Beton merupakan bahan yang banyak digunakan dalam konsiruksi bangunan. Oleh karena itu perkembangan teknologinya sangat pesat dan tak pernah berhenti. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengenal lebih jauh perilaku beton dan material pembentuknya, antara lain adalah sifat beton yang sangat getas dalam menerima tegangan tarik Berbagai cara dicoba untuk mengatasi kelemahan sifat beton tersebut, antara lain menambahkan tulangan-tulangan pada daerah-daerah tertentu atan menambahkan serat-serat pada adukan beton dengan maksud memanfaatkan bahan bangunan lokal, dilakukan studi mengenai potensi serabut kelapa dan serat kawat lokal dalam memperbaiki sifat daktilitas beton normal dan beton kinerja tinggi. Pemilihan bahan sampel mengacu pada ASTM, semen tipe I, agregat halus dan kasar sesuai dengan gradasi yang ditentukan dalam ASTM, panjang serabut kelapa 50 mm, sedangkan serat kawat 60 mm. Uji yang dilakukan adalah uji tekan siklik, dan lentur. Rasio campuran beton dan serat ditentukan berdasarkan nil workabilitas. Basil yang didapat menunjukkan adanya penambahan daktilitas dan perilaku retak beton dengan adanya penambahan serat. Biaya bahan yang paling ekonomis, dibandingkan dengan peningkatan kekuatan lentur adalah beton normal dengan penambahan serabut kelapa 2% atau serat kawat 1%, dan beton kinerja tinggi dengan penambahan 1% serat kawat.
PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN IMPAK KOMPOSIT ENCENG GONDOK DENGAN MATRIKS POLIESTER
PENDAHULUAN Penggunaan dan pemanfaatan material komposit dewasa ini semakin berkembang, seiring dengan meningkatnya penggunaan bahan tersebut yang semakin meluas mulai dari yang sederhana seperti alat-alat rumah tangga sampai sektor industri baik industri skala kecil maupun industri skala besar. Komposit mempunyai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan bahan teknik alternative lain seperti kuat, ringan, tahan korosi, ekonomis dsb. Serat enceng gondok merupakan salah satu material natural fibre alternatif dalam pembuatan komposit secara ilmiah pemanfaatannya masih dikembangkan, karena belum ditemukan material komposit yang menggunakan serat enceng gondok. Serat enceng gondok sekarang banyak digunakan dalam industri-industri mebel dan kerajinan rumah tangga karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan. Pengembangan serat enceng gondok sebagai material komposit ini sangat dimaklumi mengingat dari segi ketersediaan bahan baku serat alam, Indonesia memiliki bahan baku yang cukup melimpah. Dari pertimbangan-pertimbangan diatas maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data kemampuan mekanis dan fisis berupa kekuatan tarik, kekuatan bending, dan kekuatan impack dari komposit serat enceng gondok dengan matrik resin polyester.
Agar permasalahan yang dibahas tidak melebar maka perlu diadakan pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Bentuk spesimen Bentuk spesimen komposit adalah plat dengan fraksi volume serat enceng 70 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak Enceng Gondok dengan Matrik Poliester gondok 20% ( tetap ) dengan panjang serat 25mm, 50mm, dan 100m. Karena cara memperoleh serat enceng gondok menggunakan cara manual (tanpa permesinan ) tidak semua serat memiliki kualitas dan panjang yang sama. 2. Bahan benda uji Benda uji dibuat menggunakan serat enceng gondok dengan kadar air 20% menggunakan matrik resin polyester. 3. Cara pembuatan benda uji 4. Benda uji dibuat dengan cara hand lay up dan dengan penekanan secara manual menggunakan kaca sebagai cetakan dan penekan.Pengujian komposit Pengujian komposit berupa uji kekuatan impack, struktur TINJAUAN PUSTAKA Pemikiran tentang penggabungan atau kombinasi bahan-bahan kimia atau elemen-elemen struktur dapat dilakukan dengan berbagai tujuan,tetapi dalam bidang engenering tujuan dari konsep penggabungan ini harus dibatasi , yaitu hasil dari penggabungan itu harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah yang ada saat ini,atau paling tidak dengan kebutuhan perencanaan suatu komponen struktur (Hadi,1997). Bahan komposit sebenarnya banyak sekali terdapat di alam karena bahan komposit terdiri dari bahan organik maupun bahan anorganik, misalnya bamboo, kayu, serat enceng gondok, tebu, dan sebagainya. Secara tidak sadar sebe-narnya kita telah mengenal berbagai jenis komposit. Seorang petani memperkuat tanah liat dengan jerami, pengrajin besi membuat pedang secara berlapis, dan beton bertulang merupakan beberapa jenis komposit yang sudah lama kita kenal (Diharjo,2003). Pengertian Komposit Sebetulnya kita mengetahui bahwa material/bahan terdiri dari logam, polimer, keramik dan komposit. Masing-masing material mempunyai keunggulan masing-masing.
Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber didalam matriks. Secara alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Serat panjang mempunyai struktur yang lebih sempurna karena struktur kristal tersusun sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada serat lebih sedikit dari pada material dalam bentuk curah. Bahan pangikat atau penyatu serat dalam material komposit disebut matriks. Matriks secara ideal seharusnya berfungsi sebagai penyelubung serat dari kerusakan antar serat berupa abrasi, pelin-dung terhadap lingkungan (serangan zat ki-mia, kelembaban), pendukung dan mengin-filtrasi serat, transfer beban antar serat, dan perekat serta tetap stabil secara fisika dan kimia setelah proses manufaktur. Matriks dapat berbentuk polimer, logam, karbon, maupun keramik
Jenis/Sifat Berat Jenis Serat enceng gondok 0,25gr/cm3 Serat tebu 0,36 gr/cm3 Serat pohon kelapa 1,36 gr/cm3
Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak Enceng Gondok dengan Matrik Poliester Pengujian di laboratorium Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pembuatan Benda Uji Proses pembuatan komposit serat Enceng gondok dengan matrik polyester adalah sebagai berikut : 1) Tanaman enceng gondok dicuci,lalu dikeringkan selama 10 hari.. 2) Pembuatan cetakan Untuk pengujiaan tarik menggunakan kaca dengan ketebalan 4 mm dengan ukuran 225 x 130 mm dan mempunyai daerah pencetakan 165 x 70 mm, untuk pengujian impak menggunakan kaca dengan ketebalan 10 mm dengan ukuran 130 x 100 mm dan mempunyai daerah pencetakan 70 x 40 mm, sedangkan untuk pengujian bending menggunakan kaca dengan ketebalan 4 mm dengan ukuran 210 x 110 mm dan mempunyai daerah pencetakan 10 x 50 mm.
3) Pengambilan serat dari tanaman enceng gondok dengan menggunakan bantuan sikat kawat, tanaman enceng gondok tersebut setelah kering disikat dengan cara membujur searah dengan sikat kawat tersebut, lalu serat tersebut akan memisah dari daging tanaman tersebut. Srat tersebut lalu dipotong 25mm, 50mm, 100mm. 4) Pengolesan wax mold release atau kit mobil pada cetakan untuk memudahkan pengambilan benda uji dari cetakan. 5) Serat ditaruh dalam cetakan secara acak, lalu resin polyester dituangkan ke dalam cetakan tersebut. 6) Penutupan dengan menggunakan kaca yang bertujuan agar void yang kelihatan dapat diminimalkan jumlahnya yang kemudian dilakukan pengepresan dengan menggunakan plat besi yang dikencangkan dengan baut dan mur. 7) Proses pengeringan dibawah sinar matahari, proses ini dilakukan sampai benar-benar kering yaitu 5 10 jam dan apabila masih belum benar-benar kering maka proses pengeringan dapat dilakukan lebih lama. Proses pengambilan komposit dari cetakan yaitu menggunakan pisau ataupun cutter. 9) Benda uji komposit siap untuk dipotong menjadi spesimen benda uji. 10) Pengujian Impact PEMBAHASAN Pembahasan pengujian impact Untuk hasil pengujian impact, perbedaan harga impact rata-rata dari masing-masing jenis komposit tidak begitu besar. Hal itu disebabkan karena matrik yang digunakan hanya satu jenis yaitu polyester. Harga impact rata-rata yang tertinggi adalah komposit serat enceng gondok dengan panjang 25 mm yaitu 0,002344 J/mm2 sedangkan yang terendah adalah komposit serat enceng gondok dengan panjang 100 mm yang mempunyai harga impact rata-rata 0,0010836 J/mm2. Perbedaan harga impact rata-rata dari ketiga jenis komposit dapat disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya adalah kekuatan komposit yang kurang merata disetiap tempat dan distribusi serat yang kurang merata sehingga energi yang diserap menjadi lebih kecil. Sedangkan patahan yang terjadi adalah jenis patahan getas. Enceng Gondok dengan Matrik Poliester
KESIMPULAN 1. Semakin panjang serat maka harga impak akan semakin menurun, karena ikatan antara matriks dan serata semakin kuat sehinga serat akan patah pada garis patahnya 2. Kekuatan impak maksimum terjadi pada panjang serat 50 mm, engan kekuatan harga impak ,002344
yang di produksi setiap bulan, 75% di antaranya diekspor, antara lain ke China dan Amerika Serikat. Dengan harga Rp 30.000 per unit, omzetnya per bulan, ya, Rp 90 juta itu. Kini, asetnya dari bisnis ini lebih dari Rp 200 juta. Untuk menghasilkan tas sebanyak itu, Herry mempunyai 15 orang tenaga tetap untuk membikin tas. Ditambah, menggandeng 200 orang perajin lokal di Yogyakarta untuk memasok tasnya. Kini, tas produksi Knit Craft bermacam-macam. Dilihat dari ukuran maupun jenis tas pun bervariasi. Mulai dari hand bag besar maupun kecil, shoulder bag, hingga clutch. "Kebanyakan tas itu didesain untuk wanita," ujar Herry. Persaingan di bisnis ini memang semakin ketat. Namun, Herry punya trik jitu, inovasi tiada henti. Untuk mengembangkan usahanya, Herry tak hanya menggunakan eceng gondok saja sebagai bahan baku tas. Saat ini, Herry juga mengembangkan tas yang berbahan baku pandan, agel, dan rami. Pandan merupakan serat alam yang mudah dibentuk. Sedang agel atau biasa disebut rafia berasal dari daun palem. Daun muda pohon ini dipanen sebelum berwarna hijau. Kulit tembus pandang yang membungkus daun dikupas dan dikeringkan sehingga jadi lembaran benang tipis yang liat. Bahan baku jenis ini mempunyai keunggulan karena fleksibel dan kuat. "Saya mendatangkan bahan ini dari Banyuwangi," katanya. Sementara, rami adalah salah satu jenis serat alam. Bahan ini diperolehnya dari para perajin rami di sekitar Yogyakarta. Umumnya, Herry membeli bahan baku berupa serat daun rami yang diolah seharga Rp 3.000 per kilo.
I. PENDAHULUAN Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton. Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.
SERAT ALAM
Isu pemanasan global (global warming) yang kini gencar didengungkan membuat para produsen fesyen putar otak untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Seperti yang dilakukan oleh Nurul Sadina, 20, dari Industri Teknologi Bandung (ITB) yang tertarik untuk mempopulerkan kembali tenun dari serat alam. Adapun serat nabati seperti serat jagung, nanas, enceng gondok, daun kelapa, lidah mertua, rami, dicoba untuk diaplikasikan di atas bahan semisal sutera dan nilon. Pembentukan dari material mentah menjadi benang siap pakai memerlukan suatu proses yang dinamakan pembusukan atau bisa juga dengan dekortifikasi. Caranya memang terbilang cukup mudah, daun atau batang direndam di dalam air. Daun dan batang tadi akan membusuk dengan sendirinya dan luruh serta terbuka sehingga terlihat serat-seratnya untuk kemudian diambil helai demi helai. Pilihan lainnya yaitu dengan proses dekortifikasi. Dalam proses ini mesin digunakan untuk mendapatkan serat benang yang diinginkan. Waktu yang dibutuhkan pun terbilang cepat. Dari dua macam proses ini bisa didapatkan benang yang sangat halus ataupun kasar, semua ini tergantung dari hasil akhir yang ingin dicapai. Cara menenunnya pun sama saja dengan menenun biasa dengan benang pada umumnya. Dengan alat seperti gedok, tabelum ataupun inkelum, serat alam dapat diproses menjadi barang jadi siap pakai.
Siapa bilang serat alam adalah bahan yang sepele ?. Jika mendengar atau melihat tentang serat alam kebanyakan dari kita melihatnya sebagai bahan yang sepele atau menganggapnya sebagai sampah. Tapi ternyata dalam bidang teknologi material, bahanbahan serat alam merupakan kandidat sebagai bahan penguat untuk dapat menghasilkan bahan komposit yang ringan, kuat, ramah lingkungan serta ekonomis. Alam telah banyak menyediakan kebutuhan manusia mulai dari makanan sampai bahan bangunan. Salah satunya adalah bahan-bahan serat alam. Sepanjang kebudayaan manusia penggunaan serat alam sebagai salah satu material pendukung kehidupan, mulai dari serat ijuk sebagai bahan bangunan, serat nanas atau tanaman kayu sebagai bahan sandang dan serat alam yang dapat digunakan untuk membuat tambang. Seiring dengan perkembangan teknologi bahan, peran serat-serat alam mulai tergantikan oleh jenis bahan serat sintetik seperti serat gelas atau serat karbon. Seiring dengan inovasi yang dilakukan dalam bidang material, serat alam kembali dilirik oleh peneliti untuk dijadikan sebagai bahan penguat komposit. Elastis, kuat, melimpah, ramah lingkungan dan biaya produksi yang lebih rendah merupakan kelebihan yang dimiliki oleh serat alam. Selain itu juga terdapat kekurangan dari jenis serat ini terutama kekuatan yang tidak selalu merata. Jenis-jenis serat alam seperti misalnya ; Sisal , Flex, Hemp, Jute, Rami, Kelapa, mulai digunakan sebagai bahan penguat untuk komposit polimer. Bahan komposit merupakan hasil penggabungan dari dua jenis atau lebih bahan yang memberikan sifat berbeda dari pada bahan-bahan tersebut jika dalam keadaan terpisah. Filosofinya adalah efek kombinasi dari bahan-bahan penyusunnya.
Umumnya dalam komposit terdapat bahan yang disebut sebagai matriks dan bahan penguat. Bahan matriks umumnya dapat berupa logam, polimer, keramik, karbon. Matriks dalam komposit berfungsi untuk mendistribusikan beban kedalam seluruh material penguat komposit. Sifat matriks biasanya ulet (ductile). Bahan penguat dalam komposit berperan untuk menahan beban yang diterima oleh material komposit. Sifat bahan penguat biasanya kaku dan tangguh. Bahan penguat yang umum digunakan selama ini adalah serat karbon, serat gelas, keramik. Serat alam sebagai jenis serat yang memiliki kelebihan-kelebihan mulai diaplikasikan sebagai bahan penguat dalam komposit polimer. Industri yang paling gencar menggunakan serat alam sebagai material penguat komposit polimer adalah produsen otomotif Daimler Chrysler. Produsen mobil Amerika-Jerman ini mulai meneliti dan menggunakan bahan komposit polimer berbasis serat-serat alam.
MARMER
Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 3060 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya dengan batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batugamping, walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung