TINJAUAN PUSTAKA
Mobilitas Fisik
Menurut NANDA (2018) ada dua jenis pengkajian, yaitu pengkajian skrining dan
diagnosis akurat yang diidentifikasi dalam pengkajian skrining awal, dan untuk
dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menentukan apakah hal tersebut normal
atau abnormal, atau jika itu merupakan risiko (kerentanan) atau kekuatan. Hal-hal
risiko. Jika beberapa data yang ditafsirkan sebagai abnormal, pengkajian lebih
mendalam sangat penting untuk mendiagnosis pasien secara akurat. Tujuan dari
6
7
atau lebih dari diagnosis potensial yang sedang dipertimbangkan. Perawat akan
meninjau informasi yang diperoleh dan mencari perbandingan dengan apa yang
berhubungan, atau faktor risiko) dan/atau yang tidak didukung oleh faktor-faktor
etiologi (penyebab atau contributor untuk diagnosis) tidak sesuai untuk pasien
(NANDA, 2018).
dan risiko (area yang perawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat
yang terfokus pada kekuatan otot. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai
kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (external force)
dengan cara meminta pasien untuk menggerakkan otot secara aktif melawan
manusia terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
label dan definisi yang jelas. Hal ini penting untuk menyatakan bahwa jika hanya
untuk mendiagnosis dan untuk membedakan satu diagnosis dari yang lain.
diamati yang dikelompokkan sebagai manifestasi dari diagnosis (mis., tanda atau
Diagnosa yang difokuskan pada karya tulis ilmiah ini adalah gangguan
mobilitas fisik yaitu keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosa
bahwa pasien dalam kondisi sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan
ekstreminitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku,
gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah (PPNI, 2016).
2.1.3. Intervensi
secara berurutan. Kriteria hasil keperawatan mengacu pada perilaku yang terukur
atau persepsi yang ditunjukkan oleh seseorang individu, keluarga, kelompok, atau
dapat digunakan untuk emmilih ukuran hasil yang berhubungan dengan diagnosis
keperawatan.
10
(NIC) adalah sebuah taksonomi tindakan komprehensif berbasis bukti yang akan
perawat lakukan.
Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah gangguan mobilitas fisik mengacu
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan menurut PPNI (2018) dalam SIKI (Standar
keperawatan karena intervensi adalah keputusan awal yang memberikan arah bagi
setiap tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan kepada pasien
mencakup bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan. Tujuan
dalam tahap perencanaan diantaranya sebagai alat komunikasi perawat dan tim
dokumentasi proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai.
Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah gangguan mobilitas fisik menurut
PPNI (2018) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Gangguan Mobilitas Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
fisik berhubungan (SLKI) (SIKI)
dengan gangguan Setelah diberikan intervensi Itervensi Utama
muskuloskeletal selama 3 x 24 jam, maka Dukungan ambulasi
dibuktikan dengan Mobilitas Fisik Meningkat, 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
mengeluh sulit dengan kriteria hasil : fisik lainnya saat melakukan
menggerakkan a. Kemampuan pergerakan
ekstreminitas, menggerakkan 2. Monitor kondisi umum selama
kekuatan otot ektreminitas meningkat melakukan ambulasi
menurun, rentang b. Kekuatan otot 3. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
gerak (ROM) meningkat alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
menurun, nyeri saat c. Rentang gerak (ROM) 4. Ajarkan ambulasi sederhana yang
bergerak, enggan meningkat harus dilakukan (mis. Berjalan dari
melakukan d. Nyeri berkurang tempat tidur ke kursi roda, berjalan
pergerakan, merasa e. Keinginan melakukan dari tempat tidur ke kamar mandi,
cemas saat bergerak, pergerakan meningkat berjalan sesuai toleransi.
sendi kaku, gerakan f. Cemas berkurang 5. Anjurkan melakukan ambulasi dini.
tidak terkoordinasi, g. Gerakan terkoordinasi 6. Libatkan keluarga untuk membantu
gerakan terbatas, dan h. Pergerakan meningkat pasien dalam meningkatkan ambulasi.
fisik lemah i. Kekuatan fisik
meningkat Dukungan Mobilisasi
1. Identifikasi adanya nyeriatau keluhan
fisik lainnya saat melakukan
pergerakan
2. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
4. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi.
5. Anjurkan melakukan ambulasi dini.
6. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi.
Intervensi Pendukung
a. Dukungan kepatuhan program
pengobatan
b. Edukasi latihan fisik
c. Edukasi teknik ambulasi
Sumber : Tim Pokja SDKI SLKI SIKI DPP PPNI, 2016 ; 2018
13
2.1.4. Implementasi
tindakan yang dilakukan untuk mengetahui sejauhmana tujuan dan hasil yang
contoh : pada pasien fraktur femur perawat bisa membantu activity daily
dokter dan apoteker untuk dosis, waktu, jenis obat, ketepatatan cara,
ketepatan pasien, efek samping dan respon pasien setelah diberikan obat.
medis/instruksi dari tenaga medis lain seperti ahli gizi, psikolog, dan pada
pasien fraktur femur dibutuhkan latihan fisik sesuai dengan anjuran bagian
fisioterapi.
gerak (ROM) yang dilakukan secara mandiri atas persetujuan profesi lain (dokter
dan fisioterapi). Latihan rentang gerak ini memiliki tujuan untuk mempertahankan
pada tiap masalah yaitu gangguan mobilitas fisik yang telah dilakukan tindakan
SOAP. Hasil evaluasi tersebut dapat dilihat oleh perawat maupun tenaga
2.1.5. Evaluasi
tindakan keperawatan serta kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan yang telah
ditentukan (Potter & Perry, 2013). Evaluasi adalah tahap akhir dari proses
hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
tercapainya tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses
2012).
16
Menurut Asmadi (2013), ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait
perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul
masalah baru.
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil
Evaluasi mengacu pada tujuan dan kriteria hasil. Pada format evaluasi juga
terdapat identitas yang juga harus diisi oleh perawat, seperti : nama, nomor kamar,
nomor register, umur, identitas, tanggal dan waktu, paraf, dan nama jelas
(Dermawan, 2012).
2.2 Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien Fraktur Femur
2.2.1. Definisi
tulang femur yang disebabkan oleh trauma atau benturan langsung maupun tidak
langsung (Potter & Perry, 2013). Menurut Price & Wilson (2014) fraktur femur
adalah terputusnya kontinuitas tulang paha yang bersifat total maupun parsial
yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan keterbatasan gerak.
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) Gangguan Mobilitas Fisik
adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari gangguan
pada fraktur femur. Pasien tidak hanya kehilangan kemampuan geraknya secara
total tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normal yang
dilakukan (Ernawati, 2012). Gangguan mobilitas yang terjadi pada pasien fraktur
menyebabkan gangguan pada otot dan skeletal. Pemecahan protein secara terus-
menerus pada otot akan mengakibatkan kehilangan masa tubuh dibagian otot
otot yang memicu adanya atrofi sehingga pasien yang mengalami tirah baring
akan beresiko mengalami kontraktur akibat tidak adanya pergerakan pada sendi.
Keabnormalan yang terjadi pada jaringan di sekitar tulang yang disebabkan oleh
Menurut Potter & Perry (2013), penyebab gangguan mobilitas fisik adalah
yaitu :
tidak digunakan. Gangguan mobilitas fisik berlanjut dan otot tidak dilatih,
berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Mobilitas Fisik pada Fraktur Femur
Menurut Price & Wilson (2014), faktor yang mempengaruhi mobilitas fisik
penyakit degeneratif
trauma
f) Tingkat Energi
Fraktur femur disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Trauma yang tiba-
tiba mengenai tulang paha dengan kekuatan besar akan mengakibatkan tulang
tidak mampu menahan akibatnya terjadi deformitas dan hilangnya fungsi pada
sendi (Zairin Noor, 2016). Pasien tidak saja kehilangan kemampuan geraknya
secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya
(Ernawati, 2012).
otot dan skeletal. Pengaruh otot terjadi akibat pemecahan protein secara terus-
menerus sehingga otot akan mengalami kehilangan massa tubuh. Penurunan masa
peningkatan kelelahan. Masa otot bisa semakin menurun akibat tidak dilatih
adanya pergerakan pada sendi. Perubahan jaringan sekitar tulang yang terjadi
eksteminitas yang dapat menimbulkan gangguan mobilitas fisik (Price & Wilson,
2014). Fraktur terbuka atau tertutup jika mengenai serabut saraf dan tulang akan
disekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang dan mengalami
22
mengakibatkan gangguan fungsi organ distal (warna jaringan pucat, nadi lemah,
Aktivitas osteoblast terangsang dan membentuk tulang baru imatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) tanda dan gejala yang
berikut :
Subjektif
Objektif
presentasi kekuatan ialah 0%, jika tidak timbul kontraksi otot dalam
derajatnya ialah 1 (= 10%). Apabila terjadi hanya jika gaya tarik bumi
otot 3 (= 50%) apabila gerakan melawan gaya tarik bumi dapat dilakukan
75%). Apabila gerakan melawan gaya tarik bumi dan dengan penahanan
Subjektif
Objektif
1. Sendi kaku
Sendi kaku sangat mungkin timbul pada sendi yang tidak digerakkan atau
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
cacat. Keadaan ini mengakibatkan pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik
menguntungkan tetapi dalam jangka panjang akan berdampak buruk pada pasien
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah gangguan
mobilitas fisik. Menurut Oktasari (2013), Immobilisasi yang lama karena fraktur
menurunnya kekuatan otot sampai 5,5% perhari. Hasil penelitian Purwanti (2013),
25
mendapatkan bahwa sebagian besar kekuatan otot pasien post operasi fraktur
sebelum diberi latihan ROM aktif adalah skala kekuatan otot 0 atau tidak ada