A. Definisi
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
verivormis (Belzasar Sitompul, 2020). Apendisitis merupakan peradangan yang
berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus.
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat
ileosekal.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Hidayat, 2020).
B. Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.Histolytica (Belzasar Sitompul, 2020).
C. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi
bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah
(Hidayat, 2020).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan
berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau
dinding abdomen, menyebabkan peritonitis local. Dalam stadium ini mukosa
glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus.
Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang
kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan
menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum,
abses lokal akan terjadi (Hidayat, 2020).
D. WOC
Defenisi Etiologi
Apendisitis adalah peradangan akibat jaringan limfe,
infeksi pada usus buntu atau umbai batu feses,
cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan tumor apendiks,
cacing askaris
peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya
E. Manifestasi klinis
Menurut Baughman dan Hackley (2020), manifestasi klinis apendisitis meliputi :
1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan
seringkali muntah.
2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot
rektus kanan.
3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
4. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
5. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
F. Pemeriksaan penujang
Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Belzasar
Sitompul, 2020 yaitu:
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000 / mm3,
kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000 mungkin
indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)
b. Data Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya batu feses pada
katup. Kemudian pada pemeriksaan barium enema :menunjukkan apendiks terisi
barium hanya sebagian.
G. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Belzasar
Sitompul, 2020) yaitu:
a. pre operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat karena tanda
dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan.
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya
keluhan.(Belzasar Sitompul,2020)
2. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan antibiotik, kecuali
apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan
bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
b. Intra operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi.
Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen
bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat
efektif
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode pembedahan, yaitu
secara teknik terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik
laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif. (Triani, 2020)
1. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga
perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam
untuk membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak
invasif, laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur
ini hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan
operasi, seperti laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga
membuat laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu
organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan
bedah harus segera dilakukan. Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan
perut. Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat
pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri
hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan kemungkinan
penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang,
atau kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan dan
mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang
menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif.
(Triani, 2020)
2. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari
iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa
digunakan untuk melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang
belum diketahui diagnosanya dengan jelas.
Keuntungan bedah laparoskopi :
a. Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan dokter
dalam pembedahan.
b. Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca
bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm
akan hilang kecuali klien mempunyai riwayat keloid.
c. Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan obat-obatan
dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga
klien dapat beraktivitas normal lebih cepat. (Triani, 2020)
c. Setelah post op
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan. Baringkan
klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali
normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di
temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di
luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang
H. Konsep Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperative merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien.Istilah perioperative adalah suatu istilah gabungan yang mencakup
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu, fase pra operatif, fase intra operatif dan fase
pasca operatif (Manurung N, 2020).
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1) Anggota steril, terdiri dari: ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse / Perawat Instrumen.
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari: ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat
sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit). (Hidayat, 2020).
3. Post Operatif
Fase ini dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.Lingkup
aktivitas keperawan mencakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada
periode ini focus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital
serta mencegah komlikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan post operatif untuk mempertahankan
kepatenan jalan nafas akibat efek anastesi yang mempengaruhi depresi pernapasan.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah
2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum :
(1) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
(2) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan
pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka,
suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
(3) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
(4) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
(5) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
(6) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
(7) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
(8) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
(9) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
1) Pengkajian
Pengkajian intaoperatif fiksasi internal reduksi secara ringkas dilakukan
berhubungan dengan pembedahan Pengkajian kelengkapan pembedahan terdiri atas
hal-hal sebagaiberikut:
a. Data laboratorim dan laporan temuan yang abnormal.
b. Radiologis area fraktur klavikula yang akan dilakukan ORIF.
c. Transfusi darah.
d. Kaji kelengkapan arana pembedahan (benang, cairan intravena, obat antibiotik
profilaksis) sesuai dengan kebijakan institusi.
e. Pastikan bahwa sistem fiksasi internal, instrumentasi, dan perantikeras (seperti
skrup kompresi, metal, dan pen bersonde multipel),dan alat seperti bor dan
mata bor telah tersedia dan berfungsi denganbaik.
3. Pengkajian Keperawatan Post Operatif
Menurut Muttaqin & Sari (2020) fase pasca operatif merupakan suatu kondisi dimana pasien
ke ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadara betul untuk dibawa ke ruang rawat
inap. Pengkajian yang dilakukan saat pasca operatif meliputi keadaan umum, tanda-tanda
vital,airway, breathing, circulation, kesadaran, brome score, aldrete score, dan keluhan.
1) Pengkajian awal
Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut:
a) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.
b) Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, TTV
c) Anastesi dan medikasi lain yang digunakan.
d) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin
mempengaruhi perasaan pasca operasi.
e) Patologi yang dihadapi.
f) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.
g) Segala selang, drain, kateter, atau alat pendukung lainnya.
h) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anastesi yang akan
diberitahu.
2) Status respirasi
a) Kontrol pernafasan
1) Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan.
2) Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan,
kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan warna membran
mukosa.
3) Kepatenan jalan nafas
a) Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai
pernafasanyang nyaman dengan kecepatan normal.
b) Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi jalan nafas
akibat benda asing (lidah jatuh), aspirasi muntah, akumulasi sekresi,
mukosa di faring, atau bengkaknya spasme faring.
4) Status sirkulasi
a) Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat
kehilangan darah secara aktual atau resiko dari tempat pembedahan,
efek samping anastesi, ketidak seimbangan elektrolit, dan defresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal.
b) Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti
sertapengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler
pasien.
c) Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi.
5) Status neurologi
a) Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara memanggil
namanya dengan suara sedang.
b) Mengkaji respon nyeri.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perioperatif Apendisitis
1. Diagnosa keperawatan pada preoperasi adalah :
a. Ansietas b.d Krisis Situasional.
b. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis.
2. Diagnosa keperawatan pada intra operasi adalah :
a. Resiko hipofolemia d.d efek agen farmakologis
3. Diagnosa keperawatan pada postoperasi adalah :
a. Resiko infeksi d.d paparan organisme lingkungan
b. Nyeri akut b.d pencidera fisik
(SDKI, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Belzasar Sitompul, 2020. Literature Riview : Asuhan Keperawatan Pada Klien Apendisitisdengan
Masalah Keperawatan Kecemasan Menggunakan Terapi Tehnik Relaksasi Benson Di
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2020 Politeknik
Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan Karya Tulis Ilmiah, Juli 2020
Hidayat, 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di Rumah
Sakit Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jurusan Keperawatan Prodi D-Iii
Keperawatan Samarinda 2020.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2020). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2020). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2020). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia