberitahu agar segera menyelamatkan diri.

3) Melacak jalur evakuasi, meyakinkan jalan aman, tidak ada bahaya, hambatan ataupun
jebakan pintu tertutup.
4) Memimpin para penghuni meninggalkan ruangan, mengatur dan memberi petunjuk tentang
rute dan jalur evakuasi menuju ke tempat berkumpul (Assembling Point / Titik Kumpul).
5) Menutup semua pintu yang ditinggalkan (tapi jangan sekali-kali mengunci pintu tersebut)
untuk mencegah meluasnya api dan asap.
6) Mengatur korban (pasien, penunggu, pengunjung) agar senantiasa tertib dan teratur.
7) Apabila ada yang terluka, harap segera melapor kepada petugas medis untuk mendapatkan
pengobatan.

g. REGU PENGAMANAN ALKES


1) Matikan peralatan pengendali listrik dan aliran gas yang bisa terkena kebakaran.
2) Pastikan bahwa peralatan pemadam kebakaran berfungsi dengan baik.
3) Periksa daerah terbakar dan tentukan tindakan yang harus dilakukan.
4) Upayakan kelancaran sarana agar prosedur pengendalian keadaan darurat dan evakuasi
berjalan baik.
5) Pindahkan keberadaan benda-benda yang mudah terbakar.

6) Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat (Tabung O 2, tensi meter, makanan,


minuman, pakaian, selimut, pakaian).
7) Bersiaga dan siap menanti instruksi / pengumuman dari Komandan Satgas.

h. REGU PENGAMANAN DOKUMEN


1) Kunci semua lemari dokumen / file status pasien di rawat inap.
2) Menyelamatkan dokumen penting / perizinan rumah sakit.
3) Bersiaga dan siap menanti instruksi / pengumuman dari Satgas atau Komandan Satgas.
4) Mencatat korban yang menjadi tanggung jawabnya.
5) Jangan kembali ke dalam gedung sebelum tanda aman diumumkan.

i. REGU P3K
Regu yang akan menangani pertolongan atau tindakan medis atau pemberi bantuan hidup
dasar kepada korban bencana. Regu kesehatan bertugas dan menangani dan melaporkan
korban serta pengadaan alat dan obat live saving. Mereka juga melakukan rujukan ke dokter
spesialis untuk perawatan lanjutan sesuai kondisi korban.

j. REGU KEAMANAN

37
Regu yang menangani masalah keamanan korban maupun harta benda. Mereka menempatkan
satuan pengaman baik di tempat kejadian darurat maupun di lokasi evakuasi, menetapkan
jalur evakuasi dan titik evakuasi dengan menjamin keamanan.

k. KOMUNIKASI INTERNAL
1) Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan menjembatani komunikasi antar
regu Tim Siaga Bencana.
2) Memastikan alur komunikasi antar regu Tim Siaga Bencana dapat dilangsungkan secara
baik dan lancar.
3) Dengan cara menyebutkan 3 kali dengan disebutkan ruangannya.
4) Bila terjadi bencana, segera beritahu seluruh masyarakat rumah sakit dengan kode warna
khusus yang diketahui seluruh karyawan rumah sakit.
5) Hubungi semua pejabat rumah sakit melalui telepon sesuai alur penyampaian informasi
bencana.
6) Melayani pelayanan informasi dan komunikasi dari masyarakat umum, pejabat setempat,
dan keluarga korban.
7) Mengelola semua informasi dan komunikasi selama terjadi bencana dan mencatatnya di
buku komunikasi khusus bencana.
Keterangan Kode Warna:
No Warna Keterangan
1 Merah Kebakaran
2 Hitam Ancaman Bom
3 Pink Penculikan Bayi
4 Coklat Bencana Internal

l. KOMUNIKASI EKSTERNAL
1) Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi informasi/pemberitaan untuk
pihak luar.
2) Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan tanggap darurat
(Kepolisian/Warga).

m. REGU TRANSPORTASI
1) Transportasi untuk Tim Penolong
Untuk tim penolong dapat memobilisasi semua fasilitas kendaraan yang dimiliki rumah
sakit, Tim Penolong hendaknya diusahakan mendapatkan prioritas fasilitas yang ada agar
dapat segera sampai ke tempat tujuan, sehingga dapat secepatnya memberikan pertolongan
kepada korban.
2) Transportasi untuk korban
Transportasi untuk pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari
tempat kejadian ke rumah sakit, dapat menggunakan ambulans yang ada. Bila diperlukan,
rujuk ke rumah sakit lain jika jumlah korban sudah melebihi batas kemampuan rumah
sakit.

38
M. Konstruksi dan renovasi
1. Alur Pembangunan atau Renovasi
Pembangunan atau renovasi dikerjakan oleh RSIA Bunda Aliyah.

Ka. Unit / Ruangan / Ka. Bag / Ka.Sie


Instalasi

8. 1. Internal 1. Manajer Umum : Inspeksi oleh Unit


9. 2. Pihak ketiga / Teknik, K3RS,
2. 1. Melakukan penggambaran
PPI, Kesling
Vendor 3. 2. Menyusun RAB (Budget)
4. 3. Persetujuan ke Direktur RS
5. 4. Waktu Pelaksanaan
6. 5. Pemberitahuan ke K3, PPI
7. 6. dll.

Analisa dampak
terhadap pelayanan
(melibatkan K3RS, PPI,
Kesling)

Pengerjaan proyek
pembangunan/renovasi

Serah Terima Evaluasi dari Pembersihan sisa


Komite K3 proyek

39
2. Uraian Tugas Penanggungjawab Pelaksana Pembangunan atau Renovasi
1. Pelaksanaan Pembangunan atau Renovasi
a. Swakelola
Pelaksana pembangunan atau renovasi dilakukan sendiri oleh pihak RSIA Bunda Aliyah.
b. Pihak ketiga/vendor
Pelaksana pembangunan diserahkan kepada pihak lain (pihak ketiga), tidak dilakukan oleh
RSIA Bunda Aliyah.
2. Penanggungjawab proses pembangunan dan renovasi terdiri dari pihak RSIA Bunda Aliyah
a. Penanggungjawab : Manajer Umum atau Koor. Teknik
b. Tugas :
1) Menyusun perencanaan proses pengerjaan termasuk menyusun gambar teknik dan
anggaran.
2) Melakukan analisa dampak terhadap proses pelayanan bersama dengan Komite PPI dan
Kesehatan dan Keselamatan Rumah Sakit (K3RS).
3) Melakukan koordinasi dengan pihak user selama proses pengerjaan.
4) Melakukan pengawasan terhadap pihak kontraktor ke user setelah pekerjaan selesai.
5) Mengawasi proses serah terima dari kontraktor ke user setelah pekerjaan selesai.
6) Melakukan dokumentasi proses kontruksi/renovasi.

3. Pihak Kontraktor
a. Penanggungjawab
Pimpinan proyek atau perwakilan perusahaan kontraktor yang bertanggung jawab atas
proses pengerjaan.
b. Tugas
1) Berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Bunda Aliyah dalam perencanaan pengerjaan
sehubungan dengan hasil analisa dampak serta melakukan antisipasi terhadap
kemungkinan dampak tersebut.
2) Berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Bunda Aliyah sehubungan dengan pengadaan
dan penempatan material yang diperlukan untuk proses kontruksi dan renovasi yang akan
dilakukan.
3) Memastikan bahwa seluruh pekerja dan proses pengerjaan yang terjadi mengikuti standar
keselamatan dan pencegahan serta pengendalian infeksi yang berlaku di RSIA Bunda
Aliyah.
4) Mengawasi pengerjaan proyek dari hari ke hari.
5) Memastikan bahwa proses pengerjaan berlangsung sesuai dengan rencana.
6) Melakukan pembersihan berkala sesuai perencanaan.
7) Melakukan koordinasi harian dengan pihak RSIA Bunda Aliyah.
8) Melakukan penyerahan hasil proyek kepada pihak RSIA Bunda Aliyah.
c. Identifikasi Perencanaan Pembangunan Aatau Renovasi
1) Fasilitas yang akan dibangun.
Pembangunan atau renovasi diluar gedung atau didalam gedung dengan menyebutkan
unit atau area.
2) Luas area yang akan dibangun
Disebutkan dengan besaran ukuran, misalnya m2 .
3) Material apa yang digunakan, contoh : semen, kayu, batu bata dll.
4) Lama pekerjaan : hari, minggu, bulan, atau tahunan.
5) Unit terkait dalam pembuatan pembangunan atau renovasi.

40
6) Izin-izin yang terkait dengan pembangunan atau renovasi, contohnya : IMB, Izin
Penggunaan Air Tanah, dll.
7) Hasil koordinasi atau notulen rapat dengan K3RS dan Komite PPI.
8) Potensi kecelakaan kerja yang kemungkinan terjadi seperti: terjatuh, tertimpa, terpotong,
terlindas, dll.
d. Penilaian Risiko Pembangunan atau Renovasi Terhadap Pelayanan
Penilaian dampak :
1) Penilaian dampak dilakukan seobjektif mungkin dengan mengumpulkan informasi
sebelum menilai risiko dari suatu aktivitas.
2) Informasi tentang suatu aktifitas (durasi, frekuensi, lokasi dan siapa yang melakukan).
3) Tindakan pengendalian risiko yang telah ada peralatan atau mesin yang digunakan untuk
melakukan aktivitas.

3. Kualitas Udara
Lakukan evaluasi terhadap kualitas udara selama proses konstruksi, renovasi atau pembongkaran
dilakukan. Perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Seberapa besar jumlah debu yang dihasilkan dari kegiatan, serta buat rencana penutupan area
dan pemasangan barrier debu.
2. Mekanisme pembuangan serpihan atau sampah konstruksi.
3. Apakah ada pengukuran kualitas udara di unit sekitar yang terdampak renovasi/konstruksi.

4. Langkah-langkah PCRA Renovasi/Pembangunan


1. Langkah 1 : Meeting Koordinasi Proyek
Adalah melakukan pertemuan dengan seluruh pihak terkait proyek renovasi/pembangunan. Saat
pertemuan ini dibahas mengenai proyek yang akan dilaksanakan, mulai dari denah proyek,
jadwal proyek, pekerja proyek dan jenis proyek.
2. Langkah 2 : Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
Selanjutnya adalah tahap identifikasi bahaya di setiap kegiatan proyek, dari peletakan batu
pertama hingga serah terima hasil pekerjaan. Pada tahap ini diharapkan kontraktor
menyerahkan atau menjelaskan seluruh tahapan proses pembangunan/renovasi. Kemudian
K3RS akan melakukan identifikasi bahayanya dan penilaian risikonya. Risiko yang sudah
teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading) dengan memperhatikan :
a. Tingkat Peluang/Frekuensi Kejadian (Likelihood)

TINGKAT RISIKO DESKRIPSI PELUANG/FREKUENSI


1 Sangat Jarang/Rare (> 5 tahun/kali)
2 Jarang/Unlikely (> 2-5 tahun/kali)
3 Sedang (1-2 tahun/kali)
4 Sering/Likely (beberapa kali/tahun)
5 Sangat Sering/Almost Certain (tiap minggu/bulan)

41
b. Tingkat Dampak Yang Dapat/Sudah Ditimbulkan (Consequence)

EFEK EFEK
RATING TINGKAT EFEK PADA
TERHADAP TERHADAP
KONSEKUENSI KONSEKUENSI LINGKUNGAN
MANUSIA PERUSAHAAN
Menimbulkan
kerusakan
lingkungan yang
sangat besar
dalam luas,
Cacat tetap atau Perusahaan bersifat permanen
dapat berenti/tutup atau (berdampak
5 Fatality
mengakibatkan rugi mulai dari Rp jangka panjang
kematian. 1 milyar ke atas. dan tidak
direhabilitasi)
serta memberikan
dampak langsung
terhadap
masyarakat luas.
Menimbulkan
kerusakan
lingkungan yang
Epidemik, Menghentikan
besar dan luas,
cedera yang proses di
terus menerus
berakibat hari beberapa bagian
4 Berat dalam jangka
hilang dan atau rugi < Rp 1
waktu yang
berakibat cacat milyar dan mulai
panjang dapat
sebagian. dari Rp 100 juta.
direhabilitasi
tetapi memerlukan
biaya yang mahal.
Menimbulkan
kerusakan
lingkungan yang
besar (melebihi
Mengehentikan
Cedera yang nilai baku mutu
proses di suatu
berakibat hari lingkungan/
bagian atau rugi <
3 Sedang hilang (lost ketentuan lainnya)
Rp 100 juta dan
time) tanpa dan luas
mulai dari Rp 1
berakibat cacat. (menyebar sampai
juta
keluar lokasi/
tempat kejadian)
namun tidak
bersifat permanen.

42
EFEK EFEK
RATING TINGKAT EFEK PADA
TERHADAP TERHADAP
KONSEKUENSI KONSEKUENSI LINGKUNGAN
MANUSIA PERUSAHAAN
Menimbulkan
Cedera ringan
Menghentikan kerusakan
mendapat P3K
proses sebagaian lingkungan di
atau perawatan
kecil atau rugi < wilayah setempat
2 Ringan medis dan dapat
Rp 1 juta dan yang dapat segera
berkerja
mulai dari Rp 1 ditangani dan
kembali di
juta. tidak bersifat
waktu shiftnya.
permanen.
Hanya Tidak ada polusi
memerlukan Tidak ada yang signifikan
1 Near Miss
penanganan pengaruh. dan dapat
P3K. diabaikan.

3. Langkah 3 : Analisa Risiko


Analisa dilakukan dengan menentukan skor risiko tersebut untuk menentukan prioritas
penanganan dan level manajemen yang harus bertanggungjawab untuk
mengelola/mengendalikan risiko tersebut termasuk dalam kategori biru/hijau/kuning/merah.
a. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
grading yang didapat dalam analisis.
b. Penentuan tingkat memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dan meliputi
proses berikut:
1) Menilai secara objektif beratnya/dampak/akibat dan memerlukan suatu skor.
2) Menilai secara objektif kemungkinan/peluang/frekuensi suatu peristiwa terjadi dan
menentukan suatu skor.
3) Mengalihkan dua parameter untuk memberi skor risiko.
c. Penilaian risiko akan dilaksanakan sebagai berikut :
1) Risiko dinilai oleh K3RS, yang akan mengindentifikasi bahaya, efek yang mungkin
terjadi dan pemeringkatan risiko.
2) Risiko dinilai oleh unit/bagian/instalasi/bagian/komite terkait.
3) Setelah risiko ditetapkan, maka kemudian risiko akan dilakukan grading/pemeringkatan
untuk mendapatkan nilai tingkat peluang terjadi dan tingkat dampaknya. Setelah didapat,
maka akan dikalikan dengan rumus berikut :

Skor Risiko = Dampak x Peluang

d. Analisa Risiko
1) Risiko dinilai oleh K3RS
2) Risiko dinilai oleh unit/instalasi/bagian/komite terkait.
Setelah mendapatkan skor risiko, maka K3RS akan menganalisa risiko tersebut dengan
menggunakan Risk Grading Matrix.

43
Risk Grading Matrix

POTENTIAL CONSEQUENCES
FREKUENSI/ Nearmis
Ringan Sedang Berat Fatal
LIKELIHOOD s
2 3 4 5
1
Sangat Sering Terjadi
Moderat Extrem
(tiap minggu/bulan) Moderate High Extreme
e e
5
Sering Terjadi
Moderat Extrem
(beberapa kali/tahun) Moderate High Extreme
e e
4
Sedang
Moderat Extrem
(sekali dalam 1-2 tahun) Low High Extreme
e e
3
Jarang Terjadi
Moderat Extrem
(terjadi 2-5 tahun sekali) Low Low High
e e
2
Sangat Jarang Terjadi
Moderat Extrem
(terjadi >5 tahun sekali) Low Low High
e e
1

Keterangan :
Extreme : Harus selalu monitor (setiap akan ada pekerjaan terkait/setiap hari)
High : Harus selalu dimonitor (seminggu sekali)
Meoderate : Secara periodik dimonitor (sebulan sekali)
Low : Sesekali dimonitor (setiap enam bulan sekali)

4. Langkah 4: Menentukan Jenis Pengendalian Risiko


Setelah risiko sudah teranalisa, maka tahap selanjutnya adalah menentukan jenis pengendalian
risiko. Menurut hierarki pengendalian bahaya, ada lima jenis cara pengendalian bahaya, yaitu :
a. Eliminasi
b. Subtitusi
c. Rekayasa
d. Administrasi
e. Alat Pelindung Diri (APD)

5. Langkah 5: Menentukan Penanggungjawab dan Tanggal Penyelesaian Pengendalian


Risiko
Penanggung jawab merupakan orang yang ditunjuk untuk melaksanakan langkah pengendalian
risiko dan untuk tanggal penyelesaian adalah waktu yang ditentukan untuk batas akhir
pengerjaan langkah perbaikan sebelum pekerjaan proyek dilaksanakan.

44
6. Langkah 6: Pengesahan PCRA
Pengesahan PCRA dilakukan setelah dokumen PCRA lengkap. Dokumen PCRA sendiri terdiri
dari :
a. Formulir PCRA
b. Dokumen ICRA
c. Formulir Inspeksi Proyek
Setelah dokumen tersebut lengkap, kemudian ditandatangani oleh Pimpinan Proyek, Ketua
K3RS dan Direktur Rumah Sakit.

5. Pengendalian Infeksi (ICRA)


1. Langkah Pertama :
Identifikasi Tipe Aktifitas Proyek Konstruksi (Tipe A-D)

TIPE KRITERIA
Pemeriksaan dan kegiatan non-invasive.
Meliputi (tetapi tidak terbatas pada)
Aktivitas yang tidak menghasilkan debu yang banyak atau mengharuskan
untuk memotong dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
pemeriksaan visual, contohnya :
Tipe A 1. Pemindahan plafon langit-langit, tidak boleh lebih dari 1 plafon per 50 m 2
atau untuk pemeriksaan visual.
2. Pengecetan tembok tanpa melakukan plester/pengamplasan.
3. Memasang wallpaper, kabel listrik (electrical work), perbaikan saluran
pipa air skala kecil yang menganggu pasokan air ke area perawatan (satu
ruangan).
Skala kecil, jangka waktu aktivitas pendek dan menghasilkan debu yang
minimal meliputi (tetapi tidak terbatas pada)
1. Aktivitas yang harus mengakses dak.
2. Plester dinding untuk pengecetan.
Tipe B
3. Perbaikan saluran pipa air yang menyebabkan terhambatnya pasokan air
ke lebih dari 1 area perawatan selama kurang dari 30 menit.
4. Membuka ruang antara.
5. Pemotongan tembok atau langit-langit dimana debu dapat terkontrol.
Pekerjaan yang menghasilkan debu tingkat sedang hingga tinggi atau harus
membongkar atau memindahkan komponen bangunan yang tetap. Meliputi
(tetapi tidak terbatas pada) :
1. Plester, pengacian, pengamplasan tembok untuk pengecatan.
Tipe C 2. Pembongkaran ubin dan plafon.
3. Membuat dinding baru
4. Pemasangan instlasi listrik di atas plafon skala minor.
5. Aktivitas pemasangan kabel skala besar.
6. Pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu satu shift.
Tipe D Demolisi/pembongkaran besar, proyek konstruksi dan renovasi.
Meliputi (tetapi tidak terbatas pada ):
1. Proyek pembangunan baru.
2. Membutuhkan pembongkaran besar atau pemindahan sistem kabel secara
keseluruhan..

45
3. Aktivitas yang memerlukan tenaga kerja dengan shift yang berturut-turut.
2. Langkah Kedua :
Identifikasi kelompok risiko pasien yang terpengaruh. Apabila lebih dari 1 kelompok risiko,
pilih kelompok dengan risiko terbesar :

Risiko Rendah Risiko Sedang Risiko Tinggi Risiko Tertinggi


 Area Perkantoran  Unit Administrasi  IGD  Area Perawatan
 Area Non Klinis  Area Rawat Jalan  R. Perawatan Pasien Pasien
 Area persiapan  Farmasi  Ruang Operasi
makanan  Laboratorium  Ruang Bersalin
 Radiologi  Poliklinik  Ruang Intensif
 Unit Rehabilitasi Medis  Dapur/Gizi  CSSD

3. Langkah Ketiga :
Cocokan antara kelompok risiko pasien dengan tipe proyek konstruksi untuk menentukan
tindakan yang diperlukan untuk pencegahan infeksi.

KELOMPOK RISIKO TIPE KONSTRUKSI


PASIEN TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D
Risiko Rendah I II II III/IV
Risiko Sedang I II III/II IV
Risiko Tinggi I II/III III/IV IV
Risiko Tertinggi II/III III/IV III/IV IV
Note : Persetujuan Komite PPI diperlukan saat tipe membutuhkan

4. Langkah Keempat :
Lakukan tindakan yang diperlukan untuk pencegahan infeksi.

SEBELUM SELAMA SETELAH


KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
a. Lakukan pekerjaan 1. Bersihkan area
dengan metode yang konstruksi setelah
meminimalisir debu selesai, sesuai dengan
sewaktu proses SPO general cleaning.
I - konstruksi berjalan. 2. Segera bersihkan
b. Segera mengganti kotoran atau puing
plafon langit-langit puing bangunan.
yang dibuka saat
inspeksi visual.

46
SEBELUM SELAMA SETELAH
KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
1. Identifikasi tipe 1. Sediakan sarana aktif 1. Bersihkan permukaan
proyek konstruksi untuk mencegah debu area kerja dengan
2. Identifikasi area terdispersi ke atmosfer detergen dan air atau
pasien yang terkena berupa alat penghisap desinfektan.
dampak debu atau exhaust fan. 2. Tempatkan sampah
3. Koordinasi dengan 2. Percikkan air di konstruksi dalam wadah
Unit Teknik, K3, permukaan area kerja yang tertutup rapat.
Kesling, Keperawatan, untuk mengendalikan 3. Lap basah dan/atau
serta kontraktor terkait debu saat melakukan vakum sebelum
pengurangan debu, pemotongan. meninggalkan area
pemindahan pasien 3. Tutup rapat pintu yang konstruksi.
dan pemasangan tidak digunakan dan 4. Lepas sistem pertukaran
II
barrier. sela sela pintu dengan udara di tempat
4. Dapatkan izin ICRA lakban. kegaiatan konstruksi
renovasi dari PPI. 4. Tutup rapat pintu, dilakukan.
jendela dan ventilasi
di area kerja.
5. Letakkan keset debu
di tempat masuk dan
keluar area konstruksi
6. Tutup HVAC
(Heating, Ventilation
and Air Conditioning)
di area konstruksi .
1. Identifikasi tipe 1. Lepas atau isolasi 1. Jangan lepas barrier dari
proyek konstruksi. sistem aliran udara di area kerja hingga
2. Identifikasi area area pembangunan pekerjaan selesai
pasien yang terkena untuk mencegah diinspeksi oleh Tim
dampak. kontaminasi pada PPI, Unit Teknik, K3,
3. Diskusikan dengan sistem saluran udara. Kesling dan dibersihkan
Tim PPI, Unit 2. Lengkapi dengan oleh petugas
Teknik, K3, Kesling barrier seperti kebersihan.
Keperawatan, serta sheetrock/triplek, dan 2. Lepas barrier dengan
III
kontraktor terkait plastik/terpal untuk hati-hati untuk
pengurangan debu, menutup area kerja. meminimalisir
pemindahan pasien 3. Pertahankan tekanan penyebaran kotoran dan
dan pemasangan negatif di area kerja puing konstruksi.
barrier. jika diperlukan. 3. Vakum area kerja dan
4. Dapatkan izin ICRA Hentikan pekerjaan barrier.
renovasi dari PPI. segera jika tekanan
negatif turun.

47
SEBELUM SELAMA SETELAH
KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
4. Tempat sampah 4. Lap basah dengan air
konstruksi di tempat dan detergen /
yang tertutup rapat desinfektan.
sebelum dipindahkan. 5. Setelah selesai,
5. Tutup rapat alat fungsikan kembali
pengangkut sampah sistem HVAC.
konstruksi dengan 6. Lakukakan sampling
penutup (jika ada) udara jika dibutuhkan.
atau tutup dengan
plastik dan lakban.
1. Identifikasi tipe 1. Isolasi sistem aliran 1. Jangan lepas barrier dari
proyek konstruksi. udara di area area kerja hingga
2. Identifikasi area pembangunan untuk pekerjaan selesai
pasien yang terkena mencegah diinspeksi oleh Tim
dampak. kontaminasi pada PPI, Unit Teknik, K3,
3. Diskusikan dengan sistem saluran udara. Kesling dan dibersihkan
Tim PPI, Unit 2. Lengkapi dengan oleh petugas
Teknik, K3, Kesling barrier seperti kebersihan.
Keperawatan, serta sheetrock/triplek, dan 2. Lepas barrier dengan
kontraktor terkait plastik/terpal untuk hati-hati untuk
pengurangan debu, menutup area kerja. meminimalisir
pemindahan pasien 3. Pertahankan tekanan penyebaran kotoran dan
dan pemasangan negatif di area kerja puing konstruksi.
barrier. jika diperlukan. 3. Vakum area kerja dan
4. Dapatkan izin ICRA Hentikan pekerjaan barrier.
IV
renovasi dari PPI. segera jika tekanan 4. Lap basah dengan air
negatif turun. dan detergen /
4. Tempat sampah desinfektan.
konstruksi di tempat 5. Setelah selesai,
yang tertutup rapat fungsikan kembali
sebelum dipindahkan. sistem HVAC.
5. Tutup rapat alat 6. Lakukakan sampling
pengangkut sampah udara jika dibutuhkan.
konstruksi dengan
penutup (jika ada)
atau tutup dengan
plastik dan lakban.
6. Tutup lubang-lubang,
pipa-pipa, dan saluran
dengan benar

48
SEBELUM SELAMA SETELAH
KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
7. Buat ruang antara dan
haruskan seluruh
pekerja untuk
melewati ruangan ini
agar pekerja dapat di
vakum sebelum
meninggalkan area
konstruksi atau
pekerja gunakan baju
coverall yang dapat
dilepas setiap
meninggalkan area
pembangunan.
8. Seluruh pekerja yang
memasuki area
diwajibkan
menggunakan sepatu
yang tertutup dan
diganti setiap
meninggalkan area
konstruksi.

5. Langkah Kelima
Tentukan risiko dari daerah di sekitar lokasi pembangunan identifikasi hal-hal lain terkait
proyek konstruksi, antara lain:
a. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul akibat proyek
konstruksi.
N NAMA UNIT
KATEGORI UNIT POTENSI RISIKO
O (ISI DENGAN NAMA KELOMPOK)
1 Unit dibawah
2 Unit diatas
3 Samping kanan
4 Samping kiri
5 Belakang
6 Depan

b. Identifikasi kegiatan di tempat spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll.
c. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan ventilasi, pipa air dan instalasi listrik dengan
kemungkinan terjadinya pemadaman listrik.
d. Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian pencegahan infeksi
sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan (plastik, triplek, tembok) dll, perlukah

49
penggunaan HEPA filter? (Catatan : area renovasi/konstruksi harus diisolasi dari area
sekitarnya dan merupakan area negatif terhadap area sekitarnya).
e. Pertimbangkan potensial risiko kerusakan akibat air. Apakah ada risiko terkait dengan
ketahanan struktur (dinding, atap dan langit-langit).
f. Jam kerja: apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan pasien?
g. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi atau kamar tekanan udara
negatif yang memadai.
h. Apakah perencanaan memungkinkan jumlah dan jenis tempat untuk cuci tangan?
i. Apakah komite PPI setuju dengan jumlah minimal tempat cuci tangan pada proyek ini?
j. Apakah komite PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja?
k. Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek, seperti jalur
keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll.

6. Utilitas
Lakukan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya gangguan tidak terduga pada sistem utilitas di
area manapun di luar area kerja selama proyek berlangsung, seperti system :
1. Pasokan Air Bersih
2. Kelistrikan
3. Sistem Ventilasi/HVAC
4. Alarm Kebakaran
5. Jalur Oksigen
6. Saluran Air Limbah
7. Ganguan integritas struktur bangunan (lantai, atap, langit-langit jika terdapat sistem yang
diprediksi akan mengalami gangguan, buat rencana atau langkah yang harus dilakukan untuk
mengurangi dampak gangguan).

7. Kebisingan dan Getaran


Identifikasi jenis pekerjaan yang menghasilkan kebisingan dan/atau getaran selama
renovasi/konstruksi berlangsung. Identifikasi unit/area yang akan terpengaruh bahaya kebisingan
dan getaran. Buat rencana untuk menurunkan intensitas kebisingan dan getaran serta
pemberitahuan kepada petugas unit yang terpengaruh
1. Bahan Berbahaya
Lakukan identifikasi bahan berbahaya yang digunakan selama proyek berlangsung. Perhatikan
hal-hal berikut ini:
a) Mintalah daftar bahan berbahaya yang digunakan dan minta MSDS jika dibutuhkan.
b) Apakah pekerjaan cenderung menghasilkan uap atau bau yang berbahaya atau tidak biasa
dan sebagaimana cara meminimalkan dampaknya (contoh : bau fume yang timbul saat
pekerjaan gerinda atau mengelas).

2. Layanan darurat
Penilaian terhadap layanan darurat seperti keselamatan kebakaran perlu dilakukan untuk
menentukan langkah yang perlu dikembangkan untuk menjamin keselamatan.
Perhatikan hal-hal berikut ini :
a) Apakah proyek konstruksi/renovasi mempengaruhi jalur keluar yang diperlukan dan tidak
dapat digunakan oleh orang lain selain pekerja konstruksi? Bagaimana langkah alternatif
untuk meminimalisir dampak?
b) Apakah kegiatan proyek memiliki potensi untuk menghalangi akses bila terjadi keadaan
darurat.

50
c) Apakah kegiatan proyek mempengaruhi sistem deteksi dan pencegahan kebakaran?
d) Apakah area kegiatan memerlukan APAR?
e) Apakah kegiatan proyek memerlukan staf dilatih terhadap respon kebakaran?
f) Apakah proyek memerlukan peningkatan inspeksi pengawasan bahaya?
g) Apakah terdapat pekerjaan panas (hot work) seperti mengelas atau gerinda selama proyek
berlangsung?
h) Buatkan langkah-langkah yang harus diambil untuk meminimalisir dampak dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas.

8. Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan dan layanan


Identifikasi bahaya lain yang dapat mempengaruhi pelayanan selama proyek berlangsung seperti
sistem pembuangan sampah, konstruksi, alur transportasi material, pembersihan lokasi proyek, dan
lainnya.

N. Pelatihan.

51

Anda mungkin juga menyukai