PEMASANGAN IMPLAN
I. PENDAHULUAN
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang
sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.
Selain alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai
kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi,
imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan
dari alat kesehatan dengan cara tersebut.
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh
produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia
dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan
penyakit;
b. diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi
kondisi sakit;
c. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi
atau proses fisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui
pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.
2. Farmasi
3. Gudang
PEMUSNAHAN
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT/implant dilaksanakan
terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT/implant yang :
a. diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku;
b. telah kedaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan/atau
d. dicabut izin edarnya.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan perusahaan yang
memproduksi, mengedarkan alat kesehatan dan/atau PKRT, orang yang
bertanggung jawab atas sarana kesehatan, Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT yang berhubungan dengan tindak pidana
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan dengan
memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia serta upaya
pelestarian lingkungan hidup.
Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus dilaporkan kepada
Direktur RSUD Muntilan dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan.
Berita Acara Pemusnahan Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana
dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan d
an/atau PKRT;
b. jumlah dan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT;
c. nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT;
d. nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT.
Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT
ditandatangani oleh pimpinan perusahaan, penanggung jawab teknis, dan
saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini yang mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan kesehatan yang serius, cacat atau kematian dapat
dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Perusahaan yang memiliki izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT wajib
menyampaikan laporan hasil monitoring efek samping secara berkala 1 (satu)
tahun sekali.
UNDANG - UNDANG YANG MEMUAT ALAT KESEHATAN DAN PKRT
Undang – undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 60
1. Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga
kesehatan yang berwenang.
2. Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta
tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.
Pasal 68
1. Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh
manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
2. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 98 ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat,
bermutu, dan terjangkau.
Pasal 104 ayat 1 :
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
Pasal 106
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar.
2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak
menyesatkan.
3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 107 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 2 ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 3 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan
usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
1. Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam
rangka peredaran harus disertai dengan dokumen pengangkutan
sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2. Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
peredaran, bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen
pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 9
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh izin edar dari Menteri.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh
perorangan.
Pasal 12
1. Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui:
a) pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
b) penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
Pasal 15 :
Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:
a) badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur
dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan
sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat
kesehatan;
b) badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang
berupa obat tradisional dan kosmetika.
Pasal 24 ayat 1 :
Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan
manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 25 ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami kerusakan kemasan
yang langsung bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat
kesehatan, dilarang untuk diedarkan.
Pasal 28 :
1) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
harus dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus
memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan
mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif,
lengkap serta tidak menyesatkan.
2) Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-
kurangnya berisi:
a. nama produk dan/atau merek dagang;
b. nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan
sediaan.
c. farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
d. komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
e. tata cara penggunaan;
f. tanda peringatan atau efek samping;
g. batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
Pasal 34 ayat 1 :
Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 38 :
Pengujian kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan
dilaksanakan:
a) secara berkala; atau
b) karena adanya data atau informasi baru berkenaan dengan efek
samping sediaan farmasi dan alat kesehatan bagi masyarakat.
Pasal 41 ayat 1 :
Penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran
karena dicabut izin edarnya dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
badan usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
Pasal 43 ayat 1 :
Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
Pasal 51 :
Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui:
a) penyelenggaraan produksi dan peredaran sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan;
b) penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerja sama
dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang sediaan
farmasi dan alat kesehatan;
c) sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan program
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
Pasal 64 :
Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh
Menteri.
Pasal 1 ayat 2 :
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT
adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan,
rumah tangga dan tempat-tempat umum.
Pasal 1 ayat 3 :
Rekondisi/Remanufakturing adalah kegiatan memproduksi alat kesehatan
bukan baru yang diperlakukan sebagai bahan baku dengan persyaratan
produksi sesuai standar awal.
Pasal 1 ayat 10 :
Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk
alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan
diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik
Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
Pasal 3 :
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud
oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia
dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau
pengurangan penyakit;
b. diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau
kompensasi kondisi sakit;
c. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi
atau proses fisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosa
melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh
manusia.
Pasal 6 :
1.Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi.
Pasal 7 ayat 1 :
Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi harus sesuai dengan lampiran
sertifikat produksi.
Pasal 8 :
1.Perusahaan yang hanya melakukan pengemasan kembali
,perakitan,rekondisi / remanufakturing dan perusahaan yang
menerima makloon harus memiliki sertifikat produksi.
2.Makloon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pelimpahan sebagian atau seluruh kegiatan pembuatan alat kesehatan
dan/atau PKRT dari pemilik merek atau pemilik formula kepada
perusahaan lain yang telah memiliki sertifikat produksi.
Pasal 9 :
1. Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan/PKRT bertanggung
jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat
kesehatan/PKRT yang diproduksinya.
2. Perusahaan harus dapat menjamin bahwa produknya dibuat sesuai
dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang Baik dan
tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses
penyimpanan, penggunaan dan transportasi.
Pasal 12 ayat 1 :
Bagian bangunan atau ruangan produksi alat kesehatan dan/atau PKRT
tidak digunakan untuk keperluan lain selain yang telah ditetapkan pada
sertifikat produksi.
Pasal 19 :
Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala minimal 1
(satu) tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap Cara Pembuatan Alat
Kesehatan atau PKRT yang Baik.
Pasal 23 ayat 1 :
Sertifikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas
meliputi :
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik secara keseluruhan
sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I,
kelas IIa, kelas IIb dan kelas III;
b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat
kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik; dan
c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat
kesehatan kelas I dan IIa tertentu, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik.
Pasal 23 ayat 2 :
Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi:
a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah menerapkan Cara Pembuatan PKRT
yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk
memproduksi PKRT kelas I, kelas II, dan kelas III;
b. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan
kelas II, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang Baik; dan
c. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan
kelas II tertentu, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang
Baik.
Pasal 24 :
1.Permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha.
2. Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
Pasal 26 :
Ketentuan mengenai laboratorium dalam permohonan sertifikat produksi
sesuai dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan
ayat (2) meliputi:
a. Sertifikat Produksi Kelas A wajib memiliki laboratorium.
b. Sertifikat Produksi Kelas B memiliki laboratorium atau bekerjasama
dengan laboratorium terakreditasi atau diakui.
c. Sertifikat Produksi Kelas C menguji produknya ke laboratorium
terakreditasi atau diakui.
Pasal 27 :
Tata cara mendapatkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT
sebagai berikut:
1. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Menteri melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat,
dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana terlampir;
2. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas)
hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi
dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota membentuk tim
pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
Pasal 29 :
Pedoman pelaksanaan pelayanan sertifikasi produksi ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
Pasal 30 :
Sertifikat produksi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi ketentuan yang berlaku Pasal 31 ayat 1 :
1) Permohonan perpanjangan sertifikat produksi diajukan oleh
perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhir
masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal
melalui kepala dinas kesehatan provinsi.
2) Perusahaan yang tidak melakukan perpanjangan sertifikat
produksi hingga masa berlaku sertifikat produksi habis, harus
mengajukan permohonan sertifikat produksi baru.
3) Tata cara perpanjangan sertifikat produksi dilaksanakan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27..
Pasal 1 ayat 7 :
Izin edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat
kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor,
digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan
penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 5 :
1. Alat kesehatan dan/atau PKRT yang akan diimpor, digunakan
dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih
dahulu memiliki izin edar
2. Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 7 :
Produk rekondisi/remanufakturing, hasil perakitan atau pengemasan ulang
wajib memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 9 ayat 1 :
Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: 51
a. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan
dengan melakukan uji klinis dan/atau buktibukti lain yang
diperlukan;
b. keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan
menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi
batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau
data klinis atau data lain yang diperlukan; dan
c. mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan
menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan
Pasal 10 ayat 1 :
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT diajukan kepada
Direktur Jenderal dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan
kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 dan
Formulir 2 sebagaimana terlampir.
Pasal 12 :
Alat kesehatan dan/atau PKRT impor yang akan didaftar, wajib disertai surat
yang menyatakan bahwa alat kesehatan dan/atau PKRT tersebut sudah
beredar dan digunakan di Negara asal produk diproduksi atau negara lain,
serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam
proses evaluasi.
Pasal 19 :
Nomor izin edar diberikan untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah
disetujui permohonan pendaftarannya.
Pasal 20 :
Terhadap pendaftaran izin edar dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan
Pasal 21 :
Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa
penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang
memenuhi persyaratan.
Pasal 22 ayat 1 :
Izin edar dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku izin edar habis;
b. masa berlaku sertifikat produksi habis
c. dan/atau dibatalkan;
d. batas waktu keagenan habis,
e. dibatalkan, atau tidak diperpanjang;atau
f. persetujuan izin edar dicabut oleh
g. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 23 ayat 1:
Perusahaan pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat kesehatan
dan/atau PKRT selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa
berlakunya.
Pasal 24 ayat 1 :
Perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan dan/atau
PKRT terhadap perubahan:
a. Ukuran
b. kemasan
c. penandaan
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pasal 26 ayat 4 :
Nomor izin edar harus dicantumkan pada penandaan atau pada etiket,
wadah dan pembungkus alat kesehatan dan/atau PKRT.