Keselamatan fasilitas
2
Peralatan rumah sakit yang rusak diperbaiki oleh teknisi internal dan jika tidak mampu laksana,
diperbaiki oleh teknisi eksternal.
3. Pencegahan terhadap kejadian kehilangan dan kerusakan asset rumah sakit.
Untuk pencegahan terhadap kehilangan dan kerusakan aset rumah sakit, setiap petugas Security yang
bertugas wajib menanyakan kepada semua tamu/pengunjung tentang maksud dan tujuan berkunjung ke
rumah sakit. Apabila kunjungan tersebut berkaitan dengan penugasan maka petugas yang menerima
tamu wajib menanyakan surat tugas yang bersangkutan. Tamu/pengunjung wajib meninggalkan tanda
pengenal di pos jaga untuk diganti dengan tanda pengenal/kartu tamu. Petugas mencatat nama dan
alamat tamu/pengunjung sesuai dengan identitas yang dimiliki (KTP, SIM, PASPORT). Setelah selesai
berkunjung, tamu/pengunjung kembali ke pos jaga untuk menyerahkan kartu tamu dan mengambil
identitasnya. Petugas Security juga melakukan patrol pengaman secara rutin dan berkelanjutan serta
mewujudkan budaya sadar security di lingkungan rumah sakit.
4. Pengadaan fasilitas untuk keamanan ruangan
Untuk pengamanan ruangan, dipasang CCTV, kunci pengaman dan lampu penerangan dan dilakukan
pemantauan oleh petugas terkait.
a. Tentukan siapa saja yang boleh masuk Kamar Bayi (Perawat/Bidan/Dokter/Ibu yang melahirkan).
b. Pengunjung hanya boleh melihat bayi dari luar Kamar Bayi.
c. Kamar Bayi dilengkapi dengan fasilitas berupa pintu pangaman (pintu dibuka dengan kode khusus),
dan CCTV.
d. Lakukan pengamanan secara rutin dan periodik oleh petugas Security.
Apabila ditemukan ada pengunjung yang mencurigakan, perawat Kamar Bayi segera melaporkan
kepada petugas Security setempat untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. Perawat KBBL
harus selalu melakukan pengecekan dan identitas bayi yang ada di Kamar Bayi. Apabila terjadi
kecurigaan ada bayi hilang di Kamar Bayi, maka perawat Kamar Bayi harus segera melaporkan kepada
petugas Security dan atasannya. Atas dasar laporan tersebut petugas Security setempat segera
menghubungi Pos Security dipintu masuk/keluar untuk mengecek melalui monitor CCTV dan
mengambil tindakan pencegahan/pengamanan terhadap kemungkinan bayi dibawa keluar dari rumah
sakit melalui pintu tersebut. Lakukan pengecekan ke rumah keluarga pasien untuk memastikan apakah
bayi tersebut di bawa pulang. Apabila telah dilakukan pengecekan bayi yang hilang tidak ditemukan
segera hubungi Instansi Kepolisian setempat untuk ditindaklanjuti.
2. Pemasangan CCTV.
Perangkat CCTV dipasang di daerah yang rawan dan strategis (Kamar Bayi, Ruang Tunggu, Kamar
Perawatan, objek/sarana vital dll.
4. Diklat pencegahan dan penanggulangan terhadap pencurian, tindak kekerasan dan penculikan.
3
Berkoordinasi dengan bagian Diklat untuk memberikan bekal kepada petugas dilapangan agar selalu
siap dan terlatih apabila ada kejadian pencurian, tindak kekerasan dan penculikan.
Dilakukan ceklis dan apabila ada kerusakan dan segera dilaporkan ke pimpinan untuk dilakukan
perbaikan.
1. Pemasangan dan pengawasan railing tangga.
Railing tangga mudah dipegang, ketinggian 60-80 cm dan bebas hambatan.
Untuk menentukan limbah bahan berbahaya dan beracun yang digunakan dan dihasilkan, Rumah Sakit Bunda
Aliyah mengacu pada beberapa peraturan pemerintah yang masih berlaku, peraturan tersebut antara lain:
1. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang peningktan pelayanan mutu Rumah Sakit.
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 14 Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang tata cara perizinan
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
4. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2020
Tentang Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
4
6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2016
Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di Fasilitas
Penimbusan Akhir
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 2002 tentang pedoman
penyusunan standar pelayanan minimal Rumah Sakit yang wajib dilaksanakan Daerah
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Dari acuan peraturan pemerintah tersebut Rumah Sakit Bunda Aliyah melakukan pengelompokan
berdasarkan identifikasi dan klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3). Adapun identifikasi
dan klasifikasi tersebut antara lain :
1. Identifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) dilakukan dengan cara:
Menginventarisasi jenis B3 yang digunakan di area Rumah Sakit Bunda Aliyah.
Menginventarisasi sumber penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3).
Menginventarisasi Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet/MSDS) sesuai
dengan bahan berbahaya dan beracun yang ada di area Rumah Sakit Bunda Aliyah.
Pengecekan simbol (label) pada penempatan dan kemasan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan
pemberian simbol pada tempat penampungan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun
(LB3).
2. Melakukan klasifikasi jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan simbol dan
sifatnya, terdiri dari :
1 Radioaktif
2 Infeksius
3 Beracun
4 Korosif
5
7 Mudah Meledak
9 Tabung Bertekanan
10 Karsinogenik
11 Iritant
12 Oksidataor
13 Label Kemasan
14 Kimia cair
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit Bunda Aliyah menggunakan bahan berbahaya dan
beracun (B3) yang secara otomatis akan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3). Selain
dihasilkan limbah B3 sesuai dengan bahan yang digunakan, juga dihasilkan limbah B3 lain sebagai akibat dari
pelayanan kesehatan. Jenis limbah B3 yang dihasilkan di Rumah Sakit Bunda Aliyah, sesuai Peraturan
Pemerintah RI No.101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
A. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) Rumah Sakit Bunda Aliyah
Limbah Medis Padat
1. Pengumpulan Limbah B3
1) Limbah B3 dari sumber dipisahkan dengan kemasan/wadah plastik kuning untuk limbah
infeksius, wadah safety box/jerigen untuk limbah infeksius tajam, wadah jerigen/drum untuk B3
cair.
6
2) Wadah yang ada diambil tiap hari atau 2/3 penuh dikumpulkan dalam dua shift, shift 1 dilakukan
pada pukul 05.00-06.00 WIB, shift 2 10.00-11.00 WIB dan shift 3 21.00-22.00 WIB dilakukan
pada pukul oleh petugas.
3) Trolly yang digunakan adalah trolly khusus untuk limbah padat B3 (medis).
4) Pengumpulan yang dilakukan mengikuti rute yang sudah ditentukan.
5) Melakukan penimbangan dan penulisan dilogbook sampah medis.
6) Trolly yang digunakan adalah trolly khusus untuk limbah padat B3 (medis).
7) Kontainer yang kotor langsung dicuci kemudian diganti dengan plastik yang baru.
8) Tempat penyimpanan limbah padat B3 (medis) ditutup rapat dan dikunci oleh petugas yang
berwenang.
9) Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan ke tempat pengumpulan sementara limbah B3 menggunakan jalur terpisah agar tidak
terjadi kontak dengan pasien dan pengunjung sehingga dapat dihindari risiko infeksi nosokomial.
Troli pengangkutan limbah B3 disajikan pada gambar dibawah ini :
Ruang penyimpanan limbah B3 harus memiliki ventilasi yang baik, dilengkapi dengan penerangan dan APAR.
Berikut adalah gambar TPS LB3 Rumah Sakit Bunda Aliyah pada saat pengangkutan untuk dibawa ke tempat
pemusnahan.
7
8
ASPEK TEKNIS TPS LIMBAH B3 RUMAH SAKIT BUNDA ALIYAH
E 106o49’10.6716”
4 Papan nama TPS limbah B3 TPS LB3 dilengkapi dengan papan nama
5 Simbol pada bangunan TPS TPS LB3 dilengkapi simbol pada pintu masuk dan pintu
keluar
6 TPS terlindung / aman TPS hanya dapat diakses oleh petugas Cleaning Service
dan Kesling
darurat
19 Desinfeksi dan Cuci Tangan Tersedia wastafel dan kran pada dinding area luar TPS
LB3
Penempatan limbah B3 pada TPS di Rumah Sakit Bunda Aliyah dibagi menjadi:
1. TPS Limbah Infeksius : untuk limbah infeksius padat dan benda tajam
2. TPS Limbah Lampu TL : untuk limbah lampu TL
3. TPS Limbah Aki : untuk limbah baterai (UPS & Accu)
4. TPS Limbah Oli : untuk limbah oli bekas
5. TPS Limbah Cair B3 : untuk jerigen limbah cair B3
Limbah Cair
Jenis limbah cair B3 di Rumah Sakit Bunda Aliyah untuk tahun 2019 terdiri dari :
Pengelolaan limbah cair adalah upaya untuk meningkatkan kualitas air limbah yang dihasilkan dari
kegiatan pelayanan Rumah Sakit Bunda Aliyah agar mencapai baku mutu yang ditetapkan sehingga
tidak potensial mencemari lingkungan atau mempengaruhi kesehatan.
Tujuan pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit Bunda Aliyah adalah melakukan pengelolaan limbah
cair yang dihasilkan oleh kegiatan di Rumah Sakit Bunda Aliyah agar memenuhi Baku Mutu Limbah
Cair Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
68/MENLH/SETJEN/kum.1/8/2016 Tentang Baku Mutu Limbah Domestik.
1. Pengolahan Limbah Cair dilakukan secara terpadu pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
2. Kapasitas dan metode pengolahan air limbah disesuaikan dengan kebutuhan dan tetap
mempertimbangkan kualitas hasil pengolahan yang sesuai dengan Baku Mutu Limbah Cair yang
telah ditentukan.
3. Limbah cair disalurkan ke IPAL secara tertutup melalui saluran yang kedap air dan dapat mengalir
dengan lancar.
4. Proses IPAL
Bak Penyaringan (Grit Chamber)
Dari gedung atau sump pit air limbah masuk pertama kali menuju ke bak ini. Fungsi dari Grit
Chamber adalah sebagai proses awal untuk menyaring kotoran / sampah padatan yang berpotensi
mengganggu proses pengolahan. Grit Chamber dilengkapi dengan fine bar screen sebagai media
proses penyaringan awal.
1. Pengumpulan limbah cair radiologi dilakukan setiap kali selesai melakukan kegiatan yang
menggunakan larutan fixer dan developer. Pengumpulan dilakukan oleh petugas radiologi dengan
menggunakan drum/jerigen.
2. Pemindahan limbah radiologi ke TPS Limbah B3 dilakukan sesuai keadaan (bila tempat
penampungan limbah sudah terisi 2/3 bagian). Pemindahan dilakukan oleh petugas Cleaning
Service.
3. Penyimpanan limbah radiologi di TPS limbah B3 maksimal 90 hari dan setelah 90 hari limbah
radiologi harus dibuang menggunakan jasa pihak ketiga.
4. Setelah pembuangan, maka Petugas Kesehatan Lingkungan akan melaporkan manifest
pembuangan limbah B3 yang terlampir pada laporan triwulan ke dinas terkait yaitu Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.
- Oli Bekas
Di Rumah Sakit Bunda Aliyah oli bekas diperoleh dari kegiatan unit Maintenance. Pengelolaan limbah
cair radiologi meliputi :
1. Pengumpulan oli bekas dilakukan setiap kali selesai melakukan kegiatan yang menggunakan oli.
Pengumpulan dilakukan oleh petugas Maintenace.
2. Penyimpanan oli bekas di TPS limbah B3 maksimal 90 hari dan setelah 90 hari limbah oli harus
dibuang menggunakan jasa pihak ketiga.
3. Setelah pembuangan maka Petugas Kesehatan Lingkungan akan melaporkan manifest pembuangan
limbah B3 ke dinas terkait yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.
C. Penanganan Tumpahan Limbah B3 dan Pelaporan Insiden Rumah Sakit Bunda Aliyah
12
Penanganan tumpahan limbah B3 adalah tindakan gawat darurat terhadap tumpahan limbah B3 yang
tercecer di area instalasi yang menghasilkan limbah B3, area Rumah Sakit Bunda Aliyah dan
TempatPenyimpanan Sementara (TPS) limbah B3.Jenis limbah B3 yang dihasilkan di Rumah Sakit
Bunda Aliyah terdiri dari limbah infeksius, limbah B3 cair (laboratorium), dan limbah B3 umum (accu
bekas, lampu TL & Bohlam, tinta, dll).
Upaya penanganan tumpahan Limbah B3 agar berjalan efektif, perlu didukung dengan penyediaan sarana
spill kit tumpahan Limbah B3.Dalam menangani tumpahan Limbah B3 maupun cairan tubuh diperlukan
beberapa peralatan dan bahan (spiil kit) antara lain:
11 Pinset 1 pcs
Perlengkapan tersebut (spill kit) di Rumah Sakit Bunda Aliyah tersedia pada masing-masing unit dan
ruangan yang kemungkinan mempunyai resiko tumpahan bahan berbahaya dan beracun dan dimasing-
masing unit yang mempunyai tempat penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan tersusun
rapi pada box container ukuran 30 liter. Selain itu diperlukan cara penagananan tumpahan yang benar
agar tidak terjadi paparan terhadap petugas.
13
5) Petugas menutup permukaan tumpahan secara rata dengan menggunakan underpad dan
diamkan sampai tumpahan tersebut meresap kedalam underpad (siapkan kantong plastik
kuning untuk penempatan tumpahan).
6) Petugas mengangkat underpad dengan menggunakan pinset.
7) Petugas memasukan underpad yang telah dipakai kedalam plastik kuning yang telah
disediakan.
8) Petugas menyapu dan membersihkan pasir pembendung tumpahan dengan menggunakan sapu
kecil (duspan) dan tempatkan pada kantong plastik yang telah tersedia.
9) Petugas menyemprotkan desinfektan (Presept yang dicairkan) ke area tumpahan yang telah
dibersihkan.
10) Petugas menutup area tumpahan yang telah diberikan desinfektan dengan underpad secara
merata.
11) Lakukan kembali point no. 6 & 7 dan ikat kantong plastik kuning tersebut dengan kuat.
12) Petugas membuka APD yang digunakan (untuk APD dispolsable tempatkan pada plastik
kuning untuk dimusnahkan terpisah dengan APD yang akan dilakukan sterilisasi.
13) Tutup dan rapihkan kembali box spill kit untuk ditempatkan kembali pada penyimpanan
semula.
14) Petugas membersihkan area bekas tumpahan dengan menggunakan air bersih dan alat pel.
15) Petugas mencuci tangan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
16) Isi kembali spill kit.
17) Buat laporan kejadian tumpahan pada formulir pelaporan.
18) Serahkan kepada Panitia K3 Rumah Sakit Bunda Aliyah paling lama 2 x 24 jam.
2. Pelaporan insiden
Kontaminasi/paparan bahan berbahaya beracun (B3) serta limbahnya dapat menimbulkan bahaya pada
manusia maupun lingkungan. Kejadian kontaminasi/tumpahan dikategorikan sebagai kecelakaan
akibat kerja sehingga perlu pelaporan (accident report).
14
Alur pelaporan insiden sama dengan kejadian pelaporan kecelakaan akibat kerja (SPO pelaporan kecelakaan
akibat kerja di Rumah Sakit Bunda Aliyah . Laporan insiden dilaporkan dan dievaluasi setiap 3 (tiga) bulan oleh
panitia K3 kepada Direktur. Arahan Direktur dijadikan petunjuk untuk meningkatkan/memperbaiki agar tidak
terjadi lagi insiden kecelakaan akibat kerja akibat kontaminasi baik bahan maupun limbah berbahaya beracun.
Tumpahan Pencatatan
Kecelakaan Pengobatan accident report &
/kontamin1asi
akibat kerja di UGD evaluasi
B3/Limbah B3
oleh PK3 RS
Pelaporan data
accident report
ke Direktur
D. Alat Pelindung Diri Penanganan B3 dan Limbah B3 di Rumah Sakit Bunda Aliyah
Bahan dan limbah bahan Berbahaya dan Beracun berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku tentang
Keselamatan Kerja, maka Rumah Sakit Bunda Aliyah harus menyediakan peralatan pelindung diri yang
digunakan secara benar disertai prosedur tertulis cara penggunaannya serta dipelihara dalam kondisi layak
pakai. Pimpinan RS menetapkan secara tertulis jenis dan jumlah alat pelindung diri yang harus ada di
Rumah Sakit Bunda Aliyah, dimana dan pada saat apa dipergunakan serta siapa yang mempergunakan
alat pelindung diri tersebut.
Jenis Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di tiap instalasi/unit kerja cukup banyak jenisnya,
diantaranya :
Radiologi
Farmasi
Perawatan
R. Operasi
R. Bersalin
15
Pest Control Pestisida
OB
Poliklinik Penularan
penyakit
Perawatan
Laboratorium
R. Operasi
R. Bersalin
R. Intensif
Cleaning Service
OB
R. Bersalin
16
7 Celemek/Apron Dapur Tumpahan Minyak
Medis
R. Operasi Penularan penyakit
R. Bersalin
Kontaminasi
kuman
4. Proteksi kebakaran
A. Konstruksinya harus dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan tekanan
udara positif (pressurized fan). Hal ini untuk menjamin keamanan minimal 1 jam.
Kompartementasi
Metode pengaturan tata ruang untuk menghambat penjalaran kebakaran ke bagian lain. Metode
dengan menerapkan jarak tertentu atau dengan dinding pembatas dan mengatur posisi bukaan
tidak saling berhadapan. Di Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah daerah untuk menyimpan
bahan yang dapat terbakar atau meledak ditempat kan terpisah.Sistem pengendallan asap dan
panas Asap dan gas pada waktu kejadian kebakaran adalah salah satu produk kebakaran yang
dapat membahayakan bagi manusia kecenderungan asap dan gas akan menyebar keatas. Apabila
terjadi kebakaran dapat menyebarkan asap keseluruh ruangan. Karena itu sistem deteksi asap yang
dapat mengontrol mekanik penutup asap (smoke damper) dan atau mematikan AC sentral sangat
penting artinya.Tempat penimbunan bahan cair atau gas mudah terbakar, tempat penimbunan
bahan cair yang mudah terbakar ditempatkan terpisah.
17
B. M
C. Resiko tempat sampah
TINGKAT TINGKAT
NO RISIKO BAHAYA PROBABILITAS NO
(SKOR) (SKOR)
a Ledakan/kebakaran B3 2 1 2
b Tumpahan/ceceran B3 2 2 4
c Paparan B3 1 1 1
d Penyalahgunaan B3 1 1 1
Penerapan sistem proteksi kebakaran atau sumber daya yang direncakan untuk mengantisipasi
bahaya kebakaran, yang direncanakan sesuai dengan tingkat resiko bahaya pada hunian di Rumah
Sakit Bunda Aliyah. Sistem proteksi kebakaran yang direncanakan ada 3 sistem :
1. Sarana proteksi kebakaran aktif
Yaitu berupa alat atau instalasi yang dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan
kebakaran seperti sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, springkel, dll.
2. Sarana proteksi kebakaran pasif
Yaitu berupa alat, sarana atau metode mengendalikan penyebaran asap panas dan gas
berbahaya bila terjadi kebakaran seperti sistem kompartementasi, sarana pengendalian asap
(smoke control system). Sarana evakuasi, sistem pengendalian asap dan api, alat bantu evakuasi
dan rescue.
3. Fire safety manajemen
20
daerah untuk menyimpan bahan yang dapat terbakar atau meledak ditempat kan
terpisah.
- Sistem pengendallan asap dan panas
Asap dan gas pada waktu kejadian kebakaran adalah salah satu produk kebakaran yang
dapat membahayakan bagi manusia kecenderungan asap dan gas akan menyebar keatas.
Apabila terjadi kebakaran dapat menyebarkan asap keseluruh ruangan. Karena itu
sistem deteksi asap yang dapat mengontrol mekanik penutup asap (smoke damper) dan
atau mematikan AC sentral sangat penting artinya.
- Tempat penimbunan bahan cair atau gas mudah terbakar, tempat penimbunan bahan cair
yang mudah terbakar ditempatkan terpisah.
21
4. Untuk menangani masalah K3 penanggulangan kebakaran diperlukan adanya petugas atau unit
organisasi yang bertanggung jawab terhadap usaha pencegahan kebakaran, pemeliharaan sistem
proteksi kebakaran dan melakukan usaha pemadaman pertolongan dan penyelamatan benda
apabila terjadi kebakaran.
E. Sistim tanggap darurat
1. Keadaan darurat adalah sistim/kondisi kejadian yang tidak normal, beberapa keadaan :
- Terjadi tiba-tiba
- Mengganggu kegiatan/organisasi/komunitas
- Perlu segera ditanggulangi karena keadaan darurat dapat berubah menjadi bencana
(disaster) yang mengakibatkan banyak korban atau kerusakan.
2. Keadaan darurat kebakaran
Sistim dalam kejadian kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan semua orang yang
ada didalam bangunan yang terbakar, semua orang merasa terancam dalam bahaya dan ingin
menyelamatkan diri masing-masing. Ada kalanya yang sudah keluar di tempat yang aman
masih ada kemungkinan masuk kembali. Apabila ada orang asing (tamu/pengunjung) mereka
lebih tidak mengenal dengan Iingkungan setempat. Mengatasi situasi panik dapat dilakukan
dengan cara latihan secara teratur dalam peiaksanaan latihan harus ada skenario yang baku
dan diulang-ulang.
22
- Bertugas segera menuju sumber api untuk dipadamkan
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran
5. PERAN HIDRANT
- Meneliti kondisi alat hydrant yang menjadi tanggungjawabnya
- Bertanggungjawab merawat alat hydrant yang dibebankan
- Segera bergerak untuk memadamkan api dengan hydrant yang ada, baik gen-set hydrant
maupun hydrant yang ada didalam gedung
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
6. PERAN P3K
- Menyiapkan dan merawat perlengkapan P3K
- Melakukan pertolongan pertama pada setiap korban
- Bertindak cepat dan tepat dengan tidak membeda-bedakan
- Membawa pasien kerumah sakit terdekat
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
7. PERAN TIM EVAKUASI
- Meneliti dan memelihara sarana evakuasi
- Memandu proses evakuasi terhadap penghuni maupun pasien ketempat berhimpun
- Menentukan titik untuk tempat berhimpun bagi seluruh korban
- Mengevakuasi orang dan barang-barang maupun inventaris gedung
- Mendahulukan evakuasi terhadap orang/korban yang memiiiki harapan hidup panjang
- Melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran peran kebakaran yang lain
8. PERAN PENYELAMAT
- Merawat proteksi diri, bangunan,sarana evakuasi
- Mengendalikan situasi TKP
- Mencari dan penyelamatkan Jiwa, harta
- Melakukan koordinasi denganseluruh jajaran peran kebakaran yang lain
G. Peralatan medis
A. Uji Coba Peralatan Kesehatan
Setiap peralatan medis jenis/tipe yang belum pernah digunakan sebelumnya dalam ruang lingkup rumah
sakit, harus melalui uji coba dan evaluasi terlebih dahulu dengan melibatkan Staf Medis dan Staf
Keperawatan sebagai user.
Untuk alat medis dengan spesifikasi baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya, diupayakan untuk
dilakukan uji coba penggunaan alat di lapangan untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan antara
pihak rekanan alat dengan user.
Hasil uji coba berupa rekomendasi pengembalian alat yang ditandatangani oleh Staf Medis dan Kepala
Instalasi yang dilampirkan bersama Formulir Permintaan Alat Kesehatan untuk dilanjutkan ke Direktur
guna mendapatkan persetujuan
Perencanaan dan Pengadaan Alat Medis
Dalam kegiatan Perencanaan dan Pengadaan Alat Medis, Kelompok Staf Medis mengajukan usulan
kebutuhan pengadaan alat medis.
Kelompok Staf Medis (Kepala Instalasi, ManajerKeperawatan, dan Manajer Medis) mengusulkan
melakukan analisa kebutuhan alat medis tersebut.
Jika analisa disimpulkan bahwa alat tersebut dibutuhkan, maka Kepala Instalasi setempat membuat
permintaan alat medis menggunakan formulir permintaan alat medis.
23
Jika terjadi kerusakan pada alat medis yang sudah ada sebelumnya, maka analisa kerusakan alat dari
Teknisi Alat Medis dilampirkan bersama Formulir Permintaan Alat Medis yang akan diajukan kepada
Manajer Medis.
B. Inventarisasi Peralatan Medis
a. Kegiatan inventarisasi dilakukan secara berkala yang mencakup jenis, jumlah, tanggal pembelian serta
kondisi dari tiap-tiap peralatan medis yang dimiliki rumah sakit.
b. Data hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar dalam pembuatan perencanaan, pengadaan,
pemeliharaaan dan penghapusan/penarikan peralatan medis.
c. Inventarisasi dilaksanakan oleh Bagian Penunjang Medis.
D. Kalibrasi
Dokumentasi kegiatan kalibrasi dilaksanakan dengan petugas ahli atau dengan PT atau Badan
Kesehatan yang mempunyai sertifikat kalibrasi. Kalibrasi ini harus dilengkapi dengan alat yang layak
pakai dan sertifikat kalibrasi
E. Pemeliharaan Peralatan Medis
Pemeliharaan peralatan medis adalah suatu upaya yang dilakukan agar peralatan medis selalu dalam kondisi
layak pakai, dapat difungsikan dengan baik dan menjamin usia pakai lebih lama.Dalam pelaksanaan
pemeliharaan peralatan medis terdapat empat kriteria pemeliharaan, yaitu:
1) Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan terhadap alat sesuai dengan
jadwal yang telah disusun. Jadwal pemeliharaan disusun dengan memperhatikan jenis peralatan, jumlah,
kualifikasi petugas sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia.
2) Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif (pencegahan) adalah kegiatan pemeliharaan berupa perawatan rutin yang
dilakukan oleh operator dan kegiatan pemeliharaan lainnya yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.
Yang bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya keruskan.
24
Untuk jenis alat tertentu, pemeliharaanpreventif dapat dilakukan saat alat sedang operasional melalui
pemeriksaan dengan cara melihat dan merasakan alat ukur. Dan dapat pula dilakukan pelumasan dan
penyetelan bagian-bagian alat tertentu apabila diperlukan.
3) Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat perbaikan terhadap peralatan yang
mengalami kerusakan dengan atau tanpa penggantian suku cadang. Pemeliharaan ini dimkasud untuk
mengembalikan kondisi peralatan yang rusak ke kondisi layak pakai dan siap operasional. Tahap akhir
dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran
aspek keselamatan. Sedagkan kalibrasi yang bersifat teknis dan legalitas,penggunaan alat harus dilakukan
oleh Institusi Penguji yang berwenang. Perbaikan korektif dilakukan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan dan dilakukan secara terencana.
4) Pemeliharaan Tidak Terencana
Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat darurat berupa perbaikan
terhadap kerusakan alat yang mendadak / tidak terduga dan harus segera dilaksanakan mengigat alat
sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Untuk dapat melaksanakan pemeliharaan yang tidak terencana, perlu
adanya tenaga yang selalu siap ( stand by ) dan fasilitas pendukungnya. Frekuensi pemeliharaan tidak
terencana dapat ditekan serendah mungkin dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.
F. Aspek Pemeliharaan
Agar peralatan medis dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka unit kerja pemeliharaan
peralatan rumah sakit, perlu dilengkapi dengan aspek-aspekpemeliharaan yang berkaitan dan peralatan
kerja, dokumen pemeliharaan, suku cadang dan bahan pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini
pada umumnya memerlukan pembiayaan.
Untuk menjamin keamanan dalam kegiatan pengadaan, pemeliharaan, kalibrasi, uji fungsi dan penarikan alat di
RS Bunda Aliyah, maka perlu dilakukan pendokumentasian terhadap berbagai tahap pengelolaan mulai dari
pengadaan, perawatan, kalibrasi, uji fungsi dan penarikan alat.
Kalibrasi
Dokumentasi kegiatan kalibrasi dilaksanakan dengan petugas ahli atau dengan PT atau Badan Kesehatan
yang mempunyai sertifikat kalibrasi. Kalibrasi ini harus dilengkapi dengan alat yang layak pakai dan
sertifikat kalibrasi.
25
Pemeliharaaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan terhadap alat sesuai dengan
jadwal yang telah disusun. Jadwal pemeliharaan disusun dengan memperhatikan jenis peralatan, jumlah,
kualifikasi petugas sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia.
6) Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif (pencegahan) adalah kegiatan pemeliharaan berupa perawatan rutin yang
dilakukan oleh operator dan kegiatan pemeliharaan lainnya yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.
Yang bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya keruskan.
Untuk jenis alat tertentu, pemeliharaanpreventif dapat dilakukan saat alat sedang operasional melalui
pemeriksaan dengan cara melihat dan merasakan alat ukur. Dan dapat pula dilakukan pelumasan dan
penyetelan bagian-bagian alat tertentu apabila diperlukan.
7) Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat perbaikan terhadap peralatan yang
mengalami kerusakan dengan atau tanpa penggantian suku cadang. Pemeliharaan ini dimkasud untuk
mengembalikan kondisi peralatan yang rusak ke kondisi layak pakai dan siap operasional. Tahap akhir
dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran
aspek keselamatan. Sedagkan kalibrasi yang bersifat teknis dan legalitas,penggunaan alat harus dilakukan
oleh Institusi Penguji yang berwenang. Perbaikan korektif dilakukan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan dan dilakukan secara terencana.
8) Pemeliharaan Tidak Terencana
Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat darurat berupa perbaikan
terhadap kerusakan alat yang mendadak / tidak terduga dan harus segera dilaksanakan mengigat alat
sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Untuk dapat melaksanakan pemeliharaan yang tidak terencana, perlu
adanya tenaga yang selalu siap ( stand by ) dan fasilitas pendukungnya. Frekuensi pemeliharaan tidak
terencana dapat ditekan serendah mungkin dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.
H. Aspek Pemeliharaan
Agar peralatan medis dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka unit kerja pemeliharaan
peralatan rumah sakit, perlu dilengkapi dengan aspek-aspekpemeliharaan yang berkaitan dan peralatan
kerja, dokumen pemeliharaan, suku cadang dan bahan pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini
pada umumnya memerlukan pembiayaan.
9) Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusiamerupakan unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan
medis. Kualifikasi teknis disesuaikan dengan jenis dan teknologi peralatan medis yang ditanganin,
sedangkan jumlahnya berdasarkan kepada jumlah setiap jenis alat. Semuanya ini merupakan beban kerja
yang harus ditangani oleh teknisi.
10) Fasilitas kerja pemeliharaan guna menunjang terlaksananya pemeliharaan peralatan medis yang
meliputi:
a. Ruangan tempat bekerja, terdiri dari workshop/bengkel, gudang dan ruang administrasi.
b. Peralatan kerja, terdiri dari tool set elektrikal, tool setelektronik, tool setmekanik, tool setgas dan
berbagai macam alat ukur.
I. Pengoperasian Peralatan Medis
Beberapa tahapan kegiatan yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam operasional peralatan medis
yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan pengoperasian dalam pelayanan dan penyimpanan peralatan
apabila telah selesai digunakan.
3. Persiapan Pengoperasian
Berbagai aspek yang harus dipenuhi dan disiapkan agar peralatan siap dioprasikan adalah peralatan harus
dikondisikan dalam keadaan layak pakai lengkapi dengan aksesoris yang diperlukan, terpelihara dengan
baik, sertifikasi kalibrasi yang masih berlaku, ijin operasional yang diperlukan oleh masing-masing alat
(misal listrik, air, gas, dan uap) tersedia dengan kapasitas dan kualitas yang memenuhi kebutuhan. Bahan
operasional tersedia dan cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kemudian sumber daya manusia baik
dokter, operator maupun paramedis dan lain-lain sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilaksanakan.
4. Pelaksanaan Pengoperasian dalam Pelayanan
26
Pelaksaaan pengoperasian peralatan dalam pelayanan medis kepada pasien, secara teknik agar mengikuti
urutan yang baku untuk setiap alat, mulai alat dihidupkan sampai alat dimatikan setelah selesai
melakukan suatu kegiatan pelayanan medis.
5. Penyimpanan Peralatan
Penyimpanan peralatan selesai dipergunakan untuk pelayanan medis kepada pasien, agar disimpan dalam
kondisi baik.
6. Pemantauan Operasional Peralatan
Pemantauan operasional peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi alat dalam melaksankan
pelayanan dan seberapa jauh beban kerja setiap alat yang beroperasional. Dalam pemantauan, didatakan
kondisi alat dan beban kerja selama satu bulan atau periode tertentu. Pemantauan dilakukan oleh teknisi
secara periodik pada selang waktu pemeliharaan preventif untuk setiap alat.
Sedangkan penarikan perlatan medis yang dilakukan oleh rekanan apabila suatu peralatan medis telah
dinyatakan tidak standar oleh pemerintahan dan terdapat peraturan rumah sakit yang melarang penggunaaan alat
tersebut karena ditemukan ketidaksesuaian fungsi dengan mempertimbangkan keselamatan user dan pasien.
K. Sistim utilitas
Pada umumnya Sitem Utilitas di suatu gedung rumah sakit terdiri dari:
1. Sistem Mekanikal
• System plumbing
• System Fire Fighting (System Pemadam kebakaran)
• System Tata Udara (AC / Air Conditioning)
• Sistem transportasi vertical (lift)
2. Sistem Elektrikal
• Sistem Elektrikal / Arus Kuat
• Sistem penangkal petir
• Sistem telepon
• Sistem tata suara (Sound system)
• System fire protection (fierm alarm)
• Sistem Data / Jaringan Komputer
• Sistem MATV (master Television)
• Sistem CCTV (Close Circuit Television)
27
gedung lainnya merupakan kebutuhan psikologis yang mulai banyak diperhatikan di zaman modern ini
4) Sistem transportasi vertical (lift)
Sudah menjadi suatu kebutuhan pada bangunan-bangunan tingkat tinggi diperlukan suatu alat
transfortasi vertical, untuk memudahkan transfortasi pengguna dan efisiensi bangunan itu sendiri.
Sistem transportasi vertikal didalam bangunan gedung adalah suatu sistem peralatan yang digunakan
untuk memindahkan orang / barang dari lantai bawah ke atas atau sebaliknya, yang disebut lift atau
elevator..
5) Sistem Elektrikal
Sistem elektrikal merupakan suatu rangkaian peralatan penyediaan daya listrik untuk memenuhi
kebutuhan daya listrik tegangan rendah. Dalam rangkaian peralatan yang disediakan meliputi sarana
penyesuaian tegangan listrik (trafo/ transformator), sarana penyaluran utama (Kabel feeder) dan panel
hubung utama atau LVMDP (Low Voltage Main Distribution Panel) dan panel distribusi utama di tiap
gedung (SDP / Sub Distribution Panel) dan terakhir panel-panel di tiap lantai (PP-LP untuk penerangan,
Panel Stop Kontak, Panel Stop Kontak UPS, Panel UPS OK dan PVAC utuk power AC).
6) Sistem penangkal petir
Secara umum sistem ini berfungsi untuk memproteksi gedung dan sekitarnya dari petir. Pekerjaan
penangkal petir menyangkut meliputi pemassangan dan penyediaan instalasi penagkal petir, grounding
dan pembuatan bak kontrol.
7) Sistem telepon
Sistem telepon berfungsi ssebagai alat komunikasi antar instansi dalam gedung. Sistem ini
menggunakan PABX yang berfungsi sebagai sentral komunikasi telepon di dalam gedung (pelanggan)
yang terhubung dengan telkom
8) 8.Sistem tata suara (Sound system)
Sistem ini berfungsi sebagai publik adress, paging dan pengumuman. Sistem ini terdiri dari peralatan
untuk memenuhi background music dan pengumuman darurat.
9) 9.System fire protection (fire alarm)
Sistem fire protection atau disebut juga dengan sistem fire alarm (sistem pengindra api) adalah suatu
sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberi
peringatan (warning) dalam sistem evakuasi dan ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan
deengan sistem instalasi pemadam kebakaran (sistem Fire fighting).
10) Sistem Data / Jaringan Komputer
Berfungsi sebagai jaringan komputer terintegrasi dalam gedung. Sistem kabel data atau disebut juga
Local Area Network (LAN) merupakan jaringan computer yang menghubungkan computer pc dari
workstation untuk memakai bersama sumberdaya(resource, misalnya printer, internet, dan lain-lain) dan
saling bertukar informasi.
11) Sistem MATV (master Television)
Kebutuhan pengelolaan televisi dalam suatu bangungan menjadi kebutuhan di perkantoran. Sistem ini
dinamakan dengan sistem master antena TV (MATV). Sistem MATV terdiri dari beberapa perangkat
penerima (receiver), mixer, dan penguat sinyal.
12) Sistem CCTV (Close Circuit Television)
Sistem CCTV merupakan bagian dari upaya untuk mempermudah pekerjaan sekuriti sistem, yang
terintegrasi untuk memberikan kemudahan dalam proses pengontrolan dan pemantauan lebih akurat
dan otomatis. Sekuriti sistem biasanya meliputi pekerjaa untuk Mengawasi keluar masuk orang ke
gedung, mengawasi keluar masuk kendaraan dan mengawasi lokasi parkir kendaraan dan mengamati
ruangan-ruangan yang dianggap penting.
C. Sistem Lainnya
1) Bas ( Building Automatic System)
Bas merupakan system independen yang mengintegrasikan funsgsi-fungsi energy management,
monitoring dan kontrol peralatan AC, pompa, Lift, Ventilasi, panel daya, penerangan, security, CCTV
dan lain-lain. Meskipun sistem ini sangat membantu dalam mengefektikan dalam pengelolaan sistem di
gedung, tetapi kebanyakan gedung tidak memakai sistem ini. Dan sistem ini menjadi suatu keharusan
bagi gedung-gedung modern dan relatif besar, seperti bandara international, mall, Hotel atau apatement
dan lainnya.
2) FIDS (Flay Information Display System)
FIDS merupakan sistem jaringan komputer yang ada di Bandara international, yang mengolah data
tentang informasi yang integral tentang informasi pesawat, baik keberangkatan, kedatangan, check inn
dan lainnya.
28
3) Sistem Gas Medik
Sistem ini ada di rumah sakit, dalam upaya mngefektifkan sistem gas yang ada di rumah sakit, terutama
dalam hubungannya sentralisasi gas medik. Sistem gas medik terdiri dari instalasi oksigen, instalasi
vakum, instalasi N2O dan instalasi compresor.
4) Sistem Transfortasi vertikal dan Horizontal di bandara
sistem transfortasi penumpang dan barang di gedung bandara tidak haya sistem transfortasi vertikal saja
seperti lift dan escalator, tetapi juga transfortasi vertikal, seperti travalator ( untuk penumpang), dan
untuk barang terutama menyangkut check inn dan juga chck out digunakan conveyor.
5) Sistem Pemadam Kebakaran di bank
Pada umumnya digedung, sistem pemadam kebakaran yang digunakan teriri dari sistem instalasi
Hydran, instalasi sprinkler dan Fire extinguiher. Tetapi di bank, karena banyak menyangkut masalah
kertas (bahan uang, atau uang itu sendiri, dan ruang arsip) yang rentan hancur oleh air, maka sistem
pemadam kebakarannya juga ditambahkan sistem pemadaman menggunakan semacam fowder, untuk
menghindari kerusakan pada bahan-bahan yang berasal dari kertas. Sistem fire gas biasanya digunakan
untuk ruangan tertentu, seperti: ruang khazanah, ruang arsip, ruang Genset, ruang panel dan ruangan
eletronik (ruang central komputer: ruang hub dan server, IT, Comunication dan lain-lain). Sistem yang
digunakan biasanya sistem fire gas terpusat, dimana tabung-tabung gas (foam, halon, FM 100, Co2 dan
lain-lain), ditempatkan secara terpusat dan pendistribusiannya ke dalam ruangan dilewatkan melalui
motorized valve / actuator, instalasi pemipaan dan nozzle.Cara kerja sistem ini berdasarkan perintah dari
system fire alarm.
6) Sistem Garbarata (belalai gajah) di bandara
Sistem belalai gajah atau disebut juga sistem garbarata digunakan untuk menghubungkan gedung
dengan pesawat, terutama untuk sarana akses jalan menuju ke dalam pesawat
7) Sistem AC di beberapa gedung
Pada umumnya sistem tata udara / sistem AC yang digunakan untuk gedung yang relatif kecil hanya
menggunakan AC split atau AC cassete atau split duct. Tetapi untuk gedung gedung besar dan
berhubungan dengan publik yang relatif besar, biasanya menggunakan sistem AC AHU dengan media
sistem pendingin air (chiller), seperti di Bandara dan Mall. Di Bandara sistem AC yang digunakan
biasnya menggunakan sistem AHU (air Handling unit) untuk area publik dan menggunakan FCU untuk
perkantoran, dengan media pendingin air (chiller), dan untuk di gedung-gedung yang terpisah dari
gedung utama tetap menggunakan AC split atau AC cassete dengan media refrigeran sebagai
pendinginnya. Untuk Rumah sakit,hotel, apartemen atau Bank disamping AC split, untuk yang lebih
besar lagi biasanya juga digunakan AC VRV, suatu sistem AC yang terdiri dari beberapa indoor AC
tetapi outdoor nya hanya 1. AC VRV ini sangat efektif untuk perawatan dan juga menghilangkan kesan
semrawutnya penataan outdoor AC disamping biaya operasionalnya yang murah, tetapi biasa investasi
awal yang sangat mahal, sehingga tidak dijadikan alternatif. Di Bank atau di gedung lainnya yang
mengharuskan penggunaan AC secara simultan yang tidak boleh padam, sehingga sistem AC harus
berjalan terus, sehingga perlu digunakan sejenis AC presisi yang bekerja secara sequencing (bergantian
satu sama lain), das diletakan berhadapan. Perancangan utilitas tersebut terdiri dari :
29
2. Syarat-Sayarat dan mutu bahan bangunan
i. Dalam perencanaan pelaksanaan plambing harus diperhatikan syarat-syarat dari bahan
plambing yaitu:
a. Tidak menimbulkan bahaya kesehatan
b. Tidak menimbulkan gannguan suara
c. Tidak menimbulkan radiasi
d. Tidak merusak perlengkapan bangunan
e. Instalasi harus kuat dan bersih
ii. Kemudian mutu bahannya harus memenuhi syarat sebagai berikut
a. Daya tahan harus lama minimal 30 tahun
b. Permukaan harus halus dan tahan air
c. Tidakk ada bagian-bagian yan tersembunyi/menyimpan kotoran pada bahan-bahan yang dimaksud
d. Bebas dari kerusakan baik mekanis maupun yang lain
e. Mudah memeliharanya
f. Memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku
Dalam perencanaan pelambing, perlu diperhatikan bahan atau alat plambing. Pipa PVC dan pipa tembaga (untuk air
panasa). Ukuran yang sering digunakan mulai dari diameter ½” sampai dengan 2” sampai dengan 6” untuk bangunan
tinggi. Alat-alat plambing yang merupakan permulaan dari system pembuangan dari instalasi dapat berupa : Kran,
kloset, wastafel (lavatory), urinoir, bidet, beth tub, shower.
3. Air
Air menurut kebutuhannya dapat dibagi menjadi: air bersih (dingin atau Panas), air kotor (air sisa, air limbah, air
hujan dan air limbah khusus).
Syarat-syarat fisik air minum:
a. Jernih, bersih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
b. Mempunyai suhu kira-kira 10-20 derajad Celsius
c. Memenuhi syarat kesehatan
Kebutuhan air dalam bangunan artinya air yang dipergunakan baik oleh penghuninya ataupun oleh keperluan-
keperluan lain yang ada kaitannya dengan fasilitas bangunan.
Kebutuhan air didasarkan sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk minum, memasak/dimasak. Untuk keperluan mandi, buang air kecil dan air besar.
Untuk mencuci, cuci pakaian, cuci badan, tangan, cuci perlatan dan untuk proses seperti industry
b. Kebutuhan yang sifatnya sirkulasi: air panas, water cooling/AC, kolam renang, air mancur taman
c. Kebutuhan yang sifatnya tetap: air untuk hidran dan air untuk sprinkler
b. Kebutuhan air terhadap bangunan tergantung fungsi kegunaan bangunan dan jumlah penghuninya.
Besar kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan manusia dihitung rata-rata perorang per hari
tergantung dari jenis bangunan yang digunakan untuk kegiatan manusia tersebut.
Dalam menghitung besar pipa pembuangan air hujan harus diketahui atap yang menampung air hujan
tersebut dalam luasann m2. Sebagai standar ukuran pipa peambuangan dibuat table sebagai berikut:
32
5(12,70 cm) 698 990
6(15,24 cm) 1135 1610
8 2445 3470
1) Kebakaran
Kebakaran dapat bersumber dari luar gedung Rumah Sakit Bunda Aliyah maupun dari dalam gedung.
2) Gempa Bumi
Lokasi kepulauan di Indonesia berada pada area lempengan bumi dibawah laut yang sewaktu-waktu
dapat bergerak dan menghasilkan gempa. Selain itu, Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang
sangat memungkinkan terjadinya gempa bumi. Dampak terjadinya gempa bumi ini dapat juga terjadi di
Rumah Sakit Bunda Aliyah dan sekitarnya yang akan menjadi bencana eksternal, namun bila dampak
gempa berada pada area bangunan di rumah sakit maka hal ini merupakan situasi bencana yang terjadi di
rumah sakit.
3) Ancaman Bom
Ancaman bom adalah tindakan orang atau kelompok orang terhadap pegawai, pasien, maupun
pengunjung untuk mengancam atau menyampaikan informasi adanya bom yang akan meledak di Rumah
Sakit Bunda Aliyah.
33
hilangnya/menurunnya kualitas pelayanan, dan lingkungan sekitar yang tercemar akibat bahan
berbahaya dan beracun.
5) Kebocoran Gas
Kebocoran gas dapat terjadi pada tabung-tabung besar gas maupun central gas rumah sakit yang dapat
disebabkan karena adanya kerusakan maupun kebocoran yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
bahkan terjadinya ledakan akibat kebocoran gas.
34
Struktur
35
2. URAIAN TUGAS TIM TANGGAP DARURAT
a. KETUA
Ketua Tim Siaga Bencana (Bag. Umum) bertanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan
kegawatdaruratan dan harus berada di Pusat Komando,untuk mengkaji dan mengarahkan
semua kegiatan. Selama kedaruratan, Ketua bertanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan
tanggap darurat dari Pusat komando yang sudah ditentukan.
b. WAKIL
1) Membuat laporan kinerja Tim Siaga Bencana.
2) Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana tanggap darurat
rumah sakit.
3) Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan tanggap darurat
rumah sakit.
4) Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.
c. KOORDINATOR REGU
Adalah bagian atau tim yang mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan dari tiap-tiap regu atau
kelompok. Koordinator Tim Siaga Bencana mengambil tindakan secara cepat dan melaporkan
kepada masing-masing regu atas kejadian darurat yang terjadi. Mereka mengkoordinir
tindakan penanggulangan keadaan darurat yang timbul serta turut aktif dalam menanggulangi
setiap keadaan darurat yang dihadapi.
d. KOMANDAN REGU
Adalah pejabat yang mengkoordinasi administrasi harian dalam penanganan dan
penanggulangan tim tanggap darurat. Ketua harian mengkoordinasi petunjuk teknis kepada
tiap regu sesuai tugas masing-masing serta mengidentifikasi sumber gawat darurat yang
potensial terjadi.
36
4) Melakukan tindakan pemadaman kebakaran tanpa harus membahayakan keamanan
masing-masing personil.
5) Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana pemadam api di
lingkungan perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Tim Siaga Bencana.
f. REGU EVAKUASI
1) Bertanggungjawab untuk evakuasi pasien, pengunjung dan karyawan.
2) Mencari penghuni atau siapa saja, pada saat terjadi kebakaran ada di lantai tersebut,
terutama di ruang-ruang tertutup dan memberitahu agar segera menyelamatkan diri.
3) Melacak jalur evakuasi, meyakinkan jalan aman, tidak ada bahaya, hambatan ataupun
jebakan pintu tertutup.
4) Memimpin para penghuni meninggalkan ruangan, mengatur dan memberi petunjuk tentang
rute dan jalur evakuasi menuju ke tempat berkumpul (Assembling Point / Titik Kumpul).
5) Menutup semua pintu yang ditinggalkan (tapi jangan sekali-kali mengunci pintu tersebut)
untuk mencegah meluasnya api dan asap.
6) Mengatur korban (pasien, penunggu, pengunjung) agar senantiasa tertib dan teratur.
7) Apabila ada yang terluka, harap segera melapor kepada petugas medis untuk mendapatkan
pengobatan.
i. REGU P3K
Regu yang akan menangani pertolongan atau tindakan medis atau pemberi bantuan hidup
dasar kepada korban bencana. Regu kesehatan bertugas dan menangani dan melaporkan
korban serta pengadaan alat dan obat live saving. Mereka juga melakukan rujukan ke dokter
spesialis untuk perawatan lanjutan sesuai kondisi korban.
j. REGU KEAMANAN
37
Regu yang menangani masalah keamanan korban maupun harta benda. Mereka menempatkan
satuan pengaman baik di tempat kejadian darurat maupun di lokasi evakuasi, menetapkan
jalur evakuasi dan titik evakuasi dengan menjamin keamanan.
k. KOMUNIKASI INTERNAL
1) Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan menjembatani komunikasi antar
regu Tim Siaga Bencana.
2) Memastikan alur komunikasi antar regu Tim Siaga Bencana dapat dilangsungkan secara
baik dan lancar.
3) Dengan cara menyebutkan 3 kali dengan disebutkan ruangannya.
4) Bila terjadi bencana, segera beritahu seluruh masyarakat rumah sakit dengan kode warna
khusus yang diketahui seluruh karyawan rumah sakit.
5) Hubungi semua pejabat rumah sakit melalui telepon sesuai alur penyampaian informasi
bencana.
6) Melayani pelayanan informasi dan komunikasi dari masyarakat umum, pejabat setempat,
dan keluarga korban.
7) Mengelola semua informasi dan komunikasi selama terjadi bencana dan mencatatnya di
buku komunikasi khusus bencana.
Keterangan Kode Warna:
No Warna Keterangan
1 Merah Kebakaran
2 Hitam Ancaman Bom
3 Pink Penculikan Bayi
4 Coklat Bencana Internal
l. KOMUNIKASI EKSTERNAL
1) Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi informasi/pemberitaan untuk
pihak luar.
2) Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan tanggap darurat
(Kepolisian/Warga).
m. REGU TRANSPORTASI
1) Transportasi untuk Tim Penolong
Untuk tim penolong dapat memobilisasi semua fasilitas kendaraan yang dimiliki rumah
sakit, Tim Penolong hendaknya diusahakan mendapatkan prioritas fasilitas yang ada agar
dapat segera sampai ke tempat tujuan, sehingga dapat secepatnya memberikan pertolongan
kepada korban.
2) Transportasi untuk korban
Transportasi untuk pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari
tempat kejadian ke rumah sakit, dapat menggunakan ambulans yang ada. Bila diperlukan,
rujuk ke rumah sakit lain jika jumlah korban sudah melebihi batas kemampuan rumah
sakit.
38
M. Konstruksi dan renovasi
1. Alur Pembangunan atau Renovasi
Pembangunan atau renovasi dikerjakan oleh RSIA Bunda Aliyah.
Analisa dampak
terhadap pelayanan
(melibatkan K3RS, PPI,
Kesling)
Pengerjaan proyek
pembangunan/renovasi
39
2. Uraian Tugas Penanggungjawab Pelaksana Pembangunan atau Renovasi
1. Pelaksanaan Pembangunan atau Renovasi
a. Swakelola
Pelaksana pembangunan atau renovasi dilakukan sendiri oleh pihak RSIA Bunda Aliyah.
b. Pihak ketiga/vendor
Pelaksana pembangunan diserahkan kepada pihak lain (pihak ketiga), tidak dilakukan oleh
RSIA Bunda Aliyah.
2. Penanggungjawab proses pembangunan dan renovasi terdiri dari pihak RSIA Bunda Aliyah
a. Penanggungjawab : Manajer Umum atau Koor. Teknik
b. Tugas :
1) Menyusun perencanaan proses pengerjaan termasuk menyusun gambar teknik dan
anggaran.
2) Melakukan analisa dampak terhadap proses pelayanan bersama dengan Komite PPI dan
Kesehatan dan Keselamatan Rumah Sakit (K3RS).
3) Melakukan koordinasi dengan pihak user selama proses pengerjaan.
4) Melakukan pengawasan terhadap pihak kontraktor ke user setelah pekerjaan selesai.
5) Mengawasi proses serah terima dari kontraktor ke user setelah pekerjaan selesai.
6) Melakukan dokumentasi proses kontruksi/renovasi.
3. Pihak Kontraktor
a. Penanggungjawab
Pimpinan proyek atau perwakilan perusahaan kontraktor yang bertanggung jawab atas
proses pengerjaan.
b. Tugas
1) Berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Bunda Aliyah dalam perencanaan pengerjaan
sehubungan dengan hasil analisa dampak serta melakukan antisipasi terhadap
kemungkinan dampak tersebut.
2) Berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Bunda Aliyah sehubungan dengan pengadaan
dan penempatan material yang diperlukan untuk proses kontruksi dan renovasi yang akan
dilakukan.
3) Memastikan bahwa seluruh pekerja dan proses pengerjaan yang terjadi mengikuti standar
keselamatan dan pencegahan serta pengendalian infeksi yang berlaku di RSIA Bunda
Aliyah.
4) Mengawasi pengerjaan proyek dari hari ke hari.
5) Memastikan bahwa proses pengerjaan berlangsung sesuai dengan rencana.
6) Melakukan pembersihan berkala sesuai perencanaan.
7) Melakukan koordinasi harian dengan pihak RSIA Bunda Aliyah.
8) Melakukan penyerahan hasil proyek kepada pihak RSIA Bunda Aliyah.
c. Identifikasi Perencanaan Pembangunan Aatau Renovasi
1) Fasilitas yang akan dibangun.
Pembangunan atau renovasi diluar gedung atau didalam gedung dengan menyebutkan
unit atau area.
2) Luas area yang akan dibangun
Disebutkan dengan besaran ukuran, misalnya m2 .
3) Material apa yang digunakan, contoh : semen, kayu, batu bata dll.
4) Lama pekerjaan : hari, minggu, bulan, atau tahunan.
5) Unit terkait dalam pembuatan pembangunan atau renovasi.
40
6) Izin-izin yang terkait dengan pembangunan atau renovasi, contohnya : IMB, Izin
Penggunaan Air Tanah, dll.
7) Hasil koordinasi atau notulen rapat dengan K3RS dan Komite PPI.
8) Potensi kecelakaan kerja yang kemungkinan terjadi seperti: terjatuh, tertimpa, terpotong,
terlindas, dll.
d. Penilaian Risiko Pembangunan atau Renovasi Terhadap Pelayanan
Penilaian dampak :
1) Penilaian dampak dilakukan seobjektif mungkin dengan mengumpulkan informasi
sebelum menilai risiko dari suatu aktivitas.
2) Informasi tentang suatu aktifitas (durasi, frekuensi, lokasi dan siapa yang melakukan).
3) Tindakan pengendalian risiko yang telah ada peralatan atau mesin yang digunakan untuk
melakukan aktivitas.
3. Kualitas Udara
Lakukan evaluasi terhadap kualitas udara selama proses konstruksi, renovasi atau pembongkaran
dilakukan. Perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Seberapa besar jumlah debu yang dihasilkan dari kegiatan, serta buat rencana penutupan area
dan pemasangan barrier debu.
2. Mekanisme pembuangan serpihan atau sampah konstruksi.
3. Apakah ada pengukuran kualitas udara di unit sekitar yang terdampak renovasi/konstruksi.
41
b. Tingkat Dampak Yang Dapat/Sudah Ditimbulkan (Consequence)
EFEK EFEK
RATING TINGKAT EFEK PADA
TERHADAP TERHADAP
KONSEKUENSI KONSEKUENSI LINGKUNGAN
MANUSIA PERUSAHAAN
Menimbulkan
kerusakan
lingkungan yang
sangat besar
dalam luas,
Cacat tetap atau Perusahaan bersifat permanen
dapat berenti/tutup atau (berdampak
5 Fatality
mengakibatkan rugi mulai dari Rp jangka panjang
kematian. 1 milyar ke atas. dan tidak
direhabilitasi)
serta memberikan
dampak langsung
terhadap
masyarakat luas.
Menimbulkan
kerusakan
lingkungan yang
Epidemik, Menghentikan
besar dan luas,
cedera yang proses di
terus menerus
berakibat hari beberapa bagian
4 Berat dalam jangka
hilang dan atau rugi < Rp 1
waktu yang
berakibat cacat milyar dan mulai
panjang dapat
sebagian. dari Rp 100 juta.
direhabilitasi
tetapi memerlukan
biaya yang mahal.
Menimbulkan
kerusakan
lingkungan yang
besar (melebihi
Mengehentikan
Cedera yang nilai baku mutu
proses di suatu
berakibat hari lingkungan/
bagian atau rugi <
3 Sedang hilang (lost ketentuan lainnya)
Rp 100 juta dan
time) tanpa dan luas
mulai dari Rp 1
berakibat cacat. (menyebar sampai
juta
keluar lokasi/
tempat kejadian)
namun tidak
bersifat permanen.
42
EFEK EFEK
RATING TINGKAT EFEK PADA
TERHADAP TERHADAP
KONSEKUENSI KONSEKUENSI LINGKUNGAN
MANUSIA PERUSAHAAN
Menimbulkan
Cedera ringan
Menghentikan kerusakan
mendapat P3K
proses sebagaian lingkungan di
atau perawatan
kecil atau rugi < wilayah setempat
2 Ringan medis dan dapat
Rp 1 juta dan yang dapat segera
berkerja
mulai dari Rp 1 ditangani dan
kembali di
juta. tidak bersifat
waktu shiftnya.
permanen.
Hanya Tidak ada polusi
memerlukan Tidak ada yang signifikan
1 Near Miss
penanganan pengaruh. dan dapat
P3K. diabaikan.
d. Analisa Risiko
1) Risiko dinilai oleh K3RS
2) Risiko dinilai oleh unit/instalasi/bagian/komite terkait.
Setelah mendapatkan skor risiko, maka K3RS akan menganalisa risiko tersebut dengan
menggunakan Risk Grading Matrix.
43
Risk Grading Matrix
POTENTIAL CONSEQUENCES
FREKUENSI/ Nearmis
Ringan Sedang Berat Fatal
LIKELIHOOD s
2 3 4 5
1
Sangat Sering Terjadi
Moderat Extrem
(tiap minggu/bulan) Moderate High Extreme
e e
5
Sering Terjadi
Moderat Extrem
(beberapa kali/tahun) Moderate High Extreme
e e
4
Sedang
Moderat Extrem
(sekali dalam 1-2 tahun) Low High Extreme
e e
3
Jarang Terjadi
Moderat Extrem
(terjadi 2-5 tahun sekali) Low Low High
e e
2
Sangat Jarang Terjadi
Moderat Extrem
(terjadi >5 tahun sekali) Low Low High
e e
1
Keterangan :
Extreme : Harus selalu monitor (setiap akan ada pekerjaan terkait/setiap hari)
High : Harus selalu dimonitor (seminggu sekali)
Meoderate : Secara periodik dimonitor (sebulan sekali)
Low : Sesekali dimonitor (setiap enam bulan sekali)
44
6. Langkah 6: Pengesahan PCRA
Pengesahan PCRA dilakukan setelah dokumen PCRA lengkap. Dokumen PCRA sendiri terdiri
dari :
a. Formulir PCRA
b. Dokumen ICRA
c. Formulir Inspeksi Proyek
Setelah dokumen tersebut lengkap, kemudian ditandatangani oleh Pimpinan Proyek, Ketua
K3RS dan Direktur Rumah Sakit.
TIPE KRITERIA
Pemeriksaan dan kegiatan non-invasive.
Meliputi (tetapi tidak terbatas pada)
Aktivitas yang tidak menghasilkan debu yang banyak atau mengharuskan
untuk memotong dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
pemeriksaan visual, contohnya :
Tipe A 1. Pemindahan plafon langit-langit, tidak boleh lebih dari 1 plafon per 50 m 2
atau untuk pemeriksaan visual.
2. Pengecetan tembok tanpa melakukan plester/pengamplasan.
3. Memasang wallpaper, kabel listrik (electrical work), perbaikan saluran
pipa air skala kecil yang menganggu pasokan air ke area perawatan (satu
ruangan).
Skala kecil, jangka waktu aktivitas pendek dan menghasilkan debu yang
minimal meliputi (tetapi tidak terbatas pada)
1. Aktivitas yang harus mengakses dak.
2. Plester dinding untuk pengecetan.
Tipe B
3. Perbaikan saluran pipa air yang menyebabkan terhambatnya pasokan air
ke lebih dari 1 area perawatan selama kurang dari 30 menit.
4. Membuka ruang antara.
5. Pemotongan tembok atau langit-langit dimana debu dapat terkontrol.
Pekerjaan yang menghasilkan debu tingkat sedang hingga tinggi atau harus
membongkar atau memindahkan komponen bangunan yang tetap. Meliputi
(tetapi tidak terbatas pada) :
1. Plester, pengacian, pengamplasan tembok untuk pengecatan.
Tipe C 2. Pembongkaran ubin dan plafon.
3. Membuat dinding baru
4. Pemasangan instlasi listrik di atas plafon skala minor.
5. Aktivitas pemasangan kabel skala besar.
6. Pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu satu shift.
Tipe D Demolisi/pembongkaran besar, proyek konstruksi dan renovasi.
Meliputi (tetapi tidak terbatas pada ):
1. Proyek pembangunan baru.
2. Membutuhkan pembongkaran besar atau pemindahan sistem kabel secara
keseluruhan..
45
3. Aktivitas yang memerlukan tenaga kerja dengan shift yang berturut-turut.
2. Langkah Kedua :
Identifikasi kelompok risiko pasien yang terpengaruh. Apabila lebih dari 1 kelompok risiko,
pilih kelompok dengan risiko terbesar :
3. Langkah Ketiga :
Cocokan antara kelompok risiko pasien dengan tipe proyek konstruksi untuk menentukan
tindakan yang diperlukan untuk pencegahan infeksi.
4. Langkah Keempat :
Lakukan tindakan yang diperlukan untuk pencegahan infeksi.
46
SEBELUM SELAMA SETELAH
KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
1. Identifikasi tipe 1. Sediakan sarana aktif 1. Bersihkan permukaan
proyek konstruksi untuk mencegah debu area kerja dengan
2. Identifikasi area terdispersi ke atmosfer detergen dan air atau
pasien yang terkena berupa alat penghisap desinfektan.
dampak debu atau exhaust fan. 2. Tempatkan sampah
3. Koordinasi dengan 2. Percikkan air di konstruksi dalam wadah
Unit Teknik, K3, permukaan area kerja yang tertutup rapat.
Kesling, Keperawatan, untuk mengendalikan 3. Lap basah dan/atau
serta kontraktor terkait debu saat melakukan vakum sebelum
pengurangan debu, pemotongan. meninggalkan area
pemindahan pasien 3. Tutup rapat pintu yang konstruksi.
dan pemasangan tidak digunakan dan 4. Lepas sistem pertukaran
II
barrier. sela sela pintu dengan udara di tempat
4. Dapatkan izin ICRA lakban. kegaiatan konstruksi
renovasi dari PPI. 4. Tutup rapat pintu, dilakukan.
jendela dan ventilasi
di area kerja.
5. Letakkan keset debu
di tempat masuk dan
keluar area konstruksi
6. Tutup HVAC
(Heating, Ventilation
and Air Conditioning)
di area konstruksi .
1. Identifikasi tipe 1. Lepas atau isolasi 1. Jangan lepas barrier dari
proyek konstruksi. sistem aliran udara di area kerja hingga
2. Identifikasi area area pembangunan pekerjaan selesai
pasien yang terkena untuk mencegah diinspeksi oleh Tim
dampak. kontaminasi pada PPI, Unit Teknik, K3,
3. Diskusikan dengan sistem saluran udara. Kesling dan dibersihkan
Tim PPI, Unit 2. Lengkapi dengan oleh petugas
Teknik, K3, Kesling barrier seperti kebersihan.
Keperawatan, serta sheetrock/triplek, dan 2. Lepas barrier dengan
III
kontraktor terkait plastik/terpal untuk hati-hati untuk
pengurangan debu, menutup area kerja. meminimalisir
pemindahan pasien 3. Pertahankan tekanan penyebaran kotoran dan
dan pemasangan negatif di area kerja puing konstruksi.
barrier. jika diperlukan. 3. Vakum area kerja dan
4. Dapatkan izin ICRA Hentikan pekerjaan barrier.
renovasi dari PPI. segera jika tekanan
negatif turun.
47
SEBELUM SELAMA SETELAH
KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
4. Tempat sampah 4. Lap basah dengan air
konstruksi di tempat dan detergen /
yang tertutup rapat desinfektan.
sebelum dipindahkan. 5. Setelah selesai,
5. Tutup rapat alat fungsikan kembali
pengangkut sampah sistem HVAC.
konstruksi dengan 6. Lakukakan sampling
penutup (jika ada) udara jika dibutuhkan.
atau tutup dengan
plastik dan lakban.
1. Identifikasi tipe 1. Isolasi sistem aliran 1. Jangan lepas barrier dari
proyek konstruksi. udara di area area kerja hingga
2. Identifikasi area pembangunan untuk pekerjaan selesai
pasien yang terkena mencegah diinspeksi oleh Tim
dampak. kontaminasi pada PPI, Unit Teknik, K3,
3. Diskusikan dengan sistem saluran udara. Kesling dan dibersihkan
Tim PPI, Unit 2. Lengkapi dengan oleh petugas
Teknik, K3, Kesling barrier seperti kebersihan.
Keperawatan, serta sheetrock/triplek, dan 2. Lepas barrier dengan
kontraktor terkait plastik/terpal untuk hati-hati untuk
pengurangan debu, menutup area kerja. meminimalisir
pemindahan pasien 3. Pertahankan tekanan penyebaran kotoran dan
dan pemasangan negatif di area kerja puing konstruksi.
barrier. jika diperlukan. 3. Vakum area kerja dan
4. Dapatkan izin ICRA Hentikan pekerjaan barrier.
IV
renovasi dari PPI. segera jika tekanan 4. Lap basah dengan air
negatif turun. dan detergen /
4. Tempat sampah desinfektan.
konstruksi di tempat 5. Setelah selesai,
yang tertutup rapat fungsikan kembali
sebelum dipindahkan. sistem HVAC.
5. Tutup rapat alat 6. Lakukakan sampling
pengangkut sampah udara jika dibutuhkan.
konstruksi dengan
penutup (jika ada)
atau tutup dengan
plastik dan lakban.
6. Tutup lubang-lubang,
pipa-pipa, dan saluran
dengan benar
48
SEBELUM SELAMA SETELAH
KELAS
KONSTRUKSI KONSTRUKSI KONSTRUKSI
7. Buat ruang antara dan
haruskan seluruh
pekerja untuk
melewati ruangan ini
agar pekerja dapat di
vakum sebelum
meninggalkan area
konstruksi atau
pekerja gunakan baju
coverall yang dapat
dilepas setiap
meninggalkan area
pembangunan.
8. Seluruh pekerja yang
memasuki area
diwajibkan
menggunakan sepatu
yang tertutup dan
diganti setiap
meninggalkan area
konstruksi.
5. Langkah Kelima
Tentukan risiko dari daerah di sekitar lokasi pembangunan identifikasi hal-hal lain terkait
proyek konstruksi, antara lain:
a. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul akibat proyek
konstruksi.
N NAMA UNIT
KATEGORI UNIT POTENSI RISIKO
O (ISI DENGAN NAMA KELOMPOK)
1 Unit dibawah
2 Unit diatas
3 Samping kanan
4 Samping kiri
5 Belakang
6 Depan
b. Identifikasi kegiatan di tempat spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll.
c. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan ventilasi, pipa air dan instalasi listrik dengan
kemungkinan terjadinya pemadaman listrik.
d. Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian pencegahan infeksi
sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan (plastik, triplek, tembok) dll, perlukah
49
penggunaan HEPA filter? (Catatan : area renovasi/konstruksi harus diisolasi dari area
sekitarnya dan merupakan area negatif terhadap area sekitarnya).
e. Pertimbangkan potensial risiko kerusakan akibat air. Apakah ada risiko terkait dengan
ketahanan struktur (dinding, atap dan langit-langit).
f. Jam kerja: apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan pasien?
g. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi atau kamar tekanan udara
negatif yang memadai.
h. Apakah perencanaan memungkinkan jumlah dan jenis tempat untuk cuci tangan?
i. Apakah komite PPI setuju dengan jumlah minimal tempat cuci tangan pada proyek ini?
j. Apakah komite PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja?
k. Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek, seperti jalur
keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll.
6. Utilitas
Lakukan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya gangguan tidak terduga pada sistem utilitas di
area manapun di luar area kerja selama proyek berlangsung, seperti system :
1. Pasokan Air Bersih
2. Kelistrikan
3. Sistem Ventilasi/HVAC
4. Alarm Kebakaran
5. Jalur Oksigen
6. Saluran Air Limbah
7. Ganguan integritas struktur bangunan (lantai, atap, langit-langit jika terdapat sistem yang
diprediksi akan mengalami gangguan, buat rencana atau langkah yang harus dilakukan untuk
mengurangi dampak gangguan).
2. Layanan darurat
Penilaian terhadap layanan darurat seperti keselamatan kebakaran perlu dilakukan untuk
menentukan langkah yang perlu dikembangkan untuk menjamin keselamatan.
Perhatikan hal-hal berikut ini :
a) Apakah proyek konstruksi/renovasi mempengaruhi jalur keluar yang diperlukan dan tidak
dapat digunakan oleh orang lain selain pekerja konstruksi? Bagaimana langkah alternatif
untuk meminimalisir dampak?
b) Apakah kegiatan proyek memiliki potensi untuk menghalangi akses bila terjadi keadaan
darurat.
50
c) Apakah kegiatan proyek mempengaruhi sistem deteksi dan pencegahan kebakaran?
d) Apakah area kegiatan memerlukan APAR?
e) Apakah kegiatan proyek memerlukan staf dilatih terhadap respon kebakaran?
f) Apakah proyek memerlukan peningkatan inspeksi pengawasan bahaya?
g) Apakah terdapat pekerjaan panas (hot work) seperti mengelas atau gerinda selama proyek
berlangsung?
h) Buatkan langkah-langkah yang harus diambil untuk meminimalisir dampak dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas.
N. Pelatihan.
51