Anda di halaman 1dari 25

PANDUAN

PEMASANGAN IMPLAN

RSUD MUNTILAN KABUPATEN MAGELANG


Jln. Kartini No. 13  Informasi (0293) 587004  Sekretariat (0293) 587017 Fax (0293) 587017
 IGD (0293) 585392 e-mail rsudkabmgl@gmail.com Muntilan 56411
PANDUAN PENGGUNAAN IMPLANT DI RSUD MUNTILAN

I. PENDAHULUAN
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang
sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.
Selain alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai
kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi,
imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan
dari alat kesehatan dengan cara tersebut.
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh
produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia
dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan
penyakit;
b. diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi
kondisi sakit;
c. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi
atau proses fisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui
pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.

II. JENIS IMPLANT


Adapun jenis implant yang digunakan di RSU Muntilan,
1. Peralatan Ortopedi
Peralatan Ortopedi Bedah antara lain :
1) Implant ENDO
2) Implant JAMA
2. Peralatan Bedah Umum
Peralatan Bedah Umum yang sering digunakan adalah :
1) Hernia Mess
3. Peralatan Operasi Mata
1). IOL
4. Peralatan Implan Obsgyn
1) Alat kontrasepsi
III. RUANG LINGKUP
Dalam penggunaan implant di RSU Muntilan melibatkan dari berbagai
pihak terkait antara lain,
1. Pengadaan

2. Farmasi

3. Gudang

4. Ruangan (kamar operasi)

IV. KUALIFIKASI STAF


Untuk pemasangan implant yang melakukan joint atau kerjasama
dalam pemasangan implant dari luar ,bekerjasama dengan PT ENDO dengan
menyertakan seorang staf/tenaga medis yang mempunyai kualifikasi
pendidikan Diploma 3 (III) Keperawatan dan yang sudah memiliki sertifikat
Pelatihan Bedah Dasar dan memiliki sertifikat bedah lanjut Orthopedi

V. KLASIFIKASI KELAS ALAT KESEHATAN


A. Alat Kesehatan
1. Kelas I
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak
menyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan
ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk.
2. Kelas IIa
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak
menyebabkan kecelakaan yang serius. alat kesehatan ini sebelum
beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup
lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
3. Kelas IIb
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak
menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum
beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap
termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi
tidak memerlukan uji klinis.
4. Kelas Ill
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang serius kepada pasien atau
perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi
formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa
resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji
klinis.

B. PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA


1. Kelas I (Resiko rendah)
PKRT yang pada penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang
berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik. PKRT ini sebelum
beredar perlu mengisi formulir. pendaftaran tanpa harus disertai
hasil pengujian laboratorium. Contoh: kapas , tissue.
2. Kelas II (Resiko sedang)
PKRT yang pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat seperti
iritasi, korosif tapi tidak menimbulkan akibat serius seperti
karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir
pendaftaran dan memenuhi persyaratan disertai hasil pengujian
laboratorium. Contoh: Deterjen, Alkohol.
3. Kelas Ill (Resiko Tinggi)
PKRT yang mengandung Pestisida dimana pada penggunaannya
dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini
sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi
persyaratan, melakukan pengujian pada laboratorium yang telah
ditentukan serta telah mendapatkan persetujuan dan Contoh: Anti
nyamuk bakar, repelan.
VI. IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PKRT
Dalam rangka menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang
memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT.
Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau PKRT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak kegiatan produksi
sampai dengan penggunaan alat kesehatan dan/atau PKRT. Alat kesehatan
dan/atau PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di
wilayah Republik Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar. Izin
edar diberikan oleh Direktur RSUD atau pejabat yang ditunjuk. Produk
rekondisi/remanufakturing, hasil perakitan atau pengemasan ulang wajib
memiliki izin edar untuk mengabsahkan produk sehingga layak untuk
digunakan. Untuk penilaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat
kesehatan dan/atau PKRT dalam rangka pemberian izin edar dibentuk tim
penilai dan tim ahli alat kesehatan dan/atau PKRT dapatdinilai dari tim yang
terdiri atas pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi,
praktisi dan instansi terkait. Tim penilai dan tim ahli sebagaimana dimaksud
ditetapkan oleh Kepala RSUD Muntilan. alat kesehatan dan/atau PKRT yang
mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan
dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang
diperlukan;
b.keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan
menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi
batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau
data klinis atau data lain yang diperlukan; dan
c. mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan
menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Alat kesehatan dan/atau PKRT yang merupakan produk impor, cara
pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi.
VII. TATA CARA PERMOHONAN IZIN EDAR
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam
negeri diajukan oleh :
a. Perusahaan yang memproduksi dan / atau melakukan perakitan
dan /atau rekondisi / remanufaktur dan /atau makloon alat
kesehatan dan /atau PKRT yang telah mendapat sertifikat
produksi.
b. PAK yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagai agen
tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam
negeri.
c. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan
makloon kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi
PKRT.
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan
oleh :
a.PAK yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki
penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki
kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk
yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia
setempat, dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.
b.PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen
tunggal harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan
dan/atau PKRT dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau
PKRT atau perusahaan penanggung jawab di luar negeri.
c.Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk
melakukan perakitan/pengemasan kembali produk impor.

VIII. MASA BERLAKU IZIN EDAR


Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa
penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang
memenuhi persyaratan.
Izin edar dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku izin edar habis;
b. masa berlaku sertifikat produksi habis dan/atau dibatalkan;
c. batas waktu keagenan habis, dibatalkan, atau tidak diperpanjang;
atau
d. persetujuan izin edar dicabut oleh Direktur Jenderal atau pejabat
yang ditunjuk.
Pencabutan persetujuan izin edar sebagaimana dimaksud dapat dilakukan
apabila:
a. alat kesehatan dan/atau PKRT menimbulkan akibat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan; dan/atau
b. tidak memenuhi kriteria sesuai dengan data yang diajukan pada
permohonan izin edar.

IX. PERPANJANGAN MASA BERLAKU IZIN EDAR

1. Perusahaan pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat


kesehatan dan/atau PKRT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
sebelum habis masa berlakunya.

2. Perusahaan yang mengajukan perpanjangan nomor izin edar alat


kesehatan dan/atau PKRT setelah habis masa berlakunya, harus
memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru.

3. Perpanjangan masa berlaku izin edar untuk alat kesehatan


dan/atau PKRT yang tidak mengalami perubahan data dilakukan
dengan memeriksa dokumen terkait yang ditetapkan oleh Direktur
RSUD Muntilan atau pejabat yang ditunjuk.

4. Perpanjangan masa berlaku izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT


impor yang masa berlaku penunjukkan keagenannya telah habis
tetapi belum sampai 5 (lima) tahun dari waktu pengeluarannya,
dapat diperpanjang dengan mengajukan surat permohonan
perpanjangan disertai dengan surat penunjukkan baru yang
diketahui oleh perwakilan setempat.

X. PERUBAHAN IZIN EDAR


1. Perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan
dan/atau PKRT terhadap perubahan:
a. ukuran;
b. kemasan;
c. penandaan;
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2. Perubahan izin edar berdasarkan perubahan nomor izin edar.
3. Perubahan harus memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar
baru dengan perubahan nomor izin edar.

XI. PENANDAAN PEMAKAIAN IMPLANT DAN BUKTI DOKUMENTASI DI


REKAM MEDIS
Penandaan dan informasi alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan
untuk melindungi masyarakat dari informasi alat kesehatan dan/atau PKRT
yang tidak obyektif, tidak lengkap, serta menyesatkan. Penandaan alat
kesehatan dan/atau PKRT berisi informasi yang cukup untuk mencegah
terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan, termasuk tanda
peringatan bila diperlukan dan cara penanggulangan apabila terjadi
kecelakaan. Penandaan alat kesehatan dan/atau PKRT dapat berbentuk
gambar, warna, tulisan, atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk
lainnya yang disertakan atau dimasukan pada kemasan atau merupakan
bagian dari wadah dan/atau kemasan. Nomor izin edar harus dicantumkan
pada penandaan atau pada etiket, wadah dan pembungkus alat kesehatan
dan/atau PKRT/implant .
Penandaan sekurang-kurangnya berisi:
a. nama produk dan/atau nama dagang;
b. nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat kesehatan
dan/atau PKRT;
c. nama dan alamat PAK dan/atau importir PKRT yang memasukan
produk kedalam wilayah Indonesia;
d. komponen pokok alat kesehatan dan/atau PKRT;
e. bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT;
f. kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia;
g. tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia;
h. batas waktu kedaluwarsa untuk alat kesehatan dan/atau PKRT
tertentu; dan
i. nomor bets/kode produksi/nomor seri, nomor izin edar dan netto.
XII. PEMELIHARAAN MUTU DAN PENCEGAHAN INFEKSI pada IMPLANT
Dalam rangka pelaksanaan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan
atau implant yang digunakan ,Direktur RSUD Muntilan menetapkan :
a. Persyaratan pemeliharaan mutu alat kesehatan atau implant tertera
didalam kemasan implant yang dipakai.
b. Pembinaan dan pengawasan pemeliharaan mutu alat kesehatan
atau implant dilakukan berkala oleh unit farmasi atau unit pengadaan
c. Pelaksanaan pemantauan dilakukan oleh unit farmasi dan
pengadaan dan diatur lebih lanjut oleh Kepala RSPAU.
d. Untuk menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan
elektromedik dan radiologi perlu dilakukan kalibrasi alat secara
periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

XIII. PENARIKAN KEMBALI (RECALL) DAN PEMUSNAHAN


Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT/Implant dari
peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin
edarnya, dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab perusahaan yang
memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan dan PKRT/implant.

PEMUSNAHAN
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT/implant dilaksanakan
terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT/implant yang :
a. diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku;
b. telah kedaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan/atau
d. dicabut izin edarnya.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan perusahaan yang
memproduksi, mengedarkan alat kesehatan dan/atau PKRT, orang yang
bertanggung jawab atas sarana kesehatan, Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT yang berhubungan dengan tindak pidana
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan dengan
memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia serta upaya
pelestarian lingkungan hidup.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus dilaporkan kepada
Direktur RSUD Muntilan dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan.
Berita Acara Pemusnahan Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana
dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan d
an/atau PKRT;
b. jumlah dan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT;
c. nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT;
d. nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT.
Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT
ditandatangani oleh pimpinan perusahaan, penanggung jawab teknis, dan
saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini yang mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan kesehatan yang serius, cacat atau kematian dapat
dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

XIV. INSTRUKSI PASCA PEMASANGAN IMPLANT


Apabila terdapat pemakaian atau pemasangan implant terhadap pasien
di RSUD Muntilan ,didalam rekam medis dicantumkan cap / barcode berupa
nama implant dan no seri implant. Setelah itu di dalam buku pemantauan
pemakaian alat / implant di farmasi juga tercantum identitas dan nama
implant yang dipakai dan no telephone pasien sehingga apabila terjadi
malfungsi selama pemakaian implant dapat terlacak dengan tepat sasaran
dan benar.
XV. PELAPORAN

Perusahaan yang memiliki izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT wajib
menyampaikan laporan hasil monitoring efek samping secara berkala 1 (satu)
tahun sekali.
UNDANG - UNDANG YANG MEMUAT ALAT KESEHATAN DAN PKRT
Undang – undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 1 ayat 5 : Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau


implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang
sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.

Pasal 1 ayat 10 : Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau


metode yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa,
pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan manusia.

Pasal 60
1. Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga
kesehatan yang berwenang.
2. Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta
tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.

Pasal 68
1. Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh
manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
2. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 98 ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat,
bermutu, dan terjangkau.
Pasal 104 ayat 1 :
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.

Pasal 105 ayat 2 :


Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat
kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.

Pasal 106
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar.
2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak
menyesatkan.
3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 107 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Pasal 2 ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 3 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan
usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8
1. Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam
rangka peredaran harus disertai dengan dokumen pengangkutan
sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2. Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
peredaran, bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen
pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 9
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh izin edar dari Menteri.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh
perorangan.

Pasal 12
1. Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui:
a) pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
b) penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.

2. Tata cara pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 15 :
Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:
a) badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur
dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan
sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat
kesehatan;
b) badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang
berupa obat tradisional dan kosmetika.

Pasal 24 ayat 1 :
Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan
manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 25 ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami kerusakan kemasan
yang langsung bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat
kesehatan, dilarang untuk diedarkan.

Pasal 28 :
1) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
harus dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus
memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan
mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif,
lengkap serta tidak menyesatkan.
2) Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-
kurangnya berisi:
a. nama produk dan/atau merek dagang;
b. nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan
sediaan.
c. farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
d. komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
e. tata cara penggunaan;
f. tanda peringatan atau efek samping;
g. batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
Pasal 34 ayat 1 :
Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 38 :
Pengujian kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan
dilaksanakan:
a) secara berkala; atau
b) karena adanya data atau informasi baru berkenaan dengan efek
samping sediaan farmasi dan alat kesehatan bagi masyarakat.

Pasal 41 ayat 1 :
Penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran
karena dicabut izin edarnya dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
badan usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan.

Pasal 43 ayat 1 :
Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.

Pasal 51 :
Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui:
a) penyelenggaraan produksi dan peredaran sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan;
b) penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerja sama
dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang sediaan
farmasi dan alat kesehatan;
c) sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan program
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
Pasal 64 :
Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh
Menteri.

PEMENKES RI No. 1189/MENKES/Per/VIII/2010 Tentang Produksi


Alat Kesehatan dan PKRT

Pasal 1 ayat 2 :
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT
adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan,
rumah tangga dan tempat-tempat umum.

Pasal 1 ayat 3 :
Rekondisi/Remanufakturing adalah kegiatan memproduksi alat kesehatan
bukan baru yang diperlakukan sebagai bahan baku dengan persyaratan
produksi sesuai standar awal.

Pasal 1 ayat 10 :
Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk
alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan
diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik
Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.

Pasal 3 :
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud
oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia
dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau
pengurangan penyakit;
b. diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau
kompensasi kondisi sakit;
c. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi
atau proses fisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosa
melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh
manusia.

Pasal 6 :
1.Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi.

2.Sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan


oleh Direktur Jenderal.

Pasal 7 ayat 1 :
Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi harus sesuai dengan lampiran
sertifikat produksi.

Pasal 8 :
1.Perusahaan yang hanya melakukan pengemasan kembali
,perakitan,rekondisi / remanufakturing dan perusahaan yang
menerima makloon harus memiliki sertifikat produksi.
2.Makloon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pelimpahan sebagian atau seluruh kegiatan pembuatan alat kesehatan
dan/atau PKRT dari pemilik merek atau pemilik formula kepada
perusahaan lain yang telah memiliki sertifikat produksi.
Pasal 9 :
1. Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan/PKRT bertanggung
jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat
kesehatan/PKRT yang diproduksinya.
2. Perusahaan harus dapat menjamin bahwa produknya dibuat sesuai
dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang Baik dan
tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses
penyimpanan, penggunaan dan transportasi.

Pasal 12 ayat 1 :
Bagian bangunan atau ruangan produksi alat kesehatan dan/atau PKRT
tidak digunakan untuk keperluan lain selain yang telah ditetapkan pada
sertifikat produksi.

Pasal 19 :
Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala minimal 1
(satu) tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap Cara Pembuatan Alat
Kesehatan atau PKRT yang Baik.

Pasal 23 ayat 1 :
Sertifikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas
meliputi :
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik secara keseluruhan
sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I,
kelas IIa, kelas IIb dan kelas III;
b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat
kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik; dan
c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat
kesehatan kelas I dan IIa tertentu, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik.

Pasal 23 ayat 2 :
Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi:
a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah menerapkan Cara Pembuatan PKRT
yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk
memproduksi PKRT kelas I, kelas II, dan kelas III;
b. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan
kelas II, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang Baik; dan
c. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan
kelas II tertentu, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang
Baik.

Pasal 24 :
1.Permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha.
2. Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

3. Persyaratan administratif dan persyaratan teknis sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 26 :
Ketentuan mengenai laboratorium dalam permohonan sertifikat produksi
sesuai dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan
ayat (2) meliputi:
a. Sertifikat Produksi Kelas A wajib memiliki laboratorium.
b. Sertifikat Produksi Kelas B memiliki laboratorium atau bekerjasama
dengan laboratorium terakreditasi atau diakui.
c. Sertifikat Produksi Kelas C menguji produknya ke laboratorium
terakreditasi atau diakui.

Pasal 27 :
Tata cara mendapatkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT
sebagai berikut:
1. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Menteri melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat,
dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana terlampir;
2. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas)
hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi
dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota membentuk tim
pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;

3. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga


ahli /konsultan /lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang
telah disetujui oleh Direktur Jenderal;
4. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari
kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara
pemeriksaan dengan menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana
terlampir;

5. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan


provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat
rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan
contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir;

6. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2,


angka 3, dan angka 4 tidak dilaksanakan pada waktunya,
perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat
pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dengan
menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir;

7. Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana


dimaksud pada angka 5, Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT, dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kerja setelah berkas lengkap, dengan menggunakan
contoh Formulir 5 dan Formulir 6 sebagaimana terlampir

8. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana


dimaksud pada angka 7, Direktur Jenderal dapat melakukan
penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi dengan
menggunakan contoh Formulir 7 dan Formulir 8 sebagaimana
terlampir;
9. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada angka 8 diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat
penundaan.

Pasal 29 :
Pedoman pelaksanaan pelayanan sertifikasi produksi ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.

Pasal 30 :
Sertifikat produksi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi ketentuan yang berlaku Pasal 31 ayat 1 :
1) Permohonan perpanjangan sertifikat produksi diajukan oleh
perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhir
masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal
melalui kepala dinas kesehatan provinsi.
2) Perusahaan yang tidak melakukan perpanjangan sertifikat
produksi hingga masa berlaku sertifikat produksi habis, harus
mengajukan permohonan sertifikat produksi baru.
3) Tata cara perpanjangan sertifikat produksi dilaksanakan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27..

PEMENKES RI No.1190 /MENKES /PER /VIII/2010 tentang Izin Edar


Alat Kesehatan dan PKRT

Pasal 1 ayat 7 :
Izin edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat
kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor,
digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan
penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

Pasal 5 :
1. Alat kesehatan dan/atau PKRT yang akan diimpor, digunakan
dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih
dahulu memiliki izin edar
2. Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 7 :
Produk rekondisi/remanufakturing, hasil perakitan atau pengemasan ulang
wajib memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 9 ayat 1 :
Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: 51
a. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan
dengan melakukan uji klinis dan/atau buktibukti lain yang
diperlukan;
b. keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan
menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi
batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau
data klinis atau data lain yang diperlukan; dan
c. mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan
menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan

Pasal 10 ayat 1 :
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT diajukan kepada
Direktur Jenderal dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan
kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 dan
Formulir 2 sebagaimana terlampir.

Pasal 12 :
Alat kesehatan dan/atau PKRT impor yang akan didaftar, wajib disertai surat
yang menyatakan bahwa alat kesehatan dan/atau PKRT tersebut sudah
beredar dan digunakan di Negara asal produk diproduksi atau negara lain,
serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam
proses evaluasi.
Pasal 19 :
Nomor izin edar diberikan untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah
disetujui permohonan pendaftarannya.

Pasal 20 :
Terhadap pendaftaran izin edar dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan

Pasal 21 :
Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa
penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang
memenuhi persyaratan.
Pasal 22 ayat 1 :
Izin edar dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku izin edar habis;
b. masa berlaku sertifikat produksi habis
c. dan/atau dibatalkan;
d. batas waktu keagenan habis,
e. dibatalkan, atau tidak diperpanjang;atau
f. persetujuan izin edar dicabut oleh
g. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 23 ayat 1:
Perusahaan pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat kesehatan
dan/atau PKRT selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa
berlakunya.

Pasal 24 ayat 1 :
Perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan dan/atau
PKRT terhadap perubahan:
a. Ukuran
b. kemasan
c. penandaan
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pasal 26 ayat 4 :
Nomor izin edar harus dicantumkan pada penandaan atau pada etiket,
wadah dan pembungkus alat kesehatan dan/atau PKRT.

Anda mungkin juga menyukai