Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus
dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah, milik manusia atau hewan, dan bila benar dari
manusia apa golongan darahnya?
Untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan diatas, harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
A). Persiapan
Bercak yang menempel pada suatu objek diambil kemudian direndam
kedalam larutan fisiologis, atau bila menempel pada pakaian dapat langsung
direndam dengan larutan garam fisiologis.
B). Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif
saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 ——> H2O + On
Reagen —-> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan dengan penyaringan reaksi benzidine dan fenolftain adalah
penyaringan yang biasa dilakukan. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan
jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein dengan reaksi 2g + 100 ml NaOH
20% lalu dipanaskan dengan biji – biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang
tidak berwarna. (1)
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut kemungkinan adalah darah
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dan jika hasil negative pada
kedua reaksi tersebut dapat dipastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. (2)
1). Reaksi Benzidine (Test Adler) (1), (2)
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers
(1904). Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup bermakna.
Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan
pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.
2). Reaksi Phenolphtalein (Kastle – Meyer Test) (1)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906), zat ini
menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test
identifikasi darah.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
langsung diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah
muda pada kertas saring.
C. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi Pada Darah (1), (2)
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah
selanjutnya diperiksa berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin)
dan hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan atas dasar pembentukan kristal-
kristal hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan
mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk
membentuk derivate hematin. Setelah terbentuk kristal, Kristal tersebut diamati
di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-belah ketupat
dan berwarna coklat. (1)
Cara pemeriksaan:
Setetes atau sedikit bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1
butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup
lalu dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik. (1)
catatan :
Kontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau terlalu
dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila heme sudah dipanaskan dengan menggunakan pyridine dibawah
kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa, maka selanjutnya
akan terbentuk Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen. (2)
Cara kerja:
Letakkan sampel yang berasal dari bercak pada gelas objek dan alirkan
reagen takayama dan biarkan bercampur dengan sampel. lalu dipanaskan,
setelah itu lihat di bawah mikroskop.
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna merah
jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak yang
sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel pada baju.
Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel yang mempunyai
hasil negative pada test Teichmann. (1)
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan
bercak tersebut berasal dari darah, yaitu :
c. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Sedikit bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir
pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca
penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan
aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer, kemudian dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna
coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak
darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur
kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar
dan sebagainya.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan
darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human
globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah
tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara yang dapat merupakan reaksi
presipitasi atau reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody.
a. Test Presipitin Cincin (2)
Test Presipitin Cincin menggunakan metode sentrifuge sederhana antara dua
cairan didalam tabung. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari
bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak
bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum.
Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara
antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan
kedua cairan. (1)
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua
larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak
akan muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar. (1), (2)
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi
dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang
di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah
dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100
mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair.
Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat
dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih.
Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang
dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bercak darah tersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik (4)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca
penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti
Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel –sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya
drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar bercak
darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :
Penentuan Golongan Darah (1), (4)
American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai
kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan darah
secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup dapat
diperiksa karena berbeda pada tiap individual.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan
antigen yang masih dapat di deteksi;
Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi
namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah
tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh
Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan
golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1
tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada suatu
antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi
aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.
Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik
Bayi I Bayi II
A O
Pria O AB
Wanita O O
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Golongan darah
Bayi B MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria I AB MNS Rhesus +
Pria II O MS Rhesus +
Pria III A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Golongan Darah
Anak O MNS Rhesus +
Ibu A MS Rhesus +
―Ayah‖ B MS Rhesus +
Anak tersebut pasti bukan anak dari ―Ayah‖ tersebut.
Demikian pula kasus-kasuslainnyadapatdibantupenyelesaiannyadengan cara yang
sama sepertidiatas.
Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan pemeriksaan darah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(2)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i. Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan
tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan
masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga warna
merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
ii. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok.
Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan
karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,
tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat
resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20%
memberi warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa
detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna menjadi coklat
kehijauan.
iii. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji dilusi
alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan
darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat resisten
terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna
coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini
terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari
ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu
reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani.
Bila 30 – 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis.
Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat
cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi
spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan
waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan
jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan
spermatozoa atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah
mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan
hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.
c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada
kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina,
cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih
banyak dari pada air liur (2 – 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan
darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi
inhibisi.
Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari
forniks posterior vagina.
Hasil :
Adanya substansi ‗asing‘ menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.
1. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida (2)
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer.
Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan
guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1%
CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol.
Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar
KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan
terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring.
Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung
mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya
untuk skrining.
b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.
5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat
tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai endapan
larut kembali dan terbentuk biru berlin.
c. Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (‗piringan‘), dan diantara kedua
flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar
flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp selama 5
menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa
detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara kedua flange. Panaskan
bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring ber-
reagensia antara kedua flange. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada
kertas saring, menjadi biru.
d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi
lambung di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan
sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-
kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal
veronal murni mencair pada suhu 191° C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa
obat yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat
mempunyai kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi
(reaksi warna kobalt) dengan modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam
sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan
HCl sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa
menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang,
barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan
uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform
untuk melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot
plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2
tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan
memberi warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri
ultra-violet dan spektrofotofluorimetri.
2. Organ(2)
1) Mata
Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat
diketahui melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin akan
memperlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila midriasis
tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya :
Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini
di dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan
lagi 30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.
2) Paru – paru
a) Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung
atau telah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus,
ternyata paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir
hidup maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,
konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar (slack
pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya
artefak pada sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Setelah organ leaher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan
kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Setelah itu setiap lobus dipisahkan dan di
masukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. 5
potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan
diperhatikan apakah mengapung ataukah tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan
tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang
terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air
dan di amati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.
Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada bayi yang telah
membusuk akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji
apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-kecil,
mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat
buatan (pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah bernafas
walaupun kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresopsi. Pada hasil negatif ini,
pemeriksaan histopatologi harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati
atau hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan
anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah
dengan cara pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan
dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor
dan sebagainya. (2)
Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara makroskopis
maupun mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak ayang dilahirkan
hidup akan tampak mengembang dan menutupi kandung jantung, tepintnya
tumpul, warnaya merah ungu dengan gambaran mozaik, lebih berat (1/35 berat
badan, pada yang lahir mati atau belum bernafas berat paru-paru sekitar1/70
berat badan), pada perabaan teraba derik udara atau krepitasi, bila dimasukkan
ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan dipijat akan banyak
mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara mikroskopik akan tamak
jelas adanya pengembangan dari kantung-kantung hawa (alveoli). (7)
b) Mikroskopik paru-paru.
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang
untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah
difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologi. Biasanya dibuat
pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau
Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan
(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like).
Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk,
dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan
pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan
membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir mati
mungkin juga ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi
intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri
dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah
turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah : (2)
a. Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar,
air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan
masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan
masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot
skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa
kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran
pencernaan terhadap air minum atau makanan.
b. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam,
diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian
dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi
terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan
hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada
jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu
sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
c. Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup
dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.
Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya
d. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah
sehingga dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin.
Darah yang diambil adalah darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa
tenggelam di air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung
kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air
pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. Sedangkan
pada peristiwa tenggelam di air asin terjadi gangguan elektrolit dan ditemukan
adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dari
pada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air pada paru-paru.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B (6)
3. Lain-Lain (2)
1) Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat.
Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :
Rambut kepala normal : 0,5 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 0,75 mg/ kg BB
Keracunan akut : 30 mg/ kg BB
Kuku normal : sampai 1 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 1 mg/ kg BB
Keracunan akut : 80 mikrog/ kg BB
Dalam urin, Arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum,
dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan kronik, Arsen tidak
diekskresikan terus menerus (intermitten) tergantung pada intake. Titik-titik
basofil pada eritrosit dan lekosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi,
menunjukkan beban sum-sum tulang yang meningkat. Uji Kopro-porfirin urin
akan memberikan hasil positif. Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi
dan infeksi.
Uji Reinsch
Berdasarkan Hukum Deret Volta (sebagian deret Volta adalah : K Na Ca Mg
Al Zn Fe Pb H Cu As Ag Hg Au), unsur yang letaknya di sebelah kanan akan
mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih kiri dalam larutan tersebut.
Letak As dalam deret adalah lebih kanan daripada Cu.
Cara pemeriksaan :
10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3. Celupkan
batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai
hitam dari As pada permukaan batang tembaga tersebut. Untuk membedakan
dari Ba, digunakan sifat sublimasi As.
2) Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin (tidak dapat diambil
ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan.
Isi lambung diambil jika ia menggunakan narkotika per-oral, demikian pula
hapusan mukosa hidung pada cara sniffling. Semprit bekas pakai dan sisa obat
yang ditemukan harus pula dikirim ke laboratorium.
Pada pemakain cara oral, morfin akan cepat dikonjugasi oleh asam
glukoronat dalam sel mukosa usus halus dan hati sehingga bahan sebaiknya
dihidrolisis terlebih dahulu.
Terhadap barang-barang bukti seperti bubuk yang diduga mengandung
morfin, heroin atau narkotika lainnya, dapat dilakukan berbagai pengujian.
Pengujian tersebut hanya dapat dilakukan terhadap benda bukti yang masih berupa
preparat murni atau pada tempat suntikan bila ternyata di tempat tersebut masih
terkumpul narkotika yang belum diserap dan tidak dapat dilakukan terhadap bahan
biologis seperti urin, darah, cairan empedu dan lain-lain.
a. Uji Marquis :
Kepekaan uji ini adalah sebesar 1 – 0,025 mikro gram. Reagen dapat
dibuat dari 3 ml asam sulfat pekat ditambah 2 tetes formaldehid 40 %. Pada
umumnya semua narkotika akan memberikan reaksi warna ungu. (Morfin,
heroin dan codei + Marquis ungu; Pethidine + Marquis jingga).
Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas :
10 tetes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang memiliki
perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge ukuran 5 ml,
kemudian ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar selama 30 detik.
Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10 menit:
Hijau muda = negatif.
Kuning muda = 10 mikro gram.
Kuning coklat = 1 mg.
Merah coklat gelap = 10 mg.
b. Uji mikrokristal :
Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi warna
Amrquis.
Caranya :
1 tetes larutan narkotika ditambahkan reagen dan dengan mikroskop, dilihat
kristal apa yang terbentuk.
Hanging microdrop technique merupakan modifikasi untuk narkotika dengan
pembentukan kristal agak lama.
Contoh :
Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 gr kadmium yodida + 2 gr
kalium yodida) kristal berbentuk jarum.
Kepekaan uji : 0,01 mikrogram
Morfin + kalium triodida kristal berbentuk pirirng.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + merkuri klorida kristal berbentuk dendrit.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + platinum klorida kristal berbentuk roset.
Kepekaan uji : 0,25 mikrogram
Pethidin + asam pikrat pekat kristal berbentuk roset berbulu.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
3) Untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh (2)
Untuk pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikirim ialah isi lambung,
darah hati atau perifer, urin, ginjal, hati, sebagian otak dan lemak pada kasus
keracunan barbiturat golongan kerja sangat singkat.
Ada 5 macam metode ekstraksi (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan
hasil terbaik ialah ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar dalam darah
sangat rendah maka metode yang diapakai adalah metode asam tungstat.
Konsentrasi barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan jumlah yang
besar sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. Konsentrasi barbiturat yang
terbesar terdapat dalam otak dan hati yang bervariasi antara 2,5-8 mg/100 gr
jaringan.
Dalam keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masih tetap dapat
ditentukan (lebih kurang 25 % dari konsentrasi semula) sehingga dalam
melakukan penarikan kesimpulan, hal ini perlu diperhitungkan.
4) Pemeriksaan pada senjata api
a. Uji difenhidramin (2)
Uji difenhidramin, terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan
spektrofotometri terhadap Sb pada tangan tersangka pelepas tembakan,
terutama pada senjata jenis revover merupakan salah satu cara pembuktian
terhadap pelaku penembakan.
b. Uji Parafin (6)
Uji tradisional yang amata terkenal adalah tes Paraffin (tes Gonzalez,
yang menggunakan parafin), yang menggunakan parafin cair untuk
mengambil residu dari tangan dan kemudian menambahkannya dengan
diphenylamine.
Tes parafin tersebut sebetulnya tes yang tidak spesifik, sebab hanya
mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja sehingga tes ini juga dapat
memberikan hasil positif jika tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan,
pupuk, atau obat-obatan.
c. Tes Harrison & Gilroy (6)
Menggunakan kasa yang telah dibasahi dengan asam chlorida. Bedanya
dengan tes parafin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi
adanya unsur logam mercury, antimony, barium atau timah hitam. Tentu
harus diperhitungkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam
tersebut.
BAB III
Kasus Infantisida
Kasus Tenggelam
Keracunan CO
Keracunan Insektisida
Luka Tembak
Kasus Perkosaan
Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James
SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98
Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun‘im A Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-
46: 167—96
Sheperd R. Simpson‘s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University Press,
Inc.; 2003. p. 58
Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. New York: Appleton-Century-
Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389
Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.233-36
Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174
Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James SH,
Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66
Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and Stains.
In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 203-20