Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
verivormis (Belzasar Sitompul, 2020). Apendisitis merupakan peradangan yang
berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus.
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat
ileosekal.

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Hidayat, 2020).

B. Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.Histolytica (Belzasar Sitompul, 2020).

C. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi
bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah
(Hidayat, 2020).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan
berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau
dinding abdomen, menyebabkan peritonitis local. Dalam stadium ini mukosa
glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus.
Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang
kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan
menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum,
abses lokal akan terjadi (Hidayat, 2020).
D. WOC

Defenisi Etiologi
Apendisitis adalah peradangan akibat jaringan limfe,
infeksi pada usus buntu atau umbai batu feses,
cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan tumor apendiks,
cacing askaris
peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya
E. Manifestasi klinis
Menurut Baughman dan Hackley (2020), manifestasi klinis apendisitis meliputi :
1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan
seringkali muntah.
2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot
rektus kanan.
3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
4. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
5. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

F. Pemeriksaan penujang
Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Belzasar
Sitompul, 2020 yaitu:
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000 / mm3,
kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000 mungkin
indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)
b. Data Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya batu feses pada
katup. Kemudian pada pemeriksaan barium enema :menunjukkan apendiks terisi
barium hanya sebagian.

G. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Belzasar
Sitompul, 2020) yaitu:
a. pre operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat karena tanda
dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan.
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya
keluhan.(Belzasar Sitompul,2020)
2. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan antibiotik, kecuali
apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan
bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
b. Intra operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi.
Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen
bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat
efektif
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode pembedahan, yaitu
secara teknik terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik
laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif. (Triani, 2020)

1. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga
perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam
untuk membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak
invasif, laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur
ini hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan
operasi, seperti laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga
membuat laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu
organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan
bedah harus segera dilakukan. Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan
perut. Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat
pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri
hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan kemungkinan
penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang,
atau kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan dan
mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang
menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif.
(Triani, 2020)

2. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari
iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa
digunakan untuk melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang
belum diketahui diagnosanya dengan jelas.
Keuntungan bedah laparoskopi :
a. Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan dokter
dalam pembedahan.
b. Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca
bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm
akan hilang kecuali klien mempunyai riwayat keloid.
c. Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan obat-obatan
dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga
klien dapat beraktivitas normal lebih cepat. (Triani, 2020)

c. Setelah post op
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan. Baringkan
klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali
normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di
temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di
luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang
H. Konsep Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperative merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien.Istilah perioperative adalah suatu istilah gabungan yang mencakup
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu, fase pra operatif, fase intra operatif dan fase
pasca operatif (Manurung N, 2020).

Indikasi dan Klasifikasi:


Pembedahan : Indikasi dan klasiifikasi tindakan pembedahan dilakukan dengan
berbagai indikasi, diantaranya adalah :
a. Diagnostik : Biopsi atau laparatomi eksplorasi
b. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi
c. Reparatif memperbaiki luka mulltipel
d. Rekonstruksi/kosmetik : bedah plastic
e. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrostomy yang dipasang untuk mengkompensasi terhadap
ketidakmamapuan menelan makanan

Menuurut urgensi dilakuakn tindakan pembedahan, maka tindakan


pembedahan dapat di klasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu:
a. Kedarruratan (emergency) : pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan
mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa ditunda.
Contoh : Perdarahan hebat, obstruksi kandungkemih atau usus, fraktur tulang
tengkorak, luka tembak atau tususk, luka bakar sangat luas.
b. Urgen : Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dilakukan dalam 24
– 30 jam. Contoh :infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c. Diperlukan : pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat
direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat
atau obstruksi kandung kemih, gangguan tyroid dan katarak.
1. Keperawatan Pre Operatif
Fase ini dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
ketika dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi.Lingkup aktivitas keperawatan
selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan
klinik ataupun rumah, wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang diberikan dan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre
operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan pada saat pembedahan.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan preoperatif untuk mencegah kegagalan operasi
akibat ketidakstabilan kondisi pasien.Untuk itu perlu dilakukan persiapan pembedahan
dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun
keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang
pemulihan, kemungkinan pengobatan- pengobatan setelah operasi, bernafas
dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
2) Persiapan fisiologi, meliputi :
a. Diet (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi
pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal
anaesthesi makanan ringan diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi
pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya
operasi.
b. Persiapan perut, yaitu pemberian leuknol/lavement sebelum operasi
dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal.Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi dan
mencegah infeksi.
c. Persiapan kulit, yaitu daerah yang akan dioperasi harus bebas dari
rambut.Tujuannya mencegah terjadinya infeksi.
d. Hasil pemeriksaan,yaitu hasil laboratorium,foto roentgen,ECG, USG dan
lain-lain.Tujuannya untuk mencegah kesalahan lokasi yang akan dioperasi.
e. Persetujuan operasi/Informed Consent, yaitu izin tertulis dari pasien/
keluarga harus tersedia.

2. Keperawatan Intra Operatif


Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan
perioperatif.Fase intraoperative dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke ruang
pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangang IV cath,
pemberian mediaksi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamaytan pasien.Contoh :
memberikan dukungan psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat
scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip dasar kesemetrisan tubuh. (Hidayat, 2020).
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau
membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip
dasar kesimetrisan tubuh. (Hidayat, 2020).
Tujuan diberikan asuhan keperawatan intraoperatif agar operasi berjalan dengan
aman, sesuai prosedur, dan tidak ada komplikasi saat di meja operasi.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena
posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan(arthritis).
5) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi
yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan
dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
6) Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.

Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1) Anggota steril, terdiri dari: ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse / Perawat Instrumen.
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari: ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat
sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit). (Hidayat, 2020).

3. Post Operatif
Fase ini dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.Lingkup
aktivitas keperawan mencakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada
periode ini focus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital
serta mencegah komlikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Tujuan diberikan asuhan keperawatan post operatif untuk mempertahankan
kepatenan jalan nafas akibat efek anastesi yang mempengaruhi depresi pernapasan.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah

1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca


anastesi(recoveryroom)
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak
insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia
tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama
perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien
diselimuti,jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan
diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi
resiko injury.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan
perawatan astesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung
jawab.
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang
pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU:
post anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami
komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan.
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
a) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat
anastesi).
b) Ahli anastesi dan ahli bedah.
c) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

1. Pengkajian Keperawatan Pra operatif


1) Anamnesis
a) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis
b) Keluhan utama
Menurut Hidayat, (2020) keluhan utama pada pasien apendisitis adalah rasa nyeri
pada daerah abdomen kanan bawah.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
(2) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region :Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c) Riwayat penyakit sekarang.
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
d) Riwayat penyakit dahulu.
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab apendisitis dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang di derita merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya apendisitis

2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum :
(1) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
(2) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan
pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka,
suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
(3) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
(4) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
(5) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
(6) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
(7) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
(8) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
(9) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.

2. Pengkajian Keperawatan Intraoperatif


Menurut Muttaqin & Sari (2020) prosedur pemberian anastesi,pengatur posisi bedah,
manajemen asepsis, dan proseur bedah akan memberikan implikasi pada masalah
keperawatan yangakan muncul. Efek dari anastesi umum akan memberikan respons
depresiatau iritabilitas kardiovaskuler, depresi pernapasan, dan kerusakan hatiserta ginjal.
Penurunan suhu tubuh akibat suhu diruang operasi yang rendah, infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas yang dingin,luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun,
usia yang lanjut,obat – obatan yang digunakan (vasodilator, anastesi umum)mengakibatkan
penurunan laju metabolisme.

1) Pengkajian
Pengkajian intaoperatif fiksasi internal reduksi secara ringkas dilakukan
berhubungan dengan pembedahan Pengkajian kelengkapan pembedahan terdiri atas
hal-hal sebagaiberikut:
a. Data laboratorim dan laporan temuan yang abnormal.
b. Radiologis area fraktur klavikula yang akan dilakukan ORIF.
c. Transfusi darah.
d. Kaji kelengkapan arana pembedahan (benang, cairan intravena, obat antibiotik
profilaksis) sesuai dengan kebijakan institusi.
e. Pastikan bahwa sistem fiksasi internal, instrumentasi, dan perantikeras (seperti
skrup kompresi, metal, dan pen bersonde multipel),dan alat seperti bor dan
mata bor telah tersedia dan berfungsi denganbaik.
3. Pengkajian Keperawatan Post Operatif
Menurut Muttaqin & Sari (2020) fase pasca operatif merupakan suatu kondisi dimana pasien
ke ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadara betul untuk dibawa ke ruang rawat
inap. Pengkajian yang dilakukan saat pasca operatif meliputi keadaan umum, tanda-tanda
vital,airway, breathing, circulation, kesadaran, brome score, aldrete score, dan keluhan.
1) Pengkajian awal
Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut:
a) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.
b) Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, TTV
c) Anastesi dan medikasi lain yang digunakan.
d) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin
mempengaruhi perasaan pasca operasi.
e) Patologi yang dihadapi.
f) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.
g) Segala selang, drain, kateter, atau alat pendukung lainnya.
h) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anastesi yang akan
diberitahu.
2) Status respirasi
a) Kontrol pernafasan
1) Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan.
2) Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan,
kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan warna membran
mukosa.
3) Kepatenan jalan nafas
a) Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai
pernafasanyang nyaman dengan kecepatan normal.
b) Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi jalan nafas
akibat benda asing (lidah jatuh), aspirasi muntah, akumulasi sekresi,
mukosa di faring, atau bengkaknya spasme faring.
4) Status sirkulasi
a) Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat
kehilangan darah secara aktual atau resiko dari tempat pembedahan,
efek samping anastesi, ketidak seimbangan elektrolit, dan defresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal.
b) Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti
sertapengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler
pasien.
c) Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi.
5) Status neurologi
a) Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara memanggil
namanya dengan suara sedang.
b) Mengkaji respon nyeri.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perioperatif Apendisitis
1. Diagnosa keperawatan pada preoperasi adalah :
a. Ansietas b.d Krisis Situasional.
b. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis.
2. Diagnosa keperawatan pada intra operasi adalah :
a. Resiko hipofolemia d.d efek agen farmakologis
3. Diagnosa keperawatan pada postoperasi adalah :
a. Resiko infeksi d.d paparan organisme lingkungan
b. Nyeri akut b.d pencidera fisik
(SDKI, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Belzasar Sitompul, 2020. Literature Riview : Asuhan Keperawatan Pada Klien Apendisitisdengan
Masalah Keperawatan Kecemasan Menggunakan Terapi Tehnik Relaksasi Benson Di
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2020 Politeknik
Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan Karya Tulis Ilmiah, Juli 2020

Hidayat, 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di Rumah
Sakit Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jurusan Keperawatan Prodi D-Iii
Keperawatan Samarinda 2020.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2020). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2020). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2020). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai